Ter Buka [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SKRIPSI ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING PERIODE JANUARI - DESEMBER 2016 Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta



Disusun oleh FEBRINA NABILLA FHASA 20140350065 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2018 HALAMAN PENGESAHAN



ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH ( ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING PERIODE JANUARI- DESEMBER 2016 Disusun Oleh : FEBRINA NABILLA FHASA



ii



20140350065 Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 11 Oktober 2018 Dosen Pembimbing Dra.Sri Kadarinah NIK :2012201 Dosen Penguji 1



Dosen Penguji 2



Pramitha Esha ND, M.Sc., Apt



Mega Octavia, M.Sc., Apt



NIK. 1986 0811 201504 173239



NIK. 1988 1015 201704 17260



Mengetahui, Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta



Sabtanti Harimurti, S.Si, M.Sc., PhD., Apt NIK. 1973 0223 201310 173127 PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN



Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama



: Febrina Nabilla Fhasa



NIM



: 20140350065



Program Studi : Farmasi Fakultas



: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan



Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam



iii



bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Karya Tulis Il miah ini. Apabila dikemudian hari terbukti atau dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.



Yogyakarta, Agustus 2018 Yang membuat pernyataan,



Febrina Nabilla Fhasa NIM. 20140350065



MOTTO



“Hanya ada dua pilihan untuk memenangkan kehidupan : keberanian atau keiklasan. Jika tidak berani, iklaskanlah menerimanya. Jika tidak iklas, beranilah mengubahnya”



“If you can’t explain it simply, you don’t understand it well enough” –Albert Einstein



iv



“Tidak masalah selambat apapun kamu bergerak, asalkan kamu tidak berhenti” – Confucius



“ Jangan kamu merasa lemah dan jangan bersedih, sebab kamu paling tinggi derajatnya jika kamu beriman” ( Q.S Ali Imran : 139 )



HALAMAN PERSEMBAHAN



Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji syukur yang tak henti-hentinya hamba panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang tak terhingga sehingga saya dapat menyelesaikan Skripsi ini, serta kepada Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan bagi saya. Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, H. Nurrochman dan Hj. Marini yang senantiasa memberikan doa, semangat, serta nasehat yang tiada henti. Untuk Kakak – kakak yang saya sayangi Hj. Fitri, Mbak Nia dan Mas Taryono yang selalu memberikan motivasi dan dorongan agar penulis segera menyelesaikan tugas akhir ini



v



Untuk kakek dan nenek tercinta H. Ali Ahmadi dan Hj. Nurjannah terimakasih atak kepedulian yang selalu diberikan untuk penulis Untuk kedua keponakanku Syauqia dan Shaquel yang tercinta, terimakasih sudah menjadi penghibur dan penghilang lelah bagi penulis.



KATA PENGANTAR



Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyusunan Skripsi yang berjudul “ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING PERIODE JANUARIDESEMBER 2016” dapat terselesaikan tidak lepas dari dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Dr. dr. Wiwik Kusumawati, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.



vi



2. Sabtanti Harimurti, Ph.D., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 3. Dra Sri Kadarinah., Apt selaku dosen pembimbing yang telah membantu, membimbing, dan memberikan dukungan dan motivasi dalam mengerjakan skripsi ini 4. Pramitha Esha ND., M.Sc., Apt dan Mega Octavia, M,Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan skripsi ini. 5. Ibu Nurul Maziyah, M.Sc., Apt, terima kasih telah menjadi ibu pembimbing akademik yang selalu perhatian dan memberikan banyak nasihat bagi penulis dalam menyelesaikan studi tingkat sarjana ini. 6. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 7. Pak R izki, Mas Wafa dan Mas Adit yang telah membantu dalam pengambilan sampel data rekam medik di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. 8. Sahabat terbaikku sepanjang masa, Tyas, Anggi, Nita, Bella terimakasih atas persahabatan yang tak lekang oleh waktu. 9. Gengku Cewww (Dona, Novi, Dhita, Gita, Olin, dan Mentari) terima kasih atas persahabatan yang indah ini, yang selalu memberikan waktu dan kesabaran yang tidak terbatas, yang selalu menjadi teman curhat, teman suka dan duka selama penulis berada di kota perantauan ini, 10. Mbak Hani dan Anita yang sudah memberikan sandaran ternyaman baik susah maupun senang 11. Untuk kakakku Atang Siswanto, S.T yang selalu setia menemani dan sabar mendengarkan keluh kesah penulis 12. Teman-teman Farmasi 2014 dan teman semuanya yang saya kenal yang telah membantu memberikan doa dan dukungan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.



vii



Semoga semua kebaikan dan bantuannya yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dan rahmat dari Allah SWT. Semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu Farmasi pada umumnya dan bermanfaat bagi pembaca khususnya. Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



Yogyakarta, 3 Mei 2018 Penulis



DAFTAR ISI Halaman Pengesahan.............................................................................................. ii Pernyataan Keaslian Penelitian............................................................................... iii Motto ...................................................................................................................... iv Halaman Persembahan ........................................................................................... v Kata Pengantar ....................................................................................................... vi Daftar Isi ................................................................................................................ viii Daftar Gambar........................................................................................................ xi Daftar Tabel ............................................................................................................ xii Daftar Lampiran ..................................................................................................... xiii Intisari .................................................................................................................... xiv Abstract................................................................................................................... xv Bab I: Pendahuluan ................................................................................................ 1 A. Latar Belakang.......................................................................................... B. Perumusan Masalah................................................................................... C. Keaslian Penelitian.................................................................................... D. Tujuan Penelitian...................................................................................... E. Manfaat Penelitian.....................................................................................



1 4 4 5 5



Bab II: Tinjauan Pustaka.........................................................................................



6



viii



A. Infeksi Saluran Kemih............................................................................. 6 B. Klasifikasi ISK......................................................................................... 6 C. Epidemiologi............................................................................................ 7 D. Faktor Resiko........................................................................................... 8 E. Tanda dan Gejala...................................................................................... 8 F. Etiologi..................................................................................................... 9 G. Patofisiologi............................................................................................. 10 H. Antibiotik................................................................................................. 11 I. Kombinasi Antibiotik................................................................................ 14 J. Penggunaan Antibiotik Rasional............................................................... 15 K. Tata Laksana Terapi................................................................................. 16 L. Kerangka Konsep..................................................................................... 17 Bab III: Metode Penelitian...................................................................................... 18 A.Desain Penelitian...................................................................................... 18 B.Tempat dan Waktu.................................................................................... 18 C.Subjek Penelitian...................................................................................... 18 D.Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................................................... 19 1.Kriteria Inklusi...................................................................................... 19 2.Kriteria Eksklusi................................................................................... 19 E.Penentuan Sampel..................................................................................... 19 F.Identifikasi Variable................................................................................... 20 G.Definisi Operasional................................................................................. 20 H.Instrumen Penelitian................................................................................. 20 I.Cara Kerja.................................................................................................. 21 J.Skema Langkah Kerja................................................................................ 22 K.Analisis Data............................................................................................ 23 BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ............................................................ 24 A. Karakteristik Subjek Penelitian .............................................................. 25 1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................... 25 2. Karakteristik Berdasarkan Usia........................................................... 27 3. Karakteristik Berdasarkan Lama Rawat Inap Pasien........................... 28 4.. Karakteristik Berdasarkan Adanya Penyakit Penyerta....................... 29 B. Gambaran Penggunaan Antibiotik........................................................... 31 1. Jenis Antibiotik yang digunakan.......................................................... 32 2. Pola Durasi Pemberian......................................................................... 36 3. Pola Rute Pemberian............................................................................ 37 C. Evaluasi Ketepatan Antibiotik ................................................................ 38 1. Tepat Indikasi....................................................................................... 38



ix



2. Tepat Obat............................................................................................ 39 3. Tepat Dosis........................................................................................... 41 4. Tepat Pasien......................................................................................... 43 BAB V Kesimpulan dan Saran .............................................................................. 45 A. Kesimpulan.............................................................................................. 45 B. Saran........................................................................................................ 46 Daftar Pustaka......................................................................................................... 47 Lampiran ................................................................................................................ 51



DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Konsep.................................................................................. 17 Gambar 2. Skema Langkah Kerja........................................................................... 22 Gambar 3. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin............................................. 26 Gambar 4. Karakteristik Berdasarkan Usia............................................................ 27 Gambar 5. Lama Rawat Inap Pasien....................................................................... 28



x



DAFTAR TABEL Tabel 1. Keaslian Penelitian.................................................................................... 4 Tabel 2. Rekomendasi terapi antibiotik sististis...................................................... 16 Tabel 3. Karakteristik Berdasarkan Subjek penelitian............................................ 25 Tabel 4. Distribusi Penyakit Penyerta Pasien......................................................... 30 Tabel 5. Distribusi penggunaan Antibiotik tunggal................................................ 32 Tabel 6. Distribusi Penggunaan Kombinasi Antibiotik........................................... 35 Tabel 7. Distribusi Lama Penggunaan Obat Antibiotik.......................................... 36 Tabel 8. Distribusi Rute Pemberian........................................................................ 37 Tabel 9. Ketepatan indikasi pasien.......................................................................... 39 Tabel 10. Kesesuaian Penggunaan Antibiotik Tanpa Kombinasi........................... 40 Tabel 11. Kesesuaian Penggunaan Antibiotik Dengan Kombinasi......................... 41 Tabel 12. Distribusi ketepatan dosis....................................................................... 42 Tabel 13. Distribusi Ketepatan Pasien.................................................................... 44



DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Pasien ....................................................................................... 51



xi



INTISARI



Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Penyakit ISK di Amerika Serikat menyebabkan lebih dari 7 juta kunjungan dokter setiap tahun dan sekitar 15% Antibiotik di Amerika Serikat digunakan untuk penyakit ISK ( Grabe M et al., 2015). Sedangkan prevalensi ISK di Indonesia adalah 90-100 per 100.000 penduduk dan 222 juta jiwa di Indonesia telah mengalami ISK (Depkes R1, 2014). Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui profil penggunaan antibiotik pada penyakit ISK dan



xii



Mengetahui kesesuaian terapi antibiotik yang diberikan di RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan guideline terapi ISK berdasarkan tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, tepat indikasi. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional menggunakan rancangan cross sectional dengan pengambilan data retrospektif dan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Pengambilan data menggunakan data sekunder berupa catatan rekam medis. Kemudian data gambaran dan ketepatan dengan pedoman dianalisis dalam bentuk persentase. Data yang diambil berupa penggunakan obat pasien ISK periode Januari- Desember 2016. Pada penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 109. Terdapat 2 macam penggunaan obat antibiotik yakni tunggal dan kombinasi. Distribusi penggunaan Antibiotik tunggal adalah seftriakson 41.7%, siprofloksasin 15.7%, sefiksim 15.7%, levofloksasin 12.0% dan sefotaksim 14.8%. Penggunaan antibiotik kombinasi adalah seftriakson - levofloksasin 20 %,,seftriakson - siprofloksasin 30 %, sefotaksim levofloksasin 20 %,seftriakson - sefiksim 30 %. Kesesuaian data yang didapat dengan guideline Urinary Tract Infections adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 29,4 %, ketepatan pasien 90,70 %. Untuk tepat dosis dibandingkan dengan formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping 2016 adalah sebesar 100 % Kata kunci : Antibiotik, ISK, RS PKU Muhammadiyah Gamping



xiii



ABSTRACT Urinary Tract Infection (UTI) is a general term thst used to express the invasion of microorganisms in the urinary tract. UTI disease in the United States caused more than 7 million doctor visit every year and about 15% of antibiotics in the United States were used for UTI (Grabe M et al., 2015). While the prevalence of UTI in Indonesia was 90-100 per 100,000 population and 222 million people in Indonesia have experienced UTI (MOH R1, 2014). The purpose of this study was to determine the profile of antibiotic in UTI disease and to determine the suitability of antibiotic therapy that given at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital with UTI therapy guidelines based on the exact drug, right dose, right patient, right indication. This research was a descriptive observational study used cross sectional design with retrospective data retrieval and purposive sampling technique. Data retrieval used secondary data in the form of medical record records. Then the description and accuracy data with the guidelines were analyzed in the form of percentages. Data took in the form of the used of drugs for UTI patients from January to December 2016. In this study 109 samples were obtained. There were 2 types of antibiotic use, namely single and combination. Distribution of single antibiotic use was ceftriaxone 41.7%, ciprofloxacin 15.7%, cefixime 15.7%, levofloxacin 12.0% and cefotaxime 14.8%. The use of combination antibiotics were ceftriaxone - levofloxacin 20%, ceftriaxone - ciprofloxacin 30%, cefotaxime - levofloxacin 20%, ceftriaxone cefixime 30%. Data suitability obtained with the Urinary Tract Infections guideline was the exact indication 100%, the exact drug 29.4%, the accuracy of the patient 90.70%. For the right dose compared to the formulary PKU Muhammadiyah Hospital Gamping 2016 was 100%. Keywords : Antibiotic, UTI, RS PKU Muhammadiyah Gamping 2016



1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Penelitian Saluran kemih adalah salah satu organ yang sangat beresiko terjadi infeksi bakteri. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Infeksi saluran kemih ini dapat menyerang pasien dari segala usia mulai dari bayi yang baru lahir, anak-anak, remaja hingga orangtua. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode infeksi saluran kemih daripada pria karena uretra wanita lebih pendek dari pada pria (Purnomo, 2015). Angka kejadian ISK di dunia cukup tinggi. Berdasarkan data WHO pada tahun 2011, ISK termasuk dalam kumpulan infeksi paling sering diderita oleh pasien yang sedang menjalani perawatan di pelayanan kesehatan (Health careassociatedinfection). Sedangkan di Amerika serikat ISK menyebabkan lebih dari 7 juta kunjungan dokter setiap tahun dan sekitar 15% Antibiotik di Amerika Serikat digunakan untuk penyakit ISK ( Grabe M et al., 2015). Sedangkan di Indonesia prevalensinya juga terbilang tinggi, sekitar 222 juta jiwa dan menurut perkiraan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, jumlah penderita ISK di Indonesia adalah 90-100 kasus per 100.000 penduduk pertahunnya atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun (Depkes RI, 2014). Bakteri patogen utama penyebab infeksi saluran kemih baik pasien rawat jalan maupun rawat inap adalah E.coli, sedangkan Staphylococcus saprophyticus, Klebsiella spp., Protecus spp., Enterococcus spp dan Enterobacter spp., 1



2



merupakan bakteri patogen lain penyebab ISK namun persentasenya tidak sebanyak E-coli (Ana dkk., 2015). Pernyataan ini didukung dengan adanya penelitian di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, yang menyatakan bahwa Escherichia coli merupakan bakteri penyebab infeksi saluran kemih paling banyak dengan persentase sebesar 39,4% ( Samirah dkk., 2004).Penelitian lain yang dilakukan oleh M.J Lopez Furst, dkk (2018) pada 14 rumah sakit menyebutkan bahwa bakteri E. Coli masih merupakan bakteri paling banyak menyebabkan ISK yakni sebanyak 82%, selanjutnya Proteus spp. 4% dan Klebsiella spp. 3%. Antibiotik merupakan obat yang digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40 - 62 % antibiotik digunakan secara tidak tepat seperti untuk penyakit - penyakit yang tidak memerlukan antibiotik ( Hadi, 2009).Penggunaan antibiotik pada penyakit ISK bervariasi tergantung bakteri penyebab infeksi, penggunaan antibotik yang tidak tepat hanya akan menambah masalah baru, seperti memperparah penyakit dan menyebabkan resistensi. Penelitian mengenai resistensi antibiotik menyebutkan bahwa dari 467 pasien 22,4% mengalami resistensi untuk antibiotik ampisilinsulbaktam, 28% untuk trimetoprim / sulfametoksazol, sefalosporin generasi pertama 8,7%, untuk ciprofloxacin, 9,6% dan untuk nitrofurantoin 0,6% (M.J Lopez Furst dkk., 2018) Untuk itu sebelum menggunakan antibiotik perlu mempertimbangkan antibiotik yang selektif terhadap mikroorganisme penginfeksi dan memiliki kemampuan untuk menghambat atau membunuhnya. Selain itu juga harus dapat meminimalisasi potensi toksisitas, reaksi alergi dan resiko lain terhadap pasien (Wattimena et al., 1991).



3



Berikut ini adalah hadist yang sesuai agar selalu berikhtiar dalam pencarian obat yang tepat :



‫ب جدجواَّءء اَّللداَّاء بججرأج باإ اذذان ل‬ ‫اا جعلز جوججلل‬ ‫صيِ ج‬ ‫لاءكلل جداَّءء جدجواَّءء فجإ اجذاَّ أء ا‬ “Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yg tepat untuk suatu penyakit, maka akan sembuhlah penyakit itu dgn izin Allah 'azza wajalla.”(HR. Muslim). Hadist tersebut menunjukan bahwa seluruh jenis penyakit memiliki obat yang dapat digunakan untuk mencegah, menyembuhkan ataupun untuk meringankan penyakit tersebut. Hadist itu juga mengandung dorongan untuk mempelajari obat untuk berbagai penyakit dan juga mempraktikannya. Dilihat dari prevalensi penyakit infeksi saluran kemih yang masih cukup tinggi serta dapat menyerang berbagai macam kalangan baik usia maupun jenis kelamin maka sangat perlu adanya penelitian mengenai penyakit ISK. Selain itu Intensitas penggunaan antibiotik yang cukup tinggi dan tidak rasional akan menyebabkan berbagai permasalahan dan menjadi ancaman global bagi kesehatan masyarakat, terutama perihal resistensi dan toksisitas pada pasien. Untuk itu perlu dilakukan Analisis penggunaan antibiotik pada penyakit infeksi saluran kemih di RS PKU Muhammadiyah Gamping, dengan menggunakan parameter tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien yang dibandingkan dengan guideline Urinary Tract Infections dan Formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping, agar dapat dijadikan bahan evaluasi kerasionalan antibiotik di RS tersebut.



4



B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana profil penggunaan Antibiotik yang digunakan pasien ISK pada Instalasi Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Gamping? Apakah terapi antibiotik di RS PKU Muhammadyah Gamping sudah



2.



sesuai dengan Guideline Urinary Tract Infections dan Formularium RS? A. Keaslian penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama



Judul



Metode



Hasil



Peneliti



Penelitian



Penelitian



Penelitian



Asmah Useng tahun 2014



Analisis Penggunaan Antibiotik pada Penyakit Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM) di Rumah Sakit “X” periode Januari –Juni 2013”



Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan secara deskriptif non analitik menggunakan data retrospektif.



Antibiotik yang digunakan adalah sefalosporin 81,01%, fluoroquinolon 13,51%,aminoglikosida 1,80% dan penisilin 3,60%, antibiotik yang sering digunakan yakni seftriakson . tepat indikasi (100%), tepat obat(94,58%), dan tepat dosis (98%).



Elly Puspita sari tahun 2015



Evaluasi penggunaan Antibiotik pada pasien Infeksi saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta tahun 2014



Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional (non-experimental) dengan rancangan penelitian secara deskriptif dan pengambilan data dengan teknik purpose sampling.



tepat pasien 100% sebanyak 40 pasien, tepat obat 90% sebanyak 36 pasien dan tepat dosis 17,5% sebanyak 7 pasien, penggunaan antibiotik rasional sebanyak 7 pasien (17,5%) .antibiotik paling banyak digunakan yakni siprofloksasin.



Perbedaan kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah acuan yang digunakan untuk menganalisis pengobatan, waktu pengambilan data dan rumah sakit yang digunakan untuk pengambilan data. B. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui profil penggunaan Antibiotik pada penyakit ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping. 2. Mengetahui kesesuaian terapi antibiotik yang diberikan di RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan Guideline Urinary Tract Infections dan Formularium RS. C. Manfaat Penelitian



5



1. Bagi Peneliti Menambah ilmu pengetahuan terkait penggunaan antibiotik terhadap penyakit ISK 2. Bagi Ilmu Kefarmasian Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menangani kasus ISK, sehingga memberikan informasi kepada tenaga kesehatan tentang terapi antibiotik untuk ISK 3. Bagi Rumah Sakit Dapat dijadikan sebagai data ilmiah untuk meningkatkan terapi antibiotik pada penyakit ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping 4. Bagi Peneliti Lain Sebagai referensi untuk penelitian berikutnya mengenai penggunaan antibiotik pada penyakit ISK.



6



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Infeksi Saluran Kemih Menurut Christensen tahun 2000 ISK adalah adanya bakteri atau jamur pada urin yang disebut dengan bakteriuria dan fungiuria, paling sering pada kandung kencing ( sistitis) atau ginjal ( pielonefritis) dan adanya reaksi peradangan ( Naber dkk., 2000). Infeksi saluran



kemih



(ISK)



adalah



suatu



keadaan



ditemukannya



mikroorganisme dalam traktus urinarius atau urin, yang pada kondisi normal bersifat steril. ISK dapat dibedakan menjadi 2, yakni ISK bagian bawah dan ISK bagian atas. Infeksi saluran kencing bagian bawah seperti sistitis ditandai dengan pyuria, terkadang dengan disuria, urgensi frekuensi dan seringkali nyeri dibagian atas. Infeksi saluran atas yakni infeksi perenkim ginjal ( pielonefritis), yang memiliki keluhan seperti demam dan nyeri pinggang ataupun gejala infeksi saluran kemih bagian bawah (Hellerstein, 1995; Mullenix dkk., 1997). B. Klasifikasi ISK Berdasarkan klinisnya ISK dapat dibedakan menjadi 2 yakni ISK uncomplicated (sederhana) dan complicated (rumit). ISK sederhana yakni infeksi yang terjadi di saluran kemih normal tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran kemih, dan ISK kompleks yakni jika ditemukannya kelainan anatomis maupun fungsional saluran kemih atau adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan pemberantasan kuman oleh antibiotika (Purnomo, 2015). Pasien dengan ISK terkomplikasi mempunyai resiko infeksi lebih tinggi, gagal pengobatan, atau terjadi infeksi kembali ( Christensen, 2000; Mullenix 1997). C. Epidemiologi 6



7



Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, kejadian ISK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan dengan laki- laki ( Purnomo, 2015). Berdasarkan data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria jarang terkena ISK, tapi apabila terkena dapat menyebabkan masalah serius (NKUDIC,2012). Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki ataupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-Cell, senggama, kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, sertakateterisasi (Sukandar E, 2004).



Kejadian ISK terjadi lebih banyak pada bayi laki - laki (2.7%) yang tidak melakukan sirkumsisi daripada bayi perempuan (0,7 %) pada masa neonatus. Namun seiring bertambahnya usia insiden ISK menjadi berbalik, contohnya pada masa sekolah, pada anak laki- laki hanya terjadi terjadi 1,1 % sedangkan pada anak perempuan 3% dan akan bertambah pada usia remaja menjadi 3,3 % sampai 5% serta 5-6 % pada wanita usia 18-40 tahun dan meningkat menjadi 20 % pada wanita usia lanjut ( Purnomo, 2015). D. Faktor Resiko



8



Faktor resiko adalah hal – hal yang menambah kemungkinan terjadi infeksi, pada ISK. Ada beberapa faktor resiko yang umum seperti : 1. Usia lanjut orang dengan usia lanjut rentan dirawat dirumah sakit dengan waktu yang lama sehingga menyebabkan infeksi pada kateternya 2. Diabetes militus mikroorganisme lebih mudah berkolonisasi pada pasien dengan DM 3. Gangguan kekebalan tubuh jika pasien melakukan pembedahan disekitar segmen usus dan mengalami gangguan sistem imun akan lebih beresiko terkena ISK 4. Malnutrisi dan berat badan ekstrim. Malnutrisi dan bb yang ekstrim menyebabkan terjadinya obstruksi urinary sehingga resiko ISK menjadi lebih besar. Ada juga faktor endogen dan eksogen spesifik seperti riwayat ISK, riwayat urogenital, bakteri, kateter, dan genetik. (M. Grabe et al., 2015) E. Tanda dan gejala Secara umum ISK dapat dilihat dari beberapa gejala seperti demam, sulit buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering buang air kecil (polakisuria), kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik ( Permenkes, 2011). Diagnosa ISK dapat ditegakkan jika terdapat kultur urine positif ≥ 100.000 CFU/mL. Positif ( dipstick) leukosit esterase ditemukan pada 64- 90 %. jika nitrit pada dipstik urine positif, itu artinya terja konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif tertentu yang sangat spesifik untuk infeksi saluran kemih yakni 50 %. tanda lainnya adalah ditemukannya sel darah putih (leukosit) didalam urin yang merupakan indikator paling dapat diandalkan infeksi ( >10 WBC/hpf pada spesiment berputar) adalah 95 % tetapi jauh kurang spesifik terhadap ISK. Secara umum > 100.000 koloni/mL pada kultur urine dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk., 2015). F. Etiologi



9



Bakteri aerob ialah bakteri yang sering menyebabkan infeksi saluran kemih. Pada kondisi normal, saluran kemih tidak dihuni oleh bakteri atau mikrobia lain, tetapi uretra bagian bawah dapat dihuni oleh bakteri yang jumlahnya makin berkurang ketika semkin mendekati kandung kemih. ISK paling banyak disebabkan oleh bakteri, namun dapat juga disebabkan oleh virus maupun jamur. (Purnomo, 2003). Bakteri gram negatif adalah bakteri yang umum didapati dari ISK komunitas (community acquired). Penyebab infeksi terbanyak baik pada yang simtomatik maupun asimptomatik adalah Escherichia coli yaitu sekitar 70-90%. 30% dari infeksi saluran kemih pada anak laki laki dan 5% pada anak perempuan disebabkan oleh proteus mirabilis. Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan ISK adalah Klebisella pnemonia dan Pseudomonas aerugenosa. Pada ISK nosokomial 40% disebabkan oleh Escherichia coli sedangkan Klebsiella Enterobacter, Serratia, Pseudmonas aerogenosa sebesar 25%, 16% untuk bakteri gram positif dan 11 % untuk proteus mirabilis (Mims et al., 2004). G. Patofisiologi Infeksi saluran kemih terjadi akibat masuknya mikroorganisme ke dalam traktus urinarius. Mikroorganisme dapat berasal dari feses atau dubur yang masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah/ uretra lalu naik ke bagian kandung kemih hingga ginjal (Smeltzer & Bare, 2005). Menurut Krisnadi 2005 mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih melalui tiga jalur : 1. Ascenden Yakni proses masuknya bakteri feses dalam kandung kemih melalui saluran ureter. Pada wanita memiliki panjang uretra yang lebih pendek dari pada laki- laki sehingga kejadian terjadinya ISK lebih tinggi. Faktor yang



10



mempengaruhi antaralain : aktivitas seksual, kebiasaan toilet yang buruk dan dekatnya jarak uretra dengan lubang anus ( Grace & Borley, 2007). 2. Hematogen. Jalur Hematogen disebabkan oleh adanya bakteri didalam darah, bakteri yang sering kali ditemukan ialah Staphilokokus aureus. Hal ini sering terjadi oleh pasien yang memiliki sistem imun rendah sehingga penyebaran hematogen menjadi lebih mudah, yakni adanya obstruksi total yang berakibat distensi kandung kemih dan obstruksi intrarenal yang disebabkan jaringan (Sawalha, 2009). 3. Perluasan langsung. Pembentukan abses atau fistula adalah penyebab ISK pada jalur ini, jalur ini sering menjadi penybab kekambuhan infeksi dari pasien ( Meisien, 2005). H. Antibiotik Antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme.antibiotik yang relatif non toksik bagi pejamunya digunakan sebagai agen kemoterapeutik dalam pengobatan penyakit infeksi pada manusia hewan dan tanaman.sebelumnya istilah ini digunakan hanya sebatas untuk zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, namun penggunaan istilah ini akhirnya meluas, meliputi senyama sintetik maupun semisintetik dengan aktivitas kimia yang hampir serupa ( Dorland, 2010). Berdasarkan sifat toksisitas selektif antibiotika dibagi menjadi 2 jenis yakni bakteriostatik dan bakterid, bakteriostatik bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, sedangkan bakterisid bersifat membunuh petumbuhan mikroba (Katzung, 2007). Adapun faktor - faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik anatara lain :



11



1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik. Resistensi itu sendiri adalah kemapuan antibiotik untuk menetralisir atau melemahkan daya antibiotik. Hal ini dapat terjadi dengan beberapa cara antara lain merusak antibiotik dengan enzim yang diproduksi, mengubah reseptor titik tangkap antibiotik, mengubah fisko-kimiawi target sasaran antara dinding dan bakteri, atau antibiotik masuk kedalam sel bakteri namun segera dikeluarkan dari dalam sel dengan cara mekanisme transport aktif keluar sel. 2. Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik Pemahaman tentang sifat farmakokinetik dan farmakodinamik sangat diperlukan guna menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat. Sehingga dapat menunjukan aktivitasnya sebagai bakterisid ataupun bakteriostatik, antibiotik stidaknya harus memiliki beberapa sifat berikut ini, seperti : a. Aktivitas mikrobiologi, antibiotik harus terikat pada tempat ikatan spesifiknya ( misalnya ribosom atau ikatan penisilin pada protein) b. Kadar antibiotik pada tempat infeksi harus cukup tinggi. Semakin tinggi kadar antibiotiknya, semakin banyak tempat ikatannya pada sel bakteri c. Antibiotik harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang cukup memadai agar diperoleh efek yang kuat d. Kadar hambatan minimal. Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat yang dibutuhkan guna menghambat pertumbuhan bakteri 3. Faktor interaksi dan efek samping obat Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan obat lain, antibiotik lain, ataupun makanan dapat menyebabkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan absorbsi obat atau penundaan absorbsi hingga meningkatkan efek toksisitas pada obat lainnya. 4. Faktor biaya



12



Memberikan rekomendasi antibiotik dengan harga yang mahal dan diluar batas kemampuan keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotik oleh pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. Setepat apapun antibiotik yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemapuan keuangan pasien tentu tidak akan bermanfaat ( Permenkes, 2016). Berikut ini adalah beberapa antibiotik yang sering digunakan untuk pengobatan ISK : A. Penisilin Penisilin merupakan antibiotik yang mekanisme kerjanya menghambat atau merusak dinding sel bakteri, contoh antibiotik golongan penisilin adalah amoksisilin dan ampisilin yang memiliki aktivitas terhadap bakteri gram posititif maupun gram negatif seperti Escherechia coli, dan Protius mirabilis ( Permenkes, 2016). B. Seftriakson Seftriakson adalah antibiotik yang termasuk golongan sefalosporin generasi ketiga. Antibiotik ini merupakan bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, yakni menghambat sintesa peptidoglikan yang diperlukan kuman untuk ketahanan dindingnya (Tjay dan Rahardja, 2007). C. Aminoglikosida Merupakan golongan antibiotik yang mekanisme kerjanya menghambat bakteri aerob gram negatif, obat ini memiliki indeks terapi yang sempit dan memiliki toksisitas terhadap ginjal dan juga pendengaran. Yang termasuk antibiotik ini adalah streptomisin, neomisin dan kanamisin (Permenkes, 2016). D. Nitrofuran



13



Nitrofuran



meliputi



nitrofurontoin,



nutrofurazon,



dan



furozalidin.



Diabbsorbsi melalui saluran cerna sebanyak 94% dan tidak berubah dengan adanya makanan. Antibiotik ini dapat menghambat bakteri gram positif maupun gram negatif. Diantaranya E.coli, Staphylococus sp, Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonella sp, Shigella sp, dan Proteus, sp (Permenkes, 2016). E. Levofloksasin Levofloksasin adalah antibiotik golongan kuinolon, Merupakan antibiotik yang bersifat baketrisid dan berskpektrum luas, yakni memiliki mekanisme menghambat DNA girase pada replikasi DNA, sehingga menghambat proses replikasi DNA dan transkripsi mRNA. I. Kombinasi Antibiotik Menurut Permenkes 2016 disebutkan bahwa tujuan penggunaan antibiotik kombinasi adalah meningkatkan aktivitas abtibiotik pada infeksi spesifik (efek sinergis) dan memperlambat atau mengurangi resiko tibulnya bakteri resisten. Indikasi penggunaan antibiotik kombinasi adalah jika infeksi disebebabkan lebih dari satu bakteri (polibakteri), Abses Intrabdominal, hepatik, otak dan genital (infeksi campuran aerob dan anaerob) dan terapi empiris pada infeksi berat (Permenkes, 2016). Jika dilihat berdasarkan prinsip penggunaan antibiotik kombinasi pada Kemenkes tahun 2011 bahwa kombinasi antibiotik perlu memperhatikan berbagai hal, karena kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang berbeda dapat mempengaruhi efektivitas antibiotik baik sinergis ataupun antagonis, suatu kombinasi antibiotik juga dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif dan



14



superaditif maka dari itu butuh pengetahuan mengenai antibiotik yang akan digunakan agar mendapatkan kombinasi bijak dengan hasil yang efektif dan perlu diketahui juga bahwa penggunakaan kombinasi antibiotik empirik dalam jangka lama tidak direkomendasikan. J. Penggunaan Antibiotik Rasional World Health Organization (WHO) tahun 1985 menyatakan bahwa penggunaan obat yang rasional terjadi saat pasien menerima obat dan dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Peresepan obat antibiotik yang sesuai memiliki beberapa kriteria yakni : 1. Tepat Indikasi Obat diberikan kepada pasien sesuai dengan diagnosa dokter. Jika tertdiagnosa infeksi bakteri maka diberikan antibiotik, dan tidak perlu pemberian antibiotik jika penginfeksinya adalah virus. 2. Tepat Obat Penggunaan antibiotik yang tepat harus memiliki efek terapi yang sesuai dengan apa yang diderita. Penyeleksian obat dapat dibuat berdasarkan pada kriteria antara lain keamanan, efikasi, biaya dan kecocokan. 3. Tepat Pasien Pemilihan antibiotik memiliki dasar pertimbangan tiap pasien meliputi kemungkinan terjadinya reaksi efek samping obat, gangguan fungsi hati atau



15



ginjal dan adanya obat lain yang berinteraksi merugikan terhadap obat yang diresepkan. 4. Tepat Dosis Ketepatan memberikan takaran kepada pasien agar mendapatkan terapi antibiotik yang konsentrasinya sesuai dalam darah sehingga mendapatkan efek terapi. K. Tata laksana terapi Pemilihan antibiotik pada terapi ISK sebaiknya berdasarkan pada pola resistensi kuman dan uji sensitivitas antibiotik pada RS atau klinik setempat. Tabel 2. Rekomendasi Terapi Antibiotik Sististis Berdasarkan Guideline Urinary Tract Infections Tahun 2015 Antibiotic Trimethoprimsulfamethonidazole Nitrofurantion monohidrat



Dosis



Interval



Durasi



1 DS tablet



2 x sehari



3 hari



100 mg



2 x sehari



5 hari



Fosfomisin Siprofloksasin Levofloksasin



3 gram 250 mg 250 mg



1 x sehari 2 x sehari 1 x sehari



1 hari 3 hari 3 hari



L. Kerangka Konsep



Gambaran Penggunaan Antibiotik Jenis Antibiotik Rute Antibiotik Lama Pemberian Antibiotik



Evaluasi Ketepatan Antibiotik Indikasi Obat Dosis Pasien



16



Gambar 1. Kerangka Konsep



BAB III METODE PENELITIAN



A. Desain Penelitian Desain penelitian yang akan dilakukan adalah deskriptif observasional dengan pengambilan data secara retrospektif. Data diambil dari rekam medik pasien rawat inap dengan diagnosa Infeksi Saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping periode Januari Desember 2016 B. Tempat dan Waktu 1. Tempat Penelitian dilaksanakan dengan melihat data Rekam Medik pasien rawat inap RS PKU Muhammadiyah Gamping. 2. Waktu Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan November sampai bulan Desember 2017. C. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah pasien ISK yang dirawat inap pada periode Januari sampai Desember 2016 di Bangsal Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Gamping. Subjek yang akan diteliti adalah yang masuk dalam kriteria inklusi dan eksklusi. D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Pasien yang mengalami indikasi ISK uncomplicated (sistitis) 2. Kriteria eksklusi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Data rekam medik yang tidak lengkap 18



17



E. Penentuan Sampel Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi yang memenuhi keriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel dengan cara purposive sampling, termasuk dalam teknik pengambilan sampel non-probability sampel. Yaitu pengambilan sample dengan dasar pertimbangan peneliti atas unsur- unsur tertentu ( inklusi dan esklusi). Menurut Notoadmojo (2002) jumlah sampel yang diperlukan ditentukan oleh rumus berikut :



Keterangan : n = Jumlah Sampel N = Besar Populasi d = Tingkat kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditoleransi sebesar 10% Berdasarkan perhitungan sampel diatas, minimal sampel yang harus diambil adalah sebanyak 60 sampel. F. Identifikasi Variabel a. Variabel independent : Gambaran Penggunan antibiotik yang meliputi jenis antibotik, rute pemberian, waktu pemberian, dan durasi pemberian. b. Varibel dependent : Evaluasi ketepatan antibiotik yang meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan tepat kondisi pasien. G. Definisi Operasional 1. Definisi operasional



18



a. Antibiotik adalah antibiotik yang diberikan kepada pasien ISK selama dirawat berdasarkan penelusuran Rekam Medik b. Pasien adalah pasien ISK yang dirawat di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Gamping Periode Januari sampai dengan Desember 2016 c. Rekam medik yang digunakan adalah rekam medik berbasis data base komputer yang di sediakan di RS PKU Muhammadiyah Gamping d. Gambaran penggunaan antibiotik yaitu jenis antibiotik, rute pemberian, dan durasi pemberian. e.Ketepatan penggunaan antibiotik yang dievaluasi dalam penelitian ini berdasarkan kriteria WHO 4T: tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis, dan tepat pasien dengan Acuan Guideline Urinary Tract Infections dan Formularium RS H. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan alat dan bahan berupa : 1. Lembar pengumpulan data 2. SIM rekam medis pasien di RS PKU Muhammadiyah Gamping 3.



I. 1.



2.



periode Januari - Desember 2016 Guideline Urinary Tract Infections dalam buku Pharmacoterapy



Handbook edisi 9 4. Formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping. Cara Kerja Tahap perencanaan a. Observasi masalah b. Penyusunan proposal penelitian c. Sidang proposal penelitian d. Pengurusan surat izin penelItian Tahap pelaksanaan a. Menyerahkan surat izin penelitian b. Melihat data rekam medik pasien ISK c. Memilih sampel sesuai data inklusi dan eksklusi d. Mencatat data e. Analisis data



19



3.



J.



Tahap penyelesaian a. Penyusunan makalah penelitian b. Sidang hasil penelitian c. Evaluasi hasil sidang penelitian d. Penyerahan berkas penelitian Skema Langkah Kerja



Pengajuan Proposal Perizinan dari Universitas



Perizinan dari Kepala Direktur Rumah Sakit



Rekam medis pasien ISK



Pencatatan peresepan obat Antibiotik pasien ISK



Identifikasi obat Antibiotik



Analisis data dan Pembahasan



Kesimpulan dan saran Gambar 2. Skema Langkah Kerja



20



K. Analisis Data 1. Analisis pola penggunaan antibiotik yang digunakan pada pasien Infeksi Saluran Kemih dikelompokkan berdasarkan jenis obat, kemudian dihitung persentase penggunaan masing-masing obat. Cara menghitungnya dengan menjumlahkan tiap



jenis obat yang digunakan dan dibagi dengan jumlah



keseluruhan obat yang digunakan dikalikan 100%. 2. Analisis evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran Kemih adalah dengan cara membandingkan data rekam medik pasien dengan Guideline Urinary Tract Infections dalam buku Pharmacoterapy Handbook edisi 9 dilihat dari



kesesuaian, indikasi obat, dosis, rute pemberian dan waktu pemberian. Data tersebut dihitung jumlah dan persentasenya.



BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN



21



Penelitian ini dilakukan dengan melihat profil penggunaan antibiotik untuk pasien ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan cara mencatat data rekam medis. Hasil penelitian mengenai profil penggunaan antibiotik pada pasien ISK ini akan dianalisis dan dikelompokkan menjadi tiga pembahasan yakni karakteristik subjek penelitian, gambaran penggunaan antibiotik, dan ketepatan penggunaan antibiotik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk RS PKU Muhammadiyah Gamping dalam hal penggunaan antibiotik pada pasien ISK agar menjadi pengobatan yang rasional. Dari data yang ada, jumlah populasi pasien yang mengalami ISK sebesar 154 pasien, selanjutnya diambil sampel sebesar 109 pasien dengan Infeksi Saluran Kemih Sistitis. Data didapatkan dengan cara mencatat data mengenai identitas pasien (kode penelitian, umur, dan jenis kelamin) dan pemberian antibiotik (jenis antibiotik, dosis, waktu pemberian, rute, lama pemberian). Data mengenai antibiotik didapatkan pada lembaran Unit Dose Dispensing (UDD). Dari hasil data yang diperoleh, dapat diketahui tentang gambaran penggunaan antibiotik melalui pengamatan data rekam medis pasien ISK rawat inap periode Januari - Desember 2016 di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Data tersebut adalah data non eksperimental yang diambil secara retroprepektif dengan desain deskripsi observasional. A. Karakteristik Subjek Penelitian 24



22



Distribusi pasien ISK pada penelitian ini dilakukan berdasarkan jenis kelamin, umur pasien ISK,, lamanya pasien dirawat. dan adanya penyakit penyerta lain. Tabel 3. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Usia Kurang dari 11 tahun(anak-anak) 12-25 tahun (remaja) Lebih dari 26-45 tahun (dewasa) Lebih dari 45 tahun (lansia) Lama Perawatan 11 hari



Jumlah



Presentase (%)



81 28 Jumlah 8 17



74 26 Presentase (%) 7 16



18 66 Jumlah 15 75 18 1



17 60 Presentase (%) 14 69 16 1



1. Karakterisitik Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan 109 sampel tersebut,didapatkan distribusi jenis kelamin. Berikut adalah distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin tersaji pada Gambar 3.



23



Gambar 3. Karakterisitik Berdasarkan Jenis Kelamin Dari 109 sampel yang dianalisis berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa jumlah pasien perempuan lebih besar dibandingkan jumlah pasien laki - laki. pasien perempuan sebanyak 81 kasus (74%) sedangkan pasien laki- laki sebanyak 28 kasus (26%). data ini didukung oleh penelitian dari Ramanath dan Shafiya tahun 2011 yang menunjukan hasil hampir serupa, yakni 71, 3% pasien yang menderita ISK adalah perempuan dan 28,7 % sisanya adalah laki - laki dari total 109 pasien. Data tersebut sesuai dengan dasar teori yang menyebutkan bahwa wanita cenderung lebih sering terkena ISK daripada laki - laki dikarenakan uretra wanita lebih pendek dibandingkan pria ( Purnomo, 2015). Uretra yang lebih pendek ini menyebabkan lebih mudahnya patogen menginvasi wanita dibandingkan pria.



24



2. Karakteristik Berdasarkan Usia Menurut Depkes RI 2009 usia kategori usia dibagi menjadi masa balita (0-5 tahun), masa kanak - kanak (5-11tahun), masa remaja awal (12-16 tahun), masa remaja akhir (17-25 tahun), masa dewasa awal (26-35 tahun) masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa lansia awal (46-55 tahun) masa lansia akhir (56-65 tahun). pada penelitian ini peneliti membagi kategori usia secara garis besar menjadi usia kurang dari 11 tahun ( anak - anak), usia 12-25 tahun ( remaja) usia lebih dari 2645 tahun (dewasa) dan usia lebih dari 45tahun ( lansia) dan dapat dilihat pada Gambar 4.



Gambar 4. Karakteristik Berdasarkan Usia Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa usia yang paling banyak menderita ISK adalah usia lansia yakni sebanyak 61 %, hal ini didukung dengan pernyataan dari Purnomo (2015) angka kejadian penyakit ISK meningkat signifikan pada pasien lanjut usia. Hal ini juga berhubungan erat dengan jumlah bakteriuria yang



25



meningkat dari 5-10 % pada usia 70 tahun menjadi 20 % pada usia 80 tahun dan terus meningkat seiring bertambahnya usia. 3. Karakteristik Berdasarkan Lama Rawat Inap Pasien Lama pasien ISK yang menjalani rawat inap di rumah sakit memiliki frekuensi waktu yang berbeda - beda, dikarenakan keparahan penyakit dan kemungkinan pasien mengalami penyakit penyerta lain. Gambaran lama rawat inap pasien ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping dapat dilihat pada Gambar 5. Berikut.



Gambar 5. Lama Rawat Inap Pasien ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping Pasien ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping pasien paling sering dirawat selama 3-6 hari yakni sebanyak 75 pasien atau 65% dari jumlah total pasien ISK yang di rawat pada periode Januari-Desember 2016. hal ini disebabkan karena



26



aturan penggunaan antibiotik golongan sefalosporin dan flurokuinolon yang mengharuskan digunakan sedikitnya selama 3 hari (Permenkes, 2016). Sedang perawatan pasien paling lama adalah lebih dari 11 hari. Pada pasien ISK yang dirawat cukup lama disebabkan karena pasien mengalami penyakit penyerta lain seperti DM, stroke, Hipertensi dan membutuhkan waktu perawatan yang lebih lama. Pertimbangan kepulangan pasien adalah setelah pasien sembuh atau sudah membaik keadaannya. Pasien dinyatakan sembuh bukan hanya karena sudah terbebas dari penyakit ISK, tetapi juga telah sembuh dari penyakit penyerta lainnya. 4. Karakteristik Berdasarkan Adanya Penyakit Penyerta Dari hasil penelitian yang dilakukan dari 109 sampel telah didapati hasil pasien yang menderita ISK tanpa adanya penyakit penyerta hanya 25 pasien dan 84 pasien lain didapati penyakit penyerta. hasil data ini didukung dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa dari 100 sampel yang diteliti 57, 9 % pasien mengidap penyakit penyerta, Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar pasien mengalami ISK dengan penyakit lain (Aldy dkk., 2013). Pada penelitian Aldy, dkk (2009) menyebutkan bahwa Penyakit penyerta yang merupakan salah satu factor resiko ISK adalah diabetes mellitus (DM). hal ini disebabkan karena DM dapat menyebabkan naiknya gula dalam darah dan menurunnya sistem imun pasien.



27



Tabel 4. Distribusi Penyakit Penyerta Pasien No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28



Penyakit penyerta Hipertensi DM Konstipasi Vertigo Anemia Asma Kejang Stroke Batu Ginjal Gagal Ginjal Iskemik Heart Desease Gerd CAD Anorexia Nephorgia CHF Chepalgia Epilepsi Coletiasis Irregular Menstruasi Diare Trombosipenia Hipoalbumin CKD Hipoglikemia Hiperglikemia Hiperkalemia Dispepsia Jumlah



Frekuensi 17 23 2 2 4 3 1 1 3 1 2 3 1 3 1 3 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 40 106



Persentase (%) 16.04 21.70 1.89 1.89 3.77 2.83 0.94 0.94 2.83 0.94 1.89 2.83 0.94 2.83 0.94 2.83 0.94 0.94 0.94 0.94 1.89 0.94 0.94 1.89 0.94 0.94 0.94 37.74 100



Berdasarkan Tabel 4. terdapat beberapa jenis gejala atau penyakit penyerta lain. 3 gejala atau penyakit penyerta yang paling sering ditemukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah dispesia, dan DM. Penyakit ISK dengan dispepsia ditemukan sebanyak 46 kasus, dan ISK dengan DM sebanyak 23 kasus. Pada Tabel 4 disbebutkan bahwa dispepsia merupakan penyakit penyerta yang



28



paling sering dijumpai pada pasien RS PKU Muhammadiyah Gamping, hal didukung oleh pernyataan Guideline Urinary Tract Infections edisi – 9 yang menyebutkan bahwa dispepsia merupakan penyakit penyerta yang memang dijumpai pada pasien terdiagnosa ISK (Dipiro, 2009). Selanjutnya penyakit penyerta yang juga tinggi frekuensinya untuk ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping adalah DM, Menurut Boyko EJ tahun 2005 alasan penyakit diabetes militus berhubungan dengan ISK adalah karena konsentrasi kadar glukosa yang tinggi pada urine merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme pathogen. B. Gambaran Penggunaan Antibiotik Antibiotik adalah obat yang memiliki andil besar untuk menangani bermacammacam penyakit infeksi terutama bakteri dengan efek bakteriostatik dan bakteriosid



terhadap



mikroorganisme



pencetus



infeksi



(Sumardjo,2006).



pemakaian yang berlebihan pada penyakit yang tidak tepat hanyak akan menimbulkan masalah kekebalan dan juga meningkatkan biaya pengobatan serta efek samping dari antibiotik tersebut (Aslam dkk., 2003). Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran antibiotik yang diberikan untuk pengobatan pada penatalaksanaan terapi penderita ISK pada pasien rawat inap RS PKU Muhammadiyah Gamping periode Januari-Desember 2016. Gambaran penggunggunaan antibiotik ini meliputi jenis antibiotic yang digunakan, lama penggunaan antibiotik dan rute penggunaan antibiotik.



29



1.



Jenis Antibiotik yang digunakan Penggunaan antibiotik pada pasien ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping



terbagi menjadi 2 yakni tunggal dan kombinasi, dari 109 penderita ISK yang memenuhi kriteria inklusi, jenis antibiotik yang digunakan dapat dilihat pada tabel 5. berikut. Table 5. Distribusi Penggunaan Antibiotik Tunggal



No.



Golongan antibiotic Nama antibiotik Jumlah Persentase (%)



4



Sefalosporin Generasi 3 Sefalosporin Generasi 3 Sefalosporin Generasi 3 Flurokuinolon



5



Flurokuinolon



1 2 3



Total



Seftriakson



45



Sefotaksim



16



Sefiksim



17



Levofloksasin



13



Siprofloksasin



17 108



41.7 14.8 15.7 12.0 15.7 100



Dari data tersebut penggunaan antibiotik tunggal secara garis besar terbagi menjadi 2 yakni sefalosporin generasi 3 dan Flurokuinolon dengan penggunaan sefalosporin generasi 3 sebanyak 75.7% dan Flurokuinolon sebanyak 24.3%. dengan seftriakson sebanyak 45 kali (41.7%), sefotaksim 16 kali (14.8%) sefiksim 17 kali (15.7%),. siprofloksasin 17 kali (15.7%), levofloksasin 13 kali (12,0%) dan Dapat dilihat juga dari 5 nama antibiotik yang digunaakan untuk penyakit



30



ISK, penggunaan antibiotik yang paling sering adalah seftriakson yakni 45 kali penggunaan atau 43.7%. Menurut



guideline



Urinary



Tract



Infections



disbebutkan



bahwa



flurkuinolon seperti siprofloksasin dan levofloksasin adalah terapi utama untuk terapi ISK tanpa komplikasi. Flurokuinolon juga dapat diberikan untuk pasien dengan dugaan pyelonephritis. Sedangkan seftriakson merupakan antibiotik yang sering digunakan pada terapi ISK baik dalam bentuk sediaan oral maupun parenteral ( Dipiro, 2015) Hasil data pada tabel tersebut hampir serupa dengan penelitian Asmah Useng tahun 2014 dengan hasil data yang menyebutkan bahwa penggunaan antibiotik seftriakson yang merupakan golongan sefalosporin generasi 3 lebih tinggi dibanding siprofloksasin yang merupakan golongan flurokuinolon pada penyakit ISK ( Asmah Useng,2014). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa Seftriakson mulai banyak digunakan oleh dokter ahli karena terjadinya resistensi antibiotik sefotaksim terhadap bakteri (Nurkusuma & Arlina Dewi, 2017). Seftriakson lebih banyak digunakan sebagai terapi antibiotik karena dinilai lebih efektif dari segi harga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dudy Disyadi Nurkusuma dan dan Arlina Dewi (2017) didapatkan hasil bahwa penggunaan seftriakson biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan seftotaksim (Nurkusuma & Arlina Dewi, 2017). Penelitian juga dilakukan oleh Bela Santika Sari, dkk (2015) dan didapatkan kesimpulan bahwa terapi yang lebih cost effectiveness adalah terapi dengan menggunakan seftriakson pada pasien apendititis (Sari, et al., 2017). Penggunaan seftriakson dinilai lebih efektif



31



dibandingkan dengan sefotaksim karena penggunaan sefotaksim rata-rata lebih lama dibandingkan dengan penggunaan seftriakson. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa antibiotik seftriakson merupakan antibiotik yang berspektrum luas, sehingga cocok untuk digunakan sebagai antibiotik empiris. Seftriakson sendiri adalah antibiotik yang termasuk dalam golongan sefalosporin yang efektif pada bakteri gram positif seperti klebsiella, ecoli dan proteus yang juga merupakan bakteri penyebab penyakit ISK ( Tjay & Raharjdja, 2007). Selanjutnya pada guideline IDSA tahun 2015 menyebutkan bahwa obat antibiotik golongan sefalosporin masuk dalam daftar obat yang akan diteliti efektivitasnya pada penyakit ISK. Selain itu untuk penggunaan sefiksim pada pasien infeksi saluran kemih terdapat pada penelitian Fahrijatin N.K Mantu dalam judul Evaluasi Penggunaan antibiotik pada pasien Infeksi Saluran kemih di Instalasi rawat Inap RSUP.Prof.DR. R. D Kandou menyebutkan bahwa sefiksim digunakan untuk pasien Infeksi Saluran Kemih dengan persentase penggunaan sebesar 4,3 %. Sedangkan penelitian penggunaan sefotaksim pada pasien ISK ditemukan pada penelitian di RS Antapura sebesar 5,4 % (Kurniawati, 2012) dan Instalasi Rawat Inap Undata Palu sebesar 3,7 % ( Aldy dkk., 2013).



32



Tabel 6. Distribusi Penggunaan Kombinasi Antibiotik No. 1 2 3 4



Kombinasi Atibiotik Seftriakson – levofloksasin Seftriakson – Siprofloksasin Sefotaksim – Levofloksasin Seftriakson – Sefiksim



Frekuensi



Persentase (%)



Keterangan



1



20



Pasien 3



2



30



Pasien 25, 109



1



20



Pasien77



2



30



Pasien 105,108



Jumlah



6



100



Pada dasarnya tujuan penggunaan antibiotik kombinasi antibiotik adalah meningkakan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik yang diharapkan memberikan efek sinergis atau adiktif ( Kemenkes RI, 2011) Dari tabel 6. dapat dilihat bahwa penggunaan kombinasi antibiotik terbanyak adalah seftriakson - levofloksasin yakni sebanyak 1 pasien (20%) selanjutnya seftriakson - siprofloksasin 2 pasien (30%), sefotaksim - levofloksasin 1 pasien(20%) dan seftriakson - sefiksim memiliki frekuensi yang sama yakni 2 pasien(30%). Penggunaan kombinasi antibiotik pada penyakit ISK pernah dilakukan juga di instalasi rawat inap RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta pada penelitian tahun 2014, kombinasi antibiotik yang digunakan adalah seftriakson siprofloksasin sebanyak 3 pasien ( Elly, 2015).



33



2.Pola Durasi Pemberian Durasi pemberian antibiotik sangat penting dikarenakan jika suatu antibiotik tidak bekerja sesuai dengan lama penggunaannya akan mengakibatkan toleransi pada mikroorganisme yang belum tuntas dimusnahkan sehingga menjadi bakteri yang resisten ( Mycek dkk., 2001). Tabel.7 Distribusi Lama Penggunaan Obat Antibiotik.



No



Lama Pemberian



1 2 3 4 5 6 7 8



1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7 hari 8 hari Jumlah



Frekuensi 9 6 21 39 29 8 3 5 120



Presentase (%) 7.5 5 17.5 32.5 24.2 6.7 2.5 4.2 100



Pada Tabel 7. dapat dilihat bahwa obat antibiotik paling sering diberikan selama kurun waktu 4 hari dengan frekuensi sebanyak 39 obat dan persentase sebesar 32.5% , selanjutnya 5 hari sebanyak 24,2 % dan 3 hari sebanyak 17,5 %. Pada guideline Urinary Tract Infections disebutkan bahwa penggunaan antibiotik siprofloksasin dan dan levofloksasin untuk pengobatan sistitis adalah selama 3 hari. Sedangkan menurut kemenkes tahun 2011 menyebutkan bahwa penggunaan antibiotik untuk sistitis adalah 3 hari. Hal didukung oleh IDSA yang menyebutkan bahwa lama durasi pemberian antibiotik untuk pasien infeksi saluran kemih didasari pada tingkat keparahan penyakit, ISK tanpa komplikasi diberikan



34



antibiotik selama 3 hari, sedangkan untuk komplikata diberikan selama 7 hari (IDSA, 2011). 3.Pola Rute Pemberian Rute pemberian Pada terapi ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping, terdapat 2 rute pemberiannya yakni p.o dan intravena. Distribusi penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Distribusi Rute Pemberian Jumlah Persentase(



No.



Golongan antibiotik



Nama antibiotik



Rute



1



Sefalosporin Generasi 3



Seftriakson



i.v



50



41.7



2



Flurokuinolon



Siprofloksasin



i.v



19



15.8



3



Sefalosporin Generasi 3



Sefiksim



Oral



19



15.8



4



Flurokuinolon



Levofloksasin



i.v



15



12.5



5



Sefalosporin Generasi 3



Sefotaksim



i.v



17



14.2



120



100



Total



%)



Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa penggunaan obat antibiotik seftriakson, siprofloksasin, levofloksasin dan sefotaksim diberikan secara intravena, sedangkan sefiksim diberikan secara oral. Menurut guideline Urinary Tract Infections rute penggunaan antibiotik sefalosporin dan levofloksasin dapat diberikan secara oral ataupun intravena sedangkan seftrakson dapat melalui intravena. Seftriakson merupakan antibiotik yang tidak tahan terhadap asam lambung oleh sebab itu diberikan secara intravena dan intramuskular dengan waktu paruh 8 jam (Katzung,2007). Sedangkan untuk rute pemberian antibiotik sefotaksim diberikan secara intravena dan intramuskular karena absorpsinya di dalam saluran



35



pencernaan kecil, serta memiliki waktu paruh pendek yaitu 1 jam (Farmakologi dan terapi, 2008). C. Evaluasi Ketepatan Antibiotik Penggunaan Obat rasional (4T-1W) menurut WHO 1985 yakni tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, dan waspada efek samping. Tujuan dari penggunaan obat secara tepat atau rasional yaitu menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang terjangkau. Kriteria ini mungkin akan bervariasi tergantung interpretasi masing-masing, tetapi paling tidak mencakup sebagai berikut: ketetapan indikasi, ketepatan pemilihan obat, ketetapan dosis obat dan cara pakai, dan ketetapan pasien (Santoso dkk., 2006). Pada penelitian ini penggunaan antibiotik pada pasien ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping akan dibandingkan dengan Guideline Urinary Tract Infections dan Formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping. 1. Tepat Indikasi Tepat Indikasi adalah hal yang berkaitan dengan keputusan pemberian obat sesuai dengan diagnosa dokter. Pada kasus ini ketepat indikasi dapat dinilai dari perlu atau tidaknya pemberian antibiotik pada penyakit ISK. Pada acuan yang digunakan disebutkan bahwa terapi antibiotik merupakan terapi utama untuk pasien yang terdiagnosa ISK baik complicated ataupun uncomplicated (Dipiro, 2009 ) sedangkan menurut Coyle dan Prince tahun 2005, pasien yang didiagnosa menderita ISK perlu diberikan terapi antibiotik, karena penyebab ISK adalah adanya infeksi Pathogen yang ada disaluran kemih.



36



Tabel 9. Ketepatan Indikasi Pasien ISK RS PKU Muhammadiyah Gamping berdasarkan Guideline Urinary Tract Infections No. 1. 2.



Ketepatan Tepat indikasi Tidak tepat Jumlah



Jumlah 109 0 109



Persentase 100% 100%



Dapat dilihat dari Tabel 9. bahwa seluruh pasien ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping periode januari-desember 2016 dapat dinyatakan tepat indikasi, karena keseluruhan pasien sudah terdiagnosa penyakit ISK melalui keputusan dokter yang memeriksa pasien tersebut. 2. Tepat Obat Tepat obat adalah kesesuaian pemilihan antibiotik dengan memperhatikan efektivitas antibiotik tersebut. Antibiotik yang digunakan seharusnya sudah terbukti efektif. dalam menangani penyakit tersebut. Antibiotik yang digunakan di RS PKU Muhammadiyah Gamping periode januari - desember 2016 adalah golongan sefalosporin generasi 3 yakni seftriakson, sefiksim, dan sefotaksim sedangkan selanjutnya antibiotik yang digunakan adalah dari golongan flurokuinolon yakni siprofloksasin dan levofloksasin. Acuan yang digunakan untuk menentukan ketepatan antibiotik tersebut adalah dari guideline of Urinary Tract Infections. Table.10 Keseusaian Penggunaan Antibiotik Tanpa Kombinasi berdasarkan Guideline of Urinary Tract Infections



37



Sesuai



Tidak sesuai



n(%)



n(%)



45



-



45 (41,7%)



Sefotaksim



16



-



16(14,8%)



Sefiksim



17



-



17(15,7%)



Nama Antibiotik



Jumlah



1 Sefalosporin Generasi 3



Seftriakson



2 Sefalosporin Generasi 3 3 Sefalosporin Generasi 3



No. Golongan Antibiotik



4



Flurokuinolon



Levofloksasin



13



13(12,0%)



-



5



Flurokuinolon



Siprofloksasin



17



17(15,7%)



-



108



30(27,7%)



78(72.3%)



Total



Pada Tabel.10 tersebut dapat dilihat bahwa kesesuaian penggunaan obat antibiotik tunggal pada pasien ISK RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan Guideline of Urinary Tract Infections hanya sebesar 27.7 %. Perbedaan



yang



signifikan



tersebut



disebabkan



karena



berbedanya



rekomendasi terapi ISK pada guideline dengan Formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping, pada formularium disebutkan bahwa seftriakson, siprofloksasin, sefiksim,dan sefotaksim dapat digunakan sebagai terapi Antibiotik dengan Indikasi ISK (Formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping, 2016).



Tabel 11. Kesesuaian Penggunaan Antibiotik Dengan Kombinasi Berdasarkan Guideline of Urinary Tract Infections



38



No.



Nama Antibiotik



Jumlah



Sesuai



Tidak sesuai n(%) 1 (20%)



1



Seftriakson – levofloksasin



1



n(%) -



3



Seftriakson – Siprofloksasin Sefotaksim – Levofloksasin



2



-



2 (30%)



1



-



1 (20%)



Seftriakson – Sefiksim Jumlah



2



-



2 (30%)



6



0



6 (100%)



4 5



Keterangan Pasien 3



Pasien 25, 109 Pasien77 Pasien 105,108



Untuk terapi kombinasi antibiotik, dari guideline Urinary Tract Infections yang digunakan sebagai acuan, tidak ada satupun terapi kombinasi antibiotik yang direkomendasikan. 3. Tepat Dosis Tepat dosis adalah Ketepatan memberikan takaran antibiotik untuk penyakit ISK kepada pasien agar mendapatkan terapi antibiotik yang konsentrasinya sesuai dalam darah sehingga mendapatkan efek terapi. Dosis, frekuensi, cara, dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang terlalu kecil (underdose) dapat menimbulkan efek terapi yang tidak maksimal. Sebaliknya pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang memiliki indeks terapi sempit (narrow therapeutic margin), akan sangat berisiko timbulnya efek samping (DEPKES, 2006). Dosis pemberian antibiotik pada pasien ISK dianalisis menggunakan standar Formularium Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2016. Pada



39



Formularium Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping 2016 disebutkan bahwa dosis seftriakson yang diberikan secara injeksi intramuscular dalam bolus intravena atau infuse 1 gr/ hr dalam dosis tunggal dan pada infeksi berat adalah 24 g/ hari. Untuk antibiotik sefotaksim diberikan 1 gram setiap 12 jam, maksimal 12 gram. Dosis sefiksim 100mg diberikan setiap 12 jam. Siprofloksasin diberikan secara i.v dengan dosis 200mg/100ml setiap 12 jam. Levofloksasin diberikan secara i.v 250-500 mg/ hari. ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel 12. sebagai berikut. Tabel 12. Distribusi Ketepatan Dosis Berdasarkan Formularium Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.



No.



Golongan Obat



1.



Sefalosporin geneasi 3



Dosis (mg)



Seftriakson



1000 2x sehari 50(41,7%)



Sefotaksim



1000 2x sehari



19(15.8%)



-



100



2x sehari



19(15.8%)



-



Siprofloksasin 200



2x sehari



15(12.5%)



-



Levofloksasin



1x sehari



17(14.2%)



-



Sefiksim 2. Flurokuinolon



Jumlah



500



Frek



Tepat n(%)



Tidak Tepat n(%) -



Nama Obat



120(100%)



Berdasarkan acuan dosis dari formularium Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping maka ketepatan dosis pada penggunaan antibiotik untuk penyakit ISK sebesar 100 %. 4. Tepat Pasien



40



Pemilihan antibiotik memiliki dasar pertimbangan tiap pasien meliputi kemungkinan terjadinya reaksi efek samping obat, gangguan fungsi hati atau ginjal dan adanya obat lain yang berinteraksi merugikan terhadap obat yang diresepkan. Pada pembahasan tepat pasien ini hanya ada 3 obat yang dapat dianalisis berdasarkan acuan yang digunakan yakni seftriakson, siprofloksasin dan sefalosporin. Pada guideline Urinary tract infections disebutkan bahwa reaksi efek samping yang mungkin dialami oleh pasien yang menggunakan sefalosporin adalah reaksi hipersensitivitas seperti ruam merah dan anafilaksis, selain itu dapat menyebabkan diare, superinfeksi dan sezures, sedangkan untuk flurokuinolon reaksi yang tidak diinginkan yang mungkin dapat terjadi adalah hipersensitivitas, fotosensitivitas, gangguan gastrointestinal, pusing, confusion dan tendonitis.



. Tabel 13. Distribusi Ketepatan Pasien berdasarkan Guideline of Urinary Tract Infections.



No. Golongan Antibiotik Nama Antibiotik 1



Sefalosporin Generasi 3



Siprofloksasin



Tepat



Tidak Tepat



n(%)



n(%)



50(60.5%)



0



41



2



Flurokuinolon



Siprofloksasin



16(18.6%)



3(3.7%)



3



Flurokuinolon



Levofloksasin



10(11.6%)



5(6%)



76(90.7%)



8(9.3%)



Total



Pada tabel.13 dapat dilihat bahwa ketidak tepatan pasien dalam penggunaan antibiotik adalah sebanyak 3 untuk siprofloksasin dan 5 untuk levofloksasin, ketidak tepatan ini disebabkan karena efek siprofloksasin dan levofloksasin yang dapat menyebabkan gangguan gastrointenstinal yang tidak cocok diberikan pada pasien dengan penyakit penyerta dispepsia.



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



A. Kesimpulan Gambaran penggunaan antibiotik pada pengobatan ISK rawat inap RS PKU Muhammadiyah Gamping pada periode Januari-Desember 2016 dengan jumlah sampel sebanyak 109 pasien adalah sebagai berikut :



42



1.



Pada terapi ISK di RS PKU Muhammadiyah Gamping terdapat 2



macam penggunaan obat antibiotik yakni tunggal dan kombinasi Distribusi penggunaan Antibiotik tunggal adalah seftriakson 41.7%, siprofloksasin 15.7%, sefiksim 15.7%, levofloksasin 12.0% dan sefotaksim 14.8%. Penggunaan antibiotik kombinasi adalah seftriakson - levofloksasin 20 %,seftriakson siprofloksasin 30 %, sefotaksim - levofloksasin 20 %,seftriakson - sefiksim 30 %. 2.



Kesesuaian data yang didapat dengan guideline Urinary Tract



Infections adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 29,4 %, tepat pasien 90,70 %. Untuk tepat dosis dibandingkan dengan formularium RS PKU Muhammadiyah Gamping 2016 adalah sebesar 100 %.



B. Saran 45



1. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mencatat hasil lab masing masing pasien agar analisis ketepatan pasien dapat lebih ditingkatkan lagi. 2. Memperbanyak bukti Ilmiah yang dapat digunakan sebagai acuan selain beberapa guideline yang disebutkan di metode penelitian.



43



DAFTAR PUSTAKA Aldy Wijaya Febrianto, Alwiyah Mukaddas dan Inggrid Faustin.2013 Rasionalitas Penggunaan Antibiotik pada pasian ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD Palu tahun 2012.Untand Aslam M., Tan CK, Prayitno , A 2003, Farmasi Klinis menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 322-333, Gramedia, Jakarta Asmah Useng, 2014, Analisis Penggunaan Antibiotik Pada Penyakit Infeksi Saluran Kemih Berdasarkan Evidance Base Medicine (EBM) di Rumah Sakit “X” Periode januari-juni 2013. Solo, UMS Ana. L. Flores-Mireles, Jennifer N Walker, Michael Caparon and Scott J. Hultgren, 2015, Urinary Tract Infections : Epidemiology, mechanisms of Infection



44



and Treatment Options. Washington University School of Medicine, Macmillan Publisher Limited. USA. Boyko EJ, Fihn SD, Scholes D, Abraham L, Monsey B. Risk of urinary tract infection and asymtomatic bacteriuria among diabetic andnondibetic postmenopausal women. Am J Epidemol 2005;161:557-64 Christiensen c.,2000, UTI dalam herfindal, E.T, Gourley, D.R., 2000. Textbook of theraupetics drugs & disease Management. Seventh edition, 1451- 1465, lippincott williams & wilkins, Philadelphia Depkes RI. 2014. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: DepkesRI. Departemen Kesehatan RI. (2006). Modul Penggunaan Obat Rasional. Jakarta:Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Direktorat Bina Pengggunaan Obat Rasional Dorland, W.A. Newman. Kamus kedokteran Dorland. Ed.31. jakarta:EGC;2010 Elly Puspitasari 2015. Evaluasi penggunaan Antibiotik pada pasien Infeksi saluran Kemih di Instalasi Rawat Inap RSPAU dr. S. Hardjolukito Yogyakarta tahun 2014. Solo, UMS



Formularium Obat RS PKU Muhammadiyah Gamping (2016). Yogyakarta: RS PKU Muhammadiyah Gamping Grabe M, Bartoletti R, Johansen Bjerklund T E, et al. Guideline in Urological Infection: Classification of UTI. European Association of Urology ; 2015. Grace, P.A & Borley, N.R ( 2007). At a Glance Ilmu bedah, Jakarta: Erlangga Istiantoro, Y.H., dan Gan, V.H.S., 2005, Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam Lainnya, dalam Ganiswarna, S.G., Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, 622 – 625, Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 47 Junizaf, H., Josoprawiro, H. M. J. & Santoso, B. I., 1994, Saminar Infeksi Saluran Kemih Pada Wanita, Jakarta, FKUI, 29-30.



Katzung G. Bertram 1998, Farmakologi Dasar Klinik, Edisi Keenam, EGC, Jakarta Katzung, B. Basic & Clinical Pharmacology - 10 th : Beta Lactam & Other Cell Wall- & Membrane Active Antibiotics. Lange 2007;43;1037-1054. KEMENKES RI, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta



45



Kurniawati R., 2012 Raisonalitas Penggunaan Antibiotik pada Pasien ISK di Instalasi Rawat Inap RSUD Antapura Palu tahun 2010 Krisnadi, S. (2005). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi Ed. 2 FK Universitas Padjajaran Jakarta : EGC Meisien, (2005) Profil Infeksi saluran kemih pada Anak di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Tesis pasca sarjana Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia M.J. Lopez Furst., A. Mykietiuk., P. Pessacq., P.G. Scapellato., L. Clara., C. Nemirovsky., A. Otreras., J. Martinez., M. Gañete., G. Bertoni., A. Sandor., M. Galvez., A. Crespo., M. Peralta., F. Barberis., (2018). International Journal of Infectious Disease. https://www.ijidonline.com/article/S1201-9712(18)33529X/abstract diakses pada 27 September 2018 Mims, C., dockrell H., Goering R., Roitt I., wakelin, d., Zuckerman, M., 2004, Medical microbiology (3rd ed) new york: 241-247 Mullenix T.A., Price., 1997, UTI dalam Dipiro, J.T., Talbart, R.L., Yee, GC., Pathophysiology Approach thrid Edition pp 2173-2190, appleton & lange, stamford. Mycek, J. M., Harvey R.A., Champe P.C., 2001, Farmakologi ulasan bergambar Widya Madika. Naber., KG., Morrissey., I., Ambler., J.E., 2000. Clinician’s manual on Urinary tract infections and fluoroquinolones. 12-43, science press, London National Kidney ad Urologic Diese Information Clearing House (NKUDIC), (2012), Urinary Tract Infection In Adult. http; kidney.niddk.nih.gov/kudiseases/pubs/utiadult/ diakses tanggal Permenkes RI 2016. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Jakarta Purnomo B.B., (2015) Dasar- dasar urologi Ed. 3 RSUD Dr. Saiful Anwar/ FK Universitas Brawijaya Malang : SS Ramanath KV., Shafiya SB., 2011, Prescription Pattern of Antibiotic Usage for Urinary Tract Infection Treated in a Rural Tertiary Care Hospital., S.A.C college of pharmacy B.G. Negara Samirah, Darwati, Windarwati, dan Hardjoeno, 2006, pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih, Indonesia journal of clinical pathology and medical Laboratory 12(3), Jakarta : 110-13



46



Sawalha, R. Prevalence of Urinary Tract Infection among Children of Primary Schools in Nablus 2009, An-Najah National University Faculty of Graduate Studies (unpublished master thesis). Schaeffer J.A. Infections of the urinary tract. Dalam : Walsh PC. Campbell`s Urology Vol 1. 8th edition. WB Saunders Company. 2002;533-553 Setiabudi, R. (2007). Pengantar Antimikroba. Dalam: Farmakologi dan Terapi Edisi 5.Jakarta: Gaya Baru. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G (2005) Brunner & sudarth’s text book of Medical Surgical Nursing 8th ed. Philladelpia: Lippicontt Sri Rezeki S negoro, Alan N Tumbaleka, Hindra Irawan Satari., 2001. Pengobatan Cefixime pada Demam Tifoid Anak, Sari Pediatri vol 2 No. 4 Sukandar, E., 2004, Infeksi Saluran Kemih Pasien Dewasa. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Hal:553-557 Sumardjo, Darmin. (2006). Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta. EGC Tjay, H.T., dan Rahardja, K.,2007, Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi VI, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Kompas-Gramedia, Jakarta. Wattimena, 1991, Farmakodinamik dan Terapi antibiotik, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Wells B.G, Dipiro J.T, Swhinghammer T.L,Dipiro cv. (2015). Pharmacotherapy Handbook: Infectious Disease. Ninth ed. Newyork: The MC Graw- Hill Companies Inc. World Health Organization. (1985). The rational use of drugs. Report of the Conference of Experts. Geneva. WHO.



56



LAMPIRAN Terapi kode JK Usia



Diagnosa Utama



Diagnosa Kedua



Obat



Dosis



Frekuensi



Rute



Lama Pemberian



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



3 hari



1-3



P1



L



36



ISK sistitis



P2



P



36



ISK sistitis



P3



P



51



ISK sistitis



dispepsia



Keterangan hari ke



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



2 hari



1-2



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-4



P4



P



40



ISK sistitis



P5



P



80



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



6 hari



1-6



P6



P



79



ISK sistitis



hipertensi



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



6 hari



1-6



dispepsia P7



P



71



ISK sistitis



57



P8



P



5



ISK sistitis



P9



L



74



ISK sistitis



P10



L



48



ISK sistitis



p11



P



64



ISK sistitis



DM dengan insulin



sefiksim



2 cth



12 jam



p.o



3 hari



1-3



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



1 hari



1



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



2 hari



3-4



seftriakson



P12



P



54



ISK sistitis



dispepsia



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



3 hari



1-3



P13



L



75



ISK sistitis



hipertensi



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



3 hari



1-3



Konstipasi P14



P



16



ISK sistitis



vertigo



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



3 hari



1-3



P15



P



49



ISK sistitis



hipertensi



seftriakson



2 gram



24 jam



i.v



6 hari



1-6



P16



P



51



ISK sistitis



anemia



seftriakson



1 gram



12 jam



iv



5 hari



1-6



DM dengan insulin



58



dispepsia P17



P



83



ISK sistitis



hipertensi



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



sefotaksim



1 gram



8 jam



i.v



2 hari



1-2



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



4 hari



2-5



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



8 hari



1-8



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



1 hari



9



dispepsia P18



P19



P



P



32



77



ISK sistitis



ISK sistitis



asma dispepsia



P20



P



71



ISK sistitis



P21



P



37



ISK sistitis



P22



P



39



P33



P



61



ISK sistitis



P24



P



49



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



7 hari



1-7



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



iv



5 hari



1-5



hipertensi



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



anemia defisiensi



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



59



P25



P26



P



P



38



63



ISK sistitis



ISK sistitis



DM dengan insulin



DM tanpa insulin



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



3 hari



2-4



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



8 hari



1-8



dispepsia P27



P



60



ISK sistitis



DM dengan insulin nyeri perut



P28



L



23



ISK sistitis



Kejang



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



5 hari



1-5



P29



L



81



ISK sistitis



stroke



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



7 hari



1-7



P30



P



39



batu ginjal



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



siprofloksasi n



200 mg



12jam



i.v



4 hari



1-4



gagal ginjal P31



P



61



ISK sistitis



dispepsia



60



P32



P



49



ISK sistitis



dm non insulin dependent



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



6 hari



1-6



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



200mg



12 jam



i.v



5 hari



1-5



dispepsia



P33



P



87



ISK sistitis



abdominal pain bagian atas



P34



P



59



ISK sistitis



dm dengan siprofloksasi insulin n



sefotaksim



dislipidemia P35



L



3



ISK sistitis



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P36



P



50



ISK sistitis



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



5 hari



1-5



P37



L



75



ISK sistitis



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



iskemik heart seftriakson desease CHF CKD



61



P38



L



58



ISK sistitis



dm non insulin dependent



levofloksasin



500mg



24 jam



i.v



3 hari



1-3



sefiksim



100mg



12 jam



p.o



5 hari



1-5



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



sefotaksim



1gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



5hari



4-8



hipertensi P39



L



35



ISK sistitis



coronary arteri desease GERD dispepsia



P40



P



75



ISK sistitis



hipertensi anorexia



P41



P



78



ISK sistitis



asma



P42



L



21



ISK sistitis



nephorgia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



P43



P



75



ISK sistitis



dm dengan levofloksasin 500 mg insulin



24 jam



i.v



4 hari



1-4



P44



P



14



ISK sistitis



12 jam



i.v



5 hari



1-5



sefotaksim



1 gram



62



P45



P



21



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P46



P



20



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P47



L



56



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P48



P



56



ISK sistitis



hipertensi



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



dispepsia chepalgia P49



P



61



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



P50



L



70



ISK sistitis



Anemia



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



1 hari



1



P51



P



1



ISK sistitis



epilepsi



sefotaksim



500 mg



8 jam



i.v



4 hari



1-4



P52



P



54



ISK sistitis



CGF



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



4 hari



1-4



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



6 hari



1-6



coletiasis P53



P



79



ISK sistitis



asma dispepsia



63



P54



P



51



ISK sistitis



P55



L



22



ISK sistitis



dm dengan siprofloksasi insulin n



200 mg



12 jam



i.v



5 hari



1-5



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



6 hari



1-6



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



irregular levofloksasin 500 mg menstruasi



24 jam



p.o



1 hari



6



hipertensi



dispepsia batu ginjal



P 56



P57



P



P



27



74



ISK sistitis



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



iskemik heart desease P58



P



15



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P59



P



70



ISK sistitis



dm dengan insulin



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



6 hari



1-6



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



hipertensi dispepsia P60



P



72



ISK sistitis



diare



64



hipertensi P61



L



55



ISK sistitis



dm dengan insulin



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



8 hari



1-8



P62



L



57



ISK sistitis



hipertensi



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



sefiksim



500 mg



12 jam



p.o



3 hari



1-3



trombosipeni levofloksasin 500 mg a



24 jam



i.v



7 hari



1-7



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



3 hari



1-3



seftriakson



1gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



P63



L



80



ISK sistitis



dispepsia P64



P



76



ISK sistitis



Hipoalbumin sefotaksim



P65



P



8



ISK sistitis



P66



P



39



ISK sistitis



P67



P



27



ISK sistitis



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



P68



P



54



ISK sistitis



anemiakronik sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



3hari



1-3



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



GERD



CKD P69



L



1



ISK sistitis



diare



sefotaksim



65



P70



P71



P



P



70



64



ISK sistitis



dispepsia



ISK sistitis



dm non insulin dependent



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



5 hari



1-5



seftriakson



hipoglikemi P72



L



68



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



8 hari



1-8



P73



P



77



ISK sistitis



anoreksia



siprofloksasi n



200 mg



24 jam



i.v



4 hari



1-4



P74



P



47



ISK sistitis



CHF



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



dispepsia P75



P



30



ISK sistitis



GERD



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



1 hari



1



P76



P



83



ISK sistitis



DM dengan insulin



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P77



P



64



ISK sistitis



DM dengan insulin



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



hiperglekimia levofloksasin 500 mg



24 jam



i.v



5 hari



1-5



66



P78



P



81



ISK sistitis



P79



L



82



ISK sistitis



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



4 hari



1-4



hiperkalemia seftriakson hipertensi dispepsia anoreksia



P80



L



4



ISK sistitis



konstipasi



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



P81



P



61



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P82



P



20



ISK sistitis



dispepsia



sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



1 hari



1



P83



P



62



ISK sistitis



DM tanpa insulin



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



6 hari



1-6



P84



P



40



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P85



P



58



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



P86



P



61



ISK sistitis



dispepsia



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P87



P



42



ISK sistitis



DM dengan insulin



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



67



P88



P



35



ISK sistitis



P89



P



67



ISK sistitis



dispepsia



24 jam



i.v



5 hari



1-5



200mg



12 jam



i.v



4 hari



1-4



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



levofloksasin 500 mg



DM dengan siprofloksasi insulin n hipertensi DM dengan insulin



P90



P



68



ISK sistitis



P91



P



74



ISK sistitis



sefiksim



100mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



P92



P



59



ISK sistitis



siprofloksasi n



200mg



12 jam



i.v



5 hari



1-5



P93



P



71



ISK sistitis



sefiksin



100 mg



12 jam



p.o



2 hari



1-2



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



5 hari



1-5



sefiksim



100 mg



12 jam



i.v



2 hari



1-2



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



8 hari



1-8



DM dengan insulin hipertensi dispepsia



P94



L



81



ISK sistitis



P95



P



6



ISK sistitis



P96



P



49



ISK sistitis



DM dengan insulin



vertigo



68



hipertensi dispepsia P97



L



53



ISK sistitis



hipertensi



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



p.o



2 hari



1-2



P98



P



26



ISK sistitis



Campak



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



6 hari



1-6



P99



L



21



ISK sistitis



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



P100 L



42



ISK sistitis



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



1 hari



1



P101 L



3



ISK sistitis



Sefiksim



100 mg



12 jam



p.o



1 hari



1



P102



P



17



ISK sistitis



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



1hari



1



P103



P



23



ISK sistitis



sefotaksim



1 gram



12 jam



i.v



3 hari



1-3



P104



P



21



ISK sistitis



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



P105



P



18



ISK sistitis



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



sefiksim



100mg



p.o



4 hari



1-4



dispepsia



69



P106



P



58



ISK sististis



dm non insulin dependent



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



4 hari



1-4



batu ginjal P107



P



23



ISK sististis



P108



P



21



ISK sististis



P109 L



20



ISK sististis



dispepsia



1-4



sefiksim



100mg



12 jam



p.o



3 hari



1-3



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



sefiksim



100mg



12 jam



p.o



4 hari



1-4



seftriakson



1 gram



12 jam



i.v



4 hari



1-4



siprofloksasi n



200 mg



12 jam



i.v



4 hari



1-4



70