Teori Perubahan Perilaku 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mata Kuliah : Manajemen Advokasi dan Pemberdayaan Dosen



: Dr. Fatmawati, SKM, M.Kes



TEORI PERUBAHAN PERILAKU Benyamin Bloom 1908 (Slideshare)



OLEH :



ANRY HARIADHIN DEPU



M201701035



PROGRAM STUDI PASCASARJANA KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA KENDARI 2019



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karuniaNyalah, makalah yang berjudul “Teori Perubahan Perilaku” ini bisa diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Advokasi dan Pemberdayaan. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah memahami teori perilaku, perubahan sikap perilaku dan masyarakat dengan pelayanan kesehatan. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas untuk menulis makalah ini, serta kepada siapa saja yang telah terlibat dalam proses penulisannya, yang senantiasa memotivasi. Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapakan



kritik



dan



menyempurnakan makalah ini.



saran



yang



sifatnya



membangun



guna



DAFTAR ISI



BAB 1 PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang



1.2



Rumusan Masalah



1.3



Tujuan



BAB 2 PEMBAHASAN 2.1



Definisi Perilaku



2.2



Perubahan (Adopsi) Perilaku Dan Indikatornya



2.3



Kesesuaian Antara Sikap Dan Perilaku



2.4



Perilaku Masyarakat Dengan Pelayanan Kesehatan



BAB 3 PENUTUP 3.1



Kesimpulan



DAFTAR PUSTAKA



BAB 1 PENDAHULUAN



1.1 LATAR BELAKANG



1.2 RUMUSAN MASALAH 2. Apa yang dimaksud dengan perilaku? 3. Bagaimana perubahan (adopsi) perilaku terjadi dan apa saja indikatornya? 4. Bagaimana kesesuaian sikap dan perilaku? 5. Bagaimana perilku masyrakat dengan pelayanan kesehatan?



1.3 TUJUAN 2. Mengetahui pengertian perilaku. 3. Mengetahui perubahan (adopsi) perilaku dan indikatornya. 4. Mengetahui kesesuaian antara sikap dan perilaku. 5. Mengetahui perilaku masyarakat dengan pelayanan kesehatan.



BAB 2 PEMBAHASAN



2.1 DEFINISI PERILAKU Perilaku yaitu adanya pengaruh hubungan antara organisasi dengan lingkungannya terhadap perilaku intrapsikis & biologis. Intrapsikis adalah prosesproses dan dinamika mental atau psikologis yang mendasari perilaku. Biologis adalah proses-proses dan dinamika saraf faali (neural fisiologis) yang ada dibalik suatu perilaku. Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia 1. Faktor Biologis Yaitu adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia dan bukan pengaruh lingkungan atau sitausi. Misalnya bercumbu, memberi makan, merawat anak dan perilaku agresif. Selain itu, adanya motif biologis yang mendorong



perilaku



manusia



juga



menjadi



faktor



biologis



yang



mempengaruhi prilaku manusia. Sebagai contoh misalnya kebutuhan akan makan, minum, istirahat, seksual dan kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan menghindari sakit dan bahaya. 2. Faktor Sosiopsikologis Komponen afektif yaitu aspek emosional dari faktor sosiopikologis. Komponen kognitif yaitu aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia.Komponen konatif yaitu aspek vilisional yang berhubungan dengan kebiasaan & kemauan bertindak.



Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni : a) kognitif (cognitive) , b) afektif (affective), c) psikomotor (psychcomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: a) Pengetahuan ( Knowledge ) Pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan melibatkan indra pengelihatan, pendengaran, penciuman dan pengecap. Pengetahuan akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan dan dala berperilaku. (S. Setiawati, 2008:55) Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (overt behavior). a) Proses Adopsi Perilaku Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : 1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, 2. Interest , yakni orang mulai tertarik kepada stimulus, 3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi,



4. Trial, orang mulai mencoba perilaku baru, 5. Adoption, subjek telah



berperilaku



baru



sesuai dengan



pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap- tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap positif yang positif, maka perilaku tersebut agar bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Misalnya ketaatan memakan obat oleh penderita TB paru akan terlaksana sampai tuntas jika penderita tersebut mengetahui manfaat dari pengobatan TB paru dan penderita sadar bahwa kondisi kesehatan anggota keluarga yang lainnnya, dengan berobat tuntas penderita berkeyakinan akan dapat terbebas dari TB paru. b) Tingkat pengetahuan di Dalam Domain Kognitif Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab



itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang



dipelajari



antara



lain



menyebutkan,



menguraikan,



mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita. 2. Memahami (comprehension) Memahami



diartikan



sebagai



suatu



kemampuan



untuk



menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi. 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untukmenggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistic dalam perhitungan- perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prisip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.



4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan ( membuat bagan ), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau



menghubungkan



bagian-bagian



di



dalam



suatu



bentuk



keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi barudari formulasi- formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, sdapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaianpenilaian itu didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kurang gizi, Dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat



menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan sebagainya. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kitasesuaikan dengan tingkatantingkatan di atas.



b) Sikap ( attitude ) Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut. “ An individual’s social attitude is a syndrome of response consistency with regard to social object “ ( Campbell, 1950 ). “ A mental and neural state of rediness, organized through expertence, exerting a directive or dynamic influence up on the individuals response to all object and situation with wich it is related “ ( Allport, 1954 ). “ Attitude entails an existing predisposition to response to social object which in interaction with situational and other dispositional variables, guides and direct the overt behavior of the individual “ ( Cardno.1995). Berdasarkan batasan-batasan di atas dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bias ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya



kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Diagram dibawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut.



Manifestasi Sikap (Sumber: Azwar, 1995)



a. Komponen Pokok Sikap Dalam bagian lain alport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok. 1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu object. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.



3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya,



seorang ibu



telah



mendengar



tentang penyakit



polio



(penyebabnya, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasikan anaknya untuk mencegah polio. b. Berbagai Tingkatan Sikap Sebagai halnya pengetahuan sikap ini memiliki berbagai tingkatan 1. Menerima ( receiving ) Menerima diartikan bahwa orang ( subjek ) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan ( object ). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramahceramah tentang gizi. 2. Merespon ( responding ) Memberikan



jawaban



apabila



ditanya,



mengerjakan



dan



menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.



3. Menghargai ( valuing ) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu yang lain ( tetangganya, saudaranya, atau sebagainya ) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4. Bertanggungjawab ( responsible ) Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko yang merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari mertua atau orang tuanya sendiri. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Misalnya, bagaimana pendapat anda tentang pelayanan dokter di Rumah Sakit Cipto? Secara langsung dapat dilakukan dengan



pernyataan-pernyataan



hipotesis,



kemudian



ditanyakan



pendapat responden. Misalnya, apabila rumah ibu luas, apakah boleh digunakan untuk kegiatan posyandu? Atau saya akan menikah apabila saya sudah berumur 25 tahun (sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju ).



c) Praktik atau Tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memugkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping factor fasilitas juga diperlukan factor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua dan lain-lain. Praktik ini mempunyai beberapa tingkatan. 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan di ambil adalah merupakan praktik tingkat pertama Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya. 2. Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indicator praktik tingkat dua, Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lama memasak, menutup pancinya, dan sebagainya. 3. Mekanisme (mechanism)



Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. 4. Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengopservasi tindakan atau kegiatan responden.



2.2.PERUBAHAN (ADOPSI) PERILAKU DAN INDIKATORNYA



Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relative lama. Secara teori perubahan perilaku atau sesorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap. 1.



Pengetahuan



Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru) ia harus tau terlebih dahulu arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atu keluarganya. Orang akn melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) apabila ia tau manfaat dan tujuan bagi kesehatan atau keluarganya, dan apa bahaya-bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut. Indikator-indicator apa yang akan digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadran terhadap kesehatan, dapat dikelompokkan menjadi : a) Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi 



Penyebab penyakit







Gejala atau tanda-tanda penyakit







Bagaimana



cara



pengobatannya,



atau



kemana



mencari pengobatan 



Bagaimana cara penularannya







Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.



b) Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi : 



Jenis-jenis makanan bergizi







Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan



Pentingnya olahraga



bagi kesehatan 



Penyakit-penyakit atau bahaya merokok, minum-minuman keras, narkoba dan sebagainya







Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi dan sebagainya bagi kesehatan.



c) Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan 



Manfaat air bersih







Cara-cara



pembuangan limbah yang



sehat, termasuk pembuangan



kotoran yang sehat dan sampah 



Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat







Akibat polusi ( polusi air, udara dan tanah ) bagi kesehatan dan sebagainya.



2.



Sikap Telah diuraikan di atas bahwa sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini dalah masalah kesehatan , termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatn juga sejalan dengan pengetahuan kesehatan seperti di atas yakni : a.



Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap, gejala atau tanda-tanda penyakit, penyrbab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya.



b.



Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah



penilaian



atau



pendapat



seseorang



terhadap



cara-cara



pemeliharaan dan cara-cara (berperilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga,



relaksasi



(istirahat)



atau



istirahat



cukup



dan



sebagainya



bagi



kesehatannya. c.



Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.



3.



Praktik atau tindakan ( practice ) Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penelitian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behavior). Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan ini juga mencakup hal-hal tersebut di atas, yakni : a) Tindakan (praktik) sehubungan dengan penyakit Tindakan atau perilaku ini mencakup : 



Pencegahan



penyakit,



mengimunisasikan



anaknya,



melakukan



pengurasan bak mandi seminggu sekali, menggunakan masker ditempat kerja pada waktu berdebu dan sebagainya. 



Penyembuhan penyakit: misalnya, minum obat sesuai petunju dokter dsb.



b) Tindakan (praktik) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan Tindakan atau perilaku ini mencakup antara lain : mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok, tidak minum minuman keras, narkoba dan sebagainya. c) Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan Perilaku ini mencakup : membuang air besar di jamban, membuang sampah di tempat sampah, menggunakan air bersih untuk mandi, cuci, masak dan sebagainya. Secara Teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan di atas, yakni mealui proses perubahan: pengetahuan (knowledge)- sikap (attitude)praktik (practice) atau “ KAP “ (PSP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori di atas (KAP), bahkan di dalam praktik



sehari-hari



terjadi



sebaliknya.



Artinya,



seseorang



telah



berperilaku positif, meskipun sakap dan pengetahuannya masih negatif. Cara mengukur indikator perilaku atau memperoleh data atau informasi



tentang



indikator-indikator



perilaku



tersebut,



untuk



pengetahuan, sikap, dan praktik agak berbeda. Untuk memperoleh data tentang pengetahuan dan sikap cukup dilakukan dengan wawancara, baik wawancara tersturktur, maupun wawancara mendalam, dan focus group discussion ( FGD ) khusus untuk penelitian kualitatif. Sedangkan untuk memperoleh data praktik atau perilaku yang paling akurat adalah melalui



pengamatan



(observasi).



Namun



dapat



juga



dilakukan



melalui



wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu. Misalnya untuk mengetahui perilaku pemeriksaan kehamilan seorang ibu hamil ditanyakan apakah ibu memeriksakan kehamilannya pada waktu hamil anak yang terakhir.



2.3 KESESUAIAN ANTARA SIKAP DAN PERILAKU Pada umumnya siapapun akan puas bila dapat mewujudkan perilaku yang sesuai dengan sikapnya terhadap sesuatu.Orang yang senang menggambar (bersikap positif terhadap menggambar) bahkan puas saat bisa mewujudkan kesenangannya itu dengan membuat lukisan indah. Sebaliknya ,orang yang tidak menyetujui sesuatu,misalnya tindakan korupsi (bersikap negative terhadap korupsi), belum tentu bisa mewujudkan perilaku sesuai



dengan



sikapnya.belum



tentu



ia



korupsi.Kondisi ketidakberhasilan mewujudkan



benar-benar



tidak



melakukan



perilaku yang sesuai dengan



sikap ini dan dapat menimbulkan ketidakpuasan,tetapi mungkin juga tidak.Salah satu yang menentukan adalah norma subjektif orang yang bersangkutan.Bila ia menggenggam



norma



kuat



mengenai



korupsi



itu



akan



menimbulkan



ketidakpuasan terhadap diri sendiri namun bila norma tersebut tidak cukup kuat, mungkin karena ada nilai-nilai lain yang lebih kuat (misalnya nilai ekonomi) ia tidak akan kecewa terhadap dirinya sendiri.



a) Perilaku yang Direncanakan Seorang ahli psikologi Sosial Izek Ajzen,telah mengembangkan teori yang



sangat



penting



perilaku.Bagaimana



untuk



melihat



memungkinkan



keterkaitan



sebuah



antara



sikap



sikap



terwujud



dan



sebagai



perilaku.digambarkannya dengan teori yang disebut “teori perilaku yang direncanakan “ ( theory of planned behavior).Teori ini memuat tenang asumsi bahwa tingkah laku seseorang ditampilkan karena danya alasan tertentu,yatu orang tersebut berfikr tentang konsekuensi tindakannya dan mengambil keputusan secara hati – hati untuk mencapai hasil tertentu dan menghindari hal-hal lain . Menurut teori tersebut intensi ( niat) merupakan komponen yang plaing penting dalam membantuk perilaku,dan lebih penting daripada sikap.Intensi sendiri merupakan hasil yang diperoleh dari gabungan tiga komponen lain,yakni sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude), yakin dirinya mampu mengendalikan



peyelundupan



kemungkinannya



ebih



besar



untuk



mengembangkan niat dan betindak menyelundupkan BBM. Dalam kondisi berbeda ,misalnya orang yang posisinya di lingkaran pejabat yang menjadi otak penyelundupan BBm.Bila ia bersikap negative terhadap penyelundupan dan yakin dapat mengendalikan perilakunyauntuk menghindari keterlibatannya.Niatnya untuk melepaskan diri dan berperilaku antipenyelundupan BBM akan lebih kuat.



b) Peran Norma Subjektif Norma negative yang dimaksudkan oleh Ajzen adalah keyainan seseorang mengenai pa yang dilakukannya menurut pikiran orang lain.beserta kekuatan motivasinya untuk memenuhi harapan tersebut.Untuk melakukan sesuatu biasanya seseorang mempertimbangkan harapan orang lain tersebut tidak sama pengaruhnya : ada yang berpengaruh sangat kuat dan ada yang cenderung diabaikan.Harapan dari orang lain yang berpengaruh lebih kuat,lebih memotivasi orang yang bersangkutaan untuk memenuhi harapan tersebut.Bila seseorang bersiap positif terhadap penyelundupan BBM didukung oleh teman,namun sangat ditentang oleh suami/istri yang dicintai,besar



kemungkinan



niatnya



untuk



menyelundupkan



menjadi



berkurang,sebaliknya bila suami/istri yang dicintainya mendukung,orang tersebut akan lebih bulat untuk menyelundupkan BBM. c) Penentu Perilaku Seperti



telah



dijelaskan



dalam



teori



tentang



perilaku



yang



direncanakan,tigakomponen,yaitu sikap terhadap tingkah laku,norma subjektif dan



keyakinan



menetukan



mampu



intensi



(



mengendalikan niat)



seseoran



perilaku,berkombinasi untuk



menmpilkan



dengan perilaku



tertentu.Selanjutnya seberapa besar kekuatn niat inilah yang menentukan terwujudnya perilaku.Langkah awal untuk berubah adalh menyadari diri.Bagaimanapun sikap awal kita terhadap perilaku tertentu,apakah senagn ( setuju) atau tidak senang ( tidak setuju),niat kita untuk membangun perilaku tertentu yang positif dapat diperkokoh dengan menyadari norma – norma



agama yang pada dasarnya paling hakiki dalam melandasi perilaku kita sebagai orang yang bermartabat di Hadapan sang pencipta. Adanya ketidak sesuaian antara sikap dan perilaku sudah diketahui oleh para pakar sejak lama. Hartshone dan May (1928), misalnya menemukan bahwa kecurangan dalam hubungan dalam situasi tertentu (misalnya, menyontek ulangan), belum tentu berkolerasi dengan kecurangan dalam hubungan dengan situasi yang lain (misalnya, berbohong kepada kawan di luar kelas). La Piere (1934) melakukan penelitian pada tahun 1930-an yang terkenal sampai sekarang. Pada waktu itu, dengan ditemani seorang teman keturunan cina, ia berkeliling Amerika Serikat, mendatangi 251 restoran, hotel, dan tempat-tempat umum lainnya dimana di semua tempat itu, ia hanya satu kali ditolak. 6 bulan kemudian, ia mengirim surat kepada semua tempat yang sudah ia kunjungi tersebut dengan satu pertanyaan, “ Apaka anda mau menerima tamu dari Ras Cina?” dari 128 yang membalas, 90% menjawab, “Tidak!”. Jelaslah bahwa sikap pemilik hotel, restoran, dan tempat-tempat umum itu tidak konsisten dengan perilaku mereka. Penelitian terhadap sejumlah mahasiswa di Indonesia membuktikan bahwa hubungan antara nilai religius dan keserba bolehan seksual lebih kuat bagi mereka yang menganut nilai-nilai religious secara intrinsik (tidak terpengaruh oleh faktor luar). Sementara bagi yang nilai religiusnya lebih ekstrinsik (dipengaruhi faktor-faktor luar), hubungannya lebih lemah (Wardhana, 1993).



Karena banyak penelitian membuktikan bahwa sikap tidak meramalkan perilaku, pendapat bahwa dalam psikologi tidak perlu digunakan konsep sikap (sebagai faktor internal atau laten), tetapi langsung saja diteliti perilakunya (Wicker, 1969). Pendirian yang pada umumnya dianut oleh kaum behavioris ini juga berlaku untuk sifat. Menurut mereka sifat kepribadian juga tidak dapat memprakirakan perilaku. Oleh karena itu, tidak ada gunanya menggunakan tes-tes proyeksi, teknik psikoanalisis dan psikoterapi. Dikhawatirkan psikoterapi bukannya menyelesaikan masalah, melainkan hanya mengalihkan masalah yang satu ke masalah lain. Yang paling benar adalah melihat reaksireaksi individu langsung di lapangan (dalam kehidupan sehari-hari) dan memperkirakan perilaku yang timbul berdasarkan pengamatan langsung tersebut (Mischel, 1968). Berikut adalah contoh kasus ketidaksesuaian antara kepribadian dan perilaku: Siswa-siswa yang selalu mendapat nilai A dianggap lebih percaya diri dan tidak menyontek. Akan tetapi, penelitian oleh Davis dan Yandell (1994) membuktikan sebaliknya, yaitu bahwa 168 mahasiswa tahun pertama dibagi dalam dua golongan, yaitu tipe A dan tipe B. berdasarkan hasil suatu kuasioner khusus untuk mengukur tipe kepribadian. Tipe kepribadian A bersifat ambisius, agresif, kompetetif, sedangkan tipe, kepribadian B bersifat lebih santai, tidak mengejar target dan tidak terlalu yakin bahwa dirinya dapat mencapi tujuan. Seperti yang diduga, mahasiswa tipe B tidak terlalu rajin belajar. Mereka ingin nilai yang bagus, tetapi tidak butuh ilmunya. Jadi mereka cenderung lebih banyak mencontek.



Akan tetapi, dalam situasi tes yang menekan, justru siswa tipe A yang lebih banyak menyontek. Tes yang diberikan adalah tes yang nenyusun katakata dari 30 set huruf tidak beraturan. Rata-rata orang dapat menyelesaikan 15 kata per 30 detik, tetapi pada kelompok siswa tipe A diberitahu bahwa ratarata orang dapat membuat 26,5 kata per 30 detik. Pada kelompok kontrol (campuran) dan kelompok tipe B tidak diberitahu apa-apa. Hasilnya adalah bahwa kelompok kontrol dan kelompok tipe B rata-rata menyelesaikan 13 kata, sedangkan kelompok tipe A bisa membuat rata-rata 20 kata. Akan tetapi, 84% dari kelompok tipe A menyontek, sedangkan pada dua kelompok yang lain tidak ada yang menyontek.



2.4 PERILAKU MASYARAKAT DENGAN PELAYANAN KESEHATAN Masyarakat adalah sistem terbuka dari sekumpulan individu yang menempati suatu wilayah dengan nilai, norma dan budaya yang dianutnya. Perilaku masyarakat secara umum merupakan gambaran dari perilaku dari masing-masing individu yang terlibat di dalamnya. Perilaku masyarakat terhadap kesehatan sangatlah beragam, tetapi pada umumnya perilaku yang ditunjukan masyarakat antara lain : 1.



Tidak melalukan kegiatan apapun untuk mengatasi masalah kesehatan yang ditimbulkan karena belum mengganggu aktivitasnya. Misalnya sampah yang berserakan dan menumpuk disaluran air tidak serta merta dibersihkan. Prioritas kegiatan masyarakat belum tentu ditujukan dalam upaya untuk



membersihkan sampah melainkan untuk kegiatan yang dianggap lebih penting. 2.



Melakukan pengobatan sendiri. Kegiatan ini dilakukan berdasarkan pengalaman atas masalah yang sama diwaktu lalu. Misalnya penyakit Scabies yang terjadi pada sebagian masyarakat di satu kampung hanya diobati dengan baluran serbuk belerang dan minyak kelapa yang dipanaskan. Kondisi ini tidak menjadikan masyarakat untu mencari pengobatan ke luar kampung.



3.



Pengobatan tradisional. Di beberapa wilayah pengobatan tradisional masih menjadi prioritas utama. Penyakit yang menyerang bukan dianggap sebagai gangguan fisik melainkan gangguan sosial budaya maka penyelesaiannya juga melalui sosial budaya. Seperti masyarakat yang terserang penyakit kulit dianggap telah melanggar hukum adat dan harus diselesaikan melalui acara adat.



4.



Membeli obat warung. Kegiatan ini dilakukan dengan pengetahuan yang terbatas akan kegunaan dan efek saping dari obat tersebut.



5.



Mendatangi fasilitas kesehatan terdekat diantaranya bali pengobatan, klinik, puskesmas dan rumah sakit.



6.



Mendatangi tempat pengobatan modern dengan kelengkapan yang serba canggih. Misalnya orang melakukan perawatan kulit di tempat yang khusus perawatan kulit dengan alat-alat yang serba canggih.



BAB 3 PENUTUP



3.1 KESIMPULAN Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang, yang baik factor eksternal ataupun internal. Perilaku manusia dibagi kedalam 3 (tiga) domain, ranah atau kawasan yakni : a ) kognitif ( cognitive ) , b) afektif (affective), c) psikomotor (psychcomotor) Dimana ranah ini berkembang menjadi pengetahuan, sikap dan tindakan, Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Sikap adalah penilaian positif atau negatif terhadap isu, ide, orang, kelompok sosial, benda dan sebgainya. Sikap yang terbentuk melalui pengalaman langsung umumnya lebih kuat daripada sikap yang terbentuk hanya berawal dari informasi atau pengetahuan yang tidak berdampak langsung pada diri seseorang. Tindakan atau praktik dapat didefinisikan setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah di ketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekan. Suatu sikap belum otomatis



tewujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain. Kesesuaian antara sikap dan perilaku lebih mudah jika dipahami dengan kasus yang sering terjadi di sekitar kita. Sikap seseorang terhadap perilaku tertentu, merupakan konsekuensi yang dihasilkan dari dua faktor, yaitu keyakinan mengenai konsekuensi perilaku tertentu dan penilaian terhadap akibat yang mungkin timbul. Tiap-tiap faktor ini dapat bervariasi antar indvidu dalam menentukan sikap terhadap perilaku tertentu.



DAFTAR PUSTAKA



Notoatmodjo,Soekijdo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Setiawati, S.,dkk. 2008. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Trans Info Media. Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Widyarini,Nilam. 2009. Kunci Pengembang Diri. Jakarta : Gramedia