16 0 2 MB
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN TERHADAP KEPATUHAN PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL/ KEWASPADAAN STANDAR OLEH PERAWAT DAN BIDAN DI RAWAT INAP RS BUDHI ASIH JAKARTA TAHUN 2015
TESIS
Oleh ADITYA TOGA SUMONDANG SARAGIH NPM 1306352055
PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2015
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
Aditya Toga Sumondang Saragih
NPM
:
1306352055
TandaTangan
:
Tanggal
:
8 Juli 2015
ii Universitas Indonesia
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama
: Aditya Toga Sumondang Saragih
NPM
: 1306352055
Program Studi
: Kajian Administrasi Rumah Sakit
Departemen
: Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK)
Fakultas
: Kesehatan Masyarakat
Tahun Akademik
: 2014/2015
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya yang berjudul :
Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh Perawat dan Bidan di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015
Apabila suatu saat terbukti saya melakukan plagiat maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, 8 Juli 2015
( Aditya Toga Sumondang Saragih )
iii Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh : Nama
: Aditya Toga Sumondang Saragih
NPM
: 1306352055
Program Studi
: Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul Tesis
: Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Kepatuhan
Penerapan
Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar oleh Perawat dan Bidan di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015 Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Dr. drg. Wachyu Sulistiadi,MARS.
(............................)
Penguji Dalam
: Puput Oktamianti, S.KM. MM.
(............................)
Penguji Dalam
: Dr. Dra. Dumilah Ayunigtyas, MARS.
(............................)
Penguji Luar
: dr. M. Ihsan Ramdani, MARS, AAAK
(............................)
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 8 Juli 2015
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya tesis dengan judul “ Hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Banyak kesulitan yang dihadapi penulis dalam penyusunan tesis ini, namun dengan dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, hambatan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. drg. Wachyu Sulistiadi, MARS sebagai Pembimbing Akademik yang dengan penuh kesabaran dan telah memberikan waktu, dukungan, bimbingan dan arahan selama pembuatan tesis ini serta selalu memaklumi segala kekurangan yang ada pada mahasiswi bimbingannya. 2. dr. Agustin Kusumayanti, MSc, PhD selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 3. Dr. Dra. Dumilah Ayunigtyas, MARS selaku Ketua Program Studi KARS dan tim penguji yang selalu memberikan dukungan dan arahan positif. 4. Puput Oktamianti, S.KM, MM dan dr. Ihsan Ramdani, MARS, AAAK selaku tim penguji yang telah memberikan masukan dan saran yang bermanfaat bagi tesis ini. 5. Para dosen pengajar KARS FKM UI yang telah memberikan ilmu, wawasannya selama penulis menjalani pendidikan, serta staf administrasi dan staf akademik yang selalu membantu selama proses perkuliahan. 6. dr. IB Nyoman Banjar, MKM selaku Direktur RS Budhi Asih yang telah memberikan izin pada penulis untuk melakukan penelitian ini, serta para informan yang telah memberikan informasi dan bantuan selama proses penelitian. v Universitas Indonesia
7. Terima kasih juga kepada Bu Betty Gultom dan keluarga yang telah sangat membantu kelancaran pengumpulan data di rawat inap RS Budhi Asih 8. Kedua orang tua saya drs. Wokman Saragih, Msi dan Netty Suryani yang telah memberikan dukungan secara moral dan finasial, dukungan semangat dan doa sehingga membuat anaknya yang mulai lelah menjadi semangat. 9. Kedua adik saya Debrian Ruhut Saragih dan Gracia Anggitharia Saragih yang membantu kakaknya menyelesaikan tesis ini 10. Sdri Angeline Maranatha dan keluarga Sihombing- Hutagalung yang terus menerus mendorong dan memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini 11. Seluruh staf akademik dan administrasi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia atas segala bantuannya selama masa pendidikan 12. Rekan-rekan seperjuangan program studi Kajian Administrasi Rumah Sakit 2013 yang telah memberikan dukungan, semangat dan kerjasamanya sepanjang masa perkuliahan. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, Juni 2015 Penulis
Aditya Toga Sumondang Saragih
vi Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawahini: Nama : Aditya Toga Sumondang Saragih NPM : 1306452055 Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit Departemen : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan (AKK) Fakultas : Kesehatan Masyarakat Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : HUBUNGAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN TERHADAP KEPATUHAN PENERAPAN KEWASPADAAN UNIVERSAL/ STANDAR OLEH PERAWAT DAN BIDAN DI RAWAT INAP RS BUDHI ASIH JAKARTA TAHUN 2015 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 8 Juli 2015 Yang menyatakan
(Aditya Toga Sumondang Saragih)
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Aditya Toga Sumondang Saragih : Kajian Administrasi Rumah Sakit : Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh Perawat dan Bidan di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015
Tesis ini membahas hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis untuk melihat hubungan antara budaya keterbukaan, budaya keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi dengan kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal/standar menggunakan desain potong lintang dengan self administered questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih sudah baik. Ditemukan adanya hubungan antara budaya keterbukaan dan budaya pelaporan dengan kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal/standar. Manajemen rumah sakit harus mengintegrasikan unsur keselamatan petugas dan pasien dalam setiap kebijakan dan menciptakan iklim yang mendukung keterbukaan dan pelaporan insiden yang terjadi sebagai masukan bagi kemajuan rumah sakit di masa mendatang. Kata kunci : budaya keselamatan pasien, kewaspadaan universal
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Aditya Toga Sumondang Saragih : Hospital Administration : Relationship between Patient Safety Culture and Compliance in Implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by Nurses and Midwives at Inpatient unit in Budhi Asih Hospital Jakarta 2015
This thesis describes relationship between Patient Safety Culture and compliance in implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by Nurses and Midwives at inpatient unit in Budhi Asih Hospital Jakarta 2015. The study was a descriptive analytical research on the relationship between open culture, just culture, reporting culture, learning culture and information culture with the compliance in implementation of universal precaution /standards precautions using cross sectional study design with self administered questionnaires. The results showed that compliance to the implementation of universal precautions by nurses and midwives in Budhi Asih Hospital inpatient is good. Found an association between open culture and reporting culture with compliance in the implementation of universal precautions or standards precautions. Hospital management must integrate patient and officers safety aspects in every policy and create a favorable climate of openness and reporting incidents that occurred as input for the improvement of the hospital safety culture in the future.
Keywords: Patient Safety Culture, Universal Precautions
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................. SURAT PENYATAAN TIDAK PLAGIAT..................................... HALAMAN PENGESAHAN............................................................ KATA PENGANTAR........................................................................ LEMBAR PERNYATAAN PESETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............ ABSTRAK........................................................................................... ABSTRACT.......................................................................................... DAFTAR ISI....................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................... DAFTAR GAMBAR.......................................................................... DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... 1
2
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah............................................................ 1.2 Rumusan masalah..................................................................... 1.3 Pertanyaan penelitian................................................................ 1.4 Tujuan penelitian...................................................................... 1.5 Manfaat penelitian.................................................................... 1.6 Ruang lingkup penelitian.......................................................... TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit………………….................................................. 2.2 Konsep Budaya………………................................................. 2.3 Konsep Keselamatan………………......................................... 2.4 Konsep Keselamatan Pasien..................................................... 2.4.1 Definisi Keselamatan Pasien .......................................... 2.4.2 Tujuan dan Kebijakan Keselamatan Pasien di rumah sakit………………………………………………………….. 2.4.3 Sistem dan Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.......................................................................................... 2.5 Budaya Keselamaatan Pasien………....................................... 2.5.1 Definisi Budaya Keselamatan Pasien............................. 2.5.2 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien............................. 2.5.3 Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien....................... 2.5.4 Manfaat Membangun Budaya keselamatan Pasien......... 2.6 Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar (Universal/standart precautions)………………...................... 2.6.1 Definisi........................................................................... 2.6.2 Komponen Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar...................................................................................... 2.6.3 Kepatuhan dalam Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar..............................................
i ii iii iv v vii
vii ix x xiii xv xviii 1 7 8 9 10 10
12 13 13 14 14 14 16 25 25 26 31 32 35 35 36 46
x Universitas Indonesia
3
4
5
6
7
GAMBARAN UMUM RS. BUDHI ASIH JAKATA 3.1 Sejarah RS Budhi Asih Jakarta…………………………….... 3.2 Profil, Moto dan Logo RS Budhi Asih Jakarta ........................ 3.3 Visi, misi, Tujuan, Falsafah, Nilai dasar…………................... 3.4 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas……………….............. 3.5 Ketenagaan………………………............................................ 3.6 Fasilitas ………………………................................................ 3.7 Pelayanan……………………………………………………..
48 50 52 53 75 79 81
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP PENELITIAN, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 4.1 Kerangka teori ………………….............................................. 4.2 Kerangka konsep penelitian………………………………….. 4.3 Hipotesis penelitian…….......................................................... 4.4 Definisi Operasional………………………………………….
82 88 88 90
METODE PENELITIAN 5.1 Jenis penelitian.......................................................................... 5.2 Lokasi dan waktu penelitian..................................................... 5.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 5.4 Tenaga Pengamat dan Instrumen Penelitian............................. 5.5 Teknik Pengumpulan Data………………………………….... 5.6 Pengolahan Data…………………………............................... 5.7 Analisis data…………………………………………….......... 5.7.1 Analisis Data Univariat.................................................... 5.7.2 Analisis Data Bivariat...................................................... 5.8 Etika Penelitian………………………….................................
95 95 95 97 99 99 100 100 101 102
HASIL PENELITIAN 6.1 Proses penelitian....................................................................... 6.2 Penyajian Hasil Penelitian Budaya Keselamatan Pasien…………………………………………........................ 6.2.1 Karakteristik Responden.................................................. 6.2.2 Dimensi budaya keselamatan pasien…........................... 6.2.2.1 Budaya keterbukaan............................................ 6.2.2.2 Budaya Keadilan………………………………. 6.2.2.3 Budaya Pelaporan............................................... 6.2.2.4 Budaya Belajar.................................................... 6.2.2.5 Budaya Informasi................................................ 6.3 Kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar……......................................... 6.4 Analisis hubungan budaya keselamatan pasien dengan kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar………………............................................... PEMBAHASAN 7.1 Gambaran kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar....................................................................... 7.2 Hubungan budaya keterbukaan terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar............................... 7.3 Hubungan budaya keadilan terhadap kepatuhan dalam
103 103 104 105 106 112 115 118 121 124 126
129 132 134
xi Universitas Indonesia
penerapan kewaspadaan universal/standar............................... 7.4 Hubungan budaya pelaporan terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar .............................. 7.5 Hubungan budaya belajar terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar .............................. 7.6 Hubungan budaya informasi terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar .............................. 7.7 Keterbatasan Penelitian……..................................................... KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan............................................................................... 8.2 Saran......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
136 137 140 141
8
143 143 143
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 3.1
Rekapitulasi Tenaga Medis di RS Budhi Asih Jakarta………
76
Tabel 3.2
Rekapitulasi Tenaga Non Medis di RS Budhi Asih Jakarta…
77
Tabel 3.3
Rekapitulasi Tenaga Paramedis Keperawatan di RS Budhi Asih Jakarta…………………………………………………… Rekapitulasi Tenaga Non keperawatan di RS Budhi Asih Jakarta………………………………………………………… Rekapitulasi Jumlah Tempat Tidur di RS Budhi Asih Jakarta.. Definisi Operasional Penelitian………………………………. Pengambilan sampel berdasarkan lantai 5 sampai Lantai 9 di rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015………………. Penilaian butir pernyataan dengan skala Likert………………. Distribusi frekuensi karakteristik responden…………………. Dimensi keterbukaan komunikasi dalam budaya keterbukaan.. Dimensi kerjasama dalam unit dalam budaya keterbukaan…... Dimensi kerjasama antar unit dalam budaya keterbukaan……. Dimensi persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien dalam budaya keterbukaan……………………………………. Dimensi dukungan manajemen terhadap upaya keselamatan pasien dalam budaya keterbukaan……………………………. Budaya keterbukaan dalam budaya keselamatan pasien……... Dimensi staffing dalam budaya keadilan……………………... Dimensi respon non punitive dalam budaya keadilan………... Budaya keadilan dalam budaya keselamatan pasien…………. Dimensi frekuensi pelaporan kejadian dalam budaya pelaporan……………………………………………………… Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir berkaitan dengan posisi di rumah sakit…..…............................ Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir berkaitan dengan jam kerja dalam seminggu…………………. Dimensi pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan dalam budaya belajar…………………………………………. Dimensi harapan staf terhadap tindakan supervisor/manajer dalam promosi keselamatan pasien dalam budaya belajar…… Budaya belajar dalam budaya keselamatan pasien…………… Dimensi umpan balik dan komunikasi tentang keselamatan pasien dalam budaya informasi……………………………….. Dimensi serah terima dan transisi dalam budaya informasi….. Budaya informasi dalam budaya keselamatan pasien………… Hasil analisis univariat variabel kepatuhan dalam penerapan
78
Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 4.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 6.1 Tabel 6.2 Tabel 6.3 Tabel 6.4 Tabel 6.5 Tabel 6.6 Tabel 6.7 Tabel 6.8 Tabel 6.9 Tabel 6.10 Tabel 6.11 Tabel 6.12 Tabel 6.13 Tabel 6.14 Tabel 6.15 Tabel 6.16 Tabel 6.17 Tabel 6.18 Tabel 6.19 Tabel 6.20
78 81 90 97 98 104 106 107 108 109 110 111 112 109 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124
xiii Universitas Indonesia
Tabel 6.21 Tabel 6.22
kewaspadaan universal/standar……………………………….. Kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan…………………….. Hasil analisis bivariat budaya keselamatan pasien dan kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/standar………...
125 127
xiv Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR halaman
Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3
Pendekatan sistematik keselamatan pasien………….. Logo RSUD Budhi Asih…………………….............. Struktur Organisasi RSUD Budhi Asih Jakarta……... Budaya Keselamatan Pasien dengan lima sub budaya Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien……….. Budaya Keselamatan pasien berdasarkan dimensi AHRQ dan penggolongan Carthey&Clarke…………. Gambar 4.4 Model Determinan Perilaku Kepatuhan……………... Gambar 4.5 Kerangka Konsep Penelitian…………………………
34 52 54 82 85 86 87 88
xv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2
Lampiran 3
Kuesioner budaya keselamatan pasien dan Kewaspadaan universal (Universal Precautions) Hasil kuesioner kepatuhan dalam kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di RS Budhi Asih Jakarta 2015 Hasil Analisis SPSS terhadap budaya keselamatan pasien di RS Budhi Asih
xvi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Aditya Toga Sumondang Saragih : Kajian Administrasi Rumah Sakit : Hubungan Budaya Keselamatan Pasien terhadap Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh Perawat dan Bidan di Rawat Inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015
Tesis ini membahas hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta Tahun 2015. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis untuk melihat hubungan antara budaya keterbukaan, budaya keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi dengan kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal/standar menggunakan desain potong lintang dengan self administered questionnaire. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih sudah baik. Ditemukan adanya hubungan antara budaya keterbukaan dan budaya pelaporan dengan kepatuhan akan penerapan kewaspadaan universal/standar. Manajemen rumah sakit harus mengintegrasikan unsur keselamatan petugas dan pasien dalam setiap kebijakan dan menciptakan iklim yang mendukung keterbukaan dan pelaporan insiden yang terjadi sebagai masukan bagi kemajuan rumah sakit di masa mendatang. Kata kunci : Budaya keselamatan pasien, Kewaspadaan universal, Kepatuhan
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Aditya Toga Sumondang Saragih : Hospital Administration : Relationship between Patient Safety Culture and Compliance in Implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by Nurses and Midwives at Inpatient unit in Budhi Asih Hospital Jakarta 2015
This thesis describes relationship between Patient Safety Culture and compliance in implementation of Universal Precautions/Standard Precautions by Nurses and Midwives at inpatient unit in Budhi Asih Hospital Jakarta 2015. The study was a descriptive analytical research on the relationship between open culture, just culture, reporting culture, learning culture and information culture with the compliance in implementation of universal precaution /standards precautions using cross sectional study design with self administered questionnaires. The results showed that compliance to the implementation of universal precautions by nurses and midwives in Budhi Asih Hospital inpatient is good. Found an association between open culture and reporting culture with compliance in the implementation of universal precautions or standards precautions. Hospital management must integrate patient and officers safety aspects in every policy and create a favorable climate of openness and reporting incidents that occurred as input for the improvement of the hospital safety culture in the future.
Keywords: Patient Safety Culture, Universal Precaution, Compliance
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Upaya meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan di rumah sakit sudah merupakan suatu isu global. Perkembangan teknologi yang kompleks dan tuntutan masyarakat yang sangat tinggi akan pelayanan yang berkualitas dan aman merupakan tantangan bagi rumah sakit untuk terus menjaga mutu pelayanan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan petugas kesehatan yang melayani pasien. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak 2400 tahun yang lalu Hipocrates telah mengeluarkan fatwa ”Primum, Non Nocere” (First, Do No Harm). Fatwa ini mengamanatkan tentang keselamatan pasien yang harus diutamakan. Dari fatwa ini tersirat bahwa keselamatan pasien bukan hal yang baru dalam dunia pengobatan, karena pada hakekatnya tindakan keselamatan pasien itu sudah menyatu dengan proses pengobatan itu sendiri (Depkes, 2006) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 5 Ayat (2), bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau . Keputusan Menteri nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari kesalahan medis dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua pemangku kepentingan di rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di rumah sakit.
1
Universitas Indonesia
2
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf rumah sakit yang cukup besar merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis. Menurut Institute of Medicine (2000), kesalahan medis (medical error) didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini dapat berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa near miss atau adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD). Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringatan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya). Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Pada tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Dalam menindaklanjuti penemuan ini pada tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Di Indonesia, laporan insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi pada tahun 2007 dilaporkan provinsi DKI Jakarta menempati urutan
Universitas Indonesia
3
tertinggi yaitu 37,9% diantara delapan provinsi lainnya (Jawa Tengah 15,9%, D.I.Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Aceh 1,07% dan Sulawesi Selatan 0,7%) (KKP-RS, 2008). Data tentang KTD diatas menurut Depkes RI (2006) belum terlalu mewakili KTD yang sebenarnya di Indonesia. Data statistik nasional mengenai KTD di Indonesia belum ada namun berdasarkan penelitian-penelitian yang ada dan kasus-kasus yang terjadi, jumlah KTD dapat diperkirakan relatif tinggi. Untuk meningkatkan mutu pelayanan keselamatan pasien di tingkat unit maka harus dilakukan upaya perubahan budaya keselamatan pasien. Hughes (2008) menyatakan bahwa langkah awal untuk memperbaiki pelayanan yang berkualitas adalah keselamatan sedangkan kunci dari pelayanan yang bermutu dan aman adalah membangun budaya keselamatan pasien. Jadi pengembangan mutu di rumah sakit telah mengarah pada upaya peningkatan mutu yang berorientasi pada keselamatan.
Jika suatu organisasi mengadopsi budaya keselamatan pasien sebagai nilai keselamatan berarti setiap individu dalam organisasi tersebut bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan secara aman. Nilai ini dapat menjadi perekat individu, dikomunikasikan dan diajarkan dari dan ke setiap individu menjadi aturan yang ditaati serta dapat membentuk kebiasaan dan perilaku individu dalam organisasi (Cahyono, 2008).
Misi rumah sakit Budhi Asih sangat vital untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien sehingga mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi kesalahan medis sebagai bagian dari penghargaannya
terhadap
kemanusiaan,
maka
dikembangkan
sistem
keselamatan pasien (patient safety) yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada. Sasaran keselamatan pasien di rumah sakit Budhi Asih terdiri atas enam sasaran utama yaitu ketepatan identifikasi pasien, komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan pengurangan resiko pasien jatuh.
Universitas Indonesia
4
Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong peningkatan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti area yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menguraikan tentang solusi atas konsensus berbasis bukti dan keahlian terhadap permasalahan ini. Mutu dan keselamatan pasien seharusnya sudah tertanam dalam kegiatan stafan sehari hari dari tenaga kesehatan profesional dan staf lainnya.
Perawat merupakan petugas kesehatan yang memiliki risiko lebih tinggi terhadap bahaya keselamatan pasien dibandingkan petugas kesehatan yang lainnya (Foley, 2004). Perawat bekerja dalam lingkungan pelayanan kesehatan yang kompleks, pelayanan cepat dan menggunakan teknologi yang tinggi (Sedlak, 2004). Data kejadian luka tusuk RSUD Dr. Sadjito tahun 2006-2011 menyatakan bahwa tenaga perawat menempati urutan pertama yang mengalami kejadian luka tusuk jarum dibandingkan tenaga kesehatan yang lainnya (Dewi SC, 2011)
Perawat terpapar oleh berbagai macam risiko bahaya dalam menjalankan stafannya. Menurut Foley (2004) ancaman bahaya terhadap keselamatan perawat dibagi menjadi lima kelompok yaitu risiko paparan agen infeksius biologi, risiko bahan kimia, risiko yang berasal dari lingkungan atau mekanis, risiko fisik dan risiko psikososial. Risiko terhadap paparan agen infeksius terjadi pada saat perawat berinteraksi dengan pasien berpenyakit menular (communicable disease) seperti Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan tuberculosis (TBC), infeksi melalui darah seperti Hepatitis B, Hepatitis C dan Human Immunodeficiency virus (HIV) dan risiko infeksi dari jarum suntik (needlestick injury). Paparan bahan kimia dapat berasal dari bahan sterilisasi, desinfektan maupun agen kemoterapi. Risiko mekanik dapat terjadi dalam proses mengangkat maupun memindahkan pasien karena prosedur yang tidak benar. Lingkungan fisik yang dapat menyebabkan trauma seperti panas maupun dingin, kebisingan dan paparan radiasi. Risiko psikososial berkaitan dengan tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perawat oleh pasien.
Universitas Indonesia
5
Lingkungan kerja perawat yang penuh stressor dapat menyebabkan penyakit maupun cidera pada perawat (Trinkoff, et.al., 2007). Jam kerja perawat yang panjang dapat menimbulkan kelelahan, menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko terjadinya kesalahan yang dapat membahayakan pasien (Gottlieb, 2003). Penelitian Trinkoff (2007) didapatkan hasil jam kerja perawat yang panjang berhubungan dengan kejadian cidera muskuloskeletal dan cidera karena tertusuk jarum. Penelitian Prawitasari (2009) didapatkan hasil terdapat hubungan antara beban kerja perawat pelaksana dengan keselamatan pasien. Hal ini berhubungan dengan tuntutan terhadap jaminan keselamatan seiring dengan tuntutan masyarakat terhadap mutu dan kualitas pelayanan kesehatan. Keselamatan merupakan langkah kritis pertama untuk memperbaiki kualitas pelayanan (Cahyono, 2008) berkaitan dengan mutu dan citra rumah sakit dan merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang berkualitas (Ballard, 2003). Keselamatan harus mendapat perhatian yang serius dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keselamatan ini tidak hanya menyangkut keselamatan pasien namun juga keselamatan bagi petugas kesehatan (Dewi, 2011). Penelitian Anugrahini (2010) didapatkan hasil hubungan yang bermakna antara faktor organisasi (kepemimpinan dan struktur organisasi) terhadap kepatuhan perawat dalam menerapkan pedoman keselamatan pasien di RSAB Harapan Kita. Keselamatan adalah masalah kultur, kerja sama tim, kompetensi, keterbukaan dan kejujuran, komunikasi, ketaatan terhadap standar dan teknologi (Cahyono, 2008). Tingginya infeksi nosokomial yang terjadi sangat dipengaruhi oleh perilaku tenaga kesehatan didalam rumah sakit (Notoatmodjo, 2007). Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan seperti penularan infeksi diantara pasien melalui tangan dokter dan perawat, dan terinfeksi saluran kemih terkait kateter, blood stream infection, pneumonia yang dihubungkan dengan ventilasi mekanis. Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi lainnya adalah perilaku tenaga kesehatan yang tidak melakukan cuci tangan dengan tepat (Resfi, 2013).
Universitas Indonesia
6
Kewaspadaan standar diterapkan di RS Budhi Asih dengan tujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien. Dengan diterapkannya budaya keselamatan pasien
yang
positif
diharapkan
kepatuhan
penerapan
kewaspadaan
universal/standar semakin baik. Powell (2004) menyatakan bahwa budaya keselamatan merupakan faktor yang dominan dalam keberhasilan upaya keselamatan. Keselamatan sebagai bagian dari mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang terdiri atas komponen struktur, proses dan hasil. Struktur meliputi infrastuktur fisik, organisasi (struktur dan budaya), manajemen, sumberdaya manusia, penjadwalan dan ketersediaan peralatan. Komponen proses meliputi kepatuhan pada protokol, proses pelayanan, prosedur tindakan, pengendalian serta pedoman. Keselamatan pasien dan perawat merupakan hasil dari komponen struktur dan proses (Runciman et al, 2010). Keselamatan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam sistem kesehatan. faktor yang mempengaruhi meliputi faktor karakteristik individu petugas kesehatan, sifat dasar stafan, lingkungan fisik, faktor penyatuan sistem dan manusia (human-system interfaces), faktor organisasi atau lingkungan sosial dan faktor manajemen. Faktor karakteristik individu petugas kesehatan meliputi keterampilan,
pengetahuan dan
pengalaman kerja. Faktor manajemen meliputi ketenagaan, struktur organisasi, penjadwalan, ketersediaan sumber daya dan komitmen terhadap kualitas (Hendriksen, et.al., 2008). Penelitian oleh Sahara A (2011) menyatakan ada hubungan bermakna antara faktor organisasi yaitu safety climate, pelatihan dan
ketersediaan
APD
dengan
kepatuhan
penerapan
kewaspadaan
universal/kewaspadaan standar sedangkan faktor individu yang terdiri dari pengetahuan transmisi HIV, HBV, HCV, persepsi risiko, risk taking personality, eficacy of prevention dan safety performace feedback tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Tidak ditemukan juga hubungan faktor stafan yaitu hambatan penerapan kewaspadaan universal/standar dan beban kerja dengan kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar.
Universitas Indonesia
7
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka adalah sangat penting untuk mengetahui gambaran kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan universal/standar dalam kaitannya dengan budaya keselamatan pasien di rawat inap RSUD Budhi Asih Jakarta. Kurangnya kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/ standar dapat disebabkan beberapa faktor antara lain lemahnya beberapa bagian dari dimensi budaya keselamatan pasien, seperti masalah komunikasi antar staf, masalah proses serah terima pasien, kurangnya supervisi ataupun masalah dalam hal pengaturan staf.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Perawat dan bidan sebagai petugas kesehatan yang memberikan pelayanan memiliki frekuensi dan peluang yang tinggi untuk terinfeksi. RSUD Budhi Asih telah menerapkan kebijakan kewaspadaan standar/universal pada petugas kesehatan selama menjalakan praktik klinisnya. Namun kepatuhan penerapan kewaspadaan standar/universal masih perlu ditingkatkan salah satunya dengan penerapan budaya keselamatan pasien bagi perawat dan bidan di rawat inap RSUD Budhi Asih. Budaya keselamatan pasien yang positif diharapkan dapat berpengaruh pada kepatuhan pada kewaspadaan standar/universal yang baik pula bagi tenaga kesehatan khususnya perawat di rawat inap. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penerapan budaya keselamatan pasien terhadap kewaspadaan standar/universal bagi perawat di rawat inap RSUD Budhi Asih. Kebijakan yang diambil dalam rumah sakit diupayakan memperhatikan budaya keselamatan pasien diharapkan sebagai kunci peningkatan kualitas pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kewaspadaan universal bagi perawat dan bidan di rawat inap RSUD Budhi Asih.
Universitas Indonesia
8
1.3. PERTANYAAN PENELITIAN Pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta? 2. Bagaimana hubungan budaya keterbukaan terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/keaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta? 3. Bagaimana hubungan budaya keadilan terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta? 4. Bagaimana hubungan budaya pelaporan terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta? 5. Bagaimana hubungan budaya belajar terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/keaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta? 6.
Bagaimana
hubungan
budaya
informasi
terhadap
penerapan
kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta?
Universitas Indonesia
9
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya hubungan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan universal/standar bagi perawat dan bidan di rawat inap RSUD Budhi Asih.
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta. 2. Diketahuinya hubungan budaya keterbukaan terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta. 3. Diketahuinya hubungan budaya keadilan terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta. 4. Diketahuinya hubungan budaya pelaporan terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta. 5. Diketahuinya hubungan budaya belajar terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta. 6. Diketahuinya hubungan budaya informasi terhadap kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di ruang rawat inap RS Budhi Asih Jakarta.
Universitas Indonesia
10
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi RS Budhi Asih Dengan diketahuinya hubungan antara budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap maka dapat dilakukan intervensi untuk meningkatkan kepatuhan sehingga dapat terlaksana menurut kebijakan dan prosedur. 2. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengalaman mengenai hubungan antara budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan kewaspadaan universal/standar bagi perawat dan bidan di rawat inap RS. 3. Bagi Pembaca Dapat menjadi referensi bacaan sehingga menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan masyarakat, khususnya mengenai hubungan
budaya
keselamatan
pasien
terhadap
kewaspadaan
universal/standar bagi perawat dan bidan di rawat inap RS.
1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan budaya keselamatan pasien terhadap kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/standar bagi perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimalkan kepatuhan kewaspadaan universal/standar bagi perawat di rawat inap sebagai tenaga kesehatan yang memiliki frekuensi dan peluang tinggi untuk terinfeksi. Salah satunya adalah dengan mengetahui hubungannya dengan budaya keselamatan
Universitas Indonesia
11
pasien oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih. Objek penelitiannya adalah perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih. Variabel yang diteliti terdiri dari variabel independen yaitu budaya keselamatan pasien yang memiliki lima sub-budaya yaitu budaya keterbukaan, budaya keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi serta variabel dependen yaitu kepatuhan penerapan kewaspadaan universal/standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 di RS Budhi Asih. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan rancangan cross sectional.
Universitas Indonesia
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. RUMAH SAKIT
Definisi hospital menurut WHO Expert Committee on Organization of Medical Care “the hospital is an integral part of a social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive, and whose outpatient service reach out to the family in its home environment; the hospital is also a centre for the training of health worker and for biosocial research” (WHO, 1963). Jadi menurut WHO, rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dalam pasal 1 disebutkan bahwa rumah sakit adalah
institusi
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Dalam pasal 13 undang-undang tentang Rumah Sakit ini disebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Lebih dalam lagi mengenai keselamatan pasien dalam UU tentang RS No 44 tahun 2009 menyebutkan bahwa Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
12
Universitas Indonesia
13
2.2 KONSEP BUDAYA
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Istilah ini dapat diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (Poespowardojo, 1993). Menurut Koentjaraningrat (2002), budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar . Setiap organisasi memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai budaya organisasi. Menurut Robbins (1999) budaya dalam organisasi adalah sistem nilai bersama dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana para karyawan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi. Budaya juga didefinisikan sebagai suatu nilai-nilai yang mempedomani sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahan eksternal dan usaha memahami nilai-nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus bertindak dan bertingkah laku (Sunarto,2003).
2.3. KONSEP KESELAMATAN (Safety)
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien (patient safety), keselamatan staf atau petugas kesehatan, keselamatan bangunan dan peralatan di rumah sakit yang dapat berdampak terhadap keselamatan pasien dan petugas,
Universitas Indonesia
14
keselamatan lingkungan yang berdampak pada pencemaran lingkungan dan keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait dengan kelangsungan hidup rumah sakit.
2.4. KONSEP KESELAMATAN PASIEN (Patient Safety)
2.4.1 Definisi Keselamatan Pasien Loytin (2010) mengatakan “patient safety is a discipline in the health care sector that applies safety science methods toward the goal of achieving a trustworthy system of health care delivery” Menurut Loytin (2010) keselamatan pasien adalah suatu disiplin di sektor industri kesehatan yang berusaha menerapkan metode sains untuk mencapai tujuan menciptakan sistem pelayanan kesehatan yang terpercaya. Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan, analisis, kemampuan belajar dari insiden serta tindak lanjut jalan keluar untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya.
2.4.2 Tujuan dan Kebijakan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit adalah terciptanya budaya keselamatan
pasien
di
rumah
sakit,
meningkatnya
akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit dan terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan (Depkes RI,2006).
Universitas Indonesia
15
Kebijakan keselamatan pasien di rumah sakit antara lain: a. Rumah Sakit wajib melaksanakan sistim keselamatan pasien. b. Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan pasien. c. Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien. d. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui program akreditasi rumah sakit (Depkes, 2006).
2.4.3 Kesalahan Medis
Menurut Institute of Medicine (2000), kesalahan medis atau medical error didefinisikan sebagai suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini dapat berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya pasien menerima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain segera mengetahui dan membatal sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
Universitas Indonesia
16
tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
2.4.4 Sistem dan Standar Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Sistem keselamatan pasien rumah sakit antara lain meliputi 1. Pelaporan insiden, laporan bersifat anonim dan rahasia. 2. Analisa, belajar, riset masalah dan pengembangan taksonomi. 3.Pengembangan dan penerapan solusi serta monitoring/evaluasi. 4. Penetapan panduan, pedoman, SOP, standar indikator keselamatan pasien berdasarkan pengetahuan dan riset. 5. Keterlibatan serta pemberdayaan pasien dan keluarganya.
Standar keselamatan pasien menurut Depkes (2008) yaitu
Standar I. Hak pasien Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang
rencana
dan
hasil
pelayanan
termasuk
kemungkinan terjadinya kejadian tak diharapkan. Kriteria: a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan. b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan. c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan dan prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan KTD
Standar II. Mendidik pasien dan keluarga. Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung pasien dalam asuhan pasien. Keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan dapat di tingkatkan dengan
Universitas Indonesia
17
keterlibatan pasien yang
merupakan patner
dalam proses
pelayanan. Karena itu di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria: a. Memberi informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur. b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan. e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit. f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Standar III. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan. Rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria: a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit. b. Terdapat koordinasi pelayanan yang di sesuaikan dengan kebutuhan
pasien
dan
kelayakan
sumber
daya
secara
berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transaksi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar. c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
Universitas Indonesia
18
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV : Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang
ada,
memonitor
dan
mengevaluasi
kinerja
melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif , dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria: a. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perencanaan yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien sesuai dengan ” langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit” b. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja antara lain yang terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, menejemen resiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan. c. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua KTD/KNC, dan secara proaktif melakukan evaluasi suatu proses kasus resiko tinggi. d. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang di perlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.
Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien. 1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan ”7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit”.
Universitas Indonesia
19
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi KTD/KNC. 3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. 4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji dan meningkatkan kinerja rumah rakit serta meningkatkan keselamatan pasien. 5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja Rumah Sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria: a. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien. b. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis kejadian yang memerlukan perhatian, mulai dari KNC (Near miss) sampai dengan KTD (Adverse event). c. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien. d. Tersedia prosedur ”cepat tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jalas untuk keperluan analisis. e. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang analisis akar masalah (RCA) kejadian pada saat program keselamatan pasien mulai di laksanakan.
Universitas Indonesia
20
f. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden atau kegiatan proaktif untuk memperkecil resiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan kejadian. g. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam Rumah Sakit dengan pendekatan antar disiplin. h. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang di butuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan Pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut. i.
Tersedia
sasaran
terukur
dan
pengumpulan
informasi
menggunakan kriteria obyektif untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. 1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaiatan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas. 2. Rumah sakit menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriteria: a. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik tentang keselamatan paien sesuai dangan tugasnya masing- masing. b. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
Universitas Indonesia
21
c. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaburatif dalam rangka melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi
merupakan
kunci
bagi
staf
untuk
mencapai
keselamatan pasien. 1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan
pasien
untuk
memenuhi
kebutuhan
informasi internal dan eksternal 2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria: a. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal- hal terkait dengan keselamatan pasien. b.
Tersedia
mekanisme
identifikasi
masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.
Langkah penerapan program keselamatan pasien menurut Depkes (2008) antara lain
1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien. 2. Membangun komitmen dan fokus yang
jelas tentang
keselamatan pasien. 3. Membangun sistem dan proses managemen resiko serta melakukan identifikasi dan assessmen terhadap potensial masalah. 4. Membangun sistim pelaporan. 5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien dengan melakukan analisis akar masalah.
Universitas Indonesia
22
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistim keselamatan pasien dengan menggunakan informasi yang ada.
Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi atas: struktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya (Depkes, 2008)
a. Struktur 1. Kebijakan dan prosedur organisasi: terdapat kebijakan dan prosedur tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien. 2. Fasilitas : fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan. 3. Persediaan : hal – hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan di ruang emergensi
b. Lingkungan 1. Pencahayaan dan permukaan berkontribusi terhadap pasien jatuh atau cedera. 2. Temperatur : pengkondisian temperatur dibutuhkan dibeberapa ruangan seperti ruang operasi. 3. Kebisingan : lingkungan yang bising dapat menjadi distraksi saat perawat sedang memberikan pengobatan dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan kondisi pasien. 4. Ergonomik dan fungsional : ergonomi berpengaruh terhadap penampilan seperti teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah sudah disesuaikan dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat yang memperhatikan keselamatan pasien.
Universitas Indonesia
23
c. Peralatan dan teknologi 1. Fungsional : perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat. perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar. 2. Keamanan : alat – alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya dapat meningkatkan keselamatan pasien.
d. Proses 1. Desain kerja: desain proses yang tidak dilandasi riset yang adekuat dan kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan. 2. Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terus – menerus saat praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem pengingat untuk mengurangi kesalahan. 3. Waktu : waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan pada pasien – pasien emergency oleh karena itu pada saat – saat tertentu waktu dapat menentukan apakah pasien selamat atau tidak. 4. Perubahan jadwal dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien karena perawat sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh. 5. Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan diagnostik atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian antibiotik atau trombolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap diagnosis dan pengobatan.
Universitas Indonesia
24
6. Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien.
e. Orang 1. Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja seseorang. Sikap dan motivasi yang negatif akan menimbulkan kesalahan-kesalahan 2. Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang 3. Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan kebutuhan dan masalah pasien. tanpa perhatian yang penuh akan terjadi kesalahan – kesalahan dalam bertindak 4. Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: bidan memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan alat – alat kesehatan dengan teknologi baru dan perawatan penyakit – penyakit yang sebelumnya belum tren seperti perawatan flu burung. 5. Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi : kognitif sangat berpengaruh terhadap pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error).
Kognitif
seseorang
sangat
berpengaruh
terhadap
bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah baru mengkomunikasikan hal – hal yang baru.
f. Budaya 1. Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan keselamatan pasien. 2. Filosofi tentang keamanan; keselamatan pasien tergantung kepada filosofi dan nilai yang dibuat oleh para pimpinanan pelayanan kesehatan.
Universitas Indonesia
25
3. Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa yang menerima laporan). 4. Budaya melaporkan, terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (blaming) merupakan fenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat protap jalur komunikasi yang jelas. 5. Staff – kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang penting adalah sistem kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf, membuat kebijakan dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen kelelahan, stress dan sakit
2.5 BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
2.5.1 Definisi Budaya Keselamatan Pasien
Komite IOM (Institute of Medicine) mendesak organisasi rumah sakit untuk menciptakan lingkungan dimana budaya keselamatan menjadi tujuan organisasi dan prioritas utama. Menurut laporan IOM (2000) dalam “to err is human report”, organisasi kesehatan harus membangun budaya selamat dimana lingkungan kerja dan proses di dalamnya fokus pada peningkatan reliabilitas dan keselamatan pasien. (Leape LL 2002) mengatakan organisasi rumah sakit memulai proses untuk meningkatkan budaya keselamatan pasien dengen fokus pada budaya keselamatan di rumah sakit. The safety culture of an organization is the product of individual and group values, attitudes, perceptions, competencies, and patterns of behavior that determine the commitment to, and the style and proficiency of, an organization’s health and safety management.
Universitas Indonesia
26
Budaya keselamatan pasien adalah hasil dari nilai, persepsi, kompetensi dan pola tingkah laku dari individu dan kelompok yang mempengaruhi komitmen, gaya dan kedewasaan dari manajemen kesehatan dan keselamatan suatu organisasi. Organisasi dengan budaya keselamatan pasien yang positif ditandai dengan komunikasi yang dibangun atas saling percaya, persepsi bersama akan pentingnya keselamatan dan keyakinan akan pentingnya tindakan pencegahan. (ACSN 1993)
Pengertian budaya keselamatan pasien menurut Weaver et al, (2013). adalah sebagai sikap, nilai, keyakinan, persepsi, norma, kompetensi dan prosedur terkait keselamatan pasien. Budaya keselamatan pasien membentuk persepsi dokter dan staf mengenai perilaku yang normal terkait keselamatan pasien di wilayah kerja mereka.
Menurut Schein (2004) budaya keselamatan pasien yaitu nilai-nilai (values) yang dianut bersama antar anggota organisasi tentang apa yang penting, keyakinan (beliefs) tentang bagaimana melakukan sesuatu di dalam organisasi dan interaksi nilai dan keyakinan tersebut dengan unit kerja dan struktur serta sistem organisasi, yang secara bersama-sama menghasilkan norma perilaku dalam organisasi.
Menurut Kirk et,al, (2007) budaya keselamatan pasien yang positif mempunyai aspek-aspek sebagai berikut : a. Komunikasi berdasarkan kepercayaan dan keterbukaan yang sifatnya mutual b. Persepsi yang sama tentang pentingnya keselamatan c. Keyakinan dalam ketepatan dari ukuran-ukuran pencegahan keselamatan d. Pembelajaran organisasi e. Komitmen pimpinan dan tanggungjawab eksekutif f. Pendekatan tanpa menyalahkan (no blame) dan tanpa hukuman (non punitive) terhadap pelaporan dan analisis insiden
Universitas Indonesia
27
2.5.2 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien Menurut Sammer (2010), budaya keselamatan pasien memiliki tujuh sub-budaya yaitu 1) Kepemimpinan (leadership) Pemimpin memahami bahwa pelayanan kesehatan berisiko tinggi sehingga dapat dapat mengarahkan visi dan misi, kompetensi staf, keuangan dan sumber daya manusia pada prioritas keselamatan pasien 2) Kerjasama (Teamwork) Semangat kolega, kolaborasi dan bahu membahu dari eksekutif, staf dan professional di dalam organisasi yang terjalin secara terbuka, aman, saling hormat dan fleksibel.
3) Berbasis bukti (Evidence based) Pelayanan kepada pasien dilakukan berdasarkan bukti (evidence based). Standarisasi untuk mengurangi variasi yang terjadi. Desain alur proses yang aman dan terjamin. 4) Komunikasi (communication) 5) Pembelajaran (Learning) 6) Keadilan (just) 7) Berorientasi pasien (Patient centered)
Berdasarkan Association of Operating Room Nurse (AORN, 2006) budaya keselamatan pasien memiliki lima sub-budaya yaitu 1) Pelaporan (reporting) Budaya pelaporan adalah budaya dimana setiap anggota dapat melaporkan kejadian error atau near miss. Budaya pelaporan dapat dinilai dengan tipe kesalahan yang dilaporkan oleh staf. Semakin matang budaya keselamatan maka semakin meningkat pengambilan risiko berkaitan dengan kesalahan yang dilaporkan. Pada budaya pelaporan yang baik setiap kejadian yang dilaporkan menjamin
Universitas Indonesia
28
semua staf dalam organisasi untuk belajar dari pengalaman. Strategi yang dapat dilakukan adalah 1. fokus pada kejadian yang terjadi dan near miss 2. gunakan sistem dokumentasi yang mudah digunakan 3. mengembangkan sistem pelaporan yang berfokus pada uraian cerita dan berbagi pengetahuan 4. berfokus pada kasus individu yang memberikan kesempatan pembelajaran 5. memberikan umpan balik kepada staf pada semua isu yang dilaporkan 6. mengembangkan satuan pencapaian yang jela misalkan peningkatan jumlah laporan 7. memprioritaskan penerapan solusi berdasarkan topik yang ditemukan di lapangan dan risiko potensial yang ditemukan 8. menggunakan proses yang mendorong peningkatan kualitas (Plan, DO, Check, Act) 2) Fleksibilitas (flexible) Budaya fleksibel adalah budaya yang cepat tanggap untuk menghadapi perubahan yang terjadi di pelayanan kesehatan. Strategi yang dapat dilakukan adalah 1. identifikasi model pengembangan program yang berfokus pada siklus perubahan cepat 2.
mengembangkan
proses
yang
mendukung
berbagi
kepemimpinan 3. lingkungan yang saling menghormati, kolaborasi, dan saling percaya antara pemimpin dan semua anggota tim
Universitas Indonesia
29
3) Keadilan (just) Budaya keadilan adalah budaya yang memberikan lingkungan saling percaya antara semua anggota tim dan mendorong untuk memberikan data keamanan dan memiliki kesadaran terhadap perilaku yang dapat atau tidak dapat diterima. 4) Pembelajaran (learning) Budaya pembelajaran adalah budaya yang mampu dan siap untuk mendapatkan pengetahuan dari pengalaman dan data serta ada kemauan untuk menerapkan perubahan mayor yang ditunjukkan sistem informasi keamanan. Budaya pembelajaran adalah pelaporan dan belajar dari kejadian atau insiden dan near miss. Strategi yang dapat dilakukan 1. menumbuhkan kesempatan pembelajaran melalui komunikasi terbuka 2. mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan pelayanan kesehatan dan bersikap reseptif terhadap perubahan 3. staf terdepan dilibatkan dalam menggunakan inisiatif untuk mengatasi situasi atau masalah unik yang terjadi di lapangan 4. performa individu dihubungkan dengan performa tim 5) Kewaspadaan (wary) Budaya kewaspadaan adalah budaya dimana semua anggota senantiasa waspada terhadap kejadian tidak terduga. Menjadi waspada adalah kombinasi antara pemberitahuan dan sadar bahwa dalam tiap kejadian sebuah kejadian tidak terduga dapat terjadi. Budaya pelaporan, pembelajaran dan fleksibel dapat mendukung budaya kewaspadaan yang baik.
Universitas Indonesia
30
Menurut Carthey&Clarke (2010) dalam Puspitasari (2015) organisasi kesehatan akan memiliki budaya keselamatan pasien yang positif, jika memiliki dimensi budaya sebagai berikut:
1. Budaya keterbukaan (open culture) Budaya ini menggambarkan semua staf RS merasa nyaman berdiskusi tentang insiden yang terjadi ataupun topik tentang keselamatan pasien dengan teman satu tim ataupun dengan manajernya. Staf merasa yakin bahwa fokus utama adalah keterbukaan sebagai media pembelajaran dan bukan untuk mencari kesalahan ataupun menghukum. Komunikasi terbuka dapat juga diwujudkan pada saat serah terima pasien, briefing staf maupun morning report.
2. Budaya keadilan (just culture) Merupakan budaya membawa atmosfer “trust” sehingga anggota bersedia dan memilki motivasi untuk memberikan data dan informasi serta melibatkan pasien dan keluarganya secara adil dalam setiap pengambilan keputusan terapi. Perawat dan pasien diperlakukan secara adil saat terjadi insiden dan tidak berfokus untuk mencari kesalahan individu tetapi lebih mempelajari secara sistem yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Lingkungan terbuka dan adil akan membantu staf membuat pelaporan secara jujur mengenai kejadian yang terjadi dan menjadikan insiden sebagai pelajaran dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien.
3. Budaya pelaporan (reporting culture) Budaya dimana staf siap untuk melaporkan insiden atau near miss, sehingga dapat dinilai jenis kesalahan dan dapat diketahui kesalahan yang biasa dilakukan oleh staf serta dapat diambil tindakan sebagai bahan pembelajaran organisasi. Organisasi belajar dari pengalaman
Universitas Indonesia
31
sebelumnya dan mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi faktor risiko terjadinya insiden sehingga dapat mengurangi atau mencegah insiden yang akan terjadi.
4. Budaya belajar (learning culture) Setiap lini dari organisasi baik sharp end (yang bersentuhan langsung dengan pelayanan) maupun blunt end (manajemen) menggunakan insiden yang terjadi sebagai proses belajar. Organisasi berkomitmen untuk mempelajari insiden yang telah terjadi,
mengkomunikasikan
kepada
staf
dan
senantiasa
mengingatkan staf.
5. Budaya informasi (informed culture) Organisasi mampu belajar dari pengalaman masa lalu sehingga memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghindari insiden yang akan terjadi karena telah belajar dan terinformasi dengan jelas dari insiden yang sudah pernah terjadi, misalnya dari pelaporan kejadian dan investigasi.
Peneliti tertarik untuk mengambil dimensi budaya keselamatan pasien menurut penggolongan Carthey&Clarke (2010) karena sudah pernah diterapkan dalam penelitian sebelumnya di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta yaitu dalam penelitian Puspitasari (2015) sehingga dijadikan salah satu referensi dalam penelitian ini.
2.5.3 Pengukuran Budaya Keselamatan Pasien
Pengukuran
budaya
keselamatan
pasien
dapat
dilakukan
berdasarkan dimensi yang mendasari ataupun berdasarkan tingkat maturitas dari organisasi dalam menerapkan budaya keselamatan pasien. Beberapa organisasi mengembangkan standard pengukuran dengan masing-masing instrumennya, antara lain AHRQ, Stanford
Universitas Indonesia
32
dan MaPSaF (Manchester Patient Safety Assesment Framework). Namun, sejauh ini kuesioner HSOPSC dari AHRQ yang paling banyak direkomendasikan untuk mengukur budaya keselamatan pasien karena telah terjamin validitas dan reliabilitasnya secara internasional (AHRQ, 2011).
Pengukuran budaya keselamatan
pasien yang dikembangkan oleh AHRQ melalui 12 dimensi AHRQ.
Pengukuran budaya keselamatan paien dapat digunakan oleh organisasi kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan kesadaran karyawan tentang keselamatan pasien,
mendiagnosis dan menilai tingkat budaya keselamatan pasien saat
ini, mengidentifikasi kekuatan dan area-area yang
memerlukan penguatan budaya keselamatan pasien.
Menilai trend budaya keselamatan pasien dari waktu ke waktu
Mengevaluasi dampak budaya dari upaya keselamatan pasien dan intervensi yang dilakukan
Melakukan perbandingan internal dan eksternal.
2.5.4 Manfaat Membangun Budaya Keselamatan Pasien
Upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keselamatan pasien di tingkat unit maka harus dilakukan upaya perubahan budaya keselamatan pasien. Hughes (2008) menyatakan bahwa langkah awal untuk memperbaiki pelayanan yang berkualitas adalah keselamatan sedangkan kunci dari pelayanan yang bermutu dan aman adalah membangun budaya keselamatan pasien. Jadi pengembangan mutu di rumah sakit telah mengarah pada upaya peningkatan mutu yang berorientasi pada keselamatan.
Dalam lingkup keselamatan pasien, pengetahuan SDM kesehatan merupakan hal yang berhubungan dengan komitmen yang
Universitas Indonesia
33
diperlukan dalam upaya untuk membangun budaya keselamatan pasien (Cahyono, 2008). Komitmen yang timbul sebagai hasil dari pengetahuan yang dimiliki oleh SDM akan membawa perilaku positif yang mendukung budaya keselamatan pasien.
Budaya keselamatan pasien merupakan pondasi keselamatan pasien. Perubahan budaya keselamatan pasien dari blaming culture menjadi safety culture merupakan kata kunci dalam meningkatkan mutu dan keselamatan paien. Fleming (2006) menyatakan bahwa salah satu strategi untuk mengembangkan budaya keselamaan adalah
dengan
melibatkan
staf
dalam
perencanaan
dan
pengembangan budaya keselamatan. Menurut terori perubahan individu, kelompok atau organisasi akan mengalami perubahan atau tidak bergantung dari dua faktor yaitu faktor kekuatan tekanan (driving force) dan faktor keengganan (resistance). Perubahan baru akan terjadi jika kekuatan tekanan melebihi kekuatan keengganan
Jika suatu organisasi mengadopsi budaya keselamatan pasien sebagai nilai keselamatan berarti setiap individu dalam organisasi tersebut bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan secara aman. Nilai ini dapat menjadi perekat individu, dikomunikasikan dan diajarkan dari dan ke setiap individu menjadi aturan yang ditaati serta dapat membentuk kebiasaan dan perilaku individu dalam organisasi (Cahyono, 2008).
Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman bergantung pada kokohnya fondasi budaya keselamatan yang ada dalam suatu organisasi.
Kerangka yang digunakan dalam
implementasi program keselamatan pasien adalah melalui upaya untuk membangun budaya keselamatan pasien (culture of safety).
Universitas Indonesia
34
Menurut Yates (2006) dalam Yulia (2010), kerangka ini disokong oleh tiga pilar yang disebut sebagai pondasi dan pilar perawatan pasien secara aman.
Gambar 2.1 Pendekatan sistematik keselamatan pasien. Sumber : Yulia S, 2010.
Akselerasi penerapan program keselamatan pasien dapat dicapai melalui penerapan kebijakan global mengenai tujuh langkah keselamatan pasien (Depkes, 2006) dan sembilan langkah solusi keselamatan pasien (WHO, 2007). Budaya keselamatan pasien yang kuat akan menurunkan angka kesalahan medis. Misi yang diharapkan dalam membangun budaya keselamatan
pasien
adalah
terciptanya
total
safety
culture
(Ayudyawardani, 2012). Dalam budaya ini 1. setiap orang merasa bertanggung-jawab terhadap keselamatan pasien dan menerapkannya sebagai dasar kegiatan sehari-hari 2. orang-orang lebih dari sekedar melaporkan kejadian tidak diinginkan dan kejadian nyaris cidera namun juga turun tangan untuk memperbaikinya
Universitas Indonesia
35
3. praktek keselamatan paien didukung secara berkala dengan umpan balik yang bermanfaat dari stakeholder dan manajer 4. orang-orang terus memperhatikan keselamatan baik bagi diri sendiri maupun orang lain 5. keselamatan tidak lagi dianggap sebagai prioritas yang dengan mudah bergeser berdasarkan situasi, namun dianggap sebagai nilai yang menghubungkan setiap prioritas
2.6
Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan
Standar
(Universal
Precautions)
2.6.1 Definisi Kewaspadaan Universal/ Kewaspadaan Standar Menurut CDC (2007), kewaspadaan universal atau kewaspadaan standar (universal/standart
precautions)
merupakan
seperangkat
pedoman
direkomendasikan untuk diterapkan dalam setiap praktik kerja untuk melindungi petugas kesehatan dari pajanan penyakit infeksi yang menular lewat
darah (blood-borne pathogen). Pedoman tersebut
meliputi
kebersihan tangan, pemakaian APD, pengelolaan benda tajam dan lainlain. Pada tahun 1985-88, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengeluarkan Universal Precautions (Kewaspadaan Universal). Di dalam kewaspadaan
universal,
petugas
kesehatan
diharuskan
untuk
memperlakukan setiap pasien dengan asumsi bahwa pasien berpotensi menularkan/ tertular penyakit infeksi. Selanjutnya pada tahun 1996, CDC merekomendasikan Kewaspadaan Universal untuk digantikan sebutannya menjadi
Standard
Precautions
(Kewaspadaan
Standar)
yang
menggabungkan Universal Precautions dan Body Substance Isolation. Akan tetapi walaupun CDC sekarang menggunakan istilah Standard Precautions untuk mendeskripsikan tindakan perlindungan terhadap pajanan pada petugas kesehatan dan pasien, istilah Universal Precautions
Universitas Indonesia
36
masih digunakan secara luas di kalangan petugas klinis (Efstatshio, et.al., 2011). 2.6.2 Komponen Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar Kewaspadaan standar diterapkan di pelayanan kesehatan dengan tujuan untuk mengendalikan infeksi secara konsisten serta mencegah penularan bagi petugas kesehatan dan pasien. Kebijakan universal precautions merupakan pedoman yang ditetapkan oleh Centers for Diseases Control (CDC) untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang dapat ditularkan di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Pemakaian universal precaution diwajibkan untuk seluruh staf yang mempunyai risiko untuk terkontaminasi atau terpajan. Unsur kewaspadaan universal adalah 1. cuci tangan 2. sarung tangan 3. masker, pelindung mata dan wajah 4. gaun / apron 5. peralatan perawatan pasien 6. pengendalian lingkungan 7. linen 8. penanganan limbah 9. kesehatan karyawan dan darah yang terinfeksi pathogen
Universitas Indonesia
37
2.6.2.1 Kebersihan Tangan Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. (Depkes, 2003) Keharusan cuci tangan dengan ketentuan sebagai berikut: a. melakukan cuci tangan dengan menggunakan sabun biasa pada cuci tangan rutin/sosial b. melakukan cuci tangan dengan menggunakan antiseptik berbahan dasar chlorhexidin 2% dengan air mengalir (bebas kuman) pada cuci tangan prosedural c. pada kondisi tertentu cuci tangan dapat dilakukan dengan menggunakan handsrubs berbahan dasar chlorhexidin 0,5% atau alkohol dan gliseryl d. cuci tangan bedah dengan menggunakan bahan dasar chlorhexidin 4% dengan air mengalir steril e. cuci tangan dilakukan pada setelah tiba di rumah sakit dan sebelum meninggalkan rumah sakit sebelum dan sesudah kontak dengan pasien sebelum dan sesudah melakukan tindakan sebelum dan sesudah meninggalkan kamar mandi/WC setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi dan peralatan yang terkontaminasi walaupun menggunakan sarung tangan segera setelah melepas sarung tangan jika kontak di antara satu pasien dengan pasien lainnya di antara prosedur yang berbeda pada pasien yang sama
Universitas Indonesia
38
2.6.2.2 Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lender petugas dari risiko pajanan darah, semua cairan tubuh, secret, eksreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien (Depkes, 2003). Jenis-jenis alat pelindung diri 1. Sarung tangan Berikut beberapa alasan mengenakan sarung tangan sebagai alat pelindung diri adalah:
Mengurangi kemungkinan staf kontak dengan organisme infeksi yang menginfeksi pasien.
Mengurangi kemungkinan staf memindahkan flora endogen mereka sendiri ke pasien.
Mengurangi kemungkinan staf menjadi tempat kolonisasi sementara mikroorganisme yang dapat dipindahkan pada pasien lain.
Penggunaan sarung tangan harus segera dipakai apabila:
Akan terjadi kontak tangan pemeriksa dengan darah, cairan tubuh, selaput lendir, atau kulit yang terluka.
Akan melakukan tindakan medik invasif (pemasangan alatalat vaskular seperti intravena perifer).
Akan
membersihkan
sampah
terkontaminasi
atau
memegang permukaan yang terkontaminasi.
Sarung tangan mencegah penularan kuman patogen melalui cara kontak langsung maupun tidak langsung. Ada 3 jenis sarung tangan, yaitu :
Sarung tangan bedah, dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif atau pembedahan.
Universitas Indonesia
39
Sarung tangan pemeriksaan, dipakai untuk melindungi petugas kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau stafan rutin.
Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan menangani bahan-bahan terkontaminasi dan sewaktu membersihkan permukaan yang terkontaminasi.
Hal-hal yang perlu dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam pemakaian sarung tangan :
Pakailah ukuran yang sesuai.
Gantilah sarung tangan secara berkala pada tindakan yang memerlukan waktu lama.
Potonglah kuku cukup pendek untuk mengurangi risiko robek atau berlubang.
Tariklah sarung tangan sampai meliputi tangan baju (jika pakai baju operasi).
Pakailah cairan pelembab untuk mencegah kulit dari kekeringan atau berkerut.
Jangan pakai cairan atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan.
Jangan pakai cairan pelembab yang terlalu wangi karena dapat merangsang kulit dan menyebabkan iritasi.
Jangan simpan sarung tangan di tempat dengan suhu terlalu panas atau terlalu dingin.
Langkah-langkah atau prosedur dalam penggunaan sarung tangan :
Siapkan kemasan sarung tangan steril yang sesuai.
Lakukan cuci tangan dengan seksama.
Buka pembungkus bagian paling luar dari kemasan sarung tangan. Pisahkan dan lepaskan sisi-sisinya.
Pegang bagian dalam kemasan dan letakkan pada permukaan yang bersih datar tepat di atas tinggi siku. Buka
Universitas Indonesia
40
kemasan, jaga supaya sarung tangan tetap di atas permukaan bagian dalam pembungkus.
Jika sarung tangan tidak dibedak, ambil pak bedak dan pakai tipis-tipis pada tangan diatas wastafel atau keranjang sampah.
Identifikasi sarung tangan kanan dan kiri. Kenakan sarung tangan dominan terlebih dahulu.
Dengan ibu jari dan telunjuk serta jari tengah dari tangan non dominan, pegang tepi dari manset sarung tangan untuk tangan dominan sentuh hanya permukaan bagian dalam sarung tangan.
Pakai sarung tangan pada tangan dominan, biarkan manset dan pastikan manset tidak bertumpuk di pergelangan tangan. Pastikan ibu dan jari lainnya berada pada tempat yang tepat.
Dengan tangan yang dominan yang bersarung tangan selipkan jari di dalam manset sarung tangan kedua.
Kenakan sarung tangan kedua pada tangan nondominan. Jangan biarkan jari tangan dan ibu jari tangan dominan yang bersarung tangan menyentuh setiap bagian tangan non dominan yang dibuka. Jaga supaya ibu jari tangan dominan terabduksi kebelakang.
Setelah sarung tangan kedua dikenakan tautkan kedua tangan.
Cara yang dilakukan didalam melepaskan sarung tangan yang telah dipakai :
Pegang bagian luar dari satu manset dengan tangan yang bersarung tangan hindari menyentuh pergelangan tangan.
Lepaskan sarung tangan, balikan menjadi bagian dalam keluar. Buang ke pembuangan.
Universitas Indonesia
41
Dengan jari yang telah lepas tersebut ambil bagian dalam dari sarung tangan yang masih dikenakan lepaskan sarung tangan bagian dalam keluar. Buang di tempat pembuangan.
2. Pelindung wajah/masker/kacamata Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau semprotan dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu, masker menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dari saluran pernapasan pasien dan mencegah penularan kuman patogen dari saluran pernapasan perawat ke pasien. Masker yang dipakai dengan tepat terpasang pas nyaman di atas mulut dan hidung sehingga kuman patogen dan cairan tubuh tidak dapat memasuki atau keluar dari sela-selanya. Langkah-langkah penggunaan masker :
Ambil bagian atas masker (biasanya sepanjang tepi tersebut ada stip motal yang tipis).
Pegang masker pada 2 tali atau ikatan bagian atas belakang kepala dengan tali melewati atas telinga.
Ikatkan dua tali bagian bawah masker sampai ke bawah dagu.
Dengan lembut jepitkan pita motal bagian atas pada batang hidung.
3. Pelindung kepala Tujuan pemakaian penutup kepala adalah mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas kea lat-alat steril dan juga sebaliknya melindungi kepala dan rambut petugas dari percikan bahan-bahan pasien (Depkes, 2003)
Universitas Indonesia
42
4. Gaun pelindung (Baju kerja/celemek) Gaun atau baju pelindung atau jubah atau celemek, merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun bedah, jas laboratorium dan celemek.
Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Jenis gaun pelindung tersebut ada berbagai macam bila dipandang dari berbagai macam aspeknya, seperti gaun pelindung tidak kedap air dan gaun pelindung kedap air, gaun pelindung steril dan non steril. Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan para asistennya pada saat melakukan pembedahan sedang gaun pelindung nonsteril dipakai di berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya pengunjung kamar bersalin, ruang pulih di kamar bedah, ruang rawat intensif (ICU), rawat darurat dan kamar bayi.
Gaun pelindung dapat dibuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat dipakai sekali saja (disposable). Gaun pelindung sekali pakai ini biasanya dipakai dalam kamar bedah, karena lebih banyak terpajan cairan tubuh yang dapat menyebabkan infeksi.
Gaun pelindung kedap air dapat pula dibuat dari bahan yang dapat dicuci melalui proses dekontaminasi dan dapat dipakai ulang. Seperti misalnya plastik. Biasanya dipakai sebagai pelapis di bagian dalam gaun pelindung steril tidak kedap air, untuk mencegah tembusnya cairan tubuh kepada pemakai atau untuk keperluan lain, seperti misalnya pada saat membersihkan luka, melakukan irigasi, melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang pembuangan WC atau
Universitas Indonesia
43
toilet, mengganti pembalut, menangani pasien dengan pendarahan masif, melakukan tindakan bedah termasuk otopsi, perawatan gigi, dan sebagainya. Sebaiknya setiap kali bertugas, tenaga kesehatan selalu memakai pakaian kerja yang bersih, termasuk gaun pelindung atau celemek. Gaun pelindung harus segera diganti bila terkena kotoran, darah atau cairan tubuh.
Tata cara penggunaan gaun pelindung :
Lepaskan jam tangan anda dan letakkan di sisi yang bersih dari handuk kerja yang terbuka.
Cuci tangan anda.
Gaun dapat dipakai sendiri oleh pemakai atau dipakaikan oleh orang lain.
Kenakan gaun pelindung dengan memasukkan kedua lengan ke dalam lengan baju.
Selipkan jari-jari anda di bawah dalam tali leher baju dan tarik tali-tali tersebut ke belakang. Ikat tali leher tersebut dengan simpul yang sederhana.
Raihlah bagian belakang dan tarik sisi gaun sehingga seragam anda tertutup seluruhnya. Ikat tali pinggang dengan simpul sederhana.
5. Sepatu pelindung Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu khusus sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan tahan tusukan.
2.6.2.3 Linen Linen harus diperhatikan cara penanganan, transportasi dan pemrosesan linen yang telah dipakai. Cegah pajanan pada kulit dan membran mukosa
Universitas Indonesia
44
serta kontaminasi pada pakaian dan cegah penyebaran pathogen ke pasien lain dan lingkungan (WHO, 2008). Pada akhir tindakan dengan mengunakan sarung tangan, ambil linen/ kain penutup lapangan operasi, masukkan hati-hati ke dalam container atau kantung plastik. Kemudian diikat untuk dikirim ke tempat pencucian. Bila kain/linen tercemar, beri larutan klorin 0,5% pada bagian yang terpapar arah/cairan plastik, diikat dan diberi label bahan menular, kirim ke tempat pencucian (Depkes, 2003).
2.6.2.4 Pengelolaan Alat Kesehatan Pengelolaan alat kesehatan dapat mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau menjamin alat tersebut selalu dalam kondisi steril dan siap pakai. Peralatan yang ternoda oleh darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskreta harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga pajanan pada kulit dan membran mukosa, kontaminasi pakaian, dan penyebaran patogen ke pasien lain atau lingkungan dapat dicegah. Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi pengelolaan alat kesehatan habis pakai. Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya HIV, hepatitis dan kotoran lain yang tidak tampak, sehingga dapat melindungi petugas maupun pasien. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan, yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati, dan tidak digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa. Desinfektan yang biasa dipergunakan di negara berkembang seperti Indonesia adalah larutan klorin 0,5% atau 0,05% sesuai dengan intensitas cemaran dan jenis alat atau permukaan yang akan didekontaminasi.
Universitas Indonesia
45
Sterilisasi
adalah
suatu
proses
untuk
menghilangkan
seluruh
mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri. Sterilisasi biasanya dilaksanakan di rumah sakit baik secara fisik maupun secara kimiawi. Cara dan zat yang sering digunakan untuk sterilisasi di rumah sakit adalah uap panas bertekanan, pemanasan kering, gas etilin oksida, zat kimia cair. Sterilisasi adalah proses pengelolaan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua mikroorganisme termasuk endospora. Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk pengelolaan alat kesehatan yang berhubungan langsung dengan darah atau jaringan di bawah kulit yang secara normal bersifat steril. Sterilisasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara fisik dan kimiawi. Sterilasi secara fisik yaitu dengan pemanasan, radiasi, dan filtrasi sedangkan sterilisasi secara kimiawi adalah dengan menggunakan bahan kimia dengan cara merendam (misalnya dalam larutan glutardehid) dan menguapi dengan gas kimia (diantaranya dengan gas etilin oksida).
2.6.2.5 Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya Benda tajam sangat berisiko untuk menyebabkan perlukaan sehingga meningkatkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak darah. Penularan penyakit infeksi tersebut sebagian besar disebabkan kecelakaan yang dapat dicegah yaitu tertusuk jarum suntik dan perlukaan oleh alat tajam lainnya (Depkes, 2003). Kecelakaan yang sering terjadi pada prosedur penyuntikan adalah pada saat petugas berusaha memasukkan kembali jarum suntik bekas pakai ke dalam tutupnya (recapping). Oleh karena itu sangat tidak dianjurkan untuk menutup kembali jarum suntik tersebut melainkan langsung saja dibuang ke tempat penampungan sementara tanpa menyentuh atau memanipulasi bagian tajamnya seperti dibengkokkan, dipatahkan atau ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali, gunakanlah cara menutup jarum dengan satu tangan (one hand scoop) untuk mencegah jari tertusuk jarum (Depkes, 2003).
Universitas Indonesia
46
2.6.2.6 Pengelolaan Limbah Pengelolaan
limbah
yang
aman
yaitu
Perlakukan
limbah
yang
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi sebagai limbah infeksius, tamping dalam kantong kedap air (warna kuning) dan ikat rapat kantong yang sudah 2/3 penuh. Jaringan manusia dan limbah laboratorium yang secara langsung berhubungan dengan pemrosesan spesimen harus juga diperlakukan sebagai limbah infeksius. Buang alat sekali pakai dengan benar.
2.6.3
Kepatuhan
dalam
Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan
Standar Berdasarkan penelitian oleh Mehta (2010), kepatuhan pada penerapan kewaspadaan standar di antara petugas kesehatan untuk menghindari paparan organisme masih rendah. Hal ini didukung juga oleh Putri A (2010) dalam penelitian di suatu rumah sakit pemerintah di Padang bahwa penerapan prinsip-prinsip kewaspadaan universal masih respondah pada 57,1% responden. Faktor-faktor yang berkontribusi pada rendahnya kepatuhan tersebut adalah karena kurangnya pengetahuam, kurangnya waktu, kelupaan, kurangnya ketrampilan, ketidaknyamanan, iritasi kulit dan kurangnya pelatihan. Di Indonesia, rendahnya kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan standar disebabkan karena keterbatasan fasilitas dalam pengendalian infeksi misalnya fasilitas cuci tangan dan kontainer untuk pembuangan benda tajam (Duerink, et.al.2006). Kepatuhan terhadap kewaspadaan standar/universal terkait dengan perilaku kesehatan. Menurut Dejoy, David M (1996) dalam Sahara A (2011) kepatuhan kewaspadaan universal dapat dilihat dari tiga level yaitu individu/staf, tugas dan dinamika staf dan konteks organisasi. Tingkat pertama menggambarkan kesehatan staf dengan karakteristik personal dan pengalaman kerjanya. Tingkat kedua menggambarkan tugas staf dan dinamika dimana tuntutan petugas kesehatan untuk merawat pasien
Universitas Indonesia
47
bersaing dengan keselamatan pribadinya. Tingkat ketiga menggambarkan konteks organisasi dimana organisasi mempunyai budaya keselamatan dan dukungan pimpinan untuk mendukung penerapan kewaspadaan standar.
Menurut Sahara (2011) dalam penelitiannya faktor individu kurang berpengaruh dibandingkan dengan faktor organisasi (budaya keselamatan pasien) dalam pelaksanaan kewaspadaan universal/standar di RS. Faktor organisasi yaitu persepsi budaya keselamatan pasien yang positif berdampak
pada
peningkatan
kepatuhan
penerapan
kewaspadaan
universal/standar pada tenaga kesehatan yang bertugas di rumah sakit.
Universitas Indonesia
48
BAB III GAMBARAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA
3.1
Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Pada tahun 1946 Balai Pengobatan Panti Karya Harapan dikelola oleh Jawatan Sosial Kota Praja yaitu untuk melayani warga miskin, terlantar dan gelandangan dengan pimpinan Dr. Gofred sedangkan pada tahun 1957 Balai Pengobatan Karya Harapan ini dipimpin oleh dr. Tan Tjong Day. Seiring berjalannya waktu Balai Pengobatan Karya Harapan berkembang sehingga pada tahun 1962 semasa Moelyadi menjabat sebagai Menteri Sosial Balai Pengobatan Karya Harapan dijadikan Rumah Sakit yang bernama Rumah Sakit Sosial Budhi Asih. Pada saat itu maih di bawah pengelolaan Dinas Sosial DKI Jakarta yang berkapasitas 60 tempat tidur. Di tahun 1981 Rumah Sakit Sosial Budhi Asih dilalihkan dibawah pengelolaan Dinas Kesehatan DKI Jakarta berdasarkan SK Gubernur DKI No. 63/1981 dengan kapasitas sudah mencapai 100 TT (tempat tidur). Pada tahun tersebut status rumah sakit pun berubah menjadi RUmah Sakit Umum Daerah Budhi Asih. Meskipun sudah datang menerima dan melayani masyarakat lua, namun tetap mempunyai ciri-ciri social seperti melayani masyarakat miskin terutama bagi gelandangan dan pengemis. Ciri social ini tetap dipertahankan dan merupakan label khusus bagi Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih yaitu sebagai rumah sakit rujukan bagi gelandangan dan pengemis. Pada tahun 1989 ditetapkan susunan Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih melalui SK Gubernur No. 44/1989. Pada tahun 1990 status Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih berubah menjadi tipe C dengan kapasitas 143 TT (tempat tidur). Sebagai Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta, anggaran operasional dan investasi sepenuhnya bersumber dari APBD DKI Jakarta dengan
Universitas Indonesia
48
49
diterbitkannya Perda DKI Jakarta Nomor 10 tahun 1997 yang menetapkan bahwa RSUD Budhi Asih menjadi unit Swadana Daerah. Untuk meningkatkan pembenahan diri dan peningkatan pelayanan di segala bidang. Pada tahun 2001 Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih berhasil mendapatkan sertifikat penuh untuk 5 pelayanan dasar tanpa syarat. Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih bertekad untuk menjadi rumah sakit unggulan di Jakarta pada tahun 2010. Untuk mewujudkan hal itu maka Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih melakukan perluasan areal gedung yang dimulai pada tahun 2003 sampai dengan Januari 2006 dengan tetap melaksanakan misi mulianya. Sehingga mulai tahun 2006 Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih menempati gedung baru dengan 267 tempat tidur. Anggaran dana yang digunakan untuk perluasan areal gedung berasal dari Pemerintah DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 29 tahun 2006 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Khusus Ibukota Jakarta. Seiring dengan adanya otonomi di berbagai bidang yang termasuk di dalamnya otonomi di bidang kesehatan, membuat manajemen di rumah sakit ini diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan secara penuh. Hal ini didasarkan pada Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tanggal 28 Desember 2006 Nomor 2092 tahun 2006 tentang penetapan Rumah Sakit Umum Budhi Asih sebagai Unit Kerja Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang menetapkan Pola Pengelolaan Keuangan badan Layanan Umum Daerah (BLUD) secara penuh. Berdasarkan SK Menkes tanggal 10 April 2007 No. 434/Menkes/SK/IV/2007, menetapkan bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta statusnya berubah dari tipe rumah sakit kela C menjadi rumah sakit kela B Non-pendidikan . Di samping itu berdasarkan SK Menkes tanggal 15 Juni 2007 No. YM.02.04.3.2.3384 menetapkan Memberikan Izin Penyelenggara Rumah Sakit Umum Daerah dengan nama “ Rumah Sakit Umum Daerah Budhi
Universitas Indonesia
50
Asih”, yang beralamat di Jalan Dewi Sartika Cawang III/ 200- 1360 Kodya Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 73 Tahun 2009 tentang Struktur Organisasi Tata Kerja RSUD Budhi Asih ditetapkan Organisasi dan Tata kerja Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. RSUD Budhi Asih menempati satu gedung rumah sakit yang terdiri atas 12 lantai yang berlokasi di jalan Dewi Sartika Cawang III/200, dengan luas tanah 6.381 M2 dan luas bangunan 21.977.26 M2. Fasilitas yang tersedia 20 line telepon dan 6 line hunting, listrik PLN 2.500 KVA dan Genset 1250 KVA. RSUD Budhi Asih diresmikan secara keseluruhan pada tanggal 12 Juli 2006 oleh Gubernur DKI Jakarta. Berdasarkan aspek geografis,
lokasi RSUD Budhi Asih sangat
menguntungkan karena berada di pusat pengembangan wilayah Jakarta Timur.
3.2
Profil, Moto dan Logo Rumah Sakit Umum Daerah RSUD Budhi Asih
3.2.1 Profil RSUD Budhi Asih 1. Nama
: Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
2. Kelas Rumah Sakit : B Non Pendidikan 3. Kedudukan
: UPT Dinas Kesehatan DKI Jakarta
4. Alamat
: Jalan Dewi Sartika Cawang III/200
5. Kecamatan
: Cawang
6. Kabupaten
: Jakarta Timur
7. Propinsi
: DKI Jakarta
8. Telepon
: 8090282
9. Fax
: 8009157, 8007348
Universitas Indonesia
51
10. Email
: [email protected]
11. Luas tanah
: 6.381 m2
12. Luas Bangunan
: 21.977,26 m2 ( 12 lantai + helipet )
13. Listrik
: 1250 KVA + Genset
14. Air Bersih
:
Kapasitas 1.500 liter air panas Kapasitas 2.500 liter air dingin
15. Pengolahan Limbah cair : Kapasitas 1.000 liter air 16. Telepon
: 11 Hunting
17. Ambulance
: 4 unit
18. Ambulans Jenazah: 1 unit 19. Perpustakaan 20. ATM 21. Koperasi dan Kantin 3.2.2 Motto RSUD Budhi Asih Motto Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih adalah “ CARE For All “ yaitu merupakan moto dari setiap individu yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih baik dokter, perawat, tenaga administrasi, kemampuan tenaga lainnya dalam memberikan pelayanan dengan professional tanpa membedakan kepada pengunjung dan lapisan masyarakat di seluruh etnis dan pribadi yang ada di kota metropolitan ini. Makna dari motto tersebut sangant mendalam yaitu setiap individu dalam memberikan pelayanan di RSUD Budhi Asih harus berkompeten (competencies), tepat (accurate), dapat dipercaya/dihandalkan dan mendengarkan (Reliable and Responsive), Empati (Empathy) dan untuk semua lapisan masyarakat (For All).
Universitas Indonesia
52
3.2.3 Logo RSUD Budhi Asih
Gambar 3.1 Logo RSUD Budhi Asih
3.3
Visi, Misi, Tujuan, Falsafah, Nilai Dasar RSUD Budhi Asih
3.3.1 Visi: “PELAYANAN YANG BERKUALITAS DAN MEMUASKAN BAGI SEMUA DALAM RANGKA MENUJU JAKARTA SEHAT TAHUN 2017” 3.3.2 Misi 1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan paripurna dan responsif. 2. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia yang ber-empati. 3. Berkomitmen untuk menciptakan Kualitas kerja yang baik. 4. Menjadi tempat pendidikan, pelatihan dan penelitian bagi tenaga kesehatan. 3.3.3 Tujuan 1. Meningkatkan derajat kesehatan seluruh lapisan masyarakat DKI Jakarta dan sekitarnya 2. Memberikan Pelayanan prima dan mampu menghasilan kinerja financial yang mandiri, didukung oleh kedalaman hubungan dengan seluruh pelanggan dan sumber daya manusia yang inovatif dan komitmen tinggi.
Universitas Indonesia
53
3.3.4 Falsafah “Health for All” yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada semua lapisan masyarakat disertai dengan kekeluargaan sehingga paien merasa puas dan senang dengan pelayanan yang diberikan.
3.3.5 Nilai Dasar : 1. Mengenal dan melayani pelanggan melampaui harapan mereka 2. Disiplin yang didukung tinggi dengan saling menghargai 3. Komitmen tinggi berlandaskan kebersamaan ownership
3.4 Struktur Organisasi dan Uraian Tugas Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Berdasarkan SK Menkes pada tanggal 10 April 2007 No 434/ Menkes/ SK/ IV/ 2007 yang menetapkan bahwa RSUD Budhi Asih milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta statusnya berubah dari rumah sakit kelas C menjadi rumah sakit kelas B Non Pendidikan, maka stuktur organisasinya pun mengikuti struktur organisasi rumah sakit kelas B Non Pendidikan.
Universitas Indonesia
54
Gambar 3.2 Susunan organisasi RSUD Budhi Asih sebagai berikut Sumber : berdasarkan Pergub No.219 tahun 2014 a. Direktur b. Wakil Direktur Keuangan dan Umum terdiri dari : 1. Bagian Umum dan Pemasaran 2. Bagian Sumber Daya Manusia; dan 3. Bagian Keuangan dan Perencanaan
Universitas Indonesia
55
c. Wakil Direktur Pelayanan, terdiri dari: 1. Bidang Pelayanan Medis 2. Bidang Pelayanan Penunjang Medis; dan 3. Bidang Pelayanan Keperawatan d. SPI; e. Komite Medik; f. Komite Keperawatan; g. Komite Mutu; dan h. Kelompok Jabatan Fungsional. Adapun uraian tugas dari masing-masing bagian antara lain: 1. Direktur : mempunyai tugas antara lain : a. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi RSUD Budhi Asih; b. mengoordinasikan pelaksanaan tugas Wakil Direktur, SPI, Komite Medik, Komite Keperawatan dan Komite Mutu; c. melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan SKPD/UKPD dan/atau instansi pemerintah/swasta dalam rangka peningkatan pelayanan RSUD Budhi Asih d. memonitor dan menilai kinerja Wakil Direktur; e. mengembangkan inovasi pelayanan kesehatan dan manajemen di RSUD Budhi Asih; dan
Universitas Indonesia
56
f. melaporkan dan mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan tugas dan fungsi RSUD Budhi Asih kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah 2. Wakil Direktur Keuangan dan Umum Wakil Direktur Keuangan dan Umum merupakan unsur staf RSUD Budhi Asih dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan, sumber daya manusia dan barang/aset
serta
pelaksanaan
kegiatan
pemasaran,
perencanaan,
ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Wakil Direktur Keuangan dan Umum berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur. Wakil Direktur Keuangan dan Umum mempunyai tugas memimpin pengelolaan keuangan, sumber daya manusia dan barang/aset, serta pelaksanaan kegiatan pemasaran,
perencanaan,
ketatausahaan dan
kerumahtanggaan. Untuk melaksanakan tugasnya, Wakil Direktur Keuangan dan Umum mempunyai fungsi: a. penyusunan bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran dan rencana bisnis anggaran Wakil Direktur Keuangan dan Umum b. pelaksanaan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran dan rencana bisnis anggaran Wakil Direktur Keuangan dan Umum c. pengoordinasian penyusunan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran RSUD Budhi Asih d. Penyusunan petunjuk teknis standar operasional prosedur pengelolaan keuangan, sumber daya manusia dan barang/aset, serta pelaksanaan kegiatan pemasaran, perencanaan, ketatausahaan dan kerumahtanggaan; e. fasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dan/atau tenaga lain
Universitas Indonesia
57
f. pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi dokumen pelaksanaan anggaran dan rencana bisnis anggaran RSUD Budhi Asih; g.
pelaksanaan
pengelolaan
keuangan,
kepegawaian
dan
barang/aset; h. pelaksanaan kegiatan kerumah tanggaan dan ketatausahaan; i. penyelenggaraan pemasaran; j.
pelaksanaan
penatausahaan
pengadaan,
perawatan,
pemeliharaan
perlengkapan/peralatan/inventaris
dan
kantor/alat
kesehatan; k. pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara RSUD Budhi Asih; l. pelaksanaan monitoring dan penilaian kinerja bagian di bawah Wakil Direktur Keuangan dan Umum; m.pengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur; n. penyusunan laporan keuangan (realisasi anggaran, neraca, arus kas, catatan atas laporan keuangan) RSUD Budhi Asih; dan o. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Wakil Direktur Keuangan dan Umum 2.1 Bagian Umum dan pemasaran Bagian Umum dan pemasaran merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur Keuangan dan Umum dalam pengelolaan barang/aset serta pelaksanaan kegiatan pemasaran, ketatausahaan dan kerumahtanggaan. Bagian Umum dan Pemasaran dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Keuangan dan Umum.
Universitas Indonesia
58
Bagian Umum dan Pemasaran mempunyai tugas: a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bagian Umum dan Pemasaran b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran dan rencana bisnis anggaran bagian Umum dan Pemasaran c. menyusun bahan petunjuk teknis standar operasional prosedur pelaksanaan barang/aset serta pelaksanaan kegiatan pemasaran, ketatausahaan dan kerumah tanggaan d.
menghimpun,
menganalisis,
mengajukan
kebutuhan
perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat kesehatan; e.
memproses
pengadaan,
menerima,
menyimpan
dan
mendistribusikan serta mencatat perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat kesehatan; f.
melaksanakan
kegiatan
pemeliharaan
dan
perawatan
perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat kesehatan termasuk bangunan gedung g.
menyampaikan
pendistribusian,
pencatatan pemeliharaan
pengadaan,
penyimpanan,
dan
perawatan
perlengkapan/peralatan/inventaris kantor/alat kesehatan kepada Bagian Keuangan dan Perencanaan untuk dibukukan; h. melaksanakan kegiatan publikasi dan pemasaran pelayanan RSUD Budhi Asih i. melaksanakan pelayanan data dan informasi rumah sakit (front office); j. melaksanakan penjajakan kerja sama pelayanan dengan institusi pengguna jasa pelayanan kesehatan;
Universitas Indonesia
59
k. melaksanakan kegiatan surat menyurat dan kearsipan antara lain penerimaan,
pencatatan,
pendistribusian
dan
pentaklikan,
pengiriman
penomoran,
surat
serta
stempel,
penyimpanan,
penelusuran dan pemeliharaan arsip; l. melaksanakan kegiatan proses pembangunan bangunan gedung RSUD Budhi Asih m, mengelola ruang rapat/ruang pertemuan dan perpustakaan elektronik/non elektronik RSUD Budhi Asih n. melaksanakan kegiatan pemeliharaan kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban RSUD Budhi Asih; o. melaksanakan upacara dan pengaturan acara RSUD Budhi Asih; p. melaksanakan koordinasi penghapusan barang; q. menyiapkan bahan perumusan dan penyusunan peraturan RSUD Budhi Asih yang terkait dengan tugas Bagian Umum dan Pemasaran; r. menyusun bahan pelaksanaan kerjasama dengan pihak lain, berkoordinasi dengan bidang dan bagian; s. menyusun bahan kebijakan teknis pelayanan RSUD Budhi Asih yang berkaitan dengan tugas dan fungsi bagian Umum dan Pemasaran; t. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bagian Umum dan Pemasaran; u. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur; dan v. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Bagian Umum dan Pemasaran.
Universitas Indonesia
60
2.2 Bagian Sumber Daya Manusia Bagian Sumber Daya Manusia merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur Keuangan dan Umum dalam pengelolaan sumber daya manusia. Bagian Sumber Daya Manusia dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Keuangan dan Umum. Bagian Sumber Daya Manusia mempunyai tugas : a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bagian Sumber Daya Manusia; b. melaksanakan anggaran, dan Manusia; rencana strategis, dokumen pelaksanaan rencana bisnis anggaran Bagian Sumber Daya c. menyusun rancangan peraturan pengelolaan sumber daya manusia; d. melaksanakan perencanaan kebutuhan, penempatan, mutasi, pengembangan, pendidikan dan pelatihan pegawai; e.
melaksanakan
monitoring,
pembinaan,
pengendalian,
pengembangan dan pelaporan kinerja dan disiplin pegawai; f. melaksanakan pengurusan hak, kesejahteraan, penghargaan, kenaikan pangkat, cuti dan pensiun pegawai; g. menyiapkan pemindahan jabatan; dan memproses administrasi pengangkatan, dan pemberhentian pegawai dalam dan dari jabatan h. menghimpun, mengolah, menyajikan dan memelihara data, informasi dan dokumen kepegawaian; i. melaksanakan konseling pegawai terhadap Non Pegawai Negeri Sipil RSUD Budhi Asih;
Universitas Indonesia
61
j. memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dan/atau tenaga lainnya di RSUD Budhi Asih; k. memfasilitasi penyelesaian permasalahan hukum di RSUD Budhi Asih; I. mengoordinasikan penyusunan formula remunerasi; m. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bagian Sumber Daya Manusia; n. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/delegasikan oleh Direktur; dan o. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Bagian Sumber Daya Manusia. 2.3 Bagian Keuangan dan Perencanaan
Bagian Keuangan dan Perencanaan merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur Keuangan dan Umum dalam pengelolaan keuangan dan pelaksanaan tugas perencanaan. Bagian Keuangan dan Perencanaan dipimpin oleh seorang Kepala Bagian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Keuangan dan Umum.
Bagian Keuangan dan Perencanaan mempunyai tugas : a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran dan rencana bisnis anggaran Bagian Keuangan dan Perencanaan; b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran dan rencana bisnis anggaran Bagian Keuangan dan Perencanaan; c. menghimpun bahan dan menyusun rencana strategis, rencana kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran RSUD Budhi Asih; d. menyusun bahan petunjuk teknis standar operasional prosedur pengelolaan keuangan dan pelaksanaan kegiatan perencanaan;
Universitas Indonesia
62
e.
melaksanakan
monitoring,
pengendalian
dan
evaluasi
pelaksanaan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran serta rencana bisnis anggaran RSUD Budhi Asih; f. melaksanakan penatausahaan keuangan RSUD Budhi Asih; g. menghimpun bahan dan menyusun laporan keuangan (realisiasi anggaran, neraca, arus kas, catatan atas laporan keuangan) RSUD Budhi Asih; h. menghimpun dan menyusun bahan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan RSUD Budhi Asih; i. melakukan analisis dan evaluasi nilai dan manfaat aset RSUD Budhi Asih; j. mencatat, membukukan dan menyusun akuntansi keuangan RSUD Budhi Asih; k. melaksanakan mobilisasi penerimaan keuangan; I. melaksanakan pengelolaan kas, utang dan piutang RSUD Budhi Asih; m.
menerima,
meneliti
dan
memproses
pengajuan
Surat
Perrnintaan Pembayaran dan Surat Perintah Membayar; n. melaksanakan sistem informasi manajemen dan keuangan RSUD Budhi Asih; o. melaksanakan pembayaran pengeluaran; p. menerima, meneliti/menguji kelengkapan tagihan belanja; q. mengoordinasikan penghitungan unit cost dan usulan tarif setiap pelayanan; r. memberikan bimbingan dan konsultasi teknis penyusunan rencana kerja dan anggaran kepada satuan kerja RSUD Budhi Asih; s. memonitor dan menilai kinerja Pegawai di bawah Bagian Keuangan dan Perencanaan; t. menghimpun bahan dan menyusun laporan kegiatan, kinerja dan akuntabilitas RSUD Budhi Asih;
Universitas Indonesia
63
u. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/delegasikan oleh Direktur; dan v. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Bagian Keuangan dan Perencanaan.
3. Wakil Direktur Pelayanan Wakil Direktur Pelayanan merupakan unsur Iini RSUD Budhi Asih dalam pelaksanaan pelayanan medis, penunjang medis dan keperawatan. Wakil Direktur Pelayanan berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur. Wakil Direktur Pelayanan mempunyai tugas memimpin dan
mengoordinasikan
pelayanan
medis,
penunjang
medis
dan
keperawatan. Untuk melaksanakan tugas nya Wakil Direktur Pelayanan menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran Wakil Direktur Pelayanan; b. melaksanakan rencana anggaran, dan rencana Pelayanan; c. pelaksanaan pelayanan medis; d. pelaksanaan pelayanan penunjang medis; e. pelaksanaan pelayanan asuhan keperawatan; f. pelaksanaan pelayanan rujukan dan ambulans; g. pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan; h. pelaksanaan urusan rekam medis; i. pelaksanaan pelayanan kegawatdaruratan; j. pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja; k. pelaksanaan kesehatan lingkungan rumah sakit; I. pelaksanaan pelayanan pemulasaraan jenazah; m. pelaksanaan keselamatan pasien; n. fasilitasi penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan; o. penyusunan dan pelaksanaan standar pelayanan; p. penyusunan dan pelaksanaan standar operasional prosedur pelayanan medis, penunjang medis dan keperawatan;
Universitas Indonesia
64
q. penyusunan dan peralatan/inventaris keperawatan; pengendalian kebutuhan perlengkapan pelayanan medis, penunjang medis dan r. memonitor dan menilai kinerja Kepala Bagian di bawah Wakil Direktur Pelayanan; s. pengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/delegasikan oleh Direktur; dan t. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Wakil Direktur Pelayanan.
3.1 Bidang Pelayanan Medis Bidang Pelayanan Medis merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur Pelayanan dalam pengembangan, pengendalian dan pengoordinasian pelaksanaan pelayanan medis. Bidang Pelayanan Medis dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan.
Bidang Pelayanan Medis mempunyai tugas : a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Medis; b.
melaksanakan
rencana
strategis,
dokumen
pelaksanaan
anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Medis; c. mengoordinasikan, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pengendalian serta pembinaan peiaksanaan kegiatan pelayanan medis, pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan; d. menyusun dan menyediakan kebutuhan perlengkapan/peralatan/ inventaris pelayanan medis/kegawatdaruratan/rujukan; e.
mengembangkan
kegiatan
pelayanan
medis,
pelayanan
kegawatdaruratan dan rujukan; f. menyusun standar pelayanan medis, standar operasional prosedur, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pembinaan
Universitas Indonesia
65
kegiatan pelayanan medis, pelayanan kegawatdaruratan dan rujukan; g. mengoordinasikan penyelenggaraan keselamatan pasien; h. mengoordinasikan penyelenggaraan perawatan penyakit infeksi; i. meiaksanakan koordinasi pelayanan ambulans; j. fasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan peiayanan kesehatan; k.
menyusun
rencana
pengembangan
tenaga
medis
dan
mengoordinasikan pelaksanaannya; I. melaksanakan penyuiuhan kesehatan rumah sakit; m. mengoordinasikan dengan Komite Medik/Kelompok Jabatan Fungsionai untuk penyeragaman alur/standar/pedoman/instruksi kerja dalam input dan proses pelayanan medik pada pasien; n. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bidang Pelayanan Medis; o. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur; dan p. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Medis.
3.2 Bidang Pelayanan Penunjang Medis Bidang Pelayanan Penunjang Medis merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur
Pelayanan
dalam
pengembangan,
pengendalian
dan
pengoordinasian pelaksanaan pelayanan penunjang medis. Bidang Pelayanan Penunjang Medis dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan.
Bidang Pelayanan Penunjang Medis mempunyai tugas : a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Penunjang Medis;
Universitas Indonesia
66
b. melaksanakan rencana strategis, dokumen pelaksanaan anggaran dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Penunjang Medis c. mengoordinasikan, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pengendalian serta pembinaan pelaksanaan kegiatan pelayanan penunjang medis; d. menyusun dan menyediakan perlengkapan/peralatan/inventaris pelayanan penunjang medis; e. mengembangkan kegiatan pelayanan penunjang medis; f. menyusun standar pelay2nan penunjang medis, standar operasional prosedur, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pembinaan kegiatan pelayanan penunjang medis; g. menyelenggarakan urusan rekam medis; h. menyelenggarakan pelayanan gizi, laboratorium, kefarmasian, radiodiagnostik, rehabilitasi medik dan pemulasaraan jenazah serta pelayanan penunjang medis lainnya; i. menyusun rencana pengembangan tenaga penunjang medis dan mengoordinasikan pelaksanaannya; j. menyelenggarakan kesehatan dan keselamatan kerja, laundry dan sanitasi lingkungan rumah sakit; k. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bidang Pelayanan Penunjang Medis; I. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/didelegasikan oleh Direktur; dan m. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Penunjang Medis.
3.3 Bidang Pelayanan Keperawatan Bidang Pelayanan Keperawatan merupakan Satuan Kerja Wakil Direktur Pelayanan dalam pengembangan, pengendalian dan pengoordinasian pelaksanaan pelayanan keperawatan. Bidang Pelayanan Keperawatan
Universitas Indonesia
67
dipimpin oleh seorang Kepala Bidang yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan.
Bidang Pelayanan Keperawatan mempunyai tugas : a. menyusun bahan rencana strategis, rencana kerja dan anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Keperawatan; b.
melaksanakan
rencana
strategis,
dokumen
pelaksanaan
anggaran, dan rencana bisnis anggaran Bidang Pelayanan Keperawatan; c. mengoordinasikan, monitoring, evaluasi, pengawasan, dan pembinaan pelaksanaan kegiatan pelayanan keperawatan; d. menyusun dan menyediakan kebutuhan perlengkapan/peralatan/ inventaris keperawatan; e. mengembangkan kegiatan pelayanan keperawatan; f. menyusun standar pelayanan keperawatan, standar operasional prosedur, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pembinaan kegiatan pelayanan keperawatan; g. menyusun rencana pengembangan tenaga keperawatan dan mengoordinasikan pelaksanaannya: h.
mengoordinasikan
menyusun
dengan
Komite
Alur/Pedoman/lnstruksi
Keperawatan
Kerja
dalam
untuk Bidang
Keperawatan pada pasien; i. memonitor dan menilai kinerja pegawai di bawah Bidang Pelayanan Keperawatan; j. mengambil keputusan pada lingkup bidang tugasnya yang dilimpahkan/ delegasikan oleh Direktur; dan k. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi Bidang Pelayanan Keperawatan.
Universitas Indonesia
68
4. SPI SPI mempunyai tugas a. menyusun petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan pengawas internal: b. menyusun jadwal pelaksanaan pengawasan internal; c. melaksanakan kegiatan pengawasan internal; d. mengolah dan melaporkan hasil pengawasan internal; e. merekomendasikan tindak lanjut terhadap temuan hasil pengawasan internal kepada Direktur; f. memonitor pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan internal; g. melaksanakan koordinasi dan fasilitasi dengan pemeriksa eksternal dan aparat pemeriksa internal pemerintah; dan h. melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas kepada Direktur.
SPI dipimpin oleh seorang Kepala SPI yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur dari Pegawai Negeri Sipil RSUD Budhi Asih yang memenuhi persyaratan. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, SPI berkoordinasi dengan Wakil Direktur sesuai dengan substansi pengawasan yang dilaksanakan. SPI dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat dipengaruhi oleh Wakil Direktur, Ketua Komite Medik, Kepala Bidang, Kepala Bagian dan/atau pihak manapun di RSUD Budhi Asih
Susunan SPI, terdiri dari : a. 1 (satu) orang Kepala merangkap anggota; b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; c. paling banyak 3 (tiga) orang anggota; dan d. sekretariat paling banyak 3 (tiga) orang.
Universitas Indonesia
69
Untuk dapat diangkat sebagai Kepala dan Sekretarls SPI, sekurang kurangnya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil; b. berprofesi sebagai tenaga kesehatan atau pegawai non kesehatan; c. memiliki dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas; d. memiliki nilai keteladanan dan dihormati aleh pegawai rumah sakit; e. tidak pernah melanggar etika profesi atau peraturan kepegawaian; f. tidak pernah melakukan perbuatan tercela; g. memiliki pendidikan minimal strata satu; dan h. memiliki integritas. Kepala, Sekretaris, dan Anggata SPI diangkat aleh Direktur untuk masa tugas (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali hanya untuk satu masa tugas berikutnya.
5. Komite Medik
Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis, bertanggung jawab kepada Direktur. Komite Medik merupakan organisasi fungsional yang dibentuk oleh Direktur. Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis dengan cara : a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan medis; b. memelihara mutu profesi staf medis; dan c. menjaga disiplin, etika dan perlaku staf medis.
Universitas Indonesia
70
Komite Medik menyelenggarakan fungsi; a. bidang kredensial ; 1. penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang berlaku; 2. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian kompetensi, kesehatan fisik dan mental, perilaku, dan etika profesi; 3. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi berkelanjutan; 4. pelaksanaan wawancara .terhadap pemohon kewenangan klinis; 5. penilaian dan keputusan kewenangan klinis yang adekuat; 6.
pelaporan hasil penilaian kredensial dan penyampaian
rekomendasi kewenangan klinis pada Komite Medik; 7. pelaksanaan proses kredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan klinis dan adanya permintaan dari Komite Medik; 8. pemberian rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis; dan 9. sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan manajemen rumah sakit, Direktur sewaktu-waktu dapat menugaskan Komite Medik untuk melakukan proses kredensial kepada staf medis fungsional yang diperintahkan oleh Direktur sesuai kebutuhan pelayanan dan manajemen rumah sakit
b. bidang mutu profesi staf medis : 1. pelaksanaan audit medis; 2. pemberian rekomendasi perterr.uan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis; 3. pemberian rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi staf medis rumah sakit tersebut; dan 4. pemberian rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang membutuhkan.
Universitas Indonesia
71
c. bidang disiplin, etika dan perilaku staf medis : 1. pembinaan elika dan disiplin profesi kedokteran; 2. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin; 3. pemberian rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit; dan 4. pemberian nasihat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada asuhan medis pasien.
Susunan organisasi Komite Medik sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris; dan subkomite. Pembentukan Komite Medik di RSUD Budhi Asih ditetapkan oleh Direktur.
6. Komite Keperawatan
Komite Keperawatan adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata kelola klinis agar staf keperawatan dan kebidanan di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi tenaga keperawatan, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi perawat dan bidan, bertanggung jawab kepada Direktur. Komite Keperawatan merupakan organisasi fungsional yang dibentuk oleh Direktur.
Komite Keperawatan mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf keperawatan dengan cara: a. melakukan kredensial bagi seluruh staf keperawatan yang akan melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan; b. memelihara mutu profesi staf keperawatan; dan c. menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi perawat dan bidan.
Universitas Indonesia
72
Komite Keperawatan menyelenggarakan fungsi: a. bidang kredensial : 1. penyusunan daftar rincian Kewenangan Klinis dan Buku Putih; 2. verifikasi persyaratan kredensial; 3. pemberian rekamendasi Kewenangan Klinis tenaga keperawatan; 4. pemberian rekamendasi pemulihan Kewenangan Klinis; dan 5. pelaksanaan Kredensial ulang secara berkala sesuai waktu yang ditetapkan; 6. pelaparan seluruh proses Kredensial kepada Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada Direktur; 7. sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan manajemen rumah sakit, Direktur sewaktu-waktu dapat menugaskan Komite Keperawatan untuk melakukan proses kredensial kepada staf keperawatan fungsional yang diperintahkan oleh Direktur sesual kebutuhan pelayanan dan manajemen rumah sakit.
b. bidang mutu profesi staf medis : 1. penyusunan data dasar profil tenaga keperawatan sesuai area praktik; 2. pemberian
rekomendasi
perencanaan
pengembangan
professional berkelanjutan tenaga keperawatan; 3. pelaksanaan audit keperawatan dan kebidanan; dan 4. pelaksanaan fasllitasi proses pendampingan sesuai kebutuhan.
c. bidang disiplin, etika dan perilaku staf medis: 1. pelaksanaan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan; 2. pembinaan etik dan disiplin prafesi tenaga keperawatan; 3. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah pelanggaran disiplin dan masalah etlk dalam kehldupan profesi dan pelayanan asuhan keperawatan dan kebidanan; 4. pemberian rekomendasi pencabutan Kewenangan Klinis; dan
Universitas Indonesia
73
5. pemberian pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam asuhan keperawatan dan kebidanan.
Susunan organisasi Komite Keperawatan sekurang kurangnya, terdiri dari ketua, sekretaris; dan subkomite. Pembentukan Komite Keperawatan dl RSUD Budhi Asih ditetapkan oleh Direktur.
7. Komite Mutu
Komite Mutu adalah perangkat rumah sakit untuk mengembangkan mutu pelayanan RSUD Budhi Asih. Komite Mutu merupakan organisasi fungsianal yang dibentuk oleh Direktur. Komite Mutu mempunyai tugas mengembangkan mutu pelayanan RSUD Budhi Asih.
Untuk melaksanakan tugas, Komite Mutu menyelenggarakan fungsi : 1. mengoordinasikan penyusunan standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih; 2. mengajukan usulan standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih kepada Direktur; 3. mensosialisaikan standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih kepada tenaga medis dan non medis; 4. memonitor pelaksanaan standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih; 5. mengevaluasi standar mutu pelayanan RSUD Budhi Asih; dan 6. melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugasnya kepada Direktur.
Susunan organisasi Komite Mutu terdiri dari : a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota; b. 1 (satu) orang Sekretaris merangkap anggota; dan c. 3 (tiga) orang anggota.
Universitas Indonesia
74
Anggota Komite Mutu terdiri dari penanggung Jawab Mutu di jajaran Bidang Pelayanan Medis, penanggung Jawab Mutu di jajaran Bagian Sumber Daya Manusia; dan penanggung Jawab Mutu di jajaran Bagian Umum dan Pemasaran. Penanggung Jawab Mutu bukan merupakan jabatan struktural, akan tetapi sebagai jabatan fungsional. Pegawai Rumah Sakit yang dapat diangkat
dalam
Komite
Mutu
sekurang-kurangnya
memenuhi
persyaratan sebagai berikut : a. Pegawai Negeri Sipil atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja RSUD Budhi Asih; b. pendidikan formal minimal Strata Satu/Sarjana; c. mempunyai kompetensi di bidang manajemen mutu; d. loyal terhadap manajemen RSUD Budhi Asih; e. mempunyai perilaku yang dapat dijadikan contoh; f. bersifat teliti dan visioner; dan g. usia minimal 35 (tiga puluh lima) tahun. Pembentukan Komite Mutu di RSUD Budhi Asih ditetapkan oleh Direktur.
8. Kelompok Jabatan Fungsional RSUD Budhi Asih mempunyai Kelompok Jabatan Fungsional. Setiap pejabat
fungsional
Instalasi/Satuan
melaksanakan
Pelayanan
yang
tugas dalam
pada
Satuan
pelaksanaan
Pelaksana/ tugasnya
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawah kepada Kepala Bidang/ Kepala Bagian melalui Kepala Satuan Pelaksana/Kepala Instalasi/ Kepala Satuan Pelayanan.
Universitas Indonesia
75
3.5
Ketenagaan RSUD Budhi Asih Pegawai pada RSUD Budhi Asih merupakan pegawai Aparatur Sipil Negara terdiri dari pegawai Negeri Sipil; dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. RSUD Budhi Asih sebagai SKPD yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) dapat mempunyai pegawai Non Aparatur Sipil Negara. Pegawai Non Aparatur Sipil Negara merupakan pegawai Non Aparatur Sipil Negara RSUD Budhi Asih. Pengelolaan kepegawaian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan di
bidang
Ketenagakerjaan pada
SKPD/UKPD yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Tenaga Kerja di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih yang tercatat pada data Unit Kepegawaian RSUD Budhi Asih adalah 575 orang yang terdiri dari 255 orang PNS, 18 orang CPNS, 24 orang PTT, 168 orang Non PNS, 10 orang Non Organik, 37 orang kontrak 1 th ke 2, 13 orang kontrak 1 tahun, 5 orang kontrak 3 bulan, 2 orang kontrak KLB, 26 orang kontrak percobaan selama 3 bulan. Pengangkatan tenaga kerja Non PNS dimungkinkan berdasarkan Perda No. 10 tahun 1997, Direktur Rumah Sakit dapat mengangkat tenaga Non PNS sesuai kebutuhan Rumah Sakit. Selain itu Direktur juga memiliki wewenang untuk melakukan pengangkatan pegawai menjadi PNS dimana pengangkatan itu disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit. Dalam merekrut karyawannya baik PNS maupun yang berasal dari instansi lain maupun Non PNS, RSUD Budhi Asih memiliki sistem tersendiri. Hal ini dilakukan untuk memenuhi standar kualita kepegawaian serta dapat bersama-sama mencapai visi, misi dan tujuan awal rumah sakit.
Universitas Indonesia
76
Daftar Rekapitulasi Pegawai Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih a. Tenaga Medis Tabel 3.1 Rekapitulasi Tenaga Medis di RS Budhi Asih Jakarta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Jenis Tenaga Jumlah Dokter Umum+Mkes 0 Dokter Umum + MARS 2 Dokter Umum + Msc 0 Dokter Umum 16 Dokter Spes+Magister 3 Dokter Spes Gizi Klinik 1 Dokter Spes Patologi Klinik 1 Dokter Spes Kebidanan 3 Dokter Spes Bedah 3 Dokter Spes Penyakit Dalam 4 Dokter Spes Anak 5 Dokter Spes Mata 3 Dokter Spes THT 2 Dokter Spes Paru 2 Dokter Spes Kulit&Kelamin 2 Dokter Spes Jantung&Pembuluh 1 Dokter Spes Anestesi 3 Dokter Spes Syaraf 2 Dokter Spes Bedah Saraf 1 Dokter Spes Bedah Orthopedi 1 Dokter Spes Radiologi 1 Dokter Spes Rehab Medik 1 Dokter gigi+MARS 1 Dokter gigi+MPH 0 Dokter Gigi+Mkes 1 Dokter gigi 0 subtotal 60
Tenaga medis yang bekerja di RS Budhi Asih Jakarta berjumlah 60 orang dengan sebagian besar adalah dokter umum dengan magister, dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis.
Universitas Indonesia
77
b. Tenaga Non Medis Tabel 3.2 Rekapitulasi Tenaga Non Medis di RS Budhi Asih Jakarta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Jenis Tenaga Jumlah S2 SKM+MARS 1 S2 Kebijakan Publik 2 S1 Administrasi/sosial 9 S1 Hukum Perdata 2 S1 Pendidikan 1 S1 Ekonomi Manajemen 5 S1 Manajemen Informatika 3 S1 Kebijakan Fiskal 1 S1 Akuntansi 2 D3 Akuntansi 8 D3 Keuangan & Perbankan 8 D3 informatika/tek komputer 6 D3 perumahsakitan 16 D3 Keselamatan & Kes kerja 1 D3 Adm Perkantoran & Sekretaris 2 D3 perhotelan 2 D1 komputer akuntansi 1 D1 sekretaris 0 D1 perhotelan 2 D1 Manaj informatika 2 D1 adm RS 0 SMU+ Pekarya kesehatan 11 SMU 49 SMEA 5 STM 15 SMP 18 SD 10 Non ijazah 4 Subtotal 181
Tenaga non medis yang bekerja di RS Budhi Asih Jakarta berjumlah 181 orang diantaranya berlatar belakang pendidikan magister sampai sekolah dasar dan non ijazah.
Universitas Indonesia
78
c. Tenaga Paramedis Keperawatan Tabel 3.3 Rekapitulasi Tenaga Paramedis Keperawatan di RS Budhi Asih No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Tenaga S1 Keperawatan DIV Keperawatan D3 Keperawatan SPK D3 Anestesi DIV Kebidanan D3 Kebidanan D1 kebidanan SPRG Subtotal
Jumlah 3 3 180 8 4 1 21 2 1 223
Tenaga paramedis keperawatan yang bekerja di RS Budhi Asih Jakarta berjumlah 223 orang yang meliputi S1 Keperawatan 3 orang, DIV keperawatan 3 orang, D3 Keperawatan 180 orang, SPK 8 orang, D3 anestesi 4 orang, D3 Kebidanan 21 orang, D1 kebidanan 2 orang dan SPRG 1 orang. d. Tenaga Paramedis Non Keperawatan Tabel 3.4 Rekapitulasi Tenaga Non Keperawatan di RS Budhi Asih No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jenis Tenaga S2 farmasi Klinik S2 Apoteker S1 Kesehatan Masyarakat S1 Sanitarian/Kesling S1 Gizi S1 Teknik Kimia D3 Rekam Medis D3 Refraksionis D3 Radiologi D3 Analis Kesehatan D3 Fisioterapi D3 Farmasi D3 Teknik Elektro medis D3 Gizi D3 Tekniker Gizi D3 Kesehatan Gigi SAA/SMF SMAK SPAG SMK Boga/SMKK Total
Jumlah 2 2 6 1 1 1 7 2 7 14 4 6 3 6 1 1 26 7 2 11 110
Universitas Indonesia
79
Selain jumlah SDM di atas RSUD Budhi Asih masih mempunyai SDM yang berstatus sebagai bantuan/ tenaga harian lepas sebanyak 17 orang yang direkrut dalam rangka untuk kelancaran pelayanan rumah sakit pada saat terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) dan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan saat ini. 3.6
Fasilitas Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih senantiasa memberikan pelayanan kesehatan secara prima dan professional untuk memuaskan pelanggannya. RSUD Budhi Asih terus berupaya mengembangkan kualitas pelayanan untuk menyenangkan pelanggan dengan melengkapi failitas yang dibutuhkan.
a. Fasilitas yang tersedia di RSUD Budhi Asih 1. Luas tanah
: 6.381 m2
2. Luas Bangunan
: 21.977,26 m2 ( 12 lantai + helipet )
3. Listrik
: 1250 KVA + Genset
4. Air Bersih
:
Kapasitas 1.500 liter air panas Kapasitas 2.500 liter air dingin
5. Pengolahan Limbah cair
: Kapasitas 1.000 liter air
6. Telepon
: 11 Hunting
7. Ambulance
: 4 unit
8. Ambulans Jenazah: 1 unit 9. Perpustakaan
: 1 unit
10. Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
: 1 unit
11. Koperasi, Optik dan Kantin
: 1 unit Universitas Indonesia
80
b. Fasilitas bangunan RSUD Budhi Asih 1. Lantai 1 digunakan untuk : Bagian informasi, Instalasi Farmasi, Kantin, Instalasi Gawat Darurat, bagian Admisi, Front Office, Kair Rawat Inap, Pembayaran UGD, Instalasi Radiologi/ Rontgen, Kamar Jenazah, Ruang observasi, ATM 2. Lantai 2 digunakan untuk : Poliklinik (bedah umum, anak, bedah orthopedic, kulit dan kelamin, gizi, gigi dan mulut, EEG dan EMG), Ruang THT, Ruang bedah urologi, Ruang pos pin Polio, Ruang Rehabilitasi Medik/Fisioterapi,laboratorium Neurologi 3. Lantai 3 digunakan untuk : intensive care unit (ICU), instalasi laboratorium, Ruang kepala instalai laboratorium, Ruang pengambilan darah, Ruang mikrobiologi, Instalasi kamar operasi 4. Lantai 4 digunakan untuk : ruang medical check up, instalasi CSSD, unit hemodialisa, kamar bersalin, Perinatologi, Ruang Inhalasi, Ruang Ozon, Ruang Perinatologi, Ruang EKG, Ruang endoskopi, Ruang USG, Ruang Radiologi, Ruang cuci foto 5. Lantai 5 digunakan untuk : diklat, Apotek, Instalasi pihak ke -3, rawat inap barat, rawat inap bagian timur 6. Lantai 6 digunakan untuk ; Rawat inap bagian barat, rawat inap bagian Timur 7. Lantai 7 digunakan untuk : rawat inap bagian barat, aula 8. Lantai 8 digunakan untuk : rawat inap bagian barat, mushola 9. Lantai 9 digunakan untuk : Rawat inap KLB 10. Lantai 10 digunakan untuk : Ruang Direktur, Ruang Wakil Direkur, Ruang sekretariat, ruang auditorium, ruang rapat
Universitas Indonesia
81
3.7
Pelayanan RSUD Budhi Asih
1. Pelayanan Medik
Pelayanan 24 jam Unit Gawat Darurat, Unit radiologi, Unit lanboratorium, kamar operasi dan ambulans
Pelayanan Poliklinik Spesialis : Kebidanan, Anak, Mata, Jantung, Rehabilitasi medic, Kulit dan Kelamin, bedah, penyakit dalam, THT, syarat, orthodontic, paru
Pelayanan poliklinik spesialis : bedah urologi, bedah orthopedic, bedah saraf
2. Rawat Inap Tabel 3.5 Rekapitulasi Jumlah Tempat Tidur di RS Budhi Asih Jakarta Nama
Tempat Tidur
Ruang
Barat
Timur
Lantai V
43
34
77
Lantai VI
47
27
74
Lantai VII
23
23
Lantai VIII
10
10
Lantai IX
36
36
Jumlah
Perinatologi
14
HCU/NICU
7
Total
241
RSUD Budhi Asih memiliki 241 tempat tidur mulai lantai V sampai lantai IX yang terdiri dari sisi barat dan timur yang digunakan sebagai ruang rawat inap. Lantai V berjumlah 77 tempat tidur, lantai VI berjumlah 74 tempat tidur, lantai VII berjumlah 23 tempat tidur, lantai VIII berjumlah 36 tempat tidur. Selain itu memiliki fasilitas perinatologi 14 tempat tidur dan HCU/ICU berjumlah 7 tempat tidur.
Universitas Indonesia
82
BAB IV KERANGKA KONSEP, KERANGKA TEORI, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
4.1 Kerangka Teori
Keselamatan pasien terkait dengan standar kualitas layanan di rumah sakit dan erat kaitannya dengan akreditasi. Keselamatan pasien dapat dilihat dari segi manajemen mutu dan risiko. Pengelolaan keselamatan paien menggunakan perspektif kualitas yaitu; klinis, fungsi, biaya dan kepuasan untuk mencapai target keselamatan pasien sebagai outcome kegiatannya. Manajemen untuk mencapai keselamatan pasien merupakan infinity cycle (siklus yang berkesinambungan) dimulai dari mengidentifikasi risiko, asesmen,
monitoring,
kontrol risiko,
evaluasi,
adaptasi
terhadap
perubahan. Berdasarkan literatur dari Association of Operating Room Nurse (AORN) budaya keselamatan pasien terdiri dari lima sub-budaya yaitu budaya pelaporan (reporting), budaya fleksibilitas (flexible), budaya keadilan (just), budaya pembelajaran (learning) dan budaya kewaspadaan (wary).
Gambar 4.1 Budaya keselamatan pasien dengan lima sub budaya. Sumber : AORN (2006)
82
Universitas Indonesia
83
Budaya pelaporan adalah budaya dimana setiap anggota dapat melaporkan kejadian error atau near miss. Budaya pelaporan dapat dinilai dengan tipe error yang dilaporkan oleh staf. Semakin matur budaya keselamatan, semakin meningkat pengambilan risiko berkaitan dengan error yang dilaporkan. Pada budaya pelaporan yang baik setiap kejadian yang dilaporkan menjamin semua staf dalam organisasi untuk belajar dari pengalaman. Strategi yang dapat dilakukan adalah 1. fokus pada kejadian yang terjadi dan near miss 2. gunakan sistem dokumentasi yang mudah digunakan 3. mengembangkan sistem pelaporan yang berfokus pada uraian cerita dan berbagi pengetahuan 4. berfokus pada kasus individu yang memberikan kesempatan pembelajaran 5. memberikan umpan balik kepada staf pada semua isu yang dilaporkan 6. mengembangkan satuan pencapaian yang jelas misalkan peningkatan jumlah laporan 7. memprioritaskan penerapan solusi berdasarkan topic yang ditemukan di lapangan dan risiko potensial yang ditemukan 8.
menggunakan proses yang mendorong peningkatan kualitas
(Plan, DO, Check, Act) Budaya fleksibel adalah budaya yang cepat tanggap untuk menghadapi perubahan yang terjadi di pelayanan kesehatan. Strategi yang dapat dilakukan adalah 1. identifikasi model pengembangan program yang berfokus pada siklus perubahan cepat
Universitas Indonesia
84
2.
mengembangkan
proses
yang
mendukung
berbagi
kepemimpinan 3. lingkungan yang saling menghormati, kolaborasi, dan saling percaya antara pemimpin dan semua anggota tim Budaya pembelajaran adalah budaya yang mampu dan siap untuk mendapatkan pengetahuan dari pengalaman dan data serta ada kemauan untuk menerapkan perubahan mayor yang ditunjukkan sistem informasi keamanan. Budaya pembelajaran adalah pelaporan dan belajar dari kejadian atau insiden dan near miss. Strategi yang dapat dilakukan 1. menumbuhkan kesempatan pembelajaran melalui komunikasi terbuka 2. mengembangkan kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan pelayanan kesehatan dan bersikap reseptif terhadap perubahan 3. staf terdepan dilibatkan dalam menggunakan inisiatif untuk mengatasi situasi atau masalah unik yang terjadi di lapangan 4. performa individu dihubungkan dengan performa tim Budaya kewaspadaan adalah budaya dimana semua anggota senantiasa waspada terhadap kejadian tidak terduga. Menjadi waspada adalah kombinasi antara pemberitahuan dan sadar bahwa dalam tiap kejadian sebuah kejadian tidak terduga dapat terjadi. Budaya pelaporan, pembelajaran dan fleksibel dapat mendukung budaya kewaspadaan yang baik. Budaya keadilan adalah budaya yang memberikan lingkungan saling percaya antara semua anggota tim dan mendorong untuk memberikan data keamanan dan memiliki kesadaran terhadap perilaku yang dapat atau tidak dapat diterima.
Universitas Indonesia
85
Hubungan sebab akibat antara budaya organisasi dan performa telah menjadi fokus dalam penelitian mengenai organisasi dan literatur manajemen. Misalnya produktivitas yang tinggi dan return on investment berkaitan dengan tipe budaya organisasi tertentu. Performa yang tinggi dihubungkan dengan budaya yang kuat dan dengan nilai-nilai yang bersama dianut oleh tim (shared value) seperti partisipasi dalam tim.Budaya mempengaruhi performa dengan mendorong motivasi tim, membangun komitmen tim atau memfasilitasi pembelajaran organisasi (Schein, 1992)
PERFORMA ORGANISASI
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
BUDAYA
BUDAYA
BUDAYA
BUDAYA
BUDAYA
KETERBUKAAN
KEADILAN
PELAPORAN
BELAJAR
INFORMASI
Gambar 4.2 Kerangka Teori Budaya Keselamatan Pasien Sumber : Carthey&Clarke 2010
Dari penelitian oleh Puspitasari (2015) diajukan pendekatan budaya keselamatan pasien dengan berdasarkan literatur dari dimensi budaya keselamatan pasien menurut Carthey&Clarke (2010) yang terdiri dari
penggolongan budaya
menurut budaya keterbukaan (open culture), budaya keadilan (just culture), budaya pelaporan (reporting culture), budaya belajar (learning culture) dan budaya informasi (informed culture) serta dimensi Keselamatan Pasien dari AHRQ yang terdiri dari 12 dimensi yang paling banyak direkomendasikan untuk
Universitas Indonesia
86
mengukur budaya keselamatan pasien karena telah terjamin validitas dan reliabilitasnya secara internasional (AHRQ, 2012).
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
BUDAYA
BUDAYA
BUDAYA
BUDAYA
BUDAYA
KETERBUKAAN
KEADILAN
PELAPORAN
BELAJAR
INFORMASI
1. Keterbukaan komunikasi 2. Kerjasama dalam unit 3. Kerjasama antar unit
1. Staffing 2. Respon nonpunitive terhadap kesalahan
1. Frekuensi pelaporan kejadian 2. Jumlah kejadian yang dilaporkan dalam 12 bulan terakhir
4.Persepsi keseluruahan tentang KP
1. Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjutan
1. Umpan balik dankomunikasi terhadap kesalahan
2.Harapan Staf terhadap sikap dan tindakan supervisor/mana jer dalam mendorong KP
2. Serah terima dari transisi
5. Dukungan manajemen terhadap upaya KP
Gambar 4.3 Budaya Keselamatan Pasien, modifikasi Puspitasari (2015) berdasarkan dimensi AHRQ dan penggolongan Carthey&Clarke Sumber : Puspitasari (2015)
Kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan kewaspadaan universal mengacu pada model PRECEDE oleh Laurence Green (1980) dan dimodifikasi oleh Dejoy (1996) yaitu untuk aplikasi perilaku melindungi diri sendiri di tempat kerja (McGovern, et.al.,2000).
Universitas Indonesia
87
Personal traits (Sosiodemografi, sikap, kepercayaan, nilai, pengetahuan dan pendidikan)
Work-related requirements (Pengalaman, ketrampilan, cognitive demands, beban kerja, work stress)
Corresponding or Conflicting demands
Faktor Organisasi (Pelatihan, peer review, dukungan administrative, safety climate)
KEPATUHAN
Gambar 4.4 Model Determinan Perilaku Kepatuhan. Sumber: McGovern, et.al.,2000
Sahara A, 2011 melakukan penelitian serupa terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dan bidan dalam penerapan kewaspadaan universal/kewaspadaan standar di RS Palang Merah Indonesia Bogor yaitu faktor individu, faktor stafan dan faktor organisasi. Penelitian oleh Sahara A (2011) menyatakan ada hubungan bermakna antara faktor organisasi safety climate, pelatihan dan ketersediaan APD dengan kepatuhan penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar sedangkan faktor individu dan faktor stafan tidak menunjukkan hasil yang bermakna. Budaya keselamatan dalam organisasi merupakan faktor yang penting. Powell (2004) menyatakan bahwa budaya keselamatan merupakan faktor yang dominan dalam keberhasilan upaya keselamatan di RS.
Universitas Indonesia
88
4.2 KERANGKA KONSEP
Variabel Independent
BUDAYA KESELAMAT AN PASIEN DI RAWAT INAP RS. BUDHI ASIH
Budaya Keterbukaan Budaya Keadilan Budaya Pelaporan
Variabel Dependent
Kepatuhan dalam Penerapan Kewaspadaan Standar/ Universal di Ruang Rawat Inap RS Budhi Asih
Budaya Belajar
(Puspitasari,
(modifikasi Sahara, 2011)
Budaya Informasi
2015)
Gambar 4.5 Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep yang diajukan berdasarkan penelitian Puspitasari (2015) yang mengadopsi pendekatan budaya keselamatan menurut 12 dimensi keselamatan pasien dari AHRQ dan penggolongan budaya Carthey&Clarke (2010). Hubungan budaya keselamatan pasien dengan kewaspadaan universal/standar berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sahara A (2011) bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap penerapan kewaspadaan universal/standar adalah faktor budaya keselamatan pasien (organisasi) dibandingkan faktor individu. 4.3 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara budaya keselamatan pasien yaitu budaya keterbukaan, budaya keadilan, budaya pelaporan, budaya belajar dan budaya informasi dengan kepatuhan terhadap kewaspadaan universal/kewaspadaan standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RSUD Budhi Asih Jakarta. Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
89
o Hipotesis 1: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya keterbukaan
dengan
kepatuhan
dalam
penerapan
Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta o Hipotesis 2: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya keadilan dengan kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta o Hipotesis 3: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya pelaporan terhadap
kepatuhan
dalam
penerapan
Kewaspadaan
Universal/Kewaspadaan Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta o Hipotesis 4: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya belajar dengan kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta o Hipotesis 5: Tidak ada hubungan yang bermakna antara budaya informasi dengan kepatuhan dalam penerapan Kewaspadaan Universal/Kewaspadaan Standar oleh perawat dan bidan di rawat inap RS Budhi Asih Jakarta
Universitas Indonesia
90
4.4 DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN Tabel 4.1 Definisi Operasional Penelitian Nama variabel Kepatuhan
dalam
Penerapan
Kewaspadaan universal/kewaspadaan
standar
(KU/KS)
Definisi
Alat Ukur
Perilaku perawat dan bidan dalam
Kuesioner
kepatuhan
melindungi dirinya dan pasien dari
penerapan
kewaspadaaan
penyakit yang ditularkan melalui darah
universal/ standar menurut
atau cairan tubuh lainnya dengan
Sahara
melalukan tindakan-tindakan khusus
diolah
sesuai dengan pedoman kewaspadaan
psikometrik
universal/kewaspadaan standar
A
Hasil Ukur
(2011)
yang
Rentang
Skala Ukur
nilai
Ordinal
antara 11-55
0, tidak patuh bila
skala < mean,
dari
Gershon,
et.al (1995) dan DeJoy,
1, patuh bila > mean
et.al (1995). Jumlah pertanyaan terdiri dari
11
pertanyaan.
variabel kepatuhan diukur dengan perhitungan 5-poin skala likert
BUDAYA KESELAMATAN PASIEN
Budaya Keterbukaan
Gabungan
dimensi
komunikasi,
kerjasama
kerjasama
antara
keterbukaan dalam
unit,
Kuesioner
budaya
unit,
keterbukaan dalam budaya
persepsi
keselamatan pasien menurut
keseluruhan tentang keselamatan pasien
Puspitasari
dan
diolah dari kuesioner AHRQ
dukungan
manajemen
keselamatan pasien.
terhadap
(2015)
yang
(2007) dan penggolongan budaya
Tinggi,
jika
total
Ordinal
persepsi positif 75% Rendah,
jika
persepsi
positif
total