Tes Garpu Tala [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT JULI 2008



TES GARPU TALA



DISUSUN OLEH : FIDIYAH RUSDI 110 201 064 HIJRAH HARMANSYAH C111 04 086



PEMBIMBING dr. HELEN M.Y.NAZARUDDIN



DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2008



1



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI I. II. III. IV. V.



PENDAHULUAN ANATOMI TELINGA FISIOLOGI PENDENGARAN JENIS GANGGUAN PENDENGARAN PEMERIKSAAN TES GARPU TALA



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN POWER POINT LAMPIRAN REFERENSI



TES GARPU TALA 2



I.



PENDAHULUAN Audiologi adalah ilmu yang mempelajari pendengaran. Istilah pendengaran



dan bunyi sering dikacaukan, karena keduanya berhubungan erat sebagai akibat dan penyebab. Pendengaran adalah peristiwa psikoakustik. Dimana sebuah objek bergetar dalam udara, menggerakkan molekul-molekul dalam udara sehingga objek tersebuat berpindah dalam direksi seorang pemantau.(1,2) Defenisi pendengaran adalah persepsi terhadap rangsang bunyi. Oleh karena persepsi sendiri artinya adalah kesadaran akan hadirnya suatu rangsangan, maka pendengaran sebenarnya adalah aktivitas otak besar. Jadi secara faali pendengaran terjadi di korteks serebrum, bukan di dalam telinga seperti yang kita rasakan seharihari.(1) Adapun bunyi, defenisinya adalah getaran yang dirambatkan melalui suatu media, utamanya udara. Bunyi sebagai peristiwa fisika dapat diukur secara objektif, sedangkan pendengaran penderita bagi dokter yang memeriksa adalah subyektif sifatnya.(1) Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan bunyi melalui hantaran udara dan hantaran tulang. Tes ini dapat menggunakan garpu tala atau audiometer nada murni. Hasil pemeriksaan garpu tala hanya menunjukkan jenis ketulian (kualitatif), sedangkan pemeriksaan dengan audiometri akan memberikan jenis dan derajat ketulian (kualitatif dan kuantitatif).(2) Dalam keadaan normal hantaran udara lebih baik dari hantaran tulang. Bila hantaran udara lebih buruk dari hantaran tulang berarti terdapat tuli konduktif. Hal ini dapat terjadi pada kelainan telinga luar dan atau telinga tengah misalnya serumen, eksostosis, atresia liang, kelainan pada membran timpani, kelainan tulang-tulang pendengaran, radang telinga tengah dan sumbatan tuba Eustachius.(1)



II.ANATOMI TELINGA Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga Luar 3



Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus akustikus eksternus), dan membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Bentuk tulang rawan ini unik dan merawat trauma telinga luar harus diusahakan untuk mempertahankan bangunan ini.(1,2)



Gambar 1. Potongan frontal telinga



(3)



Liang telinga berbentuk huruf S dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan tulang rawan ini. Panjang liang telinga kira-kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. (1-4) Membran timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya umbo mengarah ke medial. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone 4



of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut yakni sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menimbulkan timbulnya reflek cahaya. Membran timpani umumnya bulat dan dibagi dalam 4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prossesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis tersebut di umbo sehingga didapatkan bagian anterior-superior, anterior-inferior, posteriorsuperior, dan posterior-inferior. Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa di bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak terdapat di bagian atas prossesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membran timpani yang disebut membran Shrapnell menjadi lemas (flaksid).(1,4)



Gambar 2. Membran timpani telinga kanan dan pembagian kuadrannya (5)



Telinga Tengah Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam sisi. Telinga tengah berbatasan dengan membran timpani dibagian luar, didepan dengan tuba Eustachius, dibawah dengan vena jugularis, dibelakang dengan 5



aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars vertikalis, tegmen timpani dibagian atas, dan berturut-turut kanalis semisirkulasis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong, tingkap bundar, dan promontorium dibagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prossesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulangtulang pendengaran merupakan persendian. (1,2,4)



Gambar 3. Telinga tengah (1)



Tuba Eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral tuba Eustachius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian medial bersifat kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang sementara kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian yang bertulang rawan berjalan melintasi dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum yang masing-masing dipersarafi dengan pleksus faringealis dan saraf mandibularis. Tuba Eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membran timpani.(1,2,4) Telinga Dalam



6



Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga dalam terdiri koklea (rumah siput) dan vestibuler. Koklea melingkar seperti rumah siput dengan dua dan satu setengah putaran. Aksis dari spiral tersebut disebut sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan suplai arteri dari arteri vertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menembus suatu lamina tulang yaitu lamina spiralis osseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ Corti. Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga rongga oleh duktus koklearis yang panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe. Bagian atas adalah skala vestibule yang berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani yang juga berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatu celah yang disebut helikotrema. Membran basilaris sempit pada ujungnya (nada tinggi) dan melebar pada bagian bawahnya (nada rendah).(1,2)



Gambar 4. Potongan melintang koklea(3)



Terletak di atas membran basilaris dari basis ke apeks adalah organ Corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme perifer saraf pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu bentuk pengungkit yang dibentuk oleh sel penyokong. Ujung saraf aferen dan 7



eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat terhadap suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular yang disebut membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang disebut limbus.(4) Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung macula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolith yang mengandung kalsium dan memiliki berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena gaya gravitasi maka gaya dari otolith akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran menuju sakkus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang agak lurus terhadap macula sakkulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis memiliki suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis



semisirkularis



akan



menggerakkan



kupula



yang



selanjutnya



akan



membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.(1,2,4) III. FISIOLOGI PENDENGARAN Seseorang dapat mendengar melalui getaran yang dialirkan melalui udara atau tulang langsung ke koklea. Aliran suara melalui udara lebih baik dibandingkan dengan aliran suara melalui tulang.(1,2) Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini di teruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Selanjutnya getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong



8



endolimfe dan membran basal ke arah bawah, perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar.(2,4) Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimfe dan mendorong membran basal, sehingga menjadi cembung ke bawah dan menggerakkan perilimfe pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan ion natrium menjadi aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang N.VIII (N.koklearis), yang kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak (area 39-40) melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.(1,2,4) Ujung-ujung saraf



VIII yang menempel pada dasar sel sensorik akan



menampung impuls yang terbentuk. Lintasan impuls auditori selanjutnya adalah: Ganglion spiralis corti menuju N.VIII ke nukleus-nukleus khoklearis di medula oblongata, selanjutnya ke kolikulus inferior menuju korpus genikulatum medial dan berakhir pada korteks auditori di lobus temporalis serebrum.(1) Secara fisologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz.Oleh karena itu Bunyi ditentukan oleh bunyi dan intensitas. Frekuensi pendengaran orang dewasa muda adalah 16 Hz-20.000 Hz yang disebut dengan frekuensi sonik. Frekuensi yang kurang dari 16 Hz disebut infrasonik sedangkan frekuensi yang lebih dari 20.000 Hz disebut frekuensi suprasonik. Untuk memperkirakan intensitas pendengaran terhadap bunyi yang kita alami sehari-hari, dapat diperbandingkan dengan contoh-contoh sebagai berikut:(1,4) 



Bisikan



: 15-20 dB







Bising ruang kantor



: 35-40 dB







Percakapan dekat



: 60 dB







Bising jalan raya



: 80 dB







Klakson mobil



: 100 dB 9







Pesawat jet



: 120 dB







Ambang batas nyeri



: 130 dB



Gambar 5: Alur Pendengaran(6)



Mekanisme Pendengaran Sentral Depolarisasi sel rambut yang terjadi akan melepaskan neurotransmiter ke dalam serabut aferen nervus koklearis (N.VIII). nervus koklear ini terdiri dari nukleusnukleus, yaitu nukleus anteroventral yang menerima impulsa dari apeks koklea dan berfungsi



untuk



mendengar



suara



dengan



dengan



frekuensi



rendah,



nukleusposteroventral, dan nukleus dorsal yang menerima impuls dari basis koklea, dan berfungsi untuk mendengar suara dengan frekuensi tinggi. Dari nukleus koklear, informasi dari kedua telinga bertemu di masing-masing nukleus olivarius horizontal. Kemudian impulsa pendengaran berjalam melalui berbagai jalur ke kolikulus inferior, pusat untuk refleks-refleks pendengaran, dan melalui korpus genikulatum medial di talamus ke korteks pendengaran area Broadman 39-40. Korteks pendnegaran primer, daerah Brodmann 41, terletak di bagian superior lobus temporalis. Pada manusia, korteks ini terletak di fissura Silvius dan secara normal tidak tampak pada permukaan otak.(1)



10



Gambar 6: Lintasan Impuls Auditori(1)



IV. JENIS-JENIS GANGGUAN PENDENGARAN Ada tiga jenis gangguan pendengaran yang dapat dikenali dengan tes pendengaran, yaitu : 1. Tuli Konduktif. Disebabkan oleh adanya gangguan hantaran dari meatus akustikus eksternus, membran timpani, cavum timpani dan tulang-tulang pendengaran. 2. Tuli Sensorineural. Disebabkan oleh kelainan pada koklea, alat Corti, nervus cochlearis, N VIII atau jalan saraf-saraf pusat di otak. 3. Tuli Campuran (Mixed) adalah tuli campuran dari kedua unsur konduktif dan sensorineural. (4) Kemampuan seseorang untuk mendengar dapat ditentukan dengan berbagai cara mulai dari prosedur informal hingga pengukuran tepat berstandar tinggi yang memerlukan peralatan khusus. Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan audiometer.(1,7) 11



Pemeriksaan pendengaran penting dilakukan untuk mengetahui: 



Apakah seseorang mengalami gangguan pendengaran atau tidak.







Jenis gangguan pendengaran, apakah tuli konduktif, tuli sensorineural, atau campuran.







Derajat ketuliannya atau besar gangguan pendengarannya.(1,7) Dengan diketahui sifat gangguan pendengarannya berarti diketahui pula letak



kelainan, sehingga dapat ditentukan apakah perlu tindakan operasi, pemberian obatobatan saja atau hanya dapat ditolong oleh alat bantu dengar (ABD) atau hearing aid. (7)



Berbagai macam tes pendengaran yaitu:



-



Tes yang paling sederhana ialah tes suara bisik dan percakapan (konversasi),



-



Tes dengan garpu tala,



-



Di klinik yang maju dipergunakan alat elektroakustik yaitu tes dengan audiometer,



-



Tes dengan impedance,



-



Elektrokokleografi,



-



Brainstem Evoke Response Audiometry (BERA), dan



-



Echocheck dan Emisi Otoakustik (Otoacoustic Emissions/OAE).(2,7) Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui



udara dan hantaran tulang. Hantaran udara menggunakan telinga luar dan tengah untuk menghantarkan bunyi ke koklea dan seterusnya. Hantaran ini dianggap jalan yang lazim untuk transmisi bunyi. Pada hantaran tulang, tulang tengkorak dibuat bergetar dengan jalan menempelkan benda yang bergetar secara periodik, misalnya garpu tala. Rangsang yang dihantarkan tulang diduga menggetarkan koklea tanpa melewati telinga luar dan tengah. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural.(1,2) V.



TES GARPU TALA



12



Memeriksa pendengaran diperlukan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. 1,2 Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eusthachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli saraf koklea atau retro koklea.(4) Secara fisologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024, dan 2048 Hz. (1) Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk memeriksa secara kualitatif. Bila Salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, maka diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di sekitarnya.(1,4) Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala dan kualitatif dengan mempergunakan audiometer.(4) Garpu tala atau penala adalah suatu alat yang dirancang khusus untuk menghasilkan bunyi dengan satu frekuensi tertentu. Tujuan pemeriksaan pemeriksaan garpu tala adalah untuk menentukan jenis ketulian.(1,2) Dewasa ini, audiologi telah berkembang dengan pesat karena ditunjang oleh alat-alat canggih, sehingga pemeriksaan lebih tepat, lebih baik dan lebih banyak halhal yang dapat diperiksa. Akan tetapi kita tidak boleh melupakan cara pemeriksaan sederhana ini, karena tes garpu tala sampai saat ini masih dipergunakan sebelum merujuk ke pemeriksaan yang lebih canggih.(2) Pemeriksaan garpu tala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes garpu tala yang merupakan metode standar untuk membedakan gangguan pendengaran, seperti Tes Garis Pendengaran, Tes Rinne, Tes Weber, Tes Scwabach, Tes Bing, Tes Gelle, dan Tes Konduksi Tulang Absolut.(2)



13



Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer. Untuk keperluan tes pendengaran tersedia seperangkat garpu tala dengan frekuensi rendah sampai frekuensi tinggi. Perangkat garpu tala yang lazim digunakan terdiri dari frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Keuntungan dari penggunaan tes garpu tala adalah cepat dapat diperoleh gambaran keadaan pendengaran penderita. Kekurangannya ialah tidak dapat menentukan besarnya intensitas bunyi karena tergantung cara menyentuhkan garpu tala yaitu makin keras sentuhan garpu tala makin keras pula intensitas yang didengar. Sentuhan garpu tala harus lunak tetapi masih dapat didengar oleh telinga normal. Garpu tala dapat digetarkan dengan memukulkannya secara perlahan pada siku pemeriksa, atau menyentilnya dengan ujung jari.(1,8) Macam-Macam Garpu Tala Garpu tala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai 3 macam penala: 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala, digunakan 512 Hz. (1,2,4,6,9)



Gambar 7: Perangkat garpu tala.(9)



Jenis-Jenis Tes Garpu Tala



14



Terdapat berbagai macam tes garpu tala, seperti tes Garis Pendengaran, tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes Bing, tes Gelle dan tes Konduksi Tulang Absolut.(2,4,8) Untuk mempermudah interpretasi klinik, dipakai Tes garis pendengaran, tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach secara bersamaan.(1,2) a. Tes Garis Pendengaran Prinsip tes garis pendengaran adalah menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar pasien dengan hantaran udara pada intensitas ambang normal. Cara pemeriksaannya yaitu : 



Semua garpu tala dibunyikan satu per satu. Dimulai dari garpu tala berfrekuensi paling rendah sampai garpu tala berfrekuensi paling tinggi atau sebaliknya.







Cara membunyikan garpu tala yaitu dengan memegang tangkai garpu tala lalu dipetik secara lunak kedua kaki garpu tala dengan ujung jari atau kuku.







Bunyi garpu tala terlebih dahulu didengar oleh pemeriksa sampai bunyinya hampir hilang. Hal ini untuk mendapatkan bunyi berintensitas paling rendah bagi orang normal/nilai ambang normal.







Secepatnya garpu tala dipindahkan di depan meatus akustikus eksternus pasien pada jarak 1-2 cm secara tegak dan kedua kaki garpu tala berada pada garis hayal yang menghubungkan antara meatus akustikus eksternus kanan dan kiri.







Kemudian dicatat apakah penderita mendengar atau tidak. Bila penderita mendengar diberi tanda (+) pada frekuensi garpu tala yang digunakan dan bila tidak mendengar diberi tanda (-) pada frekuensi garpu tala yang digunakan. (1,911)



15



Gambar 8: Posisi garpu tala pada tes garis pendengaran(11)



Ada 3 interpretasi dari hasil tes garis pendengaran yang dilakukan, yaitu : 1.



Normal. Jika pasien dapat mendengar garpu tala pada semua frekuensi.



2.



Tuli konduktif. Jika batas bawah naik dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi rendah.



3.



Tuli sensorineural. Jika batas atas turun dimana pasien tidak dapat mendengar bunyi berfrekuensi tinggi. (1,9-11)



Sebagai contoh : Telinga Kanan



Frekuensi



Telinga Kiri



-



2.048 1.024



+ +



+ + +



512 256 128



+ -



Telinga kanan tidak mendengar frekuensi 2.048 Hz dan 1.024 Hz sedangkan frekuensi-frekuensi yang lain dapat didengar. Telinga kiri tidak mendengar frekuensi 128 Hz dan 256 Hz sedangkan frekuensi-frekuensi lain dapat didengar. Sehingga interpretasinya adalah telinga kanan batas atasnya menurun berarti telinga kanan mengalami tuli sensorineural dan pada telinga kiri batas bawahnya naik berarti telinga kiri mengalami tuli konduktif.(1) Kesalahan interpretasi dapat terjadi jika kita membunyikan garpu tala terlalu keras sehingga kita tidak dapat mendeteksi pada frekuensi berapa pasien tidak mampu lagi mendengar bunyi.(12) b. Tes Rinne



16



Prinsip tes Rinne adalah membandingkan lamanya perlangsungan bunyi sebuah garpu tala dengan sekali sentuh antara hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga. Cara pemeriksaannya, yaitu sebagai berikut : 



Pemeriksa memukulkan garpu tala berfrekuensi 512 Hz pada telapak tangannya dan meletakkan tangkainya secara tegak lurus pada planum mastoid penderita.







Kemudian menanyakan apakah penderita mendengar bunyi dengungan garpu tala tersebut dan meminta agar penderita memberi isyarat bila bunyinya berhenti.







Setelah penderita tidak mendengar bunyinya, segera garpu tala dipindahkan ke depan meatus akustikus eksternus penderita dan menanyakan apakah penderita masih mendengarkan bunyi dengung garpu tala. (1,8,9,11,13,14)



Gambar 9. Posisi garpu tala pada tes Rinne(9)



Ada 2 interpretasi dari hasil tes Rinne yang dilakukan, yaitu : 1.



Rinne positif, yaitu bila penderita masih mendengar dengungan garpu tala. Ini menunjukkan bahwa hantaran udara lebih lama terdengar/lebih panjang



17



daripada hantaran tulang. Rinne positif terdapat pada telinga normal atau pada tuli sensorineural. 2.



Rinne negatif, yaitu bila penderita tidak mendengar dengungan garpu tala. Ini menunjukkan bahwa hantaran tulang lebih lama terdengar/lebih panjang daripada hantaran udara. Rinne negatif terdapat pada tuli konduktif. (1,8,10)



Interpretasi tes Rinne dapat false Rinne baik pseudo positif dan pseudo negatif. Hal ini dapat terjadi manakala telinga pasien yang tidak dalam pemeriksaan menangkap bunyi garpu tala karena telinga tersebut pendengarannya jauh lebih baik daripada telinga pasien yang diperiksa.(1,9) Dalam keadaan normal, hantaran udara (Air Conduction = AC) lebih baik daripada hantaran tulang (Bone Conduction=BC), dan pasien akan dapat mendengar garpu tala pada meatus akustikus eksternus setelah ia tidak dapat lagi mendengar garpu tala pada ujung mastoid, hal ini berarti uji Rinne positif (AB>BC). Tetapi pasien dengan tuli konduktif, mempunyai hantaran tulang yang lebih baik daripada hantaran udara, dimana uji Rinne negatif (BC>AC). Pasien dengan tuli sensorineural mengalami gangguan pada hantaran udara dan tulang, tetapi akan mempertahankan respons AC>BC yang normal. Telinga tengah akan memperkuat bunyi pada kedua posisi.(8,14) Kesalahan pemeriksaan pada tes Rinne dapat terjadi, baik berasal dari pemeriksa maupun pasien. Kesalahan dari pemeriksa misalnya meletakkan garpu tala tidak tegak lurus, tangkai garpu tala mengenai rambut pasien dan kaki garpu tala mengenai aurikulum pasien. Juga bisa karena jaringan lemak planum mastoid pasien tebal. Kesalahan dari pasien misalnya pasien lambat memberikan isyarat bahwa ia sudah tidak mendengar bunyi garpu tala saat kita menempatkan garpu tala di planum mastoid pasien. Akibatnya getaran kedua kaki garpu tala sudah berhenti saat kita memindahkan garpu tala di depan meatus akustikus eksterna. (10,12)



c. Tes Weber



18



Prinsip tes Weber adalah membandingkan intensitas hantaran tulang pada telinga kiri dengan telinga kanan dari penderita. Cara pemeriksaannya, yaitu : 



Membunyikan garpu tala 512 Hz lalu tangkainya kita letakkan tegak lurus pada garis median tengkorak pasien, misalnya pada dahi, verteks, dagu, atau pada maksilla dengan kedua kaki garpu tala berada pada garis horizontal.







Kemudian menanyakan pada pasien telinga mana yang mendengar atau mendengar lebih keras.







Jika telinga pasien mendengar atau mendengar lebih keras pada 1 telinga maka terjadi lateralisasi ke sisi telinga tersebut. Jika kedua telinga pasien sama-sama tidak mendengar atau sama-sama mendengar maka berarti tidak ada lateralisasi. (1,8,9,13-15)



Gambar 10. Posisi garpu tala pada tes Weber(9)



Interpretasi pada tes Weber dengan lateralisasi, misalnya terjadi lateralisasi ke kanan maka ada 5 kemungkinan yang bisa terjadi pada telinga pasien, yaitu : 1.



Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri normal.



19



2.



Telinga kanan mengalami tuli konduktif sedangkan telinga kiri mengalami tuli sensorineural.



3.



Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli konduktif tetapi telinga kanan lebih parah.



4.



Telinga kanan dan telinga kiri mengalami tuli sensorineural tetapi telinga kiri lebih parah.



5.



Telinga kiri mengalami tuli sensorineural sedangkan telinga kanan normal. (1,9,11,13-15)



d. Tes Schwabach Prinsip dari tes schwabach adalah membandingkan lamanya hantaran tulang berlangsung antara penderita dengan dokter pemeriksa, dengan catatan pendengaran dokternya normal. Cara pemeriksaannya, yaitu : 



Garpu tala 512 Hz yang telah disentuh secara lunak diletakkan tegak lurus pangkalnya pada planum mastoideum penderita.







Kemudian kepada penderita ditanyakan apakah mendengar, sesudah itu sekaligus diinstruksikan agar mengangkat tangannya bila sudah tidak mendengar dengungan.







Bila penderita mengangkat tangan, garpu tala segera dipindahkan ke planum mastoideum pemeriksa. (1,9,10,13,16)



Ada 3 kemungkinan interpretasi dari hasil tes Schwabach yang dilakukan, yaitu : 1.



Schwabach sama panjang. Artinya dokter tidak lagi mendengar bunyi garpu tala, demikian pula penderita tidak mendengar lagi bila prosedur pemeriksaan dibalik. Hal ini menunjukkan bahwa pendengaran penderita normal.



2.



Schwabach memanjang. Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosessus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosessus matoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut 20



Schwabach memendek. Artinya dokter tidak lagi mendengar bunyi garpu tala, namun apabila prosedur pemeriksaan dibalik, yaitu hantaran tulang pemeriksa diukur terlebih dahulu, baru kemudian penderita, maka penderita masih mendengar bunyi garpu tala. Hal ini terjadi pada tuli konduktif. Contoh soal: Seorang dengan kurang pendengaran pada telinga kanan: Hasil tes penala: Tes Pendengaran Rinne Weber



Telinga Kanan Telinga Kiri Negatif Telinga Kiri Lateralisasi ke telinga Positif



kanan Schwabach Memanjang Kesimpulan: tuli konduktif pada telinga 3.



Sesuai Pemeriksa



Schwabach memendek. Artinya dokter masih mendengar bunyi garpu tala, Schwabach memendek menunjukkan bahwa hantaran tulang penderita lebih pendek perlangsungannya dibanding dengan hantaran tulang pemeriksa. Hal ini terjadi pada tuli sensorineural. (1,9,13)



Kesalahan pemeriksaan pada tes Schwabach dapat saja terjadi. Misalnya tangkai garpu tala tidak berdiri dengan baik, kaki garpu tala tersentuh, atau pasien lambat memberikan isyarat tentang hilangnya bunyi.(13)



Gambar 11. Posisi garpu tala pada tes schwabach(9)



e. Tes Bing (Tes Oklusi)



21



Tes bing merupakan pemeriksaan hantaran tulang dan memeriksa efek oklusi pada meatus akustikus eksternus, dimana garpu tala terdengar lebih keras bila telinga normal ditutup. Bila liang telinga ditutup dan dibuka bergantian dan garpu tala yang bergetar di tempelkan pada planum mastoideum, maka telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan melemah (bing positif). Hasil serupa akan didapat pada gangguan pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut (bing negatif).(4,13) Cara pemeriksaannya, yaitu tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup meatus akustikus eksternus, sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30dB. Kemudian garpu tala digetarkan dan diletakkan pada pertengahan kepala (seperti pada tes Weber). (4,13) Interpretasi dari hasil tes Bing yang dilakukan, yaitu bila terdengar lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal, atau tuli sensorineural. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga tersebut menderita tuli konduktif. (4,13) f. Tes Stenger Tes stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura). Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking.(2) Misalnya pada seseorang yang berpura-pura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa. Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.(2)



22



DAFTAR PUSTAKA 1. Sedjawidada R. Tes pendengaran. Audiologi, Diktat kuliah THT. FKUH. Makassar. 1977.p.102-108, 189-215. 2. Nurbaeti I, Efiati S. Gangguan Pendengaran (TULI). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Indro Soetirto, Hendarto Hendarmin, Jenny Bashiruddin editors. FKUI. Jakarta. 2007.p.10-18 3. Murray A. Our Sense of Hearing. [on line] 2007 [cited June 27th 2008]. Available from: URL:http://faculty.washington.edu/chudler/gif/aud3.gif 4. Adams. George L. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga, Audiologi. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Ed ke-6. EGC. Jakarta. 1997.p.27-38,46-50. 5. Putz R. Atlas Anatomi Tubuh Manusia Sobotta. Jilid 1. EGC. Jakarta. 2004.p.289,399,400. 6. Hain TC, Hearing Testing [on line] 2007 [cited June 27th 2008]. Available from: URL:http://www.dizzineasandbalance.com 7. Wiyadi MS. Ketulian:Pemeriksaan dan Penyebabnya. Cermin Dunia Kedokteran no.34,1984.49 [on line] [citied April 30th 2008]. Available from: URL:http://www.portalkalbe-files-cdk-12_ketulian.htm



23



8. Cummings, CW. Otologic and Neurotologic Histology and Physical Examination. Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2nd Edition. Mosby. Philadelphia. 2003.p.2645-47 9. Chartrand MS. Indiana Jones & the Lost of Art of Tuning Fork Testing. Audiology Online.2007. [cited 2008 April 27];[2 screens]. Available from: URL:HYPERLINK http://www.audiologyonline.com/articles 10. Rukmini S, Herawati S. Pemeriksaan Telinga. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung dan Tenggorok. EGC. Jakarta. 2000.p.1-24. 11. Clinical Skill Education Centre, Queen’s University Belfast. Rinne’s & Weber tests. [on line] 2006 [citied April 30th 2008]. Available from: URL:http://www.queensuniversity.com/hearingassesment.htm 12. Al-Fatih M. tes Pendengaran. Grup Klinik Indonesia.2007.[citied April 20th 2008]. Available from: URL:http://www.klinikindonesia.com/ 13. Lee J K. Audiology. Essential Otolaryngology Head and Neck Surgery. McGraw-Hill Medical Publishing Division. New York. 2003.p.24-31 14. Swartz, Mark H. Telinga dan Hidung. Buku Ajar Diagnostik Fisik (textbook of physical diagnosis). EGC. Jakarta. 1995.p.118-38 15. Edgern AR. Hearing test with a tuning fork. Gale encyclopedia of medicine [on line] 2006 [citied April 25th 2008]. Available from: URL:http://www.healthatoz.com/atoz/common/standard/hearingtestwitatuning fork.jsp



24



25