13 0 108 KB
BAB II PEMBAHASAN 2.1
Konsep Terminl Illness 2.1.1 Pengertian Terminal Ilness Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu, pasien terminal illnes harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Jadi fungsi perawatan paliatif pada pasien terminal illnes adalah mengendalikan nyeri yang dirasakan serta keluhan-keluhan lainnya dan meminimalisir masalah emosi, sosial dan spiritual. Penjelasan tersebut mengindikasi bahwa pasien terminal illness adalah orang-orang sakit yang diagnosis dengan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan lagi dimana prognosisnya adalah kematian. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami sakit atau penyakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan menuju pada proses kematian dalam 6 bulan atau kurang. Kematian sebagai wujud kehilangan kehidupan dan abadi sifatnya, baik bagi yang telah menjalani proses kematian maupun bagi yang ditinggalkan, kematian ini dapat bermakna berbeda bagi setiap orang. Kematian adalah sebuah rahasia Tuhan. Namun, sebab-sebab kematian merupakan fenomena yang selalu mengalami dinamika perubahan sesuai dengan dinamika perubahan manusia sebab kematian adalah akhir dari tahapan tugas-tugas perkembangan hidup manusia. Manusia bias mati karena sakit, kecelakaan, terbunuh, bunuh diri, euthanasia atau mungkin mati tanpa sebab apa-apa. Manusia yang mati secara mendadak tanpa melalui proses menuju kematian atau sekarat
1
dalam jangka waktu yang relative pendek pasti tidak menunjukan dinamika sebagaimana yang dikemukakan oleh Kubbler Rose (1998) atau Pattison dalam Papalia (1977); sedangkan mereka yang mati melalui proses menuju kematian dalam jangka waktu yang relatif panjang seperti pasien erminal illness akan menunjukan dinamika yang sangat kompleks. Saat kematian itu datang, maka berhentilah semua aktivitas organorgan yang menyokong kehidupan. Suasana berkabung dan emosi sedihlah yang biasa mendominasi kematian. Semua makhluk yang pernah hidup pasti akan mati, termasuk manusia. Hanya saja kapan waktu tibanya kematian itulah yang tidak pasti. Ketakutan dan kecemasan akan suatu kematian merupakan fenomena yang umum dialami oleh semua manusia. Ketakutan dan kecemasan itu dapat muncul karena waktu tibanya yang tidak diketahui dan belum adanya kesiapan untuk menghadapi kematian itu sendiri. Kesiapan akan meninggalkan orang-orang yang disayangi, kesiapan untuk meninggalkan dunia yang mungkin penuh dengan kenikmatan, dan menuju suatu tempat atau kehidupan lain yang berbeda. Hal ini berarti bahwa waktu kematiannya lebih jelas diketahui dan menjadi suatu hal yang pasti. Meskipun waktu kematian yang sudah dapat dilihat dengan lebih pasti, namun rasa tidak terima, takut, marah, cemas, dan sedih menghinggapi pasien terminal illness setelah ia didiagnosis seperti itu. Diagnosis terminal illness dapat menyebabkan trauma bagi pasien dan keluarganya. 2.1.2
Tanda Menjelang ajal Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu: 1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik. 2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.
2
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya kanker. 4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama. Tanda-tanda Klinis Menjelang Kematian 1. Kehilangan Tonus Otot, ditandai: 2. Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun. 3. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan dan hilangnya reflek menelan. 4. Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai: nausea, muntah, perut kembung, obstipasi, dsbg. 5. Penurunan control spinkter urinari dan rectal. 6. Gerakan tubuh yang terbatas. 7. Kelambatan dalam Sirkulasi, ditandai: 8. Kemunduran dalam sensasi. 9. Cyanosis pada daerah ekstermitas. 10. Kulit dingin, pertama kali pada daerah kaki, kemudian tangan, telinga dan hidung. 11. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital 12. Nadi lambat dan lemah. 13. Tekanan darah turun. 14. Pernafasan cepat, cepat dangkal dan tidak teratur. 15. Gangguan Sensoria. 16. Penglihatan kabur. 17. Gangguan penciuman dan perabaan. Tanda-tanda Klinis Saat Meninggal 1. Pupil mata melebar. 2. Tidak mampu untuk bergerak. 3. Kehilangan reflek. 4. Nadi cepat dan kecil.
3
5. Pernafasan chyene-stoke dan ngorok. 6. Tekanan darah sangat rendah. 7. Mata dapat tertutup atau agak terbuka. Tanda-tanda Meninggal secara klinis 1. Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu: 2. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total. 3. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan. 4. Tidak ada reflek. 5. Gambaran mendatar pada EKG. 2.1.3
Beberapa Reaksi terhadap Penyakit Terminal Beberapa pasien mungkin masih punya waktu untuk kematian psikologis,
mereka mungkin akan menyerah pada keadaan
Beberapa orang mencari cara untuk mengurangi nyeri dan gangguan
emosional dari penyakit yang lama serta menunggu kematian dengan
tenang
Sebagian lagi menjadi takut atau marah dan menunjukkan suasana hati
yang bergeser dari menolak sampai depresi
Sebagian
yang
lain
mencoba
mencapainya,
mencoba
mengungkapkan
perasaannya dan pikirannya tentang masa depan yang tidak pasti
4
Yang lain putus asa dan cemas atau periode mencari, pertanyaan yang
2.1.4
masih kabur
Adaptasi Dengan Terminal illness Bagaimana cara seseorang beradaptasi dengan terminal illness sesuai dengan umurnya dijelaskan Sarafino (2002) sebagai berikut: 1. ANAK Konsep kematian masih abstrak dan tidak dimengerti dengan baik oleh anak-anak. Sampai umur 5 tahun, anak masih berpikir bahwa kematian adalah hidup di tempat lain dan orang dapat datang kembali. Mereka juga percaya bahwa kematian bisa dihindari. Kematian adalah topik yang tidak mudah bagi orang dewasa untuk didiskusikan dan mereka biasanya menghindarkan anaknya dari realita akan kematian dengan mengatakan bahwa orang mati akan “pergi” atau “berada di surga” atau hanya tidur. Pada anak yang mengalami terminal illness kesadaran mereka akan muncul secara bertahap. Pertama, anak akan menyadari bahwa mereka sangat sakit tetapi akan sembuh. Kemudian mereka menyadari penyakitnya tidak bertambah baik dan belajar mengenai kematian dari teman seumurnya terutama orang yang memiliki penyakit mirip, lalu mereka menyimpulkan bahwa mereka juga sekarat. Saat ini, para ahli percaya bahwa anak-anak seharusya mengetahui sebanyak mungkin mengenai penyakitnya agar mereka mengerti dan dapat mendiskusikannya terutama mengenai
perpisahan
mengalami
terminal
dengan illness
orang biasanya
tua.
Ketika
orang
tua
anak akan
menyembunyikannya, sehingga emosi anak tidak terganggu. Untuk anak yang lebih tua, pendekatan yang hangat, jujur,
5
terbuka,
dan
sensitif
mengurangi
kecemasan
dan
mempertahankan hubungan yang saling mempercayai dengan orang tuanya. a. INFANT Konsep kematian belum ada, berpisah dari ortu (separation) dianggap sebagai kematian. Respon dan tingkah laku yang muncul 1. Bereaksi kuat terhadap separation = terpisah dari ortu sebagai caregivers 2. menangis keras, menendang-nendang Implikasi untuk komunikasi 1. Memahami strategi penanganan separation anxiety 2. Bantu anggota keluarga untuk koping terhadap kematian sehingga mereka siap untuk kematian bayi b. EARLY CHILDHOOD 1. Konsep kematian dipengaruhi oleh attitude ortu
Saat konsep kematian berkembang, kematian dianggap sbg temporer, gradual, reversibel dan menurunkan kontinuitas hidup
Wishes
(berkeinginan),
misbehavior,
unrelated
mengenai
kematian,
action ? kematian
Bila
punya
pengalaman
konsepnya lebih matang walau ia belum bisa mengungkapkannya 2. Respon dan tingkah laku yang muncul
Meningkatkan keingintahuan mengenai hal-hal yang berhubunga dengan kematian, secara spontan mendiskusikan tentang kematian
berbincang-bincang dengan orang mati???
3. Implikasi untuk komunikasi
Pertanyaan tentang kematian dari anak
6
Diskusi tentang kematian, hal-hal yang kurang dimengerti
Kaji miskonsepsi terutama bila takut dan cemas
Beri pengertian, kematian merupakan bagian dari kehidupan dan hal itu wajar
Kesempatan untuk diperhatikan dan bercakap-cakap degan orang tua pada anak yag dying
Dekat dengan orang tua
c. MIDDLE CHILDHOOD 1. Konsep kematian : 4 ½ - 8 th mengerti semua yang hidup nanti akan mati ? universality, irreversible, nonfunctionality 2. Respon dan tingkah laku yang muncul
Pertanyaan ttg kematian lebih detail
Being death
Hub dg ritual
Ingin menyentuh corps bgmn rasanya
Bermain
utk
lebih
mengerti
kematian
dan
mengkoping perasaan 3. Implikasi untuk komunikasi
Dengan memberikan penjelasan yg konkrit ttg penyebab kematian
Dengan bermain
Diskusi mengenai takut krn kehilangan ortu
Siblings: butuh kesempatan untuk tanya tentang sakit dan kematian saudaranya dan informasi yang spesifik tentang penyebab kematian
Ggn
thd
perasaan
bersalah
pd
sibling
thd
saudaranya yang mati
7
Lebih concern thd separasi, nyeri, mutilition dan suffering
Cemas terhadap pengaruh kematiannya pada orang tua sehingga menutup komunikasi
d. LATE CHILDHOOD 1. Konsep
kematian:
universality,
irreversibelity,
nonfunctioning of death, mulai cemas terhadap kematiannya sendiri, tertarik pada keadaan setelah kematian 2. Respon dan tingkah laku yang muncul
Menggunakan ritual utk menurunkan cemas
TL: reckless (berani)
Tough demeanor: cara bertindak takut dan mudah terluka ? koping thd perasaan
Humor
3. Implikasi untuk komunikasi
Pengungkapan rasa takut dan mengerti bahwa takut itu normal
Butuh informasi lebih detail mengapa ssorg hrs mati
Diskusi konsekwensi realistik dari reckless activity
Respon emosional
Bantu dying child merasa bahwa hidupnya penting dan berarti
2. Remaja atau Dewasa muda Walaupun remaja dan dewasa muda berpikir bahwa kematian pada usia muda cukup tinggi, mereka memimpikan kematian yang tiba-tiba dan kekerasan. Jika mereka mengalami terminal illness, mereka
8
menyadari bahwa kematian tidak terjadi semestinya dan merasa marah dengan “ketidakberdayaannya” dan “ketidakadilan” serta tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Pada saat seperti ini, hubungan dengan ibunya akan menjadi lebih dekat. Menderita terminal illness terutama pada pasien yang memiliki anak akan membuat pasien merasa bersalah tidak dapat merawat anaknya dan seolah-olah merasa bahagia melihat anaknya tumbuh. Karena kematian pada saat itu terasa tidak semestinya, dewasa muda menjadi lebih marah dan mengalami tekanan emosi ketika hidupnya diancam terminal illness. a. Konsep kematian
Pengertian mengenai kematian lebih jelas
“here and now” strong focus
mencari identitas personal ? sulit menerima kematian
masih
memegang
konsep
kematian
dari
pengalaman dan komunikasi dr keluarga
working trough religious n philosophical views about life, death n after life
b. Respon dan tingkah laku yang muncul
Cemas krn kematian terutama krn citra diri dan konsep hidup yg terancam
Denial n avoidance of death menurunkan kecemasan akan kematian
c. Implikasi untuk komunikasi
Kesempatan
utk
membuka
percakapan
mengenai kematian
9
Kaji persepsi spesifik adolescence
Peringatan thd perasaan bersalah, bermusuhan, cemas, dan bingung saat komunikasi
Treat
feeling
n
concern
dg
respek
yg
sepenuhnya dan rasa percaya
Terbuka saat sharing pendapat dan concern ttg kematian
Betulkan miskonsepsi dan tdk menghakimi
Dying adolescence sulit sharing concern dg keluarga
Sering
merasa
terisolasi
dr
komunikasi
kelompoknya
Support utk mempertahankan harga diri
Bantu dlm meningkatkan positive closure (pengakhiran) ttg arti hidup yg singkat
3.Dewasa madya dan dewasa tua Penelitian membuktikan bahwa dewasa muda menjadi semakin tidak takut dengan kematian ketika mereka bertambah tua. Mereka menyadari bahwa mereka mungkin akan mati karena penyakit kronis. Mereka juga memiliki masa lalu yang lebih panjang dibandingkan orang dewasa muda dan memberikan kesempatan pada mereka untuk menerima lebih banyak. Orang-orang yang melihat masa lalunya dan percaya bahwa mereka telah memenuhi hal-hal penting dan hidup dengan baik tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan terminal illness. 2.1.5
Problem Yang Berkaitan Dengan Terminal Illnes 1. Problem fisik, berkaitan dengan kondisi (penyakit terminalnya): nyeri, perubahan berbagai fungsi sistem tubuh, perubahan tampilan fisik.
10
2. Problem
psikologis
(ketidakberdayaan):
kehilangan
control,
ketergantungan, kehilangan diri dan harapan. 3. Problem sosial, isolasi dan keterasingan, perpisahan. 4. Problem spiritual. 5. Ketidak-sesuaian, antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang didapat (dokter, perawat, keluarga, dsb).
2.1.6
Tahapan Penerimaan Terhadap Kematian Kubler- Ross (dalam Taylor, 1999) merumuskan lima tahap ketika
seseorang dihadapkan pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain: 1. Denial (penyangkalan) Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang dihadapi dan dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga tidak refensif secara radikal. Penyangkalan
merupakan
reaksi pertama
ketika
seseorang
didiagnosis menderita terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut dan merasa bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal penyesuaian diri terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal tersebut merupakan hal yang normal dan berarti. 2. Marah Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan.
11
Pasien yang menderita terminal illness akan mempertanyakan keadaan dirinya, mengapa ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman, anggota keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan sakit hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan tentang kematian, mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha melakukan hal yang menyenangkan yang belum sempat dilakukannya sebelum ia meninggal. Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling sulit dihadapi keluarga dan temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan terapis untuk mengerti bahwa pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka tapi pada nasibnya. 3. Bargaining (menawar) Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai strategi seperti menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan amal, atau tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan tanda bahwa pasien sedang melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya. 4. Depresi Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di mana pasien kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas dan lelah. Mereka akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit untuk menyingkirkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang mendalam sebagai akibat kehilangan ( past loss & impending loss),
12
ekspresi kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun. Tahap depresi ini dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan menangisi kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya berharga, teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan hubungan di masa depan. 5. Penerimaan (acceptance) Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan memikirkan kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk membuat perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat tinggal pada teman lama dan anggota keluarga. Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya, dapat menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang. 2.1.7 Dinamika Psikologis Dinamika psikologis secara umum sebagai berikut:
Individu menyadari atau berkata bahwa kehidupannya akan segera berakhir,
Individu tidak pernah ada yang tahu kapan kematiannya akan datang,
Individu mulai mengalami keputusasaan akan treatmen-treatmen yang didapat dan dijalankan, ia mulai yakin bahwa semua yang dilakukan tidak akan menyembuhkan penyakitnya bahkan ia yakin kematian telah dekat,
Individu mulai mengalami problem-problem pikiran, perasaan dan psikologis yang kesemuanyasulit untuk dipecahkan. Dinamika keempat ini tidak dialami secara signifikan pada personalitnya yang cukup matang sehingg dinamika psikologisnya untuk menghadapi kematian lebih cepat mencapai acceptance/penerimaan.
13
Dinamika tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : umur, jenis kelamin, ras/suku bangsa, budaya kelompok, latar belakang sosial, dan personality/kepribadian.
2.1.8
Tingkat Kesadaran Terhadap Kondisi Terminal Illness 1. Closed Awareness Dalam hal ini klien dan keluarga tidak menyadari datangnya kematian, tidak tahu mengapa sakit dan percaya akan sembuh. 2. Mutual Pretense Dalam hal ini klien, keluarag, team kesehatan tahu bahwa kondisinya terminal tetapi merasa tidak nyaman untuk dan menghindari membicarakan kondisi yang dihadapi klien. Ini berat bagi klien karena tidak dapat mengekspresikan kekuatannya. 3. Open Awareness Pada kondisi ini klien dan orang disekitarnya tahu bahwa dia berada diambang kematian sehingga tidak ada kesulitan untuk membicarakannya. Pada tahap ini klien dapat dilibatkan untuk proses intervensi keperawatan.
2.1.9
Tujuan & Peran Keperawatan Tujuan keperawatan klien dengan kondisi terminal secara umum/cara mengurangi syok :
Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi
Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna
Membantu klien menerima rasa kehilangan
Membantu kenyamanan fisik
Mempertahankan harapan (faith and hope)
Peran Perawat Saat Klien Dalam Kondisi Terminal Illness
Pengabdian yang tulus dengan hati nurani yang ikhlas.
14
Seulas senyum yang ikhlas dari seorang perawat bisa memberikan secercah harapan kesembuhan untuk seorang pasien.
Membantu klien agar siap meninggal dengan tenang.
Memenuhi kebutuhan spiritual.
Intervensi Keperawatan Terhadap Respon Klien a. Tahap Denial Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi waktu bagi klien untuk melihat kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan konfirmasi kondisi melalui second opinion. b. Tahap Anger Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan
kehilangan
dan
ketidakberdayaan.
Siapkan
bantuan
berkesinambungan agar klien merasa aman. c. Tahap Bargaining Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara diam-diam. Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan terhadap bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar klien mampu mengekspresikan apa yang dirasakan, apabila perlu datangkan pemuka agama untuk pendampingan. d. Tahap Depresi Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk mengekspresikan kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan pendengar. e. Tahap Menerima Klien
merasa
damai
dan
tenang.
Dampingi
klien
untuk
mempertahankan rasa berguna (self worth). Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu yang masih mampu dilakukan dengan pendampingan. Fasilitasi untuk menyiapkan perpisahan abadi
15