Teori Tingkat Pendidikan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB II TINGKAT PENDIDIKAN, TINGKAT PENDAPATAN DAN MINAT MENYEKOLAHKAN ANAK A. Deskripsi Teori 1. Tingkat Pendidikan a. Pengertian Pendidikan Batasan pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli tergantung dari sudut pandang yang dipergunakan dalam memberi arti pendidikan. Sudut pandang ini dapat bersumber dari aliran falsafah, pandangan hidup ataupun ilmu-ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tingkah laku manusia. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.1 Crow and Crow, mendefinisikan pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang sesuai dengan kegiatan seseorang untuk kehidupan sosialnya dan membantunya meneruskan kebiasaan dan kebudayaan, serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi.2 Sedangkan menurut Frederick J. Mc. Donald disebutkan education is the sense used here, in a process or an activity which



is



directed at producing desirable changes in the behavior of human



UU RI NO. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 3. 2 H. Zahara Idris dan H. Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 1995), hlm. 2. 1



7



8 beings.3 Artinya pendidikan yang dimaksudkan di sini adalah proses atau aktivitas yang mengarah pada perubahan perilaku manusia. Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama atau insan kamil.4 Senada dengan pendapat di atas, pengertian yang diungkapkan oleh Syeh Musthofa al-Gulayani dalam kitab Idhatun Nasyi`in adalah



‫ﺀ ﺎﻤ ﺑ ﺎﻬﻴﻘ ﺳ ﻭ‬ ‫ﻲ ﻫ ﺔﻴﺑﺮ ﺘﻟﺍ ﺮ ﻏ ﻕ ﻼ ﺧ ﻻ ﺍ ﺱ ﻦ ﻴﺌﺷﺎ ﻨﻟﺍ‬ ‫ﺱ‬ ‫ﻮ ﻔ ﻧ ﻰ ﻓ ﺔﻠﺿ ﺎﻔﻟﺍ‬ ‫ﺗ ﻰﺘ‬‫ﺩﺎﺷ ﺭ ﻹ ﺍ ﺣ ﺔﺤ ﻴﺼ ﻨﻟﺍﻭ‬ ‫ﻥﻮ ﻜ ﺗ ﻢ ﺛ ﺲ ﻔﻨﻟﺍ ﺕ ﺎﻜﻠﻣ ﻦ ﻣ‬ ‫ﺔﻜﻠﻣ ﺢ ﺒﺼ‬ 5



‫ﺮﻴﳋ ﺍﻭ ﺔﻠﻴﺿ ﺎﻔﻟﺍ ﺎﻬﺗﺮﻤ ﺛﻭ ﺣ ﺐ ﻤﻌﻟﺍﻞ ﻨﻟﻔ ﻊ ﻦﻃﻮﻟﺍ‬



Artinya: “Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta cinta bekerja yang berguna bagi tanah air”. Demikian beberapa pendapat tentang pendidikan, dari beberapa definisi di atas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan adalah: 1) Suatu pengarahan atau bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya. 2) Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tentang yang dikehendaki oleh masyarakat. 3) Suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak menuju kedewasaan. 4) Suatu bimbingan yang berperan untuk membentuk insan kamil.



3 Frederick J. Mc. Donald, Educational Psychology, (Tokyo: Wadsworth Publishing Company, Inc. San Fransisco, 1959), hlm. 4. 4 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1984), hlm. 20. 5 Musthafa al-Ghulayani, Idhah al-Nasihin, (Pekalongan: Rajamurah, 1953), hlm. 189.



9 b. Hakekat Pendidikan Setelah kita mengetahui beberapa definisi pendidikan di atas, maka kita akan mengetahui apa sebenarnya hakekat pendidikan itu. Hakekat pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formil dan non formil.6 Menurut T. Raka Soni, hakekat pendidikan adalah: 1) Pendidikan merupakan proses interaksi manusia yang ditandai oleh keseimbangan kedaulatan subjek didik dengan kewibawaan pendidik. 2) Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. 3) Pendidikan meningkatkan kualitas kehidupan pribadi yang semakin pesat. 4) Pendidikan berlangsung seumur hidup. 5) Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip IPTEK bagi pembentukan manusia seutuhnya.7 Jadi, pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam rangka untuk mencapai



suatu



tujuan



yaitu



pembentukan kepribadian dan



kedewasaan yang berlangsung seumur hidup. c. Fungsi Pendidikan Berbicara tentang fungsi pendidikan memang banyak pendapat yang berbeda dalam merumuskannya, di antaranya adalah Achmadi, yang merumuskan fungsi pendidikan sebagai berikut: 1) Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya sehingga dengannya akan timbul kreatifitasnya.



H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), hlm. 14. 7 H. Zahara Idris dan H. Lisma Jamal, op. cit., hlm. 1. 6



10 2) Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannnya sehingga keberadaannya baik secara individual maupun sosial lebih bermakna. 3) Membuka pintu ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup individual maupun sosial.8 Selain itu, seorang ahli sosiologi pendidikan, Ballantine menekankan bahwa fungsi pendidikan adalah identik dan sejalan dengan proses perubahan melalui proses sosialisasi, seleksi, latihan, penempatan individu dalam posisi tertentu dalam masyarakat, inovasi serta pengembangan personal dan sosial.9 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan di samping dapat memberikan wawasan tentang pengetahuan kepada peserta didik juga dapat menentukan atau meningkatkan status sosial ekonomi peserta didik. Artinya, bahwa seseorang yang mendapatkan pendidikan lebih tinggi, akan lebih tinggi pula status sosial ekonominya dalam kehidupan masyarakat. Karena dengan bekal yang telah diperoleh seseorang dari lembaga pendidikan yang pernah dimasuki secara tidak langsung dapat membuka pintu ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan



hidup



individual



maupun



sosial



sebagaimana



ditegaskan dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11:



‫ﻢ‬



‫ﻠﻌ ﻟﺍ ﺍﻮﺗﻭﺃ‬



‫ﻊ ﻓﺮ ﻳُﺍﻦ ﻳﺬ ﻟﺍﺃ ﻨﻣ ﺍﻮﻨﻣ ﻢ ﻜﻦ ﻳﺬ ﻟﺍﻭ‬



(11 :‫ﺔﻟﺩﺎ‬‫ ﲑ ﺒﺧ ﻥ ﻮﻠﻤ)ﺍ‬ ‫ﻌﺗ ﺎﻤ ﺑ‬



‫ﺭﺩﺕ ﺎﺟ ُﺍﻭ‬



Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang8



Achmadi, Islam sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, (Semarang: Aditya Media, 1992), hlm. 23. 9 Suyanto dan Djihad Hisyam, Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), hlm. 212.



11 orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah: 11)10 Dari ayat di atas menunjukkan betapa sangat mulianya orangorang yang mempunyai ilmu pengetahuan di sisi Allah. Sedangkan waktu di dunia saja dapat dirasakan kemuliaan itu. Jadi orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan dapat memanfaatkannya, maka Allah akan memberikan kemudahan baik di dunia maupun di akhirat. d. Tujuan Pendidikan Pendidikan



adalah suatu



kegiatan yang dilaksanakan



untuk



mencapai tujuan tertentu.11 Secara umum, tujuan pendidikan dapat dikatakan membawa anak ke arah tingkat kedewasaan. Artinya, membawa anak didik agar dapat berdiri sendiri (mandiri) di dalam hidupnya di tengah-tengah masyarakat.12 Sedangkan tujuan pendidikan yang berlangsung di Indonesia mengacu kepada potensi perserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.13 Al-Ghazali merumuskan tujuan pendidikan sebagai berikut: a. Aspek keilmuan, yang mengantarkan manusia agar senang berpikir, menggalakkan penelitian dan mengembangkan ilmu pengetahuan menjadi manusia yang cerdas dan terampil. b. Aspek kerohaniaan, yang mengantarkan manusia agar berakhlak mulia, berbudi luhur dan berkepribadian kuat.



Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 910. Suryosubroto, Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 24. 12 Ibid. Hlm. 18. 13 UU RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 6. 10 11



12 c. Aspek ketuhanan, yang mengantarkan manusia beragama agar dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.14 Selain itu, Iqbal menekankan bahwa tujuan pokok pendidikan adalah penanaman agama dan ideologi. Pelajar harus diajarkan makna dan tujuan hidup, kedudukan manusia di dunia, ajaran tauhid, kenabiaan dan tentang akhirat. Mereka harus diajar untuk bertanggung jawab terhadap kehidupan individu dan sosial, nilaai moral Islam, ciri dan isi kebudayaan Islam, kewajiban dan misi orang Islam.15 Dari beberapa pendapat di atas, tentang tujuan pendidikan dapat penulis simpulkan, bahwa pada hakikatnya tujuan pendidikan adalah pemindahan pengetahuan dan nilai demi terbentuknya kepribadian yang akhirnya dapat mewujudkan tujuan hidup, yaitu mengabdi agar menjadi manusia yang sempurna, yang berhasil di dunia dan di akhirat. Hal ini secara tegas telah dijelaskan dalam surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 sebagai berikut:



(56 :‫ﻥ ﻭ)ﺕﺎﻳﺭﺍﺬﻟﺍ‬‫ﺪﺒ‬‫ﺖ ﻘ ﻠﺧ ﺎﻣﻭﻦﺠﻟﺍ ﻧﻷ ﺍﻭﻌﻴﻟ ﻻ ﺇ ﺲ‬ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. ad-Dzariyah: 56)16 Dari ayat di atas, dapat dikatakan bahwa Allah SWT. Menciptakan manusia itu tidak semata-mata karena kekuasaannya, akan tetapi juga ada tanggung jawab yang harus dikerjakan oleh manusia, yaitu mengabdi. Dalam hal ini tidak hanya beribadah seperti shalat, zakat, puasa dan lain sebagainya, akan tetapi juga termasuk mencari ilmu, yaitu lewat pendidikan.



14



Zainudin, Seluk Beluk Pendidikan Dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm.



48-49. 15 Khursyid Ahmad, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1992), hlm. 30. 16 Soenarjo dkk., op. cit., hlm. 862.



13 e. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan atau sering disebut dengan jenjang pendidkan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan.17 Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. 18 1) Pendidikan Dasar Pendidikan dasar adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun di sekolah dasar dan tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang sederajat.19 Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs.) atau bentuk lain yang sederajat.20 2) Pendidikan Menengah Pendidikan



menengah



diselenggarakan bagi lulusan



adalah



pendidikan



yang



pendidikan dasar yang



mengutamakan perluasan dan peningkatan ketrampilan siswa. 21 Pengembangan pendidikan menengah sebagai lanjutan pendidikan dasar di sekolah ditingkatkan agar mampu membentuk pribadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur serta untuk memenuhi kebutuhan pembangunan yang memerlukan tenaga berkemampuan dan berketrampilan. Perlu diadakan penyesuaian kurikulum dan isi 17



UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Semarang: Aneka Ilmu, 2003), hlm. 3. 18 Ibid., hlm. 10. 19 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Kebijakan Pendidikan di Indonesia Ditinjau dari Sudut Hukum, (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1994), hlm. 107. 20 UU RI no. 20 Tahun 2003, op. cit., hlm. 10-11. 21 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Kebijakan Pendidikan Di Indonesia Ditinjau Dari Sudut Hukum, (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1994), hlm. 136.



14 pendidikannya serta penataan kelembagaan pendidikan menengah, termasuk pendidikan kejuruan yang merupakan pembekalan untuk pendidikan tinggi atau bekal hidup dalam masyarakat. 22 Pendidikan menengah terdiri dari pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk sekolah atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA) Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.23 Dalam penyelenggaraan pendidikan menengah, tentu ada maksud dan tujuan yang akan dicapai. Tujuan pendidikan menengah tersebut adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. b) Meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya.24 Dengan demikian, nantinya anak



(lulusan) pendidikan



menengah diharapkan mampu untuk meningkatkan pengetahuan sebagai jembatan dalam melanjutkan pada pendidikan tinggi. Akan tetapi, keterbatasannya adalah dalam biaya pendidikan, maka lulusan pendidikan menengah diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan ketrampilan di masyarakat sebagai bekal dalam menjalani hidup. 3) Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, Magister, Spesialis dan Doktor yang Ibid., hlm. 134. UU RI, op. cit., hlm. 11. 24 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, op. cit., hlm. 137. 22 23



15 diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi. Perguruan tinggi di sini dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas, pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.25 Penyelenggaraan



pendidikan



tinggi



mempunyai



tujuan



sebagai berikut: a) Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. b) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.26 Selain itu, Presiden John Hopkins University, Isaiah Bowman merumuskan tujuan pendidikan tinggi sebagai berikut: a) Menguasai pengertian-pengertian tentang kenyataan yang selalu berubah-ubah. b) Memberi pengalaman cara bekerja yang kritis. c) Mengikuti perkembangan dunia dan kemajuan-kemajuannya. d) Mengusai pedoman hidup yang mendukung pengertianpengertian kemanusiaan dalam berbagai lingkungan lapangan pekerjaan dan kebudayaan. e) Menghargai dan mempergunakan arti lingkungan.27 Dari tujuan pendidikan tinggi di atas, maka diharapkan nantinya lulusan dari perguruan tinggi dapat mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh kepada



UU RI, op. cit., hlm. 11. Hadari Nawawi dan Mimi Martini, op. cit., hlm. 180. 27 Siti Meichati, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Yayasan Penerbitan FIP, 1979), hlm. 26. 25 26



16 masyarakat sebagai bagian dari pengabdiannya yang sesuai dengan sifat pengetahuan dan tujuan pendidikan tinggi yang bersangkutan. 2. Tingkat Pendapatan Orang Tua Dalam kehidupan ini, selain diperintahkan untuk beribadah manusia juga diwajibkan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Manusia tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka mereka juga tidak dapat beribadah kepada Allah dengan sebagaimana mestinya. Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 sebagai berikut:



‫ﻀ ﻓ ﷲ ﺍ ﻞ ﺍﻭﺮﻛ ﹾﺫﺍﻭ‬ ‫ﻴﻀ ﻗ ﺍﺫﺈﻓ‬



‫ﻣ ﺍﻮﻐﺘﺑﺍﻭ ﻦ‬



‫ﺽ‬



‫ﺖﺘﻧﺎﻓ ﺓﺎﻠﺼ ﻟﺍ ﺭ ﺄﻟﺍ ﻲﻓ ﺍﻭﺮﺸ‬



(10 :‫ﺍ‬‫ﻥ ﻮ)ﺔﻌﻤ‬ ‫ ﺤﻠﹾﻔﺗ‬ ‫ﻢﹸﻜﻠ‬‫ﻌﻟ ﺍ‬‫ﲑﺜ ﻛ ﷲﺍ‬ Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyakbanyak supaya kamu beruntung. (QS. al-Jumu’ah: 10)28 Senada dengan hal itu, Allah juga memerintahkan agar umat manusia dapat menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sebgaimana Firman Allah dalam surat al-Qashas ayat 77 sebagai berikut:



‫ﺴ ﻦ‬ ‫ﻙ ﺎﺗﺃ ﺎﻤ ﻴﻓ‬ ‫ﺤ ﺐ‬ ‫ﻛ‬



‫ﻳﻻ‬



‫ﻣ ﻦ ﺣ ﺃﻭ ﺎﻴﻧﺪ ﻟﺍ‬ ‫ﻎ ﺘﺑﺍﻭ‬ ‫ﷲﺍﻥﺇ‬



‫ﺽ‬



‫ﻧ ﺒﻴﺼ ﻚ‬



‫ﷲ ﺍﺭﺍﺪ ﻟﺍ ﻭ ﺓﺮﺧﻵﺍﻨﺗ ﻻﺲ‬



‫ﺣ ﺃ ﺎﻤ ﺴ ﻦﷲ ﺍﻴﻟﺇﻚ ﻭ ﻎﺒﺗ ﻻ ﺩﺎﺴ ﻔﻟﺍ ﺭ ﻷ ﺍ ﻲﻓ‬ (77 :‫ﻦ ﻳﺪ ﺴ ﻔﻤ ﻟﺍ )ﺺﺼﻘﻟﺍ‬



Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. alQashash: 77)29



Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 933. Ibid., hlm. 623. 28



29



17 Jadi, Allah memerintahkan kepada manusia agar senantiasa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup itu agar nantinya manusia dapat beribadah kepada Allah. Selain itu, agar manusia dapat memberikan kehidupan yang layak bagi anak-anaknya termasuk dalam hal pendidikan. Karena anak merupakan amanat dari Allah yang harus selalu dijaga dan dipelihara agar nantinya anak mempunyai masa depan yang lebih baik, salah satunya adalah dengan cara menyekolahkan anak. a. Pengertian Pendapatan Dalam Kamus Ekonomi, pendapatan (income) adalah uang yang diterima seseorang dalam perusahaan dalam bentuk gaji, upah, sewa, bunga, laba dan lain sebagainya, bersama dengan tunjangan pengangguran, uang pensiun dan lain sebagainya.30 Senada dengan definisi di atas, dalam Webster’s juga disebutkan bahwa Earning is money gained by labor, services or performance, wages, salary, etc.31 Artinya, pendapatan adalah uang yang diperoleh dari hasil bekerja, pelayanan diri, gaji, upah dan lainlain. Menurut



Kadariyah,



pendapatan



seseorang



terdiri



dari



penghasilan berupa upah/gaji, bunga sewa, dividend, keuntungan, dan merupakan suatu arus uang yang diukur dalam suatu jangka waktu, umpamanya seminggu, sebulan atau setahun32 Selain itu, pendapatan atau income dari seseorang adalah hasil penjualannya dari faktor-faktor produksi yang dimilikinya kepada sektor produksi.33



Christpher Pass dan Bryan Lowes, Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1994), hlm. 287. 31 Jean L. Mc. Kechnie, Webster’s New Twentieth Century Dictionary, (Amerika: New World Dictionary, 1979), hlm. 569. 32 Kadariyah, Analisa Pendapatan Nasional, (Jakarta: Bina Aksara, 1981), hlm. 26. 33 Boediono, Ekonomi Mikro, (Yogyakarta: BPFE, 1996), hlm. 170. 30



18 Sedangkan orang tua di sini adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau rumah tangga, biasanya disebut ayah dan ibu.34 Jadi yang dimaksud dengan pendapatan orang tua adalah penghasilan yang diperoleh orang tua, yang berasal dari pekerjaannya atau modal yang lainnya. b. Sumber Pendapatan Sumber pendapatan orang tua dalam hal ini, tidak hanya hasil kerja atau modal lain yang diperoleh oleh orang tua, akan tetapi dapat berasal dari saudara atau anggota keluarga yang lain yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan keluarganya. Menurut Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia, pola pendapatan rumah tangga terdiri dari upah dan gaji, keuntungan usaha rumah tangga yang tidak berbadan hukum dan penerimaan transfer.35 Selain itu menurut biro pusat statistik, pendapatan terdiri dari sebagai berikut: 1) Pendapatan berupa uang Yaitu segala penghasilan berupa uang yang sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi. Sumber-sumber pendapatannya adalah: a) Gaji dan upah yang diperoleh dari: (1) Kerja pokok (2) Kerja sampingan (3) Kerja lembur (4) Kerja kadang-kadang



Thamrin Nasution dan Nur Halijah Nasution, Peranan Orang Tua dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Anak, (Yogyakarta: Gunung Mulia, 1989), hlm. 1. 35 Hg. Suseno Triyanto Widodo, Indikator Ekonomi Dasar Perekonomian Indonesia, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hlm. 32. 34



19 b) Usaha sendiri, yang meliputi: (1) Hasil bersih dari usaha sendiri (2) Komisi (3) Penjualan dari kerajinan rumah c) Hasil investasi, yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah d) Keuntungan sosial, yakni pendapatan yang idperoleh dari kerja sosial 2) Pendapatan berupa barang Yaitu segala penghasilan yang sifatnya reguler dan biasa akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterimakan dalam bentuk barang atau jasa. Pendapatan berupa barang yaitu pendapatan berupa: a) Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentukan dalam: (1) Beras (2) Pengobatan (3) Transportasi (4) Perumahan (5) Rekreasi b) Barang yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah, antara lain: (1) Pemakaian barang yang diproduksi di rumah (2) Sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah sendiri yang ditempati. 3) Penerimaan yang bukan merupakan pendapatan, yaitu penerimaan yang berupa: a) Pengambilan tabungan b) Penjualan barang-barang yang dipakai c) Penagihan piutang d) Pinjaman uang e) Kiriman uang f) Hadiah/pemberian



20 g) Warisan h) Menang judi.36 Menurut Michael P. Todaro, distribusi pendapatan seseorang dapat ditentukan melalui: 1) Cara memperolehnya, baik itu melalui gaji, uang, tabungan, hadiah, dan warisan. 2) Sumber penghasilan atau bidang kegiatannya biasa berupa pertanian, industri, perdagangan dan jasa. 3) Lokasi sumber penghasilan, baik di kota atau di desa.37 c. Fungsi Pendapatan Orang Tua Sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi pendapatan bagi kehidupan sehari-hari adalah untuk memenuhi semua kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam hal ini penulis hanya akan membahas fungsi pendapatan tersebut ke dalam tiga bidang yaitu bidang ekonomi, sosial dan pendidikan. Untuk lebih jelasnya akan penulis jelaskan sebagai berikut: 1) Bidang ekonomi Berbicara masalah ekonomi tidak lepas dengan masalah bagaimana mansuia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Masalah tersebut dihadapi semua manusia, semua masyarakat dan semua negara. Dengan berkembangnya zaman, kebutuhan manusia semakin banyak jumlah, ragam dan variasinya. Akan tetapi dengan keterbatasan penghasilan, maka mereka lebih mengutamakan pada pemenuhan kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok adalah kebutuhan esensial yang sedapat mungkin harus dipenuhi oleh suatu rumah tangga agar mereka bisa



Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter-Evers, Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok, (Jakarta: Rajawali, 1982), hlm. 92-94. 37 Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia ke-3, terj. Haris Munandar, (Jakarta: erlangga, 1999), hlm. 168. 36



21 hidup secara wajar.38 Kebutuhan pokok manusia ini dapat dibedakan atas dua jenis yaitu kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan hidup, seperti makanan, minuman, pakaian dan perumahan. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan untuk melengkapi kebutuhan primer.39 Kebutuhan sekunder ini muncul karena manusia adalah makhluk yang berbudaya, sesuai kodrat manusia yang selalu merasa kekurangan, maka setelah makan, minum, pakaian dan mempunyai rumah sebagai tempat tinggal, selanjutnya mungkin mereka butuh kipas, kulkas, televisi, meja, kursi dan peralatan rumah tangga lainnya yang berfungsi meningkatkan kenyamanan serta kelancaran beraktivitas. Kebutuhan manusia selalu berkembang pada umumnya seseorang masih merasa belum cukup meskipun ia telah dapat memenuhi kebutuhan primer dan kebutuhan sekundernya. Mereka masih tetap memerlukan hal lain yang tingkatannya lebih tinggi, seperti ia membutuhkan rumah yang lebih bagus, mobil, kapal pesiar serta barang mewah yang lainnya. Jenis kebutuhan ini digolongkan ke dalam kebutuhan mewah atau yang sering disebut dengan kebutuhan tersier.40. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang begitu banyak, maka manusia diharuskan bekerja, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 29 yang melarang kita untuk meminta kepada orang lain:



‫ﺴ ﻂ ﺪﻌﻘ ﺘﻓ‬ ‫ﺪ ﻳ ﻞ ﻙ ﻐﻣ‬



‫ﺒﻟﺍ‬ ‫ﻌﺠ‬



‫ﻞﻛ ﺎﻬﻄ‬ ‫ﺗ ﺎﻟﻭ‬



‫ﺴ‬



(29 : ‫)ﺃﺮﺳﻹﺍ‬ Mulyanto Sumadi dan Hans Dieter-Evers, op. cit., hlm. 81. 39 Ibid., hlm. 300. 40 Alam S., Ekonomi Jilid 1, (Jakarta: erlangga, 2001), hlm. 3-4. 38



‫ﻘﻨﻋ ﻰﻟﺇ ﺔﻟﻮﻠﻚﺒﺗ ﺎﻟﻭ‬ ‫ﻣ ﺎﻣﻮﻠﻣ ﺤ ﺍﺭﻮﺴ‬



22 Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. al-Isra’: 29)41 2) Sosial Dalam masalah sosial, fungsi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sosial dalam masyarakat. Sebagai contoh di masyarakat tempat tinggal kita, sekarang ini terdapat pembangunan masjid atau tempat ibadah, maka sebagai makhluk sosial yang tinggal di lingkungan tersebut, mau tidak mau kita harus ikut membantu memberikan sumbangan demi suksesnya pembangunan tersebut. Selain itu fungsi pendapatan juga dapat menaikan status sosial dalam masyarakat. Karena dalam masyarakat kita pada umumnya secara tidak disadari terdapat penggolongan status sosial, di mana mereka yang berpendapatan tinggi atau kaya mempunyai status sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat, begitu pula sebaliknya mereka yang berpandapatan rendah mempunyai status sosial yang rendah pula. Selain itu pada umumnya mereka yang berpendapatan tinggi cenderung lebih dihormati dan disegani dalam masyarakat daripada mereka yang berpendapatan rendah. Oleh karena itu, maka umat manusia harus mampu dan mau bekerja keras agar status sosial dalam masyarakat lebih baik. Karena Allah telah berfirman bahwa sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum jika mereka tidak berusaha untuk merubah diri mereka sendiri.



:... (‫ﻢ ﺪﻋﺮﻟﺍ‬ ‫ﺍﻥﺇ‬



‫ﷲﺮﻴﻐﻳ ﻻ ﻡﻮ ﻘﺑ ﺎﻣ ﻬﺴ ﻔﻧﺄﺑ ﺎﻣ ﺍﻭﺮﻴﻐﻳ ﻰﺘﺣ‬ (11



Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka tidak berusaha untuk merubah diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra’d: 11)42 41



Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 428.



23 3) Pendidikan Kita telah mengetahui bahwa belajar itu suatu kewajiban bagi setiap makhluk hidup dalam rangka mempertahankan hidup dan belajar dapat diupayakan di sekolah. Di sekolah tidak hanya membutuhkan kepandaian saja, akan tetapi harus memiliki biaya untuk membiayai biaya pendidikan dan sarana prasarana pendidikan yang cukup mahal. Sebagaimana Firman Allah dalam QS. An-Nisa’ ayat 9 yang menjelaskan bahwa Allah melarang orang tua menelantarkan anakanaknya dalam keadaan lemah, dengan kata lain orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya agar tidak berada dalam keadaan lemah di masa depannya nantinya.



‫ﻢ‬ ‫ﺶﻟﺍ‬



‫ﺔﻳﺭﺫ ﻬﻴﻠﻋ ﺍﻮﻓﺎﺧ ﺎﻓﺎﻌﺿ‬ ‫ﻴﻟﻭ ﺨ‬ (9 :‫)ﺀﺎﺴﻨﻟﺍ‬



‫ﻦ ﻳﺬ ﻮ ﻟ ﻣ ﺍﻮﻛﺮﺗ ﻦ ﺧ ﻬﻔﻠ ﻢ‬



‫ﷲ ﺍ ﺍﻮﻘﺘﻴﹾﻠﻓ ﻮ ﻗ ﺍﻮﻟﻮﻘﻴﻟﻭ ﺍﺪ ﻳﺪ ﺳ ﻻ‬



Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. an-Nisa’: 9)43 Di mana-mana di dunia ini dapat dibuktikan bahwa mereka yang berpendapatan tinggi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, memang tidak selalu bahwa yang berpendapatan tinggi saja yang mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke pendidikan, akan tetapi kalau kita bandingkan mereka yang brrpendapatan tinggi dan yang berpendapatan rendah, maka kita akan mendapatkan bahwa mereka yang berpendapatan tinggi, umumnya lebih mempunyai kesempatan untuk melanjutkan



42 43



Ibid., hlm. 370. Ibid., hlm. 116.



24 pendidikannya ke pendidikan tinggi daripada mereka yang berpendapatan rendah. Akan tetapi dalam masalah pendidikan ke Madrasah Diniyah tidak hanya orang yang berpendapatan tinggi saja yang mempunyai banyak kesempatan dalam menyekolahkan anaknya ke Madrasah Diniyah. Karena masih terjangkaunya masalah biaya pendidikan, maka orang tua yang mempunyai pendapatan rendah akan memanfaatkan kesempatan ini untuk memberikan pendidikan agama kepada anak dengan menyekolahkan ke Madrasah Diniyah. d. Tingkat Pendapatan Para perintis ilmu ekonomi, membagi masyarakat atas tiga kategori, yaitu kaum pekerja (dan petani), para pengusaha atau kapitalis (kelas menengah) dan para tuan tanah.44 Sedangkan menurut Valerie J. Hull yang dikutip oleh Masri Singarimbun, bahwa jumlah seluruh pendapatan dan kekayaan keluarga termasuk barang dan hewan peliharaan dipakai untuk membagi keluarga ke dalam tiga kelompok pendapatan yaitu pendapatan tinggi, pendapatan menengah dan pendapatan rendah. 45 Yang dimaksud dengan golongan berpenghasilan rendah adalah golongan yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kebutuhan pokok.46 Dilihat dari ekonomi dalam masyarakat terdiri dari tiga lapis yiatu: 1) Lapisan ekonomi mampu atau kaya, terdiri dari para pejabat, pemerintah setempat, para dokter, insinyur dan kelompok profesional lainnya. T. Bilarso, Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Mikro Jilid 2, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hlm. 78. 45 Masri Singarimbun, et.al., Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 24. 46 Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter-Evers, op. cit., hlm. 80-81. 44



25 2) Lapisan ekonomi menengah, yang terdiri dari alim ulama dan pegawai. 3) Lapisan ekonomi miskin, yang terdiri dari buruh, para petani, buruh bangunan, buruh pabrik, dan buruh-buruh sejenis yang tidak tetap.47 3. Minat Menyekolahkan Anak Menuntut ilmu, lebih-lebih ilmu agama adalah kewajiban bagi setiap muslim, dan menyekolahkan anak ke Madrasah Diniyah merupakan salah satu alternatif dalam mendidik anak, khususnya pendidikan agama Islam. a. Pengertian Minat Setiap aktivitas manusia yang timbul disebabkan adanya minat yang terdapat dalam dirinya. Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang, sebab dengan minat ia akan melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak mungkin melakukan sesuatu. Secara etimologi, minat diartikan sebagai “perhatian, kesukaan (kecenderungan



hati)



pada



suatu



keinginan”. 48



Secara



istilah



pengertian minat menurut Andi Mappiare adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran perasaan, harapan, pendirian, prasangka, rasa takut atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu.49



Soleman B. Toneko, Struktur dan Proses Suatu Pengantar Sosiologi Pembangunan, (Jakarta: Rajawali, t.th.), hlm. 99-101. 48 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Blaai Pustaka, 1985), hlm. 979. 49 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, t.th.), hlm. 62. 47



26 Menurut W.S. Winkel, minat adalah kecenderungan yang agak menetap dalam subjek merasa tertarik pada bidang tertentu, dan merasa berkecimpung dalam bidang itu.50 Seorang ahli lain, Sholeh Abdul Aziz dan Aziz Abdul Majid, memberikan definisi minat sebagai berikut:



‫ﻝ‬ ‫ﺎﻌﻔﻟﺍ‬



51



‫ ﻩﺮﻬﻈ ﻣ ﻰﻓ‬‫ﺩﺍ‬‫ﺪ‬‫ﻌﺘ‬‫ ﺳﺍ‬‫ﻮ‬‫ ﻫ‬‫ﻡﺎ‬‫ﻤﺘ‬‫ﻫﻫﻻﺍ‬



Minat adalah kecenderungan pada suatu fenomena yang dilakukan. Menurut John Dewey, “The wold interest, in its ordinary usage,



expresses,



1)



development,



The 2)



wehole



state



of



active



The



objective result that are foressen and wanted, and 3) The personal emotional incination”.52 Artinya kata minat dalam penggunaannya secara umum mengekspersikan 1) Keadaan pengembangan aktif menyeluruh, 2) Hasil objektif yang belum terjadi dan diinginkan, 3) Kecenderungan emosi seseorang. Sedangkan menurut Slameto, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Jadi di sini bahwa yang dimaksud dengan minat adalah kecenderungan seseorang yang berhubungan dengan perasaan senang, perasaan tertarik yang di dalamnya terdapat perhatian, motif, tujuan dan harapan terhadap suatu objek yang timbul dari dalam diri sendiri tanpa adanya suatu paksaan. Dengan demikian minat mempunyai peran penting di dalam semua aktivitas manusia, tidak terkecuali aktivitas masyarakat dalam menyekolahkan anak ke suatu madrasah. Sebab di sini akan muncul perasaan senang atau tidak senang, perasaan tertarik atau tidak tertarik pada sesuatu yang pada akhirnya akan mempengaruhi seseorang untuk berbuat atau tidak berbuat sehingga dengan demikian dapat dikatakan 50



W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1983),



hlm. 30. Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul majid, At-Tarbiyah wa Turuq at Tadris, (Mekah: Darul Ma’arif, 1978), hlm. 206. 52 John Dewey, Democracy and Education, (New York: The Macmilan Company, 1964), hlm. 126. 51



27 bahwa minat akan mempengaruhi kegiatan seseorang dalam menyekolahkan anak ke Madrasah Diniyah. b. Unsur-unsur Minat Bertitik tolak dari pengertian minat sebagaimana diuraikan di atas, maka unsur-unsur minat meliputi: 1) Perasaan senang Perasaan senang merupakan aktifitas psikis yang di dalamnya subjek menghayati nilai-nilai dari suatu objek.53 Minat dengan perasaan senang terdapat hubungan yang timbal balik sehingga tidak mengherankan kalau seseorang yang berperasaan tidak senang, dia juga akan kurang berminat dan sebaliknya. Perasaan senang ini merupakan faktor psikis non intelektual, yang berpengaruh terhadap semangat menyekolahkan anak ke madrasah, sehingga melalui semangat, perasaan seseorang akan melakukan penilaian-penilaian positif yang terungkap dalam perasaan senang. Dan apabila orang tua senang untuk menyekolahkan anak ke madrasah maka segala usaha akan dilakukan agar anaknya bisa masuk di madrasah diniyah. 2) Perasaan tertarik Seseorang akan merasa tertarik pada sesuatu, bila sesuai dengan pengalaman-pengalaman yang didapatkan sebelumnya dan mempunyai sangkut paut dengan nilainya. Seseorang yang mempunyai perasaan tertarik pada ilmu agama, ia akan melakukan pendekatan agar memperoleh pengetahuan agama tersebut dan sebaliknya bila ia tidak mempunyai rasa tertarik, maka ia akan berusaha menghindar. Pengalaman-pengalaman masa lalu orang tua yang tidak baik tentu tidak ingin kembali terulang pada anaknya. Oleh karena itu dia ingin memberikan bekal yang cukup kepada anaknya, khususnya 53



W. S Winkel, op. cit., hlm. 30.



28 dalam masalah agama. Yang salah satunya adalah dengan menyekolahkan anaknya ke madrasah diniyah. 3) Perhatian Perhatian diartikan sebagai pemusatan tenaga atau kekuatan jiwa tertentu kepada suatu objek dan pendayagunaan kesadaran untuk mengerti suatu aktivitas.54 Perhatian bersifat lebih sementara dan ada hubungan dengan minat, perhatian adakalanya menghilang. Sedangkan minat bersifat lebih menetap.55 4) Motif dan Tujuan Motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas



tertentu demi



mencapai suatu tujuan.56 Menurut W.A. Gerungan, motif merupakan dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu.57 Jika seseorang mempunyai tujuan tertentu, maka orang itu cenderung berusaha keras agar tujuan yang ia inginkan dapat tercapai. Jika orang tua mempunyai minat menyekolahkan anak ke madrasah biasanya mereka melaksanakan aktivitas yang dapat mendorong tercapainya tujuan tersebut.



54 55



Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 2. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakaya, 1990), hlm.



60. Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 83. 57 W. A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Eresco, 1996), hlm. 141. 56



29 c. Fungsi Minat Minat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi usaha yang dilakukan orang. Minat yang kuat akan menimbulkan usaha yang gigih, serius, dan tidak mudah putus asa. Minat berbeda dengan kesenangan, ia berbeda dari minat bukan dalam kualitas melainkan dalam ketetapan (persistence). Kesenangan merupakan minat yang sementara, selama kesenangan itu ada, mungkin intensitas dan motivasi yang menyertainya sama tinggi dengan minat. Namun ia segera mulai berkurang karena kegiatan yang ditimbulkannya hanya memberi kepuasan yang sementara. Minat lebih tetap (persistence) karena minat memuaskan kebutuhan yang penting dalam kehidupan seseorang. Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.58 Dengan demikian fungsi minat tidak berbeda dengan fungsi motivasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Ngalim Purwanto bahwa ada 3 fungsi minat, yaitu: 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. 2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi, guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.59 Menurut Nuckols dan Banducci dikutip oleh Elizabeth B Hurlock menulis tentang fungsi minat sebagai berikut:



Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 1978), hlm. 114. Ngalim Purwanto, op. cit., hlm. 70-71. 58



59



30 1) Minat mempengaruhi bentuk intensitas cita-cita Sebagai suatu contoh adalah ketika anak berminat pada olah raga, maka cita-citanya adalah menajdi olahragawan yang berprestasi. 2) Minat sebagai pendorong yang kuat Minat anak untuk menguasai pelajaran bisa mendorongnya untuk belajar kelompok di tempat temannya meskipun suasana sedang hujan. 3) Prestasi selalu dipengaruhi oleh jenis dan intensitas minat seseorang Meskipun diajar oleh guru yang sama dan diberi pelajaran yang sama, tapi antara anak satu dan yang lain mendapat jumlah pengetahuan yang berbeda. Hal ini karena berbedanya daya serap mereka dan daya serap dipengaruhi oleh intensitas minat mereka. 4) Minat yang terbentuk sejak masa kanak-kanak sering terbawa seumur hidup karena minat membawa kepuasan Minat untuk menjadi guru yang telah terbentuk sejak kecil, sebagai misal akan terus terbawa sampai hal ini menjadi kenyataan. Dan apabila minat ini tidak terwujud maka bisa menjadi.obsesi yang akan dibawa sampai mati.60 Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi minat sebagai berikut: 1) Dapat mendorong seseorang untuk berbuat. 2) Minat dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. 3) Dapat menyeleksi perbuataan, apabila di waktu kecil sudah menaruh minat yang besar maka ia akan menentukan perbuatanperbuatan yang harus dikerjakan sesuai dengan tujuannya.



60



107-108.



M. Chabib Thoha, dkk., PBM - PAI di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm.



31 4) Minat dapat melahirkan perhatian yang serta merta, semakin besar minat seseorang akan semakin besar derajat spontanitas perhatiannya. 4. Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Pendapatan Orang Tua Terhadap Minat Menyekolahkan Anak ke Madrasah Islam sebagai agama dan sekaligus sebagai sistem peradaban mengisyaratkan pentingnya pendidikan. Ruang lingkup pendidikan di dalam pandangan Islam tidak sempit, tidak saja terbatas pada pendidikan agama dan tidak pula terbatas pada pendidikan duniawi semata-mata, 61 akan tetapi Islam mewajibkan kepada umatnya supaya bekerja untuk agama dan dunia sekaligus. Sebagaimana firman Allah dalam surat al- Qhasas ayat 77:



‫ﺴ ﻦ‬ ‫ﻙ ﺎﺗﺃ ﺎﻤ ﻴﻓ‬ ‫ﺤ ﺐ‬ ‫ﻛ‬



‫ﻣ ﻦ ﺣ ﺃﻭ ﺎﻴﻧﺪ ﻟﺍ‬ ‫ﻎ ﺘﺑﺍﻭ‬



‫ﻳﻻ‬



‫ﷲﺍﻥﺇ‬



‫ﺽ‬



‫ﻧ ﺒﻴﺼ ﻚ‬



‫ﷲ ﺍﺭﺍﺪ ﻟﺍ ﻭ ﺓﺮﺧﻵﺍﻨﺗ ﻻﺲ‬



‫ﺣ ﺃ ﺎﻤ ﺴ ﻦﷲ ﺍﻴﻟﺇﻚ ﻭ ﻎﺒﺗ ﻻ ﺩﺎﺴ ﻔﻟﺍ ﺭ ﻷ ﺍ ﻲﻓ‬ (77 :‫ﻦ ﻳﺪ ﺴ ﻔﻤ ﻟﺍ )ﺺﺼﻘﻟﺍ‬



Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. alQashash: 77)62 Dari



ayat



di



atas,



dijelaskan



bahwa



kita



harus



bisa



menyeimbangkan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Dimana pendidikan umum sebagai bekal dalam kehidupan di dunia dan pendidikan akhirat sebagai bekal dalam kehidupan akhirat.



61 62



Soenarjo dkk, Opcit., hlm. 623. Ibid., hlm. 264.



32 Mengingat pentingnya pendidikan, sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk memberikan pendidikan bagi anak-anaknya. Karena anak adalah harta bagi orang tua sekaligus sebagai ujian orang tua. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Anfal ayat 28:



:(‫ﻢ ﻴﻈ ﻋ ﻝﺎﻔﻧﻷﺍ‬



‫ﻩﺪﻨﻋ ﺮﺟﺃ‬



‫ﻢ ﻜ ﻟﺍﻮ ﻣ ﺃ ﺎﻤ ﻧﺃ ﺍﻮﻤﻠﻋﺍﻭﻭ ﺃﻭ ﺩﻻﻢ ﻛﷲ ﺍ ﻥ ﺃﻭ ﺔﻨﺘﻓ‬ (28



Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. alAnfal: 28)63 Jadi anak merupakan amanah dari Allah kepada orang tuanya, dan kewajiban bagi orang tua untuk mendidik anak-anak mereka agar menjadi anak yang berguna bagi bangasa, negara dan agama. Latar belakang pendidikan yang diperoleh orang tua dapat menentukan arah pendidikan anak. Orang tua yang pernah memperoleh pendidikan tinggi akan lebih memperhatikan pendidikan anak. Karena mereka berfikir bahwa seseorang yang berilmu itu akan lebih di hormati oleh masyarakat, khususnya ilmu agama. Sebagai mana firman Allah dalam surat al-Mujadalah ayat 11:



‫ﻢﻠﻌﻟﺍ ﺍﻮﺗﻭﺃ‬



‫ﻢ ﻜ ﻦ ﻳﺬ ﻟﺍﻭ‬



‫ﻊ ﻓﺮ ﻳُﺍ ﻦ ﻳﺬ ﻟﺍﺃ ﻨﻣ ﺍﻮﻨﻣ‬



(11 :‫ﺔﻟﺩﺎ‬‫ ﲑ ﺒﺧ ﻥ ﻮﻠﻤ)ﺍ‬ ‫ﻌﺗ ﺎﻤ ﺑ‬



‫ﺭﺩﺕ ﺎﺟ ُﺍﻭ‬



Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. AlMujadilah: 11)64 Tidak jauh berbeda dengan orang tua yang pernah memperoleh pendidikan tinggi, orang tua yang hanya mengenyam pendidikan dasar (pendidikan rendah) juga berpandangan bahwa pendidikan sangat penting lebih-lebih pendidikan agama. Oleh karena itu orang tua akan berusaha Soenarjo, dkk, op. cit., hlm. 264. Ibid., hlm. 910.



63 64



33 sekuat tenaga agar anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan, khususnya pendidikan agama. Salah satunya adalah dengan menyekolahkan anak ke madrasah. Selain latar belakang pendidikan, pendapatan orang tua juga dapat mempengaruhi pendidikan anak-anaknya. Karena pendidikan itu tidak hanya butuh kepintaran dan kecerdaan saja, akan tetapi biaya juga menjadi pendorong bagi orang tua dalam menyekolahkan anak. Jadi tingkat pendapatan orang tua mempunyai pengaruh terhadap minat orang tua dala menyekolahkan anak ke madrasah, yaitu: 1. Pendapatan tinggi Kebanyakan dari orang tua yang berpendapatan tinggi mereka lebih mempunyai kesempatan untuk menyekolahkan anaknya. Apalagi untuk menyekolahkan anak ke madrasah diniyah. Karena seperti kita tahu bahwa madrasah diniyah merupakan bagian dari lembaga pendidikan yang biayanya relatif murah dibanding dengan sekolah sekolah yang lain. 2. Pendapatan Menengah Secara kodrati, dalam kehidupan sosial ada keluarga sosial yang kehidupan ekonominya telah mapan namun belum mencapai ketaraf kehidupan kelas ekonomi tinggi. Dalam strata ekonomi menengah orang tua cenderung memberikan perhatian yang lebih besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Karena mereka sadar bahwa pendidikan merupakan bagian terpenting bagi masa depan anak-anaknya. Karena pendapatan orang tua menengah dalam arti cukup, maka orang tua



cenderung ingin lebih memperhatikan masa



depan



anakanaknya agar nantinya anak lebih baik dari dirinya. Salah satunya dengan menyekolahkan anak Demikian halnya dalam masalah pendidikan agama, orang tua cenderung akan memasukkan anaknya ke madrasah diniyah. Karena Madrasah Diniyah biayanya lebih murah.



34 3. Pendapatan Rendah Pendapatan rendah adalah golongan yang memperoleh pendapatan atau penerimaan sebagai imbalan terhadap kerja mereka yang jumlahnya jauh lebih sedikit apabila dibandingkan dengan kebutuhan pokoknya65 Dengan melihat keadaan ekonomi yang seperti ini, secara materi orang tua yang mempunyai pendapatan rendah tidah mungkin membiayai pendidikan anak-anak mereka. Karena kita tahu bahwa sekarang ini biaya pendidikan sangatlah mahal. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan kalau orang tua tetap menyekolahkan anaknya. Apalagi menyekolahkan anak ke madrasah, karena di madrasah biayanya relatif murah. Selain itu juga karena pandangan mereka bahwa pendidikan itu sangat penting, lebih-lebih pendidikan agama. B. Kajian Penelitian yang Relevan Untuk menghindari adanya temuan-temuan yang sama, penulis akan memaparkan beberapa penelitian yang membahas tentang keberagamaan orang tua, di antaranya adalah: 1. Skripsi saudara Mukhrodin yang berjudul “Pengaruh Sosial Ekonomi Guru Agama Islam terhadap Pelaksanaan Kependidikan Agama di SDN seKecamatan Alian Kabupaten Kebumen”. Di mana skripsi ini difokuskan pada kekayaan guru yang ada pada suatu tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan pengaruhnya terhadap tugas dalam mengajar saja. Dari hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa semakin tinggi kekayaan yang didapat guru, maka semakin baik dalam melaksanakan tugas mengajarnya. 2. Saudari Jasni (2005), “Pengaruh Ekonomi Guru Agama Islam terhadap Pelaksanaan Tugas Kependidikannya di SDN se-Kecamatan Trangkil Kabupaten Pati” Dari hasi penelitiannya menunjukkan, bahwa ada pengaruh positif antara variabel ekonomi guru agama Islam dengan pelaksanaan tugas kependidikannya di SDN se-Kecamatan Trangkil 65



Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers, op. cit., hlm. 80.



35 Kabupaten Pati ini berarti semakin tinggi ekonomi guru agama Islam, maka semakin tinggi pula pelaksanaan tugas kependidikannya. Namun sebaliknya, semakin rendah ekonomi guru agama Islam, maka semakin buruk pula pelaksanaan tugas kependidikannya. 3. Penelitian Saudari Ulwiyah



(2002) yang berjudul



“Pengaruh Tingkat



Pemahaman Agama Orang Tua Terhadap Moralitas Pergaulan Remaja di Desa Tambak Rejo Gayamsari Semarang”.66 Dari penelitian ini, ingin diketahui apakah



tingkat pemahaman



agama



orang



tua



mempunyai pengaruh



terhadap moralitas pergaulan remaja yang ada di Desa Tambak Rejo, Gayamsari, Semarang 4. Penelitian Saudari Hindun (2005) yang berjudul ”Korelasi Antara Tingkat Keberagamaan Orang Tua Dengan Motivasi Menyekolahkan Anak Ke Madrasah Diniyah Hidayah Mubtadi’in Desa Jetis Kec. Kendal Kab. Kendal”.67 Dalam hal ini, penulis membahas tentang hubungan antara tingkat keberagamaan orang tua dengan motivasi menyekolahkan anak ke Madrasah Diniyah Mubtadi’in di Desa Jetis Kec. Kendal Kab. Kendal. 5. Penelitian Saudari Imah Mauludiyah (2005) yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Agama dan Perilaku Keagamaan Orang Tua Terhadap Minat Menyekolahkan Anak Ke Madrasah Diniyah Taslihul Atfal Dusun. Tanggolangin Desa Margosari Kec. Limbangan Kec. Kendal”. 68 Dari penelitian ini, ingin diketahui apakah pengetahuan agama dan perilaku keagamaan



orang



tua



mempunyai



pengaruh



terhadap



minat



menyekolahkan anak ke Madrasah Taslihul Atfal di Desa Tanggolangin Kec. Limbangan Kab. Kendal. Dari penelitian tersebut di atas, yang ingin peneliti capai dalam penelitian ini, tentulah berbeda. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui Ulwiyah, Pengaruh Tingkat Pemahaman Orang Tua Terhadap Moralitas Pergaulan Remaja di Desa Tambak Rejo Gayamsari Semarang, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, 2002), 67 Hindun, Korelasi Antara Tingkat Keberagamaan Orang Tua Dengan Motivasi Menyekolahkan Anak Ke Madrasah Diniyah Hidayah Mubtadiin Desa Jetis Kec. Kendal Kab. Kendal, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, 2005). 68 Imah Mauludiyah, Pengaruh Pengetahuan Agama dan Perilaku Keagamaan Orang Tua Terhadap Minat Menyekolahkan Anak Ke Madrasah Diniyah Taslihul Atfal, (Semarang: Fakultas Tarbiyah, 2005). 66



36 apakah ada pengaruh antara tingkat pendidikan orang tua dan tingkat pendapatan orang tua terhadap minat menyekolahkan anak ke Madrasah Diniyah al-Ikhlas Dusun Kalikidang Desa Kliris Kec. Boja Kab. Kendal. C. Pengajuan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara atau permasalahan yang dipahami, jawaban dapat benar atau salah tergantung pembuktian nanti di lapangan sebagaimana diungkapkan oleh Sutrisno Hadi, hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar, mungkin salah atau palsu, dan akan diterima jika ada faktorfaktor yang membenarkannya.69 Adapun hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Ada pengaruh yang positif antara tingkat pendidikan orang tua terhadap minat menyekolahkan anak ke Madrasah Diniyah al-Ikhlas Dusun Kalikidang Desa Kliris Kec. Boja Kab. Kendal. 2. Ada pengaruh yang positif pendapatan orang tua terhadap minat menyekolahkan anak ke Madrasah Diniyah al-Ikhlas Dusun Kalikidang Desa Kliris Kec. Boja Kab. Kendal. 3. Ada pengaruh yang positif antara tingkat pendidikan dan pendapatan orang tua terhadap minat menyekolahkan anak ke Madrasah Diniyah alIkhlas Dusun Kalikidang Desa Kliris Kec. Boja Kab. Kendal.



69



Sutrisna Hadi, Metodologi Research I, (Yogyakarta: Andi Offsett, 2000), hlm. 6.