8 0 902 KB
BAB I PENDAHULUAN Oksigen diperlukan untuk mempertahankan integritas sel, fungsi metabolisme sel dan perbaikan pada jaringan yang luka. Oksigen tidak hanya diperlukan sebagai energi pada proses metabolisme tapi juga sangat diperlukan oleh sel polimorfonuklear, proliferasi fibroblas, dan deposisi kolagen.1 Pada proses penyembuhan luka suplai oksigen yang cukup sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan perbaikan jaringan. Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan bentuk pengobatan dimana penderita harus berada dalam ruangan bertekanan dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar daripada udara atmosfer normal, yaitu sebesar 1 atm (760 mmHg). Keadaan ini dapat dialami oleh seseorang pada waktu menyelam atau berada dalam ruangan udara bertekanan tinggi (hyperbaric chamber) yaitu suatu ruang kedap udara terbuat dari perangkat keras yang mampu diberikan tekanan lebih besar dari 1 atm (ruang kompresi) beserta sumber oksigen dan sistem penyalurannya ke dalam ruang rekompresi tersebut. 1,2 Terapi oksigen hiperbarik untuk pertama kalinya digunakan pada penyakit dekompresi (Decompression Illness), yaitu suatu penyakit yang dialami oleh penyelam dan pekerja tambang bawah tanah akibat penurunan tekanan saat naik ke permukaan secara mendadak. Dari berbagai penelitian terungkap bahwa oksigen hiperbarik mempunyai manfaat lebih, tidak terbatas pada kasus-kasus penyelaman saja. Salah satu contoh terapi oksigen hiperbarik yang berhasil yang akan dibahas dalam referat ini ialah kegunaannya sebagai terapi penunjang / adjuvant therapy dalam kasus fraktur tulang.
1
BAB II FRAKTUR 2.1.
Definisi10,11 Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung
dan
trauma
tidak
langsung.
Trauma
langsung
menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur.
2.2.
Klasifikasi Fraktur10,11,12,13,14
Fraktur dibedakan atas beberapa klasifikasi, antara lain: 1. Klasifikasi Etiologis
Fraktur traumatik
: Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur patologis
:
Terjadi
karena
kelemahan
tulang
sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
Fraktur stress
: Terjadi karena adanya trauma yang
terus menerus pada suatu tempat tertentu.
2
2. Klasifikasi Klinis
Fraktur tertutup (simple fracture) Suatu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
Fraktur terbuka (compound fracture) Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without (dari luar)
Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, infeksi tulang.
Gambar II.1. Klasifikasi klinis fraktur.14
3
3. Klasifikasi Radiologis Klasifikasi ini berdasarkan atas: A. Lokalisasi
Diafisis
Metafisis
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
B. Konfigurasi
Fraktur transversal, garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100o dari sumbu tulang)
Fraktur obliq, garis patah tulang melintang sumbu tulang (100o dari sumbu tulang)
Fraktur spiral, garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih
Fraktur segmental
Fraktur kominutif (comminuted), fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur kompresi, biasanya pada vertebrae karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo, misalnya fraktur epikondilus humeri, fraktur trokanter mayor, fraktur patella
Fraktur depresi, karena trauma langsung, misalnya pada cranium
Fraktur impaksi
4
Fraktur pecah (burst), dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah, misalnya pada fraktur vertebrae, patella, tallus, kalkaneus
Fraktur epifisis
C. Menurut Existensi
Fraktur complete
Fraktur torus
Fraktur green stick
Gambar II.2. Jenis-jenis bentuk fraktur.
5
D. Menurut hubungan antara fragmen satu dengan fragmen lainnya16
Tidak bergeser (undisplaced) Fragmen tulang fraktur masih terdapat pada tempat anatomisnya.
Bergeser (displaced) Fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya. Bergeser dapat terjadi dalam 6 cara: o Shifted Sideways
: menggeser ke samping
tetapi dekat o Angulated
: membentuk sudut tertentu
o Rotated
: memutar
o Distracted
: saling menjauh karena ada
interposisi o Overriding
: garis fraktur tumpang tindih
o Impacted
: satu fragmen masuk ke fragmen
yang lain
Gambar II.3. Jenis fraktur overriding dan distraction.
6
2.3. Bone Healing Healing dari fraktur dibagi menjadi 2 tipe:8
Direct healing atau primer oleh remodeling internal Yaitu hanya terjadi dengan stabilitas mutlak dan merupakan proses biologis remodeling tulang osteonal.
Indirect healing atau sekunder oleh formasi kalus Yaitu terjadi dengan stabilitas relatif (metode fiksasi fleksibel). Hal ini sangat mirip dengan proses pembentukan tulang embriologis dan meliputi
baik
endochondral.
pembentukan Pada
fraktur
tulang
intramembraneous
diaphyseal,
akan
ditandai
dan
dengan
pembentukan kalus.
Bone healing dibagi menjadi 4 tahap menurut AO, yakni 1. Inflamasi Setelah fraktur terjadi, proses inflamasi akan terjadi secara cepat dan bertahan hingga jaringan fibrosa, kartilago, atau formasi tulang dimulai (1-7 hari post fraktur). Pada awalnya, terjadi pembentukan hematom dan eksudat inflamatorik dari pembuluh darah yang ruptur. Nekrosis tulang terlihat pada ujung fragmen fraktur. Cedera pada jaringan lunak dan degranulasi dari trombosit akan
mengakibatkan
dilepaskannya
sitokin-sitokin
yang
memungkinkan terjadinya respon inflamasi seperti vasodilatasi dan hyperemia, migrasi dan proliferasi dari neutrofil polimorfonuklear, makrofag, dan lain-lain. Di dalam hematom, terdapat jaringan fibrin, retikulin, serta kolagen. Hematom dari fraktur akan digantikan oleh jaringan granulasi secara gradual. Osteoklas akan melakukan removal jaringan tulang nekrotik pada ujung fragmen.
7
Gambar III.1 Fase Inflamasi.8
2. Soft callus formation Akhirnya, edema dan nyeri akan berkurang dan saat itulah terbentuk soft callus. Hal ini terjadi saat fragmen tulang tidak lagi dapat bergerak secara bebas, yakni 2–3 minggu post fraktur.
Gambar III.2. Fase Pembentukan soft callus. Terjadi penggantian jaringan granulasi dalam kalus oleh jaringan fibrosa dan tulang rawan, serta jaringan vaskuler yang baru ke dalam kalus kalsifikasi. Proses ini dimulai di perifer dan bergerak menuju ke pusat. 8
8
Di akhir tahap pembentukan soft callus, akan terjadi stabilitas yang cukup untuk mencegah shortening, meskipun angulasi pada tempat fraktur masih dapat terjadi. Tahap ini ditandai oleh tumbuhnya kalus.
Sel – sel progenitor pada cambial layer dari
periosteum
endosteum
dan
distimulasi
untuk
membentuk
osteoblast. Pertumbuhan tulang intramembranosa terjadi jauh daripada fracture gap, membentuk woven bone di periosteal, dan memenuhi kanal intramedulla. Pertumbuhan dari kapiler-kapiler pembuluh darah ke dalam kalus akan meningkatkan vaskularitas. Di dekat fracture gap, sel-sel progenitor mesenkimal akan berproliferasi dan bermigrasi melalui kalus, kemudian berdiferensiasi membentuk fibroblast dan kondrosit, yang masing-masing memiliki matriks ekstraseluler yang berbeda dan secara perlahan menggantikan hematom. 8 3. Pembentukan Hard callus Saat ujung-ujung fraktur disatukan kembali oleh soft callus, maka
pembentukanhard callus dimulai dan bertahan hingga
fragmen-fragmen tersebut akhirnya disatukan oleh tulang yang baru (3–4 bulan). Jaringan lunak yang terletak di dalam fracture gap kemudian mengalami osifikasi endochondral dan kalus kemudian dikonversi menjadi jaringan rigid yang mengalami kalsifikasi (woven bone). Pertumbuhan kalus tulang terjadi pada bagian perifer dari tempat fraktur, yakni tempat tegangan minimal. Sehingga pembentukan hard callus dimulai dari perfier menuju ke sentral dari fraktur dan fracture gap.
9
Gambar III.3 Gambaran kalus pada X-ray9
10
Gambar III.4. Fase hard callus. Konversi lengkap dari kalus menjadi jaringan yang terkalsifikasi melalui osifikasi intramembranosa dan endochondral.8
11
4. Remodeling Fase remodeling dimulai saat fraktur telah menyatu oleh woven bone. Woven bone secara perlahan akan digantikan oleh lamellar bone melalui proses surface erosion dan osteonal remodeling. Proses ini dapat berlangsung beberapa bulan hingga beberapa tahun.Hal ini berlangsung sampai tulang telah benarbenar kembali ke morfologi aslinya.
Gambar III.5 Fase remodeling. Konversi woven bone menjadi lamellar bone melalui proses surface erosion dan osteonal remodeling. 8
Proses penyembuhan tulang bersifat multifaktorial (lihat tabel 3.1). 10 Tabel 3.1Faktor yang Menghambat proses penyembuhan Tulang Umur >40 tahun Faktor komorbiditas (hipertensi, diabetes mellitus) Penggunaan obat-obatan (Obat anti inflamasi non-steroid/NSAID, kortikosteroid) Perokok
12
Nutrisi yang buruk Fraktur terbuka dengan suplai darah yang buruk Trauma multiple Disertai Infeksi local
13
2.4.
Diagnosis Fraktur15,16,17 2.4.1. Anamnesis Biasanya
penderita
datang
dengan
suatu
trauma
(traumatik, fraktur), baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus dilakukan
dengan
cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain. Penderita
biasanya
datang
karena
adanya
nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain.
2.4.2. Pemeriksaan fisik,18 Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya: 1. Syok, anemia atau perdarahan. 2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga thoraks, panggul dan abdomen. 3. Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
2.4.3. Pemeriksaan lokal18,19,20,21 1. Inspeksi (Look)
Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau fraktur terbuka, dasar luka, dan warna kulit
Bandingkan dengan bagian yang sehat
Perhatikan posisi anggota gerak 14
Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan perpendekan
Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
2. Palpasi Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh sangat nyeri.
Temperatur kulit
Nyeri tekan: nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
Krepitasi: ditemukan secara “tidak sengaja” saat gerak aktif maupun pasif
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma sesuai dengan anggota gerak yang terkena
Capillary Refill (pengisian) pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma
Pemeriksaan
neurologis
berupa
pemeriksaan
saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelelahan
neurologis,
yaitu
neuropraksia,
aksonotmesis atau neurotmesis.
Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai
15
3. Pergerakan (Movement) Dengan cara mengajak penderita untuk menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proximal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
4. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan,
lokasi
serta
extensi
fraktur.
Untuk
menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka sebaliknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis:
Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi
Untuk konfirmasi adanya fraktur
Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya
Untuk menentukan teknik pengobatan
Untuk menentukan fraktur itu baru atau tidak
Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler
16
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:17
Two
views:
proyeksi AP/AnteroPosterior
dan
Lateral, karena proyeksi yang salah akan dapat memberikan
informasi
yang
salah,
maka
pemeriksaan radiologis harus benar-benar AP dan lateral.
Two joints: terlihat dua sendi, pada bagian proksimal dan distal fraktur.
Two limbs: dua anggota gerak sisi kanan dan kiri, terutama pada fraktur epifisis.
Two injuries: biasanya pada multiple trauma yang bisa melibatkan trauma di tempat lain dalam tubuh.
Two times: Pada fraktur tertentu misalnya fraktur tulang skafoid, foto pertama biasanya tidak jelas sehingga biasanya diperlukan foto berikutnya 1014 hari kemudian.
17
2.5.
Penatalaksanaan Fraktur16,18,22,23,24 2.5.1. Penatalaksanaan secara Umum Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas
(airway),
proses
pernafasan
(breathing)
dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period4-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Anamnesis menurut pedoman ATLS mengikuti akronim AMPLE, yakni:25
A : Alergi
M :
Medikasi
yang
dikonsumsi
sebelum
kecelakaan
P : Past History / riwayat penyakit yang relevan
L : Last meal /makanan yang dikonsumsi sebelum kecelakaan
E : Events related to the accident/ kejadian terkait kecelakaan, termasuk keadaan alam, kecepatan saat terjadinya kecelakaan, apa yang sebenarnya terjadi?
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
18
2.6.
Penatalaksanaan Kedaruratan25,26,27 Segera setelah cedera, biasanya pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat
menyebabkan
nyeri,
kerusakan
jaringan
lunak
dan
perdarahan lebih lanjut. Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang baik sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang baik, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi ke jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan di atas.
19
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
2.7.
Prinsip Penanganan Fraktur Prinsip 4R (Chairudin Rasjad): 1. Recognition
: diagnosis dan penilaian fraktur
2. Reduction: reduksi 3. Retention : immobilisasi 4. Rehabilitation
: mengembalikan
aktivitas
fungsional
semaksimal mungkin Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil.
Sedangkan
penatalaksanaan
definitif
fraktur
adalah
imobilisasi dengan menggunakan gips atau terapi operatif dengan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) maupun Open Reduction and External Fixation(OREF). Enam prinsip umum dalam penatalaksanaan fraktur antara lain:18 1. Jangan perberat kondisi penderita/Do no harm Tidak jarang kasus yang berkaitan dengan fraktur serta komplikasinya berkaitan dengan tatalaksana dari fraktur itu sendiri(iatrogenik). Pencegahan terjadinya kasus-
20
kasus iatrogenik ini ialah dengan mengikuti prosedur dan prinsip penanganan fraktur secara tepat, antara lain:
Tidak mengakibatkan cedera lebih lanjut terhadap jaringan lunak pada saat pertolongan pertama atau saat transportasi pasien ke rumah sakit
Tidak memberi cedera pada pembuluh darah, saraf, dan kulit akibat pemasangan gips yang tidak tepat atau pemasangan traksi yang berlebihan
Tidak membuka port d’ entrée infeksi pada lokasi fraktur atau pada aplikasi ORIF atau tindakan debridemen yang tidak adekuat
2. Tatalaksana berdasarkan diagnosis yang akurat dan prognosis/ Base treatment on an accurate diagnosis and prognosis Dalam memperoleh diagnosis yang tepat, informasiinformasi
penting
berkaitan
dengan
pasien
harus
diperoleh sehingga dengan demikian dapat diambil kesimpulan prognosis dari cedera yang terjadi. Selain itu, pemilihan metode yang spesifik dari penanganan fraktur juga harus berdasarkan prognosis yang telah diputuskan. Berikut ini faktor-faktor yang penting dalam menilai prognosis:
Usia pasien
Lokasi dan konfigurasi fraktur
Jumlah initial displacement
Suplai darah pada fragmen fraktur
Pada umumnya apabila kalus external (periosteal) dapat diharapkan, seperti pada fraktur shaft tanpa disrupsi periosteal yang berlebihan, atau pada keadaan dimana 21
kombinasi
kalus
periosteal
dan
endosteal
dapat
diharapkan, seperti pada fraktur metaphyseal yang mengalami impaksi, maka reduksi yang sempurna serta fiksasi yang rigid tidak diperlukan. Sebaliknya pada keadaan dimana penyembuhan dapat terjadi dari kalus endosteal saja, seperti pada fraktur neck of femur, dimana periosteum tipis atau pada fraktur intra artikular dari tulang-tulang yang kecil, seperti fraktur carpal scaphoid, maka reduksi sempurna dan fiksasi rigid diperlukan. Penentuan awal harus ditujukan kepada, apakah fraktur tersebut memerlukan reduksi atau tidak, kemudian apabila diperlukan, tipe apa yang terbaik, apakah open atau closed. Kemudian penentuan kedua harus dipilih tipe imobilisasi yang tepat, apakah eksternal atau internal. 3. Select treatment with specific aims Tujuan yang spesifik dari tatalaksana fraktur secara umum ialah :
Untuk menghilangkan nyeri Tulang bukanlah komponen yang relatif sensitif. Nyeri yang muncul justru berasal dari komponen jaringan
lunak,
endosteum.
termasuk
Nyeri
akan
periosteum diperburuk
dan
dengan
pergerakan dari fragmen-fragmen fraktur, spasme otot, serta edema progresif pada ruang tertutup. Oleh karena itu, untuk mengurangi nyeri tentunya pergerakan
fragmen
harus
dicegah
dengan
imobilisasi dan menghindari pemasangan cast atau encircling bandage yang terlalu ketat. Pada hari-hari pertama post fraktur dapat diberikan analgesik
22
Untuk memperoleh posisi yang tepat dari fragmenfragmen fraktur dan mempertahankannya Beberapa fraktur tidak terjadi displacement atau displacement yang sangat minimal, sehingga tidak dibutuhkan reduksi. Reduksi dibutuhkan untuk memperoleh
fungsi
yang
optimal,
mencegah
timbulnya arthritis sendi, serta untuk memperoleh bentuk klinis yang baik dari tempat terjadinya cedera. Bentuk yang sempurna secara radiologis tidak diperlukan, oleh karena bukan tampilan radiologisnya lah yang diterapi, melainkan pasien itu sendiri. Maintenans dari fragmen fraktur yang sudah direduksi memerlukan adanya imobilisasi, yang
dapat diperoleh
dari
berbagai
macam
metode, antara lain continous traction, plaster-of Paris, fiksasi eksternal, dan fiksasi internal, tergantung dari derajat stabilitas dan instabilitas dari reduksi yang dilakukan.
Untuk memungkinkan terjadinya union Pada sebagian besar fraktur, union merupakan proses alamiah yang akan terjadi seiring proses penyembuhan, namun pada beberapa kasus fraktur
dimana
terjadi
robekan
masif
dari
periosteum dan jaringan lunak sekitarnya, atau pada kasus nekrosis avaskular dari satu atau beberapa fragmen fraktur, union harus difasilitasi dengan menggunakan autogenous bone grafts pada
awal
proses penyembuhan
awal
atau
kemudian.
Untuk mengembalikan fungsi optimal dari bagian tubuh yang mengalami cedera
23
Saat periode imobilisasi dari fraktur yang sedang mengalami proses penyembuhan, atrofi otot harus dicegah dengan latihan aktif statik (isometrik) dari otot
yang
mengontrol
lokasi
cedera
yang
diimobilisasi dan latihan aktif dinamik (isotonik) dari otot-otot tubuh dan anggota gerak lainnya. Hal ini untuk meningkatkan sirkulasi darah lokal, dan memfasilitasi gerakan sendi yang normal dan fungsi yang optimal dari anggota gerak yang cedera dan anggota tubuh lainnya yang tidak cedera. 4. Cooperate with “Laws of Nature” Terapi dari fraktur harus bersifat kooperatif terhadap proses penyembuhan alamiah. Sebagai contoh proteksi yang inadekuat dan imobilisasi, traksi yang berlebihan, destruksi pembuluh darah intraoperatif, serta infeksi post operatif
dapat
mengakibatkan
terhambat
bahkan
gagalnya proses penyembuhan. 5. Make treatment realistic and practical Ada 3 pertanyaan utama sehubungan dalam memilih metode terapi yang tepat, antara lain:
Tujuan spesifik apakah yang ingin dicapai dari metode yang dipilih?
Apakah metode yang dipilih dapat menunjang tujuan/target terapi spesifik yang telah dibuat?
Apakah metode dan tujuan terapi yang hendak dicapai sebanding dengan hal lain yang harus pasien tanggung, seperti resiko, biaya, serta waktu yang harus ia habiskan di rumah sakit. Sebagai contoh, pada fraktur intertrokanter femur pada
24
orang lanjut usia akan selalu terjadi union apabila diterapi baik dengan
continous traction dan
prolonged immobilization (bed rest) atau dengan ORIF dan early mobilization. Untuk kasus seperti ini , bed rest dalam jangka panjang di rumah sakit untuk orang lanjut usia dianggap terlalu beresiko oleh
karena
dapat
mengakibatkan
kejadian
patologis serial yang mengarah kepada penurunan kondisi pasien secara umum, oleh karena itu, keputusan untuk dilakukan operasi memiliki resiko yang lebih minimal dibanding pilihan bed rest jangka panjang. 6. Select treatment as an Individual Masing-masing
kasus
fraktur
dapat
menjadi
permasalahan yang sangat berbeda antar individu, sehubungan dengan usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan riwayat kesehatan pasien. Sebagai contoh, adanya malunion fraktur klavikula yang terjadi pada seorang anak kecil bukanlah masalah yang besar oleh karena tulang klavikula tersebut akan mengalami remodeling seiring pertumbuhannya, atau pada seorang buruh (karena penampilan fisik bukanlah hal utama), namun dapat menjadi masalah besar jika individu yang terkena berprofesi sebagai seorang model atau aktris.
Reduksi Tertutup diindikasikan untuk keadaan berikut: a. Fraktur tanpa pergeseran, b. Fraktur yang stabil setelah reposisi/reduksi, c. Fraktur pada anak-anak, d. Cedera jaringan luka minimal, e. Trauma berenergi rendah
25
Reduksi Terbuka diindikasikan untuk keadaan berikut: a. Kegagalan dalam penanganan secara reduksi tertutup, b. Fraktur yang tidak stabil, c. Fraktur intraartikuler yang mengalami pergeseran dan d. Fraktur yang mengalami pemendekan. Tujuan pengobatan fraktur : 29,30 1.
REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomis
Tertutup : fiksasi eksterna, Traksi (kulit, sekeletal)
Terbuka : Indikasi: o Reposisi tertutup gagal o Fragmen bergeser dari apa yang diharapkan o Mobilisasi dini o Fraktur multiple o Fraktur Patologis IMOBILISASI / FIKSASI31
2.
Tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai union. Jenis Fiksasi :
Exernal o Gips
(
plester
cast)
imobilisasi
relatif,
diindikasikan pada fraktur yang tidak terjadi displacement
namun tidak stabil. Contohnya
pada fraktur tulang panjang yang mengalami
26
shifting sideways, namun tidak ada angulasi dan rotasi yang signifikan dari fragmen fraktur. o Traksi 1) Traksi Gravitasi (misalnya U- Slab pada fraktur humerus) 2) Traksi Kulit, bertujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila berlebihan kulit akan lepas. 3) Traksi Skeletal, contohnya K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Gambar II.3 Kirschner wires ("K" wires) untuk menstabilisasi fraktur distal radius Komplikasi Traksi: 1. Gangguan sirkulasi darah Umumnya pada penggunaan beban > 12 kg 2. Nerve palsy 3. Sindrom kompartemen
27
4. infeksi, contohnya:Pin track infection
Indikasi Open Reduction and External Fixation / OREF : 1. Fraktur terbuka derajat III 2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas 3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler 4. Fraktur kominutif 5. Fraktur pelvis 6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF 7. Non union 8. Trauma multiple
28
Gambar II.4. Fiksator eksternal pada unstable distal radial fracture
Gambar II.5 . Fiksator eksternal
Internal/ ORIF : K-wire, plating, screw, K-nail
29
Gambar II.6 .ORIF(Open Reduction Intenal Fixation)
Gambar II.7 . Fiksator internal – Plate and Screw dan Intramedullary rod
30
Gambar II.8 Fraktur patella yang distabilisasi dengan circalage wire dan screws
31
3.
UNION Pada dewasa union darikortikal ialah 3 bulan, cancellous 6 minggu, sedangkan pada anak-anak ialah separuh dari orang dewasa 32
4.
REHABILITASI Intinya
bertujuan
mengembalikan
aktivitas
fungsional
semaksimal mungkin
2.6.
Komplikasi Fraktur
a. Komplikasi segera 1. Komplikasi lokal – dapat berupa kerusakan kulit, pembuluh
darah
(hematom,
kontusio),
kerusakan
saraf,
spasme
arteri,
dan
otot,
dan
kerusakan
kerusakan organ dalam.28 2. Komplikasi sistemik – syok. b. Komplikasi awal 1. Komplikasi lokal Yaitu sekuele dari komplikasi segera, berupa nekrosis kulit,
gangren,
persendian
trombosis (arthritis),
vena, dan
komplikasi pada
pada tulang
(infeksi/osteomyelitis). 2. Komplikasi sistemik Misalnya
emboli
lemak,
tetanus, delirium tremens.
32
emboli
paru,
pneumonia,
c. Komplikasi Lanjut 1. Komplikasi pada persendian Antara lain dapat terjadi kontraktur dan kekakuan sendi persisten, penyakit sendi degeneratif pasca trauma. 2. Komplikasi tulang Yakni penyembuhan tulang abnormal (malunion, delayed union dan non union).
Mal
union
adalah
keadaan
dimana
tulang
menyambung dalam posisi tidak anatomis, bisa sembuh dengan pemendekan, sembuh dengan angulasi, atau sembuh dengan rotasi.
33
a) b)
Gambar II.9 a) Metacarpal shaft malunion dengan angulasi dorsal b) Gambaran X Ray pada pasien yang sama (angulasi dorsal)
34
Delayed union adalah proses penyembuhan patah tulang yang melebihi waktu yang diharapkan, hal ini berarti bahwa proses terjadi lebih lama dari batas waktu yaitu umumnya 3-5 bulan.
Gambar II. 10 Delayed union pada fraktur scaphoid. Gambaran radiograf (A) menunjukkan fraktur dan resorpsi pada waktu 5 bulan. T1-weighted (B) and fatsuppressed T2-weighted (C) MRI menunjukkan fraktur tanpa adanya gambaran cairan synovial di antara fragmen.
Non union menurut Birnbaum adalah tidak adanya proses penyembuhan setelah 6 bulan32
35
Gambar II. 11 Nonunion pada tibia pada radiografi anteroposterior44
3. Komplikasi pada otot, misalnya miositis pasca trauma, ruptur tendon lanjut. 4. Komplikasi saraf, misalnya Tardy nerve palsy.
36
BAB III TERAPI OKSIGEN HIPERBARIK 3.1 PENDAHULUAN
Terapi hiperbarik oksigen (HBO) merupakan aplikasi dari pemberian tekanan absolut
Terapi HBO dilakukan dalam hyperbaric chamber, yang terdiri dari multiplace chamb
Gambar 3.1 Monoplace Chambers
Berikut ini keuntungan dan kerugian dari monoplace chambers:
KEUNTUNGAN Penanganan pasien individu privat &
pada kasus infeksi.
KERUGIAN Sangat mudah terbakar
dalam
lingkungan oksigen
Balk untuk perawatan intensif
Masker muka tidak dibutuhkan, lebih
pasien
nyaman.
chamber
Ideal untuk membatasi perawatan
ruangan tambahan disisinya
pasien dalam masa akut dari
Hubungan
langsung
terbatas, yang
kelumpuhan.
Mudah untuk mengobservasi pasien.
Dapat mudah dioperasikan dan ditempatkan dimana saja di rumah sakit Membutuhkan sedikit tenaga
37
dengan
kecuali
pada
mempunyai
Terapi fisik tidak nyaman karena keterbatasan tempat
penyakitnya atau luka-luka,
operator Sedangkan keuntungan dari Multiplace chambers antara lain:48
Memberikan terapi dalam jumlah banyak .
Bahaya kebakaran kurang.
Terapi fisik dapat dilaksanakan dalam chamber
Tekanan dapat dinaikan sampal 6 ATA untuk situasi khusus, seperti dalam emboliudara dan penyakit dekompresi.
Prosedur
bedah
minor
dapat
dikerjakan
di
Multiplace
Hyperbaric Chamber,
Gambar 3.2Multiplace chambers70 3.2
Prinsip Dasar Terapi Oksigen Hiperbarik49,50,51 Tekanan atmosfer diukur menggunakan beberapa satuan unit yang setara, seperti 1 atm = 760 mmHg , atau Torr 760. Satu
38
atmosfer sama dengan tekanan yang diberikan dalam 10 meter air laut. Dalam kedalaman 10 meter atau 33 kaki, seorang penyelam terekspos 2 ATA (yakni 1 atmosfer dari atas permukaan laut dan 1 dari tekanan 10 meter air laut). Kebanyakan terapi hiperbarik menggunakan tekanan 2.0 sampai dengan 3.0 ATA (1 atmosfer dari atmosfer bumi ditambah 1 atau 2 atmosfer dari tekanan hyperbaric chamber). Prinsip fisika dibalik terapi HBO ialah hukum gas ideal. Hukum Dalton mengemukakan bahwa tekanan total dari berbagai macam campuran gas sama dengan total tekanan parsial dari masing-masing gas. Udara yang kita hirup berasal dari campuran gas, yang terdiri dari 21% oksigen dan 78% nitrogen, dan 1 % ialah campuran gas-gas lainnya. Oleh karena total tekanan udara lingkungan ialah 760 mm Hg, maka tekanan parsial nitrogen sama dengan 0.78 x 760 atau 593 mm Hg, dan PO 2 = 0.21 x 760 atau 160 mm Hg. Seiring tekanan total campuran gas meningkat, tekanan parsial masing-masing gas juga ikut meningkat. Hukum Henry menyatakan bahwa tekanan parsial gas yang bercampur dalam cairan setara dengan tekanan yang dikeluarkan oleh gas. Terapi HBO meningkatkan PO 2 lingkungan dan mengakibatkan peningkatan yang signifikan dari jumlah oksigen yang larut dalam darah. Pasien yang berada padahyperbaric chamber yang diberi tekanan 2 ATA akan menghirup 21% oksigen dua kali lebih banyak molekul oksigen dalam setiap napas. Hal ini akan ekuivalen dengan menghirup 42% oksigen pada 1 ATA. Kadar Oksigen dalam darah ialah total oksigen yang dibawa oleh hemoglobin dan oksigen yang larut dalam plasma. Hemoglobin akan tersaturasi dalam PO2 sekitar 100 mm Hg. Dalam kondisi normobarik, 39
oksigen yang larut hanya 0.3 mL
oxygen per 100 mL darah (vol%), dibandingkan dengan 20% vol yang dibawa oleh hemoglobin. Pada tekanan 3 ATA di hyperbaric chamber, PaO2 mendekati 2200 mmHg.
Tekanan ini cukup tinggi untuk meningkatkan
oksigen yang larut hingga 5.4 vol%. Sehingga dengan kata lain, terapi HBO dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk mempertahankan
fungsi
metabolik
basal
tanpa
adanya
hemoglobin. Hukum Boyle menyatakan bahwa, gas-gas yang disimpan dalam temperatur yang konstan, volumenya berbanding terbalik terhadap tekanan yang diberikan padanya. Dengan kata lain, seiring peningkatan tekanan, maka volume gas akan menurun, dan sebaliknya. Prinsip inilah yang digunakan dalam terapi Decompression sickness dan emboli gas-udara.
Kondisi Normobarik Jumlah oksigen = oksigen yang dibawa oleh hemoglobin + oksigen yang larut dalam plasma Jumlah oksigen arterial = 1.34 (hemoglobin)(%saturasi) + 0.003 (PaO 2)
= 1.34 (15)(100%) + 0.003 (100) = 20.1 + 0.3 = 20.4 vol% Jumlah oksigen vena = 1.34 (15)(70%) = 14 vol% Kondisi Hiperbarik—3 atmosfir absolut Jumlah oksigen arterial = 1.34 (15)(100%) + 0.003 (2200) = 20.1 + 6.6 vol%
40
= 26.7 %
Tabel 3.1 Konten oksigen arterial pada kondisi normobarik VS kondisi hiperbarik 46
41
3.3EFEK FISIOLOGIS DARI TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN46,51,52 Terdapat 2 efek mendasar yang terjadi pada jaringan yang diterapi HBO, yakni efek yang berhubungan dangan peningkatan PO 2 serta efek yang terkait dengan daya mekanik tekanan itu sendiri. 1. Efek dari peningkatan tekanan oksigen: a. Hiperoksigenasi Kondisi hiperbarik
memungkinkan oksigen dalam
jumlah yang signifikan larut dalam darah. Plasma yang ter-hiperoksigenasi akan mentranspor oksigen pada area yang kekurangan akses dari sel darah merah atau jaringan yang hipoksik.Oksigen terlarut dalam plasma dapat dikirim ke jaringan pada jarak sedikitnya tiga sampai empat kali yang dapat dihantarkan oleh hemoglobin. Selain itu, sel darah merah menjadi lebih lentur dan dapat masuk ke sirkulasi mikrovaskuler secara lebih efisien. Sehingga dapat lebih memungkinkan peningkatan pengantaran oksigen.
b. Vasokonstriksi Pada keadaan hiperbarik, terjadi vasokonstriksi, yang membatasi aliran oksigen dan transportasi oksigen. Hal ini terjadi hanya pada jaringan yang normoksik
dan
bukan
pada
jaringan
yang
sebelumnya hipoksik.
c. Peningkatan kecepatan proses penyembuhan pada luka yang hipoksik
42
Terapi HBO memfasilitasi proses pembunuhan bakteri, resistansi terhadap infeksi, sintesis kolagen, dan proses epitelialisasi. Namun pada jaringan yang cukup vaskularisasinya dan normoksik, terapi HBO memiliki efek yang minimal terhadap penutupan lukanya.sebaliknya pada jaringan yang iskemik dan vaskularisasi
yang
buruk, terapi
HBO secara
signifikan mempercepat penutupan luka.
d. Efek
sinergis
terhadap
penggunaan
antimikrobial Lingkungan yang hiperoksik pada terapi HBO memfasilitasi perubahan fisiologis dan biokimiawi yang berkontribusi terhadap pemberian antimikrobial standar.
43
AKSI Menurunkan
KETERANGAN —
produksi toksin clostridial alpha pada kasus gas gangren Meningkatkan
Granulosit bersifat oxygen-independent
efisiensi kerja dari
dan oxygen-dependent.. Leukosit kehilangan
leukosit dan
efektifitasnya dalam mengeradikasi kuman gram-
mensupresi bakteri
positif dan gram-negatif manakala tekanan oksigen turun di bawah 30 - 40 mm Hg. Turunnya efektifitas granulosit di bawah kondisi hipoksik ini mengakibatkan mekanisme pertahanan tubuh menurun karena hanya leukosit yang bersifat oxygen-independent saja yang tersisa untuk mengeradikasi bakteri pathogen. Pada lingkungan yang kaya akan oksigen, proses fagositosis bakteri pathogen menghasilkan sebuah “ledakan oksidatif” atau "oxidative burst" yang terdiri dari radikal oksigen (hydroxyl radical, peroxides, and superoxide). Produksi radikal O2 ini berbanding lurus terhadap jumlah O2.
Peningkatan
efektifitas dari beberapa antibiotik, termasuk
efektifitas antibiotik
aminoglikosida dan antimetabolit trimethoprim, sulfamethoxazole, dan sulfasoxazole, meningkat pada lingkungan yang hipoksik. Namun antibiotik golongan lain seperti vancomycin danfluorokuinolon menjadi lebih lemah pada kondisi hipoksik. Saat tekanan oksigen turun di bawah 30 mm Hg,
44
AKSI
KETERANGAN bakteri dengan cepat membunuh jaringan. Berbagai penelitian mendukung adanya efektifitas dan sinergisme antara hiperoksigenasi dengan pemberian antibiotik
Stimulasi produksi
Bakteri anaerob memiliki tahanan yang lemah
granulosit dari
terhadap radikal oksigen bebas.
antimikrobial endogen yang dihasilkan tubuh (cth:radikal oksigen bebas) Tabel 3.1 Perubahan fisiologis dan kimiawis dalam penggunaan terapi HBO dengan pemberian antimikroba(aksi sinergistik). 46
e. Supresi Radikal Oksigen yang Toksik Terapi HBO melindungi jaringan terhadap efek yang membahayakan dari radikal oksigen yang toksik. Efek yang menguntungkan ini dikatakan dapat terjadi dalam beberapa mekanisme. Pertama, terapi HBO bersifat antagonis terhadap lipid peroksidase dari membran sel dengan
cara
mencegah
konversi
dari
endothelial xanthine dehydrogenase menjadi xanthine oxidase,tahap yang paling penting dalam produksi lipid peroksidase.
45
Kedua, terapi HBO menghambat inisiasi dari reperfusion
injurykarena
mencegah
sekuestrasi neutrofil ke jaringan yang cedera. Reperfusion injury mengacu pada kerusakan jaringan oleh karena ketika suplai darah kembali
ke
jaringan
setelah
masa
iskemia,pemulihan aliran darah sebenarnya mengarah ke kerusakan vaskular progresif dan memperluas area dengan aliran darah yang buruk. Ketiga, terapi HBO memungkinkan oksigen yang cukup untuk reperfusi jaringan
2. Efek Mekanis dari Tekanan Oksigen yang Meningkat Terapi hiperbarik menurunkan ukuran gelembungudara sesuai peningkatan tekanan atmosfer dari chamber (Hukum Boyle). Pada peningkatan tekanan, oksigen akan berdifusi ke dalam gelembung dan menggantikan nitrogen ke dalam larutan. Hal ini memungkinkan resolusi dari gelembung nitrogen yang terbentuk pada Decompression Sickness dan gelembung udara pada emboli gas vena atau arteri. Pada kasus gas gangrene, terapi HBO menurunkan ukuran gelembung sehingga memungkinkan perfusi yang lebih baik dan mengurangi rasa nyeri.
46
3.4
TEKNIK OKSIGENASI HIPERBARIK48,52 Berikut
ini
tabel
klasifikasi
penggunaan
tekanan
sesuai
kegunaannya: Sampai 1,5 ATA
Gangguan iskemi serebral, kardiak, gangguan vaskular perifer, terapi adjuvant dalam kedokteran olahraga, trauma akustik, skin flaps. Gas gangrene, luka bakar, fraktur
2 – 3 ATA
terbuka,crush injury¸penanganan darurat pada penyakit dekompresi Emboli udara, penyakit dekompresi
Sampai 6 ATA
Teknisi hiperbarik mengikuti instruksi-instruksi dari dokter hiperbarik mengenai tekanan, waktu, dan frekwensi terapi. Kebanyakan pengobatan dipusat hiperbarik diberi tekanan antara 1,5 sampai 2,5 ATA dan waktunya biasanya 45 menit. Sebagai contoh pada tekanan 1,5 ATA diperlukan 10 menit untuk kompresi dan 5 menit dekompresi. Jadi maksimum oksigen saturasi (jenuh) dipertahankan selama 30 menit. Jika ada infeksi waktu terapi dilipat dua kali. Untuk kondisi kronis, terapi dilakukan setiap hari, termasuk Sabtu/Minggu. Pada chamber multiple pasien dikelompokan sesuai indikasinya. Misalnya, semua pasien stroke dikelompokan pada sesi yang sama dan disertai fisioterapis atau dokter jika dilakukan penelitian. Teknisi membuat catatan lengkap mengenai sesi tersebut, datanya dicatat dan dapat ditampilkan oleh komputer. Kompresi dan dekompresi berlangsung mulus dan jika pasien mengeluh misalnya sakit kuping, prosedurnya dapat dihentikan. Jika ada masalah, pasien tersebut dapat dipindahkan ke ruang lain dilanjutkan bagi pasien-pasien lain.
47
Pada chamber Monoplace, dipakai masker oksigen dan menghirup oksigen dimulai bila chamber sudah diberi tekanan tertentu. Tekanan partial oksigen tidak dicatat secara rutin, hanya jika diperlukan
bagi
riset.
Umumnya
nilai
Pa0 2 adalah
sekitar
1000mmHg pada 1,5 ATA. PERALATAN TAMBAHAN UNTUK HYPERBARIC CHAMBER48
4.
1.
Masker oksigen.
2.
Respirator dan ventilator
3.
Peralatan untuk terapi. a.
Alat resusitasi kardiopulmonal
b.
Tabung Endotrakeal
c.
Alat penyedot ( penghisap)
d.
Infus intra venus.
Peralatan untuk diagnostik a.
Baki untuk pemeriksaan medis.
b.
Alat monitor transkutan oksigen
c.
EEG
d.
ECG
e. Alat monitor tekanan intra kranial dan tekanan intra kranial dan tegangan oksigen CSF. 5.
Alat neurologis a.
Optalmoskop
b.
Dynamometer untuk mengukur spastisitas.
6.
Alat latihan : Treadmill.
7.
Alat terapi seperti traksi cervical untuk cedera servikal
MASKER OKSIGEN
48
Masker oksigen hanya diperlukan dalam multiplace chamber. Masker Angkatan Udara USA (Gambar 3.3) bila dipakai secara tepat, memberikan kadar oksigen sebesar 96,9% - 99% dan Pa0 2 sebesar 1640 mmHg tercapai pada 2,4 ATA
Gambar 3.3 Masker Angkatan Udara USA
ALAT DIAGNOSTIK Alat dasar medikal diagnostik seperti Reflek Hammers, stetoskop, opthalmoskop, harus ada dalam chamber.
PENGAWASAN PASIEN DALAM HYPERBARIC CHAMBER Pasien dan pengawas didalam hyperbaric chamber dapat dimonitor dengan mengikuti cara (Deauphince et al. 1985):
Penglihatan CCTV didalam Multiplace Chamber.
Komunikasi Untuk Monoplace dan Multiplace Chamber menggunakan sistem komunikasi satu arah.
49
Tingkat pengawasan atas keparahan dan tipe penyakit. Dengan pasien gawat, pengawasan ICU dapat berlangsung dalam chamber.
3.5
KONTRAINDIKASI TERAPI HBO 46,47,48,51 HBO hanya mempunyai satu kontraindikasi absolut yaitu Pneumothorax pengobatan
yang
tidakd i o b a t i .
p n e u m o th o ra x
D i u sa h a k a n
dengan
o p e ra si
s e b e l u m pemberian terapi HBO. Daftar di bawah ini merupakan kontraindikasi relatif yang harus
dipertimbangkan
manfaat
dan
kerugiannya
terhadapkondisi pasien:
Infeksi respirasi Atas.
Kejang-kejang.
Empisema dengan retensi CO2. Pasien
dengan
keadaan
ini
dapat
mengembangkan
pneumothoraks oleh
ka r e n a
r u p t u r n ya
e m p i se m a
bula
se l a m a
H B O.
D Il a ku k a n n ya f o t o r o n t g e n thoraks sebelum terapi dapat menghindarkan kejadian tersebut.
Lesi pulmo simptomatik pada foto rontgen thorax.
Riwayat bedah thoraks atau bedah telinga.
Demam tinggi yang tidak terkontrol. Demam merupakan predisposisi dari kejang. Jika terapiOHB merupakan indikasi pada infeksi dengan demam, suhu tubuhharus diturunkan dulu sebelum terapi dilaksanakan.
50
Penyakit keganasan. Ada beberapa kontroversi berkenaan dengan efek dari HBO, pada pertumbuhan tumor. Eltorai et al (1987) melaporkan 3 kasus karsinoma yang tersembunyi, timbul secara klinis setelah dimulainya HBO dan dianggap memicu proliferasi dari
tumor
pada
3
kasus
tersebut.
Hingga
kini
mekanismenya masih belum jelas, namun HBO umumnya dipertimbangkan sebagai kontraindikasi pada keganasan, meskipun dalam beberapa literatur, terapi HBO justru menjadi terapi adjuvant dalam radioterapi atau kemoterapi.
Kehamilan Ada bukti eksperimental, bahwa hewan yang terekspos HBO selama kehamilan muda meningkatkan insiden malformasi kongenital. Terapi HBO pada kehamilan tuatidak
menimbulkan
efek
merugikan.
Pertanyaan
mengenai keselamatan terapi hiperbarik pada kehamilan di diskusikan oleh Jennings (1987). Jika keselamatan ibunya yang
diperlukan,
contohnya
keracunan
CO,ibunya
harus menerima prioritas terapi OHB dibandingkan fetusnya. Banyak terapi-terapi HBO berhasil dilaksanakan dengan baik selama kehamilan diAmerika tanpa membahayakan fetus .
3.6
KOMPLIKASI TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN 46,47,48,51 Meskipun komplikasi dari terapi hiperbarik oksigen sangat jarang ditemui, namun harus diketahui dan dipertimbangkan. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
Toksisitas Oksigen pada Paru-paru
51
Oksigen tambahan dengan fraksi oksigen inspirasi> 50% yang diberikan pada pasien dalam jangka waktu yang lama dapat menghasilkan cedera paru yang progresif, termasuk penurunan kecepatan absorpsi mukus, penurunan lung compliance, kapasitas vital, dan kapasitas difusi. Akan tetapi kadar oksigen tinggi yang diberikan untuk jangka waktu yang pendek (90 sampai 120 menit) dalam kondisi hiperbarik (pada 2,0-2,4 ATA) dan bahkan setiap hari sampai 6 minggu, belum terbukti berbahaya bagi paru-paru.
Toksisitas oksigen pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer Keracunan sistem saraf pusat dapat terjadi ketika pasien menghirup oksigen 100% pada tekanan> 2.0 ATA. Kejadian kejang tonik-klonik selama pengobatan HBO diperkirakan sebesar 0,3% pada 2,4 ATA dan sampai dengan 2,5% pada 3,0 ATA. Faktor yang terkait dengan kejadian kejang selama terapi HBO termasuk hipertermia [> 37,8 ° C (100 ° F)], hipertiroidisme, PaCO2 tinggi, asidosis, trauma otak atau iskemia, riwayat kejang yang ada sebelumnya, hipoglikemia, kekurangan vitamin E, dan obat-obatan tertentu
(vasodilator,
insulin,
inhibitor
karbonat
anhydrase, mafenide asetat (Sulfamylon), epinefrin / norepinefrin, steroid, dan aspirin). Beberapa pusat pelayanan
terapi
HBO menggunakan
profilaksis
benzodiazepin untuk mencegah kejang pada pasien berisiko tinggi. Tidak ada efek sisa dari kejang akibat keracunan oksigen yang telah dilaporkan.
52
Keracunan sebagai
sistem
parestesia
saraf
perifer
yang
muncul
bermanifestasi setelah
sesi
perawatan dalam jangka panjang.
Masalah penglihatan Myopia progresif dan reversibel dapat terjadi setelah terapi yang panjang. Akan tetapi kondisi ini akan pulih seperti semula dalam kurang lebih 6 minggu. Katarak idiosinkrasi juga dapat terjadi namun merupakan komplikasi dari pemakaian yang kronis.
Barotrauma Barotrauma dapat terjadi pada telinga tengah, telinga bagian luar, telinga bagian dalam, sinus, gigi, saluran gastrointestinal dan sistem paru. Barotrauma pada telinga tengah terjadi pada 2% dari pasien yang menerima HBO. Gambaran klinis termasuk edema, perdarahan,
kongesti
mukosa,
bulging
atau
penonjolan dari membran timpani, dan yang jarang terjadi, ialah pecahnya membran timpani. Masalah biasanya menghilang secara spontan dalam 1-2 minggu. Pencegahan dan atau pengobatan bagi barotraumas di telinga tengah meliputi penentuan patensi tuba estachius sebelum terapi, pengajaran teknik autoinflasi yang benar, myringotomy dengan jarum, serta penggunaan pressure equalization tubes.
Klaustrofobia Oleh karena kecilnya ukuran monoplace chamber, pasien seringkali mengalami ansietas. Akan tetapi efek ini biasanya dapat membaik dengan pemberian anxiolitik.
53
BAB IV KASUS
Identitas Nama
: Tn. A
Usia
: 39 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Surabaya
Tanggal Pemeriksaan
: 28 Januari 2015
Keluhan Utama Patah tulang kering kaki kiri
Riwayat Penyakit Sekarang Patah tulang kering kaki kiri karena kecelakaan pada hari Kamis tanggal 22 Januari 2015. Kecelaan tunggal, berkendara dengan sepeda motor dan terjatuh ke kiri. Setelah kecelakaan tersebut tidak bisa berjalan dengan baik dan terasa sakit sekali. Saat itu Penderita tidak mengetahui jika patah tulang karena yang tampak hanya bengkak saja di kaki kiri nya. Langsung dibawa ke UGD Rsal dr. Ramelan Surabaya dan kemudian di rontgen kaki kiri didapatkan patah tulang tertutup pada tibia kiri. Saat ini penderita telah melakukan terapi HBO selama 7 kali. Penderita berkata bahwa bengkak tersebut berangsur-angsur mengecil setelah 4 kali terapi HBO.
Riwayat Penyakit Dahulu Diabetes mellitus disangkal Hipertensi disangkal Asma disangkal
54
Hiperkolesterol disangkal Trauma disangkal Status Pasien Obyektif Keadaan Umum
: Tampak Sakit Sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
GCS
: 4-5-6
TB : 167 cm ; BB : 70 kg ; PEMERIKSAAN FISIK : Kepala : A/I/C/D
= -/-/-/- dbn
Leher : Deviasi trakea (-) , pembesaran KGB (-), bendungan vena (-) Thoraks : Jantung : Inspeksi
Normochest, Ictus cordis tak tampak
Palpasi
Ictus cordis tak teraba
Perkusi
Batas Jantung jelas, tidak ada pelebaran
Auskultasi
S1S2 Tunggal, murmur (-), gallop (-)
Paru : Inspeksi
Gerak nafas normal
Palpasi
Fremitus Raba Normal
Perkusi
Sonor/sonor
Auskultasi
Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
55
Abdomen Inspeksi
Cembung, Simetris
Palpasi
Hepar dan Lien tak teraba
Perkusi
Tymphani
Auskultasi
Bising Usus Normal
Ekstremitas Oedema
--Akral Hangat
+
+
- +
+
+
Terdapat luka dan bengkak yang dibungkus gips dan ditutup dengan perban di cruris sinistra.
ASSESSMENT Diagnosa
= Fraktur tertutup os. Tibia sinistra
PLANNING Immobilisasi menggunakan traksi terus menerus, pembebatan dengan gips, pemakaian penahan fungsional, fiksasi internal maupun fiksasi eksternal Anti-nyeri dan Kortikosteroid Terapi OHB
56
BAB V TERAPI HIPERBARIK OKSIGEN PADA FRAKTUR46,51,52,53,54,55,56,57
Saat ini terapi HBO digunakan sebagai Adjuvant Therapy pada kasus fraktur tulang setelah seluruh terapi definitive dikerjakan dengan baik. Pada fraktur akan menyebabkan hipoksia lokal yang diikuti dengan iskemia jaringan, lesi vaskuler, nekrosis ujung fragmen tulang yang patah dan gangguan proses metabolic seluler dengan akibat akan terjadi gangguan perfusi serta oksigenasi jaringan lunak dan tulang. Terapi oksigen hiperbarik mempunyai efek langsung pada fraktur tulang, yaitu : -
Meningkatkan kandungan oksigen pada tingkat jaringan
-
Meningkatkan distribusi oksigen per unit aliran darah
-
Reduksi edema
Efek jangka panjangnya adalah : -
Meningkatkan penyembuhan luka setelah fasciotomy
-
Mengurangi angka infeksi
-
Meningkatkan hasil skin graft Penanganan dari bentuk paling parah dari kondisi ini
hampir selalu memerlukan pembedahan. Oksigen hiperbarik merupakan
intervensi
efektif
yang
melawan
peristiwa
patofisiologi yang terjadi dengan kondisi ini. Studi menunjukkan penurunan secara statistik dan signifikan pada hilangnya fungsi otot, metabolit terkait dengan cedera otot, edema, dan nekrosis otot
ketika
HBO
digunakan
kompartemen sindrom.
57
dalam
crush
injury
dan
Terapi oksigen hiperbarik pada kasus fraktur harus dimulai sedini mungkin, idealnya dalam waktu 4-6 jam setelah cedera. Setelah intervensi pembedahan darurat, pasien diberikan terapi oksigen hiperbarik dengan tekanan 2 – 2,4 atm selama 60 – 90 menit. Untuk 2 – 3 hari berikutnya, terapi oksigen hiperbarik dilakukan sehari setiap harinya kemudian dua kali sehari setiap harinya selama 2 -3 hari, lalu setiap hari selama 2 – 3 hari berikutnya. Ancaman langsung ke jaringan yang hidup setelah fraktur terbuka dengan crush injury maupun sindrom kompartemen adalah
apakah
perfusi
sudah
cukup
atau
tidak
untuk
mempertahankan kelangsungan hidup jaringan tersebut. Edema vasogenik
pasca-trauma
berkembang
sebagai
akibat
dari
cedera dan diperbesar oleh edema sitogenik, dimana sel yang hipoksia
tersebut
kehilangan
kemampuan
untuk
mempertahankan cairan intraseluler. Rintangan untuk proses difusi oksigen meningkat oleh karena adanya edema dan runtuhnya mikrosirkulasi sekunder karena tekanan dari cairan edema (seperti terjadi pada sindrom kompartemen), sehingga akan semakin mengurangi ketersediaan oksigen ke jaringan yang cedera. Ketika tekanan oksigen jaringan turun di bawah 30 mmHg, respon host terhadap infeksi dan iskemia akan menumpul. Dalam lingkungan hipoksia, neutrofil yang oxygendependent menjadi rusak atau tidak ada, dan proses perbaikan host seperti migrasi fibroblas, proliferasi, dan sekresi kolagen berkurang. Oleh karena itu, neovaskularisasi terganggu karena kurangnya kolagen matriks yang diperlukan sebagai substrat untuk angiogenesis kapiler. Alasan utama untuk menggunakan terapi HBO pada fraktur terbuka dan luka-luka crush injury dan sindrom kompartemen ialah pertama, pasokan oksigen ke jaringan lain yang mungkin mati
dari
hipoksia
selama
periode
awal
pasca-cedera
kemungkinan besar tidak memadai sebagai akibat langsung 58
dari cedera. Kedua, terapi HBO meningkatkan tekanan oksigen jaringan ke tingkat yang memungkinkan respon host yang disebutkan di atas berfungsi. Dengan terapi HBO sebesar tekanan 2 atmosfer absolut, kandungan oksigen darah (yaitu kombinasi hemoglobin dan plasma yang mengandung oksigen) meningkat sebesar 125%. Tekanan oksigen dalam plasma, serta cairan jaringan, meningkat 10 kali lipat (yaitu 1000%). Efeknya adalah peningkatan 3 kali lipat dalam difusi oksigen melalui
cairan
jaringan.
Hal
ini
membantu
untuk
mengkompensasi efek edema yang merugikan pada penurunan ketersediaan oksigen ke sel. Oksigen yang cukup akan terlarut dalam plasma untuk menjaga jaringan hidup tanpa bantuan hemoglobin. Pengurangan hyperoksigenasi
edema
adalah
jaringan.
Oksigen
efek
sekunder
hiperbarik
dari
menginduksi
vasokonstriksi yang mengurangi aliran darah sebesar 20% (12). Pengurangan edema terjadi karena penurunan filtrasi cairan dari kapiler ke ruang ekstraseluler sebagai konsekuensi dari vasokonstriksi sementara resorpsi cairan ekstraselular pada tingkat
kapiler
dipertahankan.
Hiperoksigenasi
mempertahankan pengiriman oksigen pada vasokonstriksi yang diinduksi oleh terapi HBO tersebut. Selain itu, aliran darah di mikrosirkulasi ditingkatkan melalui penurunan tekanan cairan interstisial dari pengurangan edema. Oksigen
hiperbarik
melawan
interaksi
antara
oksigen
radikal beracun dan mencegah peroksidasi lipid dari membran sel. Oksigen hiperbarik secara khusus melawan sistem beta2 integrin
(cluster-designation-11)
yang
menginisiasi
respon
perlengketan neutrofil pada endotelium kapiler venul. Dengan
mengurangi
anion
superoksida
yang
dihasilkan,
reaksinya dengan molekul nitrit oksida untuk membentuk radikal
59
peroksinitrit yang reaktif juga dikurangi. Mekanisme lain dari terapi HBO terhadap cedera reperfusi ialah adanya oksigen tambahan untuk mereperfusi
jaringan
sehingga
menghasilkan
scavengers.
Scavengers yang dimaksud ialah superoxide dismutase, catalase, peroxidase dan glutathione yang akan mendetoksifikasi radikal oksigen yang destruktifsebelum mereka menghancurkan jaringan. Pada tahun 1980-an pengaruh terapi HBO pada sindrom kompartemen otot-rangka dilaporkan dalam serangkaian artikel dengan
menggunakan
model
anjing.
mengurangi
jumlah
otot
signifikan
Terapi
rangka
HBO yang
secara nekrosis
dibandingkan dengan kontrol. Bowersox et al menunjukkan tingkat penyembuhan 90% ketika terapi HBO digunakan untuk mengelola kulit yang dilakukan flap dan atau cangkok yang sebelumnya
gagal.
Pada
tahun
1987
Shupak
dilaporkan
menyelamatkan anggota tubuh dari 75% dari pasien yang berisiko amputasi setelah trauma dengan cedera iskemik yang bersamaan. Penyembuhan fraktur pada pasien lebih dari 40 tahun secara signifikan diperbaiki dengan terapi HBO (p value