Teori Culturecare Sunrise Model Leininger [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI CULTURECARE SUNRISE MODEL LEININGER



KELOMPOK III/A1 2018 ANDI RESTI NUR AINUN GUNAWAN



NH0118001



DOLFINA YUBEL ASNAT SINONAFIN



NH0118014



ELISABETH DEBORA AHAB



NH0118015



FITRI RAMADHANI



NH0118020



HEPPI LISTRA



NH0118028



HOLIDA RACHMAWATY RENFAAAN



NH0118030



MUHAMMAD IQBAALUL RASYID



NH0118049



PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NANI HASANUDDIN MAKASSAR 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur kami naikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih karunianya kami dapat menyelesikan makalah dengan judul “Teori Culturecare Sunrise Model Leininger“ ini. Dalam penyusunan makalah ini, kami saling bertukar pikiran untuk membuatnya. Dalam kesempatan ini kami ingin berterima kasih kepada dosen yang telah memberikan kami tugas ini, agar membantu kami dalam mengetahui lebih dalam mengenai Teori Culturecare Sunrise Model Leininger dengan mencari sendiri referensi yang kami butuhkan & merampungkannya dalam sebuah makalah & tak lupa segala bantuan yang di berikan oleh dosen yang bersangkutan, yang telah meluangkan waktunya walaupun beliau sangat sibuk & memberikan kami bimbingan dalam menyelesaikan makalah kami. Kami menyadari betul bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu kami selaku penyusun makalah ini sangat mengharapkan kritik & saran yang bersifat membangun dari dosen mata kuliah ini & juga pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat.



Makassar, 23 November 2019 Penulis



ii



DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang ................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2 C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model Konsep teori Keperawatan Leininger .................................... 3 B. Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan Culture Care .... 9 C. Sunrise Model ................................................................................... 10 BAB III DESKRIPTIF TEORI DAN KASUS A. Aplikasi model konsep dan teori keperawatan menurut Madeliner Leinenger .............................................................................................14 B. Kasus ...................................................................................................17 BAB IV ANALISA TEORI A. Kelebihan .......................................................................................... 25 B. Kekurangan ....................................................................................... 25 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan......................................................................................... 26 B. Saran ................................................................................................... 29 DAFTAR PUSTAKA



iii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Madeleine Leininger (lahir pada tanggal 13 Juli 1925 di Sutton, Nebraska, Amerika Serikat dan meninggal di Omaha, Nebraska 10 Agustus 2012). Leininger adalah perintis teori keperawatan, pertama kali diterbitkan pada tahun 1961. Kontribusinya untuk teori keperawatan melibatkan diskusi tentang apa itu peduli. Terutama, ia mengembangkan konsep keperawatan transkultural, membawa peran faktor budaya dalam praktek keperawatan ke dalam diskusi tentang bagaimana terbaik hadir untuk mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. Dr Madeleine Leininger menempuh pendikan dan memegang gelar akademis berikut dengan judul Tahun 1945 mengambil program diploma di sekolah perawat St. Anthony, Denver CO dan menyelesaikanya pada tahun 1948, Tahun 1950 menyelesaikan pendidikan di St. Scholastica College dan mendapat gelar sarjana dalam ilmu biologi, ilmu filsafat dan humaniora dan BSN dari Benedictine College, Atchison, KS.M., Tahun 1953 memperoleh MSc Keperawatan dari Catholic University America, Washington, DC., tahun 1954-1960, menjadi professor keperawatan dan direktur program pasca sarjana di Universitas Cincinnati., Tahun 1965, menjadi perawat pertama mendapat gelar Ph.D Doctor of Philosophy (Antropologi budaya dan sosial), Tahun 1966, di tunjuk sebagai professor keperawatan dan antropologi di University of Colorado, di mana untuk pertama kalinya perawatan transkultural di perkenalakan di dunia keperawatan, Tahun 1969-1974, sebagai dekan,professor keperawatan dan dosen antropologi di University Of Washington school of Nursing, tahun 1974-1980, menjabat sebagai dekan dan professor Utah University dan membuka program pertama untuk master dan doktoral transkultural keperawatan. Tahun 1981, professor dan direktur pusat penelitian kesehatan di Wayne State University. Saat berkarya di sini Madeleine Leininger mendapat beberapa penghargaan, antara lain : Penghargaan bergengsi dari Presiden dalam keunggulan dalam mengajar, - The Board of Governor’s Distinguished Faculty Award, Gershenson’s Research Fellowship Award. - Certified Transcultural Nurse CTN -



1



Perawat Transcultural Bersertifikat. - FRCNA - Fellow of the Royal College of Nursing in Australia FRCNA. Madeline Leininger adalah seorang antropolog perawat perintis. Menjabat dekan dari University of Washington, Sekolah Keperawatan pada tahun 1969, dia tetap dalam posisi itu sampai 1974. Janji nya mengikuti perjalanan ke New Guinea pada tahun 1960 yang membuka matanya untuk kebutuhan perawat untuk memahami pasien dan latar belakang budaya mereka dalam rangka untuk menyediakan perawatan. Dia dianggap oleh beberapa orang sebagai "Margaret Mead keperawatan" dan diakui di seluruh dunia sebagai pendiri keperawatan transkultural, sebuah program yang dia menciptakan di Sekolah pada tahun 1974. Menjadi professor dari sekitar 70 perguruan tinggi, dia telah menulis atau menyunting 27 buku dan menerbitkan lebih dari 220 artikel, sekarang bisa kita lihat sebagai arsip di Wayne State University digunakan juga sebagai bahan penelitian. Memberikan lebih dari 850 kuliah umum di seluruh dunia dan telah mengembangkan software sendiri untuk perawat. Bidang keahliannya adalah keperawatan transkultural, perawatan manusia komparatif, teori perawatan budaya, budaya di bidang keperawatan dan kesehatan, antropologi dan masa depan dunia keperawatan. Tahun 1969, Leininger menjadi Dekan dan Guru Besar Perawat dan mengajar Antropologi di Universitas Washington (Seatle). Tahun 1974, menjadi Dekan dan Guru Besar Perawat di Fakultas Keperawatan dan asisten Guru Besar Antropologi di Universitas Utah (Salt Lake). Tahun 1981, direkrut Universitas Wayne State (Detroit) dan menjadi Guru Besar Perawat dan asisten Guru Besar Antropologi dan menjadi Direktur Keperawatan Transcultural sampai dengan pension tahun 1995. Tahun 1996, Universitas Madonna memberikan penghargaan kepadanya atas dedikasinya dengan meresmikan Leininer Book Collection dan membuat ruangan Membaca khusus untuk koleksi buku-bukunya yang terkenal dibidang keperawatan, ilmu social dan kemanusiaan.



2



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah kami paparkan maka pokok permasalahan dari makalah ini adalah ingin mengetahui apa itu teori Cultur Care Sunrise Model fari Leininger. C. Tujuan Penulisan Makalah ini di buat dengan tujuan memahami teori Cultur Care Sunrise Model dari Leininger.



3



BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Model Konsep Teori Keperawatan Leininger 1. Pengertian Madeline Leininger adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang pemimpin dalam keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang berfokus pada manusia. Ia adalah perawat professional pertama yang meraih pendidikan doktor dalam ilmu antropologi sosial dan budaya. Dia lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya setelah tamat dari program diploma di “St. Anthony’s School of Nursing” di Denver. 2. Asumsi dasar Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku caring. Caring adalah esensi dari keperawatan,



membedakan,



mendominasi



serta



mempersatukan



tindakan



keperawatan. Tindakan caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya. 3. Konsep Utama Teori Keperawatan Transkultural Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan oleh Dr. M. Leininger dikembangkan dalam konteks keperawatan. Leininger mendefinsikan keperawatan transkultural sebagai bagian utama dari keperawatan yang berfokus pada studi perbandingan dan analisa perbedaan budaya serta bagian budaya di dunia dengan tetap menghargai nilai-nilai asuhan, pengalaman sehat sakit dan juga kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai



4



budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budayakepada manusia. Tujuan keperawatan Transkultural ialah penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa. Sedangkan kultur yang universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir oleh semua kultur seperti budaya berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat tubuh sehat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan. Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural, melalui tiga strategi intervensi yaitu mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya. Konsep utama dan definisi teori Leininger: 1) “Care” mengacu kepeada suatu fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan pemberian pengalaman maupun perilaku kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi maupun cara hidup manusia.



5



2) ”Caring”, mengacu kepada suatu tindakan dan aktivitas yang ditujukan secara langsung dalam pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan individu lain dan kelompok didalam memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau dalam menghadapi kematian. 3) “Culture” Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis nilai, keyakinan, norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu kelompok tertentu yang memberikan arahan kepada cara berfikir mereka, pengambilan keputusan, dan tindakkan dalam pola hidup. 4) “Culture Care” (Perawatan kultural) mengacu kepada pembelajaran subjektif dan objektif dan transmisi nilai, keyakinan, pola hidup yang membantu, mendukung, memfasilitasi atau memungkinkan ndividu lain maupun kelompok untuk mempertahankan kesjahteraan mereka, kesehatan, serta untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau untuk memampukan manusia dalam menghadapi penyakit, rintangan dan juga kematian. 5) “Cultural Care Diversity” (keragaman perawatan kultural) mengacu kepada variabel-variabel, perbedaan-perbedaan, pola, nilai, gaya hidup, ataupun simbol perawatan di dalam maupun diantara suatu perkumpulan yang dihubungkan terhadap pemberian bantuan, dukungan atau memampukan manusia dalam melakukan suatu perawatan. 6) “Cultural care universality” (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu pengertian umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai - nilai, gaya hidup atau symbol - simbol yang dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta mereflesikan pemberian bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang memungkinkan untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan. 7) Keperawatan mengacu kepada suatu pembelajaran humanistik dan profesi keilmuan serta disiplin yang difokuskan pada aktivitas dan fenomena perawatan manusia yang bertujuan untuk membantu, memberikan dukungan, menfasilitasi, atau memampukan individu maupun kelompok untuk memperoleh kesehatan mereka dalam suatu cara yang menguntungkan yang berdasarkan pada



6



kebudayaan atau untuk menolong orang-orang agar mampu menghadapi rintangan dan kematian. 8) “World View” (Pandangan dunia) mengacu kepada cara pandang manusia dalam memelihara dunia atau alam semesta untuk menampilkan suatu gambaran atau nilai yang ditegakkan tentang hidup mereka atau lingkungan di sekitarnya. 9) “Culture and Social Struktere Demensions” (Dimensi struktur sosial dan budaya) mengacu pada suatu pola dinamis dan gambaran hubungan struktural serta faktor-faktor organisasi dari suatu bentuk kebudayaan yang meliputi keagamaan, kebudayaan, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, nilai budaya dan faktor-faktor etnohistory serta bagaimana faktor-faktor ini dihubungkan dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda. 10) Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau pengalaman-pengalaman



yang



memberikan



arti



bagi



perilaku



manusia,



interpretasi, dan interaksi sosial dalam lingkungan fisik, ekologi, sosial politik, dan atau susunan kebudayaan. 11) “Enviromental Contect, Languange & Etnohistory” mengacu kepada keseluruhan fakta-fakta pada waktu yang lampau, kejadian-kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan serta suatu institusi yang difokuskan kepada



manusia/masyarakat



yang



menggambarkan,



menjelaskan



dan



menginterpretasikan cara hidup manusia dalam suatu bentuk kebudayaan tertentu dalam jangka waktu yang panjang maupun pendek. 12) “Generic Care System” Sistem perawatan pada masyarakat tradisional mengacu kepada pembelajaran kultural dan transmisi dalam masyarakat tradisional (awam) dengan menggunakan pengetahuan dan keterampilan tradisonal yang diwariskan untuk memberikan bantuan, dukungan atau memfasilitasi tindakan untuk individu lain, kelompok maupun suatu institusi dengan kebutuhan yang lebih jelas untuk memperbaiki cara hidup manusia atau kondisi kesehatan ataupun untuk menghadapi rintangan dan situasi kematian. 13) “Profesional Sistem” perawatan profesional mengacu kepada pemikiran formal, pembelajaran, transmisi perawatan profesional, kesehatan, penyakit, kesejahteraan dan dihubungkan dalam pengetahuan dan keterampilan praktek



7



yang berlaku dalam institusi profesional biasanya personil multi disiplin untuk melayani konsumen. 14) Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara kultural memiliki nilai dan praktek serta merefleksikan kemampuan individu maupun kelompok untuk menampilkan kegiatan budaya mereka sehari-hari, keuntungan dan pola hidup 15) “Culture Care Preservation/maintenance” Mempertahankan perawatan kultural mengacu kepada semua bantuan, dukungan, fasilitas atau pengambilan keputusan dan tindakan profesional yang memungkinkan yang dapat menolong orang lain dalam suatu kebudayaan tertentu dan mempertahankan nilai perawatan sehingga mereka dapat memperthanakan kesejahteraannya, pulih dari penyakit atau menghadapi rintangan mapun kematian. 16) “Culture Care Acomodation/negotiation” tehnik negosiasi atau akomodasi perawatan kultural mengacu pada semua bantuan, dukungan, fasilitas, atau pembuatan keputusan dan tindakan kreatifitas profesional yang memungkinkan yang menolong masyarakat sesuai dengan adaptasi kebudayaan mereka atau untuk bernegosiasi dengan fihak lain untuk mencapai hasil kesehatan yang menguntungkan dan memuaskan melalui petugas perawatan yang professional 17) Culture Care Repattering/restructuring Restrukturisasi perawatan transkultural mengacu pada seluruh bantuan, dukungan, fasilitas atau keputusan dan tindakan profesional yang dapat menolong klien untuk mengubah atau memodifikasi cara hidup mereka agar lebih baik dan memperoleh pola perawatan yang lebih menguntungkan dengan menghargai keyakinan dan nilai yang dimiliki klien sesuai dengan budayanya. 18) Culturally Congruent Care for Health, Well-being or Dying Perawatan kultural yang konggruen mengacu kepada kemampuan kognitif untuk membantu, mendukung, menfasilitasi atau membuat suatu keputusan dan tindakan yang dapat memperbaiki kondisi individu, atau kelompok dengan nilai budaya, keyakinan dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan.



8



B.Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan Culture Care Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995). 1. Manusia Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995). 2. Sehat Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam engisi kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif (Andrew and Boyle, 1995). 3. Lingkungan Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan



9



aturan-aturan yang berlaku. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan. 4. Keperawatan Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991). C. Sunrise Model Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise model) seperti yang terlihat pada gambar. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi



10



Matahari terbit sebagai lambang/symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka. Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari budaya mereka. Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh



11



Leininger adalah agar seluruh terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah. Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan dapat dijelaskan sebagai berikut : Proses Keperawatan Sunrise Model Pengkajian dan Diagnosis Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi : Level satu : World view and Social system level Level dua : Individual, Families, Groups communities and Institution in diverse health system Level tiga :Folk system, professional system and nursing Perencanaan dan Implementasi Level empat : Nursing care Decition and Action Culture Care Preservation/maintanance Culture Care Accomodation/negotiations Culture Care Repatterning/restructuring Evaluasi Dalam penerapan proses keperawatan, pengetahuan budaya harus dimiliki sebelum mengideintifikasi kondisi klien. Pada level satu dikaji pengetahuan dan informasi tentang struktur social dan pandangan dunia terhadap budaya klien. Selanjutnya dibutuhkan informasi tentang bahasa dan lingkungan, teknologi, agama, filosophi dan kebangsaan, sosial struktur, nilai budaya dan kepercayaan, politik, legal sistem, ekonomi dan pendidikan. Pengetahuan ini dibutuhkan dalam rangka mengaplikasikan keperawatan pada klien dalam konteks individu, keluarga, kelompok, comunitas dan institusional (level dua).



12



Penilaian terhadap nilai kepercayaan, tingkah laku klien, terhadap sistem kesehatan diperlukan



untuk mengidentifikasi kebutuhan klien dalam rangka



merumuskan diagnosa keperawatan (level tiga). Selajutnya setelah ditetapkan suatu diangnosa keperawatan maka disusunlah perencanaan dan implementasi keperawatan (level empat) yang dalam model ini sebagai nursing care decition and action. Sunrise Model secara spesifik tidak menjabarkan evaluasi sebagai suatu bagian khusus. Walaupun demikian teori transcultural nursing makna penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan perawatan yang memberikan keuntungan bagi klien.



13



BAB III DESKRIFTIF TEORI DAN KASUS A. Aplikasi model konsep dan teori keperawatan menurut Madeliner Leinenger 1. Konsep awal a) Teori Leininger berasal dari disiplin ilmu antropologi, tapi konsep teori ini relevan untuk keperawatan. b) Leininger mendefinisikan “Transkultural Nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan yang



mana berfokus pada komparatif studi dan analisis



perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai prilaku caring, nursing care dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang spesifik dan kultur yang universal dalam keperawatan. c) Tujuan dari transkultural dalam keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. d) Culture care adalah teori yang holistik karena meletakkan didalamnya ukuran dari totalitas kehidupan manusia dan berada selamanya, termasuk sosial struktur, pandangan dunia, nilai cultural, konteks lingkungan, ekspresi bahasa dan etnik serta sistem professional. 2. Proses asuhan keperawatan secara teoritis Proses asuhan keperawatan dengan pendekatan teori keperawatan transkultural adalah sebagai berikut: a. Pengkajian (assessment) Sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kolompok, komunitas, lembaga) perawat terlebih dulu mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia (world view) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang berkembang di perbagai belahan dunia (secara global) maupun masyarakat dalam lingkup yang sempit. Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu : teknologi, agama dan falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan, nilai budaya dan gaya hidup, politik dan hukum, ekonomi dan pendidikan.



14



Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Leininger’s Sunrise models” dalam teori keperawatan transkultural Leininger yaitu : a) Faktor Teknologi (Technological Factors) Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang persepsi sehat sakit, kebiasaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini b) Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religous and Philosofical Factors) Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya di atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh. c) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors) Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama panggilan dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga. d) Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways) Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilainilai budaya dan gaya hidup adalah posisi dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. e) Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)



15



Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang menunggu. f) Faktor ekonomi (Economical Faktor) Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada umumnya dimanfaatkan klien antara lain asurannsi, biaya kantor, tabungan. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan. g) Faktor pendidikan (Educational Factor). Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam menmpuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. h) Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan, serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang kembali. 3. Rencana Tindakan Keperawatan (Intervensi) Peran perawat pada transkultural nursing teori ini adalah menjembatani antara system perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan system perawatan professional melalui asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat digambarkan oleh Leininger seperti dibawah ini: 1) Sisem generik atau transkultural 2) Asuhan keperawatan 3) Sistem profesional Oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana kelompok, keluarga, komunitas, lembaga) dengan mempertimbangkan generic carring dan professional carring. 4. Tindakan keperawatan (Implementasi)



16



Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien harus tetap memperhatikan 3 prinsip askep, yaitu : a. Culture care preservation/ maintenance Prinsip membantu, memfasilitasi atau memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu menentukan tingkat kesehatan dan gaya hidup yang di inginkan. b. Culture care accommodation/ negotiation Prinsip membantu, memfasilitasi atau memperhatikan budaya yang ada, yang merefleksikan cara-cara untuk beradaptasi, bernegosiasi atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup klien. c. Culture care repatterning/ restructuring Prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan dan pola hidup klien kearah yang lebih baik. 5. Evaluasi. Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan transkultural pada asuhan keperawatan adalah tercapainya culture congruent nursing carry health and well being yaitu asuhan keperawatan yang kompeten berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan yang sensitive, kreatif, serta cara-cara yang bermakna guna mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan bagi klien. B. Kasus Pada suatu ruangan ada seorang pasien yang dirawat dengan diagnosa CKD, DM, Hipertensi, pasien bernama Tn X umur 45 tahun berasal dari daerah Y, pasien seorang muslim yang sudah berangkat haji sebanyak 2 kali. Tn X mengatakan baru menegetahui penyakitnya sekitar 3 bulan ini, sebelumnya pasien tidak pernah melakukan medical chek up. Menurut pasien bila mengeluh tidak nyaman atau badan kurang sehat, Tn X hanya minum air ZamZam yang di bawahnya dari tanah suci (mekkah), kemudian merasa lebih baik. Sebelum sakit Tn X beraktifitas dengan mengelola Madrasah di daerahnya, Tn X berperan penting dalam kemajuan madrasah kelolaanya. Tn X yang mengaku lulusan pondok pesantren tinggal di pondok pesantren selama 15 tahun dan hidup jauh dari orang tua, Tn X



17



mengatakan jarang menggunakan gadge untuk menambah pengetahuan dan wawasannya, pasien juga mengatakan aktif dalam beberapa organisasi sosial, “Saya hanya bekerja berdasarkan pola turun temurun”, tutur Tn X. Menurutnya saat ini dia tidak sakit, tapi sedang mendapat ujian dari tuhan, selama sakit Tn X hanya mengkonsumsi buah dan sayur, kurang suka minum air putih dan tidak senang berolahraga, kopi dan teh adalah minuman wajib setiap hari harus ada, Tn X minum kopi 7-10 gelas/hari. Orang tua dari Tn X sudah meninggal dua tahun yang lalu dengan penyakit yang sama. Saat ini Tn X mendapat therapi injeksi insulin sesuai sleeding scale, dan program hemodialisa dua kali seminggu. Tn X menolak di berikan therapi injeksi insulin karena menurut beliyau insulin mengandung babi yang tidak diperbolehkan agamanya. Saat kondisisi sesak atau ureum creatinin Tn X melebihi batas normal dan harus cuci darah Tn X menolak juga karena menurutnya beberapa orang temannya yang cuci darah meninggal dalam waktu yang relatif cepat, dan bila sekali cuci darah akan menimbulkan ketergantungan terhadap alat pencuci darah. Tn X sudah di bujuk oleh keluarga tapi tidak mau, perawatpun sudah mejelaskan mengenai hemodialisa serta dampak negatif terhadap penolakan cuci darah terhadap kondisi pasien. Tn X tetap menolak terhadap tindakan hemodialisa. Dari sisi lain Tn X juga kurang memenuhi kebutuhan personal hygiene, kuku panjang dan tampak hitam, rambut kotor dan tidak mau mandi selama dilakukan perawatan. Saat perawat akan memotong kuku dan membantu personal hygiene pasien menolak karena menurutnya akan memperlambat proses penyembuhan. Karena kondisi sakitnya Tn X juga memiliki luka di bagian jari-jari kaki, luka mengalami nekrose, bernanah dan mengeluarkan bau tak sedap, luka sudak tampak tulang, dan menurut dokter, luka yang ada di jari kaki Tn X harus di amputasi, pasien menolak dan yakin biahwa bila meninggal tidak mau ada bagian tubuhnya yang hilang. Sebelum pengobatan selesai pasien memutuskan untuk pulang, setelah disampaikan pada dokter, diperbolehkan pulang atas permintaan sendiri. Berhubung permintaan saat itu hari selasa pasien tidak jadi pulang, karena menurut kepercayaan keluarga hari selasa pantang untuk pulang, karena diyakini



18



apabila pulang dihari selasa akan membawa sial di jalan. Tn X mengaku memiliki 7 orang anak dan mengaku tidak mengikuti program pemerintah yaitu KB memutuskan tetap meminta pulang besok paginya, di ijinkan atau tidaknya oleh dokter dan tetap menolak semua pengobatan, tapi mau minum obat yang diberikan. Saat perawatan berlangsung Tn X selalu di tunggu semua anak dan keluarganya. Cucu Tn X yang masih kecilpun ikut diajak menunggui dan tidur di RS. Perawat yang menjaga sudah menjelaskan ada batasan pengunjung demi kenyamanan bersama dan adanya larangan anak kecil di lingkungan RS karena berdampak terhadap kesehatan anak. Tetapi Tn X tetap meminta agar tetap di ijinkan karena dari jauh kasihan kalau harus pulang. 1. Pengkajian a) Faktor Teknologi (technological factors) Selama ini Tn X merasa sehat. Jika sakit hanya minum air ZamZam. Pasien jarang minum obat, pasien tidak pernah mencari informasi melalui internet karena tidak menggunakan gatdge, hanya menerima saran dari orang lain, tidak pernah medical chek up dan Tn X jarang berolahraga b) Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors) Pasien beragama islam, menurut Tn X bahwa suntik insulin tidak diperbolehkan oleh agama karena mengandung minyak babi. Untuk transfusi tidak dianjurkan oleh agama, karena darah itu darah orang lain yang tidak tau asal usulnya. Pasien menolak amputasi karena menurut keyakinannya, manusia meninggal harus keadaan utuh atau lengkap. Tn X merasa sedang tidak sakit, hanya mendapat ujian dari tuhan. c) Faktor Sosial dan Kekeluargaan (social and kinship factor) Pasien selalu mengambil keputusan secara mandiri, pasien juga sering berkomunikasi dengan orang lain dan keluarga. Pasien berperan penting sebagai pengelola madrasah ternama didaerahnya. Tn X dan keluarga sering mengikuti kegiatan rutin pengajian dan berperan sebagai pembicara utama dalam ceramah, selain sebagai pengelola madrasah Tn X juga aktif dalam organisasi keagamaan. d) Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)



19



Sebelum sakit pasien jarang berolah raga, tidak suka minum air putih, hanya minum teh dan kopi, menurutnya dilingkungan tempat tinggal Tn X, saat di opname tidak boleh memotong kuku dan memebersihkan diri karena sangat dipercayai akan menyebabkan lama dalam proses penyembuhan dan ada kepercayaan bahwa pulang hari selasa akan menyebabkan sial saat perjalanan. Tn X juga tidak mau melakukan HD karena Menurutnya orang yang cuci darah akan segera meninggal, selain itu Tn X gemar meminum teh dan kopi, dan tidak suka dengan air putih. e) Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit (Political and Legal factors) Tn X memiliki 7 orang anak dan tidak mengikuti program KB yang di anjurkan dari pemerintah karena tidak sesuai dengan keyakinannya. Keluarga Tn X juga kurang mematuhi aturan di RS terhadap batasan jumlah penunggu dan larangan membawa anak kecil dilingkungan RS. f) Faktor Ekonomi (Economical Factor) Pasien bekerja sebagai pengelola madrasah ternama sudah naik haji sebanyak 2 kali g) Faktor pendidikan (educational factors) Pasien seorang lulusan pondok pesantren, sejak usia 6 tahun pasien sudah tinggal jauh dari keluarga dan hidp di pondok pesantrebn sejak 15 tahun, Tn X kurang koperatif terhadap pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan, klin selalu memandang kesehatan dari keyakinan agamanya. 2. Diagnosa Keperawatan a) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur b) Ketidak patuhan klien terhadap Regimen pengobatan penyakit c) Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita 3. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan Perencanaan dan implementasi dalam keperawatan transkultural merupakan suatu proses keperawatan yang tidak apat dipisahkan. Perencanaan suatu proses pemilihan strategi yang tepat sedangkan implementasi yaitu melaksanakan tindakan sesuai latar belakang budaya klien. Ada tiga strategi sebagai pedoman Leininger yaitu:



20



a) Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural care reservation/maintenance) bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. 1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses pengobatan dan perawatan luka DM, Hemodialisa, pemberian insulin dan personal hygiene. 2. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien 3. Diskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat b) Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural care accommodation



atau



negotiations) apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan. 1. Kebiasaan Tn X minum kopi yang berlebihan dan tidak menyukai minum air putih a. Kaji kebiasaan mengkonsumsi minuman yang disukai pasien b. Ajarkan pada pasien tentang pola hidup sehat c. Anjurkan tentang pembatasan intake cairan d. Berikan PENKES tentang efek mengkonsumsi kopi dan teh yang berlebihan e. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan 2. Kebiasaan tidak melakukan medikal Check Up dan hanya minum air ZamZam a. Kaji pengetahuan Klien tentang medical Check Up b. Jelaskan pentingnya medical check up 3. Kebiasaan Membawa anak kecil dilingkungan RS dan ditunggu oleh banyak orang a. Kaji tentang pengetahuan klien tentang peraturan RS b. Jelaskan ulang tentang peraturan di lingkungan RS c. Berikan rasional tentang pelarangan membawa anak kecil di RS c) Mengubah dan mengganti budaya



pasien dan keluarganya (Cultural care



repartening / recontruction). 1. Persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa a. Kaji pengetahuan tentang kondsi penyakitnya dan hemodialisa b. Jelaskan pada pasien tentang hemodialisa c. Jelaskn pada pasien dan keluarga tentang keuntungan dan kekurangan hemodialisa



21



d. Libatkan keluarga dalam edukasi terhadap Tn X. e. Jelaskan tentang alternatif pengobatan lain seperti pembatasan intake cairan, minum obat teratur, menjaga pola makan dengan diit uremi. 2. Persepsi Tn X terhadap personal Hygiene a. Kaji pengetahuan klien tentang personal hygiene b. Berikan PENKES tentang penting personal hiegiene c. Lakukan pemneuhan kebutuhan personal Hygiene 3. Persepsi Tn X terhadap pemeberian insulin a. Kaji pengetahuan Tn X tentang insulin b. Jelaskan alternatif lain tentang pengobatan DM seperti pembatasan diet, pemeberian obat oral, olahraga teratur c. Ajarkan pada keluarga cara perawatan penderita diabetes Adapun implementasi yang dilakukan terkait masalah yang telah ditemukan: a) Cultural Care Preserventation/Maintenance 1). Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan dengan kesehatan bahkan dapat menjadi pendukung dalam meningkatkan kesehatan klien antara lain: sholat lima waktu, berobat, memeriksa kadar gula secara rutin. 2). Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik (tanpa ada masalah karena budaya) antara klien dengan perawat maupun klien dengan dokter atau klien dengan tenaga kesehatan lain. 3). Bersikap tenang dan hati-hati saat berinteraksi dengan pasien/klien. 4). Mendiskusikan budaya yang dimiliki klien agar dipertahankan bahkan lebih ditingkatkan. b) Cultural Care Accomodation/ Negotiation Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien dan keluarga klien, mencoba memahami kebudayaan klien sepanjang tidak memperburuk proses pengobatan dan perawatan. Keluarga klien (istri dan anak) menjadi perantara perawat untuk dapat memberikan informasi mengetanai prosdur pengobatan medis dan perawatan tanpa ada hambatan dari klien yang memiliki persepsi terhadap informasi pengobatan dan perawatan. Mengakomodir budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya tersebut bila budaya yang dimiliki bertentangan dengan kesehatan seperti



22



tidak menyukai air putih, mengkonsumsi kopi dan teh yang berlebihan, kebiasaan tidak melakukan medical chek up, hanya minum air ZamZam tidak memotong kuku, tidak pernah mandi selama dirawat, kebiasaan pasien dalam membiarkan dan membawa anak kecil dilingkungan RS. Dalam penyelesaian masalah tersebut petugas kshatan (perawat) dalam memeberikan HE gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan, Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik, dan bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien, mencoba memahami kebudayaan klien. c) Cultural Care Repartening /Reconstruction Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien dan keluarganya bertentangan dengan kesehatan seperti: persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa, personal hygiene, dan pemberian insulin, amputasi jari kaki sehingga terjadi penolakan klien untuk dilakukan tindakan pengobatan dan perawatan, pada prinsip penanganan kasus ini perawat Memberikan informasi kepada klien dan keluarga mengenai hemodialisa, pemberian insulin, pentingnya personal hygiene, perlunya amputasi jari kaki yang nekrotik serta keuntugan, dampak dan kekurangan apabila tidak di lakukan dari beberapa tindakan tersebut, dan menjelaskan alternatif pengobatan lain yang menunjang kesehatan seperti pembatasan intake cairan, minum obat teratur, menjaga pola makan dan perawat memberikan



respon



yang



tepat



terhadap



kebutuhan



klien



dengan



menginformasikan cara pengobatan yang benar serta memberikan informasi dalam pemenuhan kebutuhan gizi untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan. Melibatkan keluarga untuk turut serta membantu dan memotivasi klien melakukan prosedur secara bertahap. Perawatan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya-budaya mereka



23



4. Evaluasi a) Negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya: Keluarga klien (istri dan anak) lebih koperatif dapat memahami dan menerima penjelasan masukan yang diberikan perawat. b) Setelah dilakukanya beberapa tindakan Tn X tetap meyakini budaya yang selama ini diyakininya, kecuali tentang kebutuhan personal hygiene dan pemeotongan kuku untuk kebersihan kuku dan mencegah terjadinya penyebaran infeksi. c) Klien memahami pentingnya menjaga pola makan dan meminum, serta minum obat dengan teratur klien juga berusaha untuk merubah kebiasaan yang sering dilakukan termasuk menghindari minum kopi dan teh dalam jumlah yang berlebihan



24



BAB IV ANALISA TEORI A. Kelebihan 1. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan kepada perawat dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan cara perawat dapat menegosiasikan dengan TN X terkait adanya penolakan terhadap regimen pengobatan 2. Penggunaan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan berdampak terhadap pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit sehingga pasien bebas memilih alternatif dari tindakan pengobatan yang ditawarkan. 3. Penggunanan teori transcultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan yang kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan. 4. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan praktek keperawatan. B. Kelemahan 1. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri dan hanya digunakan sebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model lainnya. 2. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi masalah keperawatan sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya, masih terbatas dalam menyelesaikan kasus seperti yang dialami oleh Tx yaitu menolak untuk berobat seperti hemodialisa, pemberian insulin, dan amputasi. 3. Teori ini juga belum sepenuhnya bisa merubah persepsi klien karena menekankan pada salah satu pilihan intevensi dalam melaksanakan tindakan.



25



BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Teori ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan dengan mempertimbangkan aspek budaya, nilai–nilai, norma dan agama. 2. Teori ini dapat digunakan untuk melengkapi teori konseptual yang lain dalam praktik asuhan keperawatan. 1. Penerapan teori Leinienger diperlukan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu antropologi agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik. 2. Pelaksanaan teori



Leinienger memerlukan penggabungan dari teori



keperawatan yang lain yang terkait, seperti teori adaptasi, self care dan lain-lain. Penerapan Asuhan Keperawatan Berdasarkan teori Leininger. a. Pengkajian Pengkajian dilakukan terhadap respon adaptif dan maladaptif untuk memenuhi kebutuhan dasar yang tepat sesuai dengan latar belakang budayanya. Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “ Leininger’s Sunrise models” dalam teori keperawatan transkultural Leininger yaitu : 1. Faktor teknologi (technological factors) Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu mengkaji berupa : persepsi pasien tentang penggunaaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini, alasan mencari bantuan kesehatan. 2. Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors) Faktor agama yang perlu dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh, status pernikahan, persepsi dan cara pandang pasien terhadap kesehatan atau penyebab penyakit. 3. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan ( Kinship & Social factors) Pada faktor sosial dan kekeluargaan



yang perlu dikaji oleh perawat : nama



lengkap dan nama panggilan di dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan pasien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan



26



rutin oleh keluarga misalnya arisan keluarga, kegiatan yang dilakukan bersama masyarakat misalnya : ikut kelompok olah raga atau pengajian. 4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways) Hal-hal yang perlu dikaji berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah : posisi dan jabatan misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa non verbal yang ditunjukkan pasien, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang biasa dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, misalnya sakit apabila sudah tergeletak dan tidak dapat pergi ke sekolah atau ke kantor. 5. Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit (Political and Legal factors) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam asuhan keperawatan transkultural (Andrew & Boyle, 1995), seperti jam berkunjung, pasien harus memakai baju seragam, jumlah keluarga yang boleh menunggu, hak dan kewajiban pasien, cara pembayaran untuk pasien yang dirawat. 6. Faktor ekonomi (economical factors) Faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh perawat antara lain seperti pekerjaan pasien, sumber biaya pengobatan , kebiasaan menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan 7. Faktor pendidikan (educational factors) Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan pasien meliputi tingkat pendidikan pasien dan keluarga, serta jenis pendidikannnya. b. Diagnosa Keperawatan Perawat merumuskan masalah yang dihadapi Pasien dan keluarganya adalah : Ø Perlunya perlindungan, kebutuhan akan kehadiran orang lain dan rasa ingin berbagi sebagai nilai yang penting untuk Pasien dan keluarganya. Ø



Perkembangan dari pola ini adalah kesehatan dan kesejahteraan yang



bergantung pada ketiga aspek tersebut.



27



Ø Hal lain yang ditemukan adalah suatu pola yang dapat membangun kehidupan social dan aspek penting lainnya yaitu masalah kerohanian, kekeluargaan dan ekonomi yang sangat besar mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan c. Perencanaan dan Implementasi Perencanaan dan implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu : ØPerlindungan/mempertahankan budaya (Cultural care preservation/maintenance) bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan, ØMengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural care accommodation



atau



negotiations) apabila budaya pasien kurang mendukung kesehatan ØMengubah dan mengganti budaya



pasien dan keluarganya (Cultural care



repartening / recontruction). Adapun implementasi yang dilakukan terkait masalah yang telah ditemukan : 1. The goal of culture care preservation or maintenance : Ø Agama dapat digunakan sebagai mekanisme yang memperkuat dalam merawat pasien. Dipandang penting untuk konsultasi dengan toko agama seperti ustad di mesjid. Ø Membantu pasien untuk menghilangkan persepsi negatif yang mengatakan bahwa dosa di masa lalu mempengaruhi keadaan sakitnya dan mendapatkan pertolongan dari hasil berkonsultasi kepada "dukun" yang memindahkan beberapa kutukan kepadanya. Ø Pengobatan yang baik adalah adanya kepedulian dari keluarga pasien dan teman-temannya yang juga berperan untuk kesembuhan pasien. 2. Culture Care accommodation or Negotiation: Ø Perawat merencanakan kordinasi dengan tata kota untuk memperbaiki lingkungan yang tidak sehat dan selokan yang meluap di halaman tetangga pasien. Ø Perawat lain (yang merawat Pasien) akan mengidentifikasi dan menetapkan obat-obatan untuk menentukan apakah sesuai dengan metode yang digunakan pada pasien. 3. Culture care Repatterning or restructuring:



28



Ø Kepedulian akan aspek social budaya perlu untuk dipertimbangkan, seorang ahli diet akan dikirim untuk menyusun menu pasien dan mengatasi anemia yang dialami. Ø Perawat juga akan membantu pasien dalam menghentikan kebiasaan merokok, penyuluhan tentang pengaruh rokok terhadap, dan anjurkan para perokok untuk merokok di luar ruangan. B. SARAN Kami menyadari akan kata pepatah bahwa taka da gading yang tak retak, makalah yang kami buatpun belumlah sempurna, jadi apabila terdapat kesalahan yang kami buat itu adalah hal yang wajar mengingat kata pepatah diawal, karena itu kami meminta pada pembaca agar menggali lebuh banyak referensi mengenai culture care sunrise model dari Leininger ini, karena bagi perawat sanagtlah di perlukan wawasan mengnai kultur sebelum memberikan asuhan kepada klien. Sekian dari kami, sekali lagi semoga bermanfaat.



29



DAFTAR PUSTAKA Barbacsy, I. (2011). Physical activity and postpartum functional status in primiparous women. A thesis submitted to the School of Nursing In conformity with the requirements for the degree of Master of Science, Queens University Kingston, Ontario, Canada (September, 2011). http ://qspace.library.queensu.ca//Barbacsy- Ibo_201109_MSc.p Bani, S. (2011). The effect of continous and interrupted episiotomy repair on pain severity and rate of perineal reapi: acontrolled randomized clinical trial, Journal of Caring Sciences, 2012, 1 (3), 165 – 171. http:// journals.tbzmed.ac.ir / JCS Canavan. (2012). Third and four degree perineal lacerations. Hand Book of Perineal Lacerations, 935- 19-1022. http://www.google.com/search?q=Hand+Book+of+Perineal+Lacerations



30