Teori Lokasi Perumahan Menurut Von Thunen Dan William Allonso [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Teori Lokasi Perumahan Menurut Von Thunen dan William Allonso Von Thunen sebagai pelopor teori lokasi menyebutkan bahwa kegiatan-kegiatan yang paling produktif akan saling berkompetisi untuk saling berdekatan, di lokasi pasar (inti/pusat kota), sehingga kondisi ini diikuti dengan temuan bahwa biaya sewa lahan tertinggi adalah wilayah yang dekat dengan pasar atau berada di pusat kota. Menurut Thunen, dasar pengembangan dari model analisis lokasi untuk wilayah konsentrik adalah hubungan antara pasar , produksi, dan jarak. Lokasi yang tidak menimbulkan efek transportasi yang tinggi dan memiliki angkauan yang mudah dengan areal lain.



Menurut Alonso, individu dengan income dan taste tertentu akan menyeimbangkan biaya commutinya dan keuntungan yang diperoleh dari lahanyang murah seiring dengan meningkatnya jarak dari pusat kota dan ketersediaan ruang yang lebih besar. Pada bid rentcurve , konsumen akan merasa sama-sama puas pada tiap lokasi di sepanjang kurva itu. Pada sepanjang kurva tersebut, harga yang akan ditawar oleh konsumen akan menurun seiring dengan meningkatnya jarak lokasi tersebut dari pusat dimana konsumen akan menyeimbangkan pula dengan income, commuting cost dan the length of the trip. Pada mekanisme pasar, pemilik lahan yang bersifat monopoli akan memberikan lahannya kepada penawar tertinggi. Dengan demikian, urban resident yang memberikan penawaran yang terbaik akan mendapatkan lahan tersebut.



Teori Lokasi Perumahan Menurut Pakar Lainnya Teori pemilihan lokasi tempat tinggal dicetuskan oleh banyak pakar, baik pakar ekonomi, perencana dan pakar lainnya. 1. Teori lokasi Richard Muth Muth menjelaskan bahwa untuk memaksimalkan utilitasnya, urban resident akan memilih lokasi tempat tinggal dimana biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli atau menyewa lahan seimbang dengan biaya commuting. Ketika High income resident memiliki biaya marginal commuting yang sama tetapi harga lahan tinggi, maka ia akan memilih lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari lokasi aktivitasnya. Sebaliknya, jika harga lahan tetap tetapi biaya commuting tinggi, maka ia akan memilih lokasi tempat tinggal yang dekat dengan pusat aktivitasnya. 2.Luhst Luhst (1997) menyebutkan bahwa kualitas kehidupan yang berupakenyamanan, keamanan dari suatu rumah tinggal sangat ditentukan oleh lokasinya,dalam arti daya tarik dari suatu lokasi ditentukan oleh dua hal yaitu 1. Lingkungan, unsur fisik dan sosial yang menimbulkankegiatan dan kesibukan dalam kehidupan sehari-hari, berupagedung-gedung sekolah, bangunan pertokoan, pasar, daerah terbuka untuk rekreasi,jalan mobil dan sebagainya.



2. Aksesibilitas, daya tarik suatu lokasi dikarenakan akan memperolehkemudahan dalam pencapaiannya dari berbagai pusat kegiatan seperti pusatperdagangan, pusat pendidikan, daerah industri, jasa pelayanan perbankan, tempatrekreasi, pelayanan pemerintahan, jasa profesional dan bahkan merupakanperpaduan antara semua kegiatan tersebut. Penilaian dari aksesibilitas bisa berupajarak dari Central Business Distrik atau CBD, kemudahan mendapat pelayanan daritransportasi umum yang menuju lokasi bersangkutan atau bisa juga dilihat dari lebarjalan yaitu semakin sempit lebar jalan suatu lahan. 3. Catanese dan Snyder Menurut Catanese dan Synder (1989) terdapatbeberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi tempat tinggal(perumahan): 1. Hukum dan lingkungan, akankah hukum yang berlaku mengizinkan didirikannyagedung dan ukuran tertentu, persyaratan tempat parkir, tinggi maksimumgedung, batasan-batasan kemunduran dan berbagai kendala lain yang berkaitan. 2. Sarana, suatu proyek membutuhkan pemasangan air, gas, listrik, telepon, tandabahaya (alarm), jaringan drainase. 3.



Faktor



teknis,



artinya



bagaimana



keadaan



tanah,



topografi



dan



drainase



yangmempengaruhi desain tempat atau desain bangunan. 4. Lokasi, yang dipertimbangkan adalah pemasarannya, aksesibilitas, dilewatikendaraan umum dan dilewati banyak pejalan kaki. 5. Estetika, yakni pemandangan yang menarik. 6. Masyarakat, yaitu dampak pembangunan real estatetersebut terhadap masyarakat sekitar, kemacetan lalu lintas dan kebisingan. 7.



Fasilitas



pelayanan,



yang



dipertimbangakan



adalah



aparat



kepolisian,



pemadamkebakaran, pembuangan sampah, dan sekolah. 8. Biaya, yaitu tanah/lahan yang murah 4. Dasra Dasra (1995) mengatakan bahwa faktor-faktor dominan dalam penentuan lokasi perumahan adalah: a. Arah perkembangan kota, dengan faktor penentu adalah keadaan fisik kota(seperti adanya sungai, topografi tanah, dan sebagainya) b. Ketersediaan lahan dan harga tanah. Tersedianya lahan yang belum terbangun,semakin mahal harga tanah maka biaya unit satuan perumahan akan semakintinggi. c. Kondisi sosial budaya. Kecenderungan perkembangan penduduk (kepadatan,jumlah dan pertumbuhan penduduk) menentukan kebutuhan akan rumah. d. Aksesibilitas. Tersedianya sarana transportasi, baik skala lokal maupun regional. e.Transportasi dan utilitas. Tersedianya pola jaringan jalan, jariingan listrik, jaringan telepon, jaringan drainase serta jaringan air bersih



2.1 Teori Lokasi Perumahan Teori pemilihan lokasi tempat tinggal dicetuskan oleh banyak pakar, baik pakar ekonomi, perencana, dan pakar lainnya. Model pemilihan tempat tinggal yang populer adalah model yang dicetuskan oleh William Alonso, Richard Muth, dan Von Thunen serta Christaller. Mereka menjelaskan bahwa pertimbangan rumah tangga dalam memilih lokasi tempat tinggal yang optimal dipengaruhi oleh income, land rent, dan transportation cost. 1. Teori Lokasi Richard Muth Muth menjelaskan bahwa untuk memaksimalkan utilitasnya, urban resident akan memilih lokasi tempat tinggal dimana biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli atau menyewa lahan seimbang dengan biaya commuting. Ketika high income urban resident memiliki biaya marginal commuting yang sama tetapi harga lahan tinggi, maka ia akan memilih lokasi tempat tinggal yang cukup jauh dari lokasi aktivitasnya. Sebaliknya, jika harga lahan tetap tetapi biaya commuting tinggi, maka ia akan memilih lokasi tempat tinggal yang dekat dengan pusat aktivitasnya. 2. Teori Lokasi William Alonso Menurut Alonso, individu dengan income dan taste tertentu akan menyeimbangkan biaya commutingnya dan keuntungan yang diperoleh dari lahan yang murah seiring dengan meningkatnya jarak dari pusat kota dan ketersediaan ruang yang lebih besar. Pada bid rent curve, consumer akan merasa sama-sama puas pada tiap lokasi di sepanjang kurva itu. Pada sepanjang kurva tersebut, harga yang akan ditawar oleh consumer akan menurun seiring dengan meningkatnya jarak lokasi tersebut dari pusat dimana consumer akan menyeimbangkan pula dengan income, commuting cost dan the length of the trip. Pada mekanisme pasar, pemilik lahan yang bersifat monopoli akan memberikan lahannya kepada penawar tertinggi. Dengan demikian, urban resident yang memberikan penawaran yang terbaik akan mendapatkan lahan tersebut. 3. Teori Lokasi Von Thunen Von Thunen sebagai pelopor teori lokasi menyebutkan bahwa kegiatankegiatan yang paling produktif akan saling berkompetisi untuk saling berdekatan, di lokasi pasar (inti/pusat kota), sehingga kondisi ini diikuti dengan temuan bahwa biaya sewa lahan tertinggi adalah wilayah yang dekat dengan pasar atau berada pada pusat kota. Menurut Thunen, dasar pengembangan dari model analisis lokasi untuk wilayah konsentrik adalah hubungan antara pasar, produksi, dan jarak. Lokasi yang tidak menimbulkan efek transportasi yang tinggi dan memiliki jangkauan yang mudah dengan areal lain. Hal ini dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini. 4. Teori Lokasi Christaller Christaller dengan model tempat sentral (central lace model) mengemukakan bahwa tanah yang positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Pusat kota tersebut ada karena untuk berbagai jasa penting harus disediakan tanah/lingkungan sekitar. Secara ideal maka kota merupakan pusat daerah yang produktif. Dengan demikian apa yang disebut tempat sentral adalah pusat kota



(Reksohadiprojo-Karseno, 1993:24).Dalam hubungan antara kota dengan rumah tinggal, Christaller mengatakan bahwa rumah tangga memaksimalkan kegunaan atau kepuasan dalam rangka pemilihan tempat tinggal atau pemukiman. Jadi orang yang dikirim ke kota dan bukan barang (commuting). Merupakan perluasan teori perilaku konsumen, dimana konsumen memaksimalkan konsumsi rumah, barang dan jasa lain terbatas oleh anggaran yang terdiri dari penghasilan uang dan penghasilan yang hilang karena aktifitas commuting yang berupatarif angkutan dan biaya operasional kendaraan yaitu bensin, pemeliharaan dan perbaikan (Reksohadiprojo-Karseno, 1993:40). Secara umum, empat pakar di atas berpendapat bahwa ketika urban resident pindah ke lokasi yang berjarak cukup jauh dari pusat aktivitas kerja mereka, maka besarnya biaya komuting akan imbang dengan semakin menurunnya pengeluaran untuk lahan. Urban resident yang memiliki income lebih tinggi memiliki lahan yang cukup luas. Akibatnya, urban resident berpenghasilan tinggi akan memberikan penawaran yang lebih tinggi untuk daerah pinggiran ketimbang urban resident berpenghasilan rendah. Oleh karena lahan harus diberikan kepada penawar tertinggi, maka pola lokasi terjadi adalah tingkat penghasilan urban resident semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jarak ke tempat kerja.