Tetes Telinga [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL KELAS A



FORMULASI SEDIAAN TETES TELINGA NEOMISIN SULFAT



Dosen : Prof. Dr. Teti Indrawati, MS.Apt



Disusun Oleh : Kelompok 9 Puspadina Rahmah



(18330722)



Ulva Rihanda



(18330742)



Kamila Putri



(19330103)



Nova Betseba Br Barus



(19330106)



Alifia Farhani Az Zuhri



(19330112)



FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI S1 FARMASI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA



KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Formulasi Sediaan Tetes Telinga Neomisin Sulfat”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Sediaan Steril dan diharapkan dapat memberikan informasi tambahan kepada para pembaca. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, baik dosen serta teman-teman. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, arahan, dan bantuannya. Semoga mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Tidak hanya itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak berupa artikel, tulisan, dan buku yang telah penulis jadikan referensi guna membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga dapat terus berkarya guna menghasilkan tulisantulisan yang mengacu terwujudnya generasi masa depan yang lebih baik. Penulis berharap semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, mohon maaf jika banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisannya serta penulis setulus hati menerima masukan baik kritik maupun saran yang membantu guna penyempurnaan makalah ini.



Jakarta , November 2020



Penulis



i



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR......................................................................................................i DAFTAR ISI....................................................................................................................ii BAB I



PENDAHULUAN.........................................................................................1 1.1 Latar Belakang.........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah....................................................................................1 1.3 Tujuan......................................................................................................2



BAB II



TINJAUAN PUSTAKA................................................................................3 2.1 Teori Umum Sediaan Tetes Telinga........................................................3 2.1.1. Pemberian Sediaan Obat Tetes Telinga.......................................3 2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Otik.........................................................4 2.1.3. Tujuan Pengobatan......................................................................9 2.1.4. Keuntungan dan Kerugian...........................................................9 2.1.5. Jenis dan Contoh Sediaan Tetes Telinga...................................10 2.1.6. Mekanisme Kerja Sediaan Tetes Telinga..................................11 2.1.7. Karakteristik Sediaan Tetes Telinga..........................................11 2.2 Cara Memproduksi Sediaan Tetes Telinga............................................12 2.2.1. Alat dan Bahan..........................................................................12 2.2.2. Cara Kerja..................................................................................12 2.3 Persyaratan Sediaan Tetes Telinga........................................................13 2.4 Komponen Sediaan Tetes Telinga.........................................................13 2.5 Cara Sterilisasi.......................................................................................14 2.6 Evaluasi Sediaan....................................................................................14 2.7 Pemilihan Wadah dan Kemasan............................................................15 2.8 Formulasi Sediaan Tetes Telinga..........................................................15 2.8.1 Formulasi Standar......................................................................15 2.8.2 Formulasi Modifikasi................................................................15 2.8.3 Praformulasi...............................................................................15



BAB III



PEMBAHASAN..........................................................................................18 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6



BAB IV



Cara Produksi Sediaan Tetes Telinga Neomisin Sulfat.........................18 Persayaratan Sediaan Tetes Telinga Neomisin Sulfat...........................18 Komponen Sediaan Tetes Telinga Neomisin Sulfat..............................19 Cara Sterilisasi Sediaan Tetes Telinga Neomisin Sulfat.......................19 Evaluasi Sediaan....................................................................................20 Wadah dan Kemasan.............................................................................20



PENUTUP...................................................................................................24 4.1 Kesimpulan............................................................................................24 4.2 Saran......................................................................................................25



DAFTAR PUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sediaan otik biasanya dinamakan sebagai sediaan tetes telinga atau sediaan “aural”. Sediaan telinga biasanya ditempatkan pada kanal telinga untuk menghilangkan serumen (malam kuping, tahi kuping) atau untuk pengobatan infeksi, inflamasi, dan nyeri telinga. Karena telinga tertutup oleh struktur kulit dan berperilaku seperti kondisi dermatologi lain seperti halnya permukaan tubuh, kondisi kulit diobati menggunakan beranekaragam sediaan dermatologi. Tetes telinga adalah larutan, emulsi, suspensi dari satu atau lebih bahan aktif dalam cairan. Pembawa yang sesuai untuk digunakan pada “auditory meatus” tanpa menghasilkan tekanan yang berbahaya pada gendang telinga. Larutan otik adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan dalam telinga luar misalnya larutan otik Benzokain dan Antipirin larutan otik neomisin dan polimiksin B sulfat dan larutan otik Hidrokortison.



Bentuk larutan otik yang paling sering digunakan ialah tetes telinga berupa suspensi. Dari beberapa contoh larutan otik yang ada, maka pada makalah ini kami sebagai farmasis akan merancang formulasi sediaan tetes telinga neomisin sulfat yang meliputi cara pembuatan, cara sterilisasi, cara pemakaian dan juga penyimpanannya. 1.2 Rumusan Masalah 1.



Bagaimana rancangan formula sediaan tetes telinga neomisin sulfat?



2.



Bagaimana cara pembuatan sediaan tetes telinga neomisin sulfat?



3.



Apa persyaratan sediaan tetes telinga neomisin sulfat?



4.



Apa komponen sediaan tetes telinga neomisin sulfat?



5.



Bagaimana cara sterilisasi sediaan tetes telinga neomisin sulfat?



6.



Evaluasi apa yang harus dilakukan pada sediaan tetes telinga neomisin sulfat?



7.



Bagaimana wadah dan kemasan sediaan tetes telinga neomisin sulfat?



1



1.3 Tujuan 1.



Merancang, mengetahui dan memahami rancangan formula sediaan tetes telinga neomisin sulfat



2.



Mengetahui dan memahami cara memproduksi sediaan tetes telinga neomisin sulfat



3.



Mengetahui dan memahami persyaratan sediaan tetes telinga neomisin sulfat



4.



Mengetahui dan memahami komponen sediaan tetes telinga neomisin sulfat



5.



Mengetahui dan memahami cara sterilisasi sediaan tetes telinga neomisin sulfat



6.



Mengetahui dan memahami evaluasi yang harus dilakukan pada sediaan tetes telinga neomisin sulfat



7.



Mengetahui dan memahami wadah dan kemasan sediaan tetes telinga neomisin sulfat



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum Sediaan Tetes Telinga Guttae Auriculares, tetes telinga adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat kedalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propilenglikol. Dapat juga digunakan etanol, heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan kecuali dinyatakan lain, pH 5,0 sampai 6,0. Larutan otik (larutan telinga) adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan pendispersi, untuk penggunaan telinga luar. Suspensi telinga adalah sediaan cair yang mengandung partikel-partikel halus yang ditunjukkan untuk diteteskan pada telinga bagian luar. (FI IV hal.15) Dari semua obat tetes hanyalah obat tetes telinga yang tidak menggunakan air sebagai zat pembawanya. Karena obat tetes telinga harus memperhatikan kekentalan, agar dapat menempel dengan baik kepada dinding telinga. Guttae auritulares ini sendiri merupakan obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Zat pembawanya biasanya menggunakan gliserol dan propilenglikol. Bahan pembuatan tetes hidung harus mengandung bahan yang sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan mikroba yang masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu penggunaan dikatakan bersifat bakteriostatik. 2.1.1. Pemberian Sediaan Obat Tetes Telinga Meminta tolong orang lain untuk membantumu menggunakan tetes telinga ini akan membuat prosedur menjadi lebih mudah. 1.



Cucilah tangan anda dengan air dan sabun.



2.



Pastikan kondisi ujung botol atau pipet tetes tidak rusak



3.



Bersihkan telinga bagian luar dengan menggunakan air hangat atau kain lembab dengan hati-hati, kemudian dikeringkan



4.



Hangatkan obat tetes telinga dengan memegang botolnya menggunakan tangan selama beberapa menit. Kocok botol obat tetes. 3



5.



Miringkan kepala sehingga telinga yang akan diberikan obat menghadap ke atas.



6.



Untuk dewasa: tarik daun telinga ke atas dan kebelakang untuk meluruskan saluran telinganya.



7.



Untuk anak dibawah 3 tahun: tarik daun telinga ke bawah dan ke belakang untuk meluruskan saluran telinganya.



8.



Teteskan obat sesuai dengan dosis pemakaian pada lubang telinga. Pertahankan posisi kepala 2-3 menit. Tekan secara lembut kulit penutup kecil telinga atau gunakan kapas steril untuk menyumbat lubang telinga agar obat dapat mencapai dasar saluran telinga.



9.



Pasang kembali tutup botol tetes telinga dengan rapat, jangan menyeka atau membilas ujung botol tetes.



10. Cucilah tangan anda dengan air dan sabun untuk membersihkan sisa obat yang mungkin menempel. 2.1.2. Anatomi dan Fisiologi Telinga Anatomi Telinga Telinga merupakan alat penerima gelombang suara atau gelombang udara kemudian gelombang mekanik ini diubah menjadi impuls pulsa listrik dan diteruskan ke korteks pendengaran melalui syaraf pendengaran (Gabriel 1988). Telinga merupakan organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga manusia menerima dan mentransmisikan gelombang bunyi ke otak dimana bunyi tersebut akan di analisa dan di interprestasikan. Cara paling mudah untuk menggambarkan fungsi dari telinga adalah dengan menggambarkan cara bunyi dibawa dari permulaan sampai akhir dari setiap bagian-bagian telinga yang berbeda. Telinga dapat dibagi menjadi 3 bagian seperti pada gambar dibawah ini.



4



Telinga Luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus. Aurikula tersusun atas kartilago dan ditutupi oleh kulit. Kanalis auditorius pada orang dewasa mempunyai panjang kurang lebih 2,5 cm dan berbentuk huruf S. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (kelenjar keringat) dan rambut disebut pars cartilago. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen dan disebut juga pars osseus.



Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk ruangan berisi udara dalam tulang temporal yang terdiri dari 3 tulang artikulasi. Secara skematis telinga tengah berbentuk kubus dengan :  Batas luar



: Membran timpani



 Batas depan



: Tuba eustachius



 Batas bawah



: Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis



 Batas atas



: Tegmen timpani (menimen/otak)



 Batas dalam



: Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis



horizontal,



kanalis



fasialis,



tingkap



lonjong,



tingkap



bundar



dan



promontorium. Organ konduksi di dalam telinga tengah ialah membran timpani, rangkaian tulang pendengaran, ligamentum penunjang, tingkap lonjong dan tingkap bundar. Kontraksi otot tensor timpani akan menarik manubrium maleus ke arah anteromedial, mengakibatkan membran timpani bergerak ke arah dalam, sehingga besar energi suara yang masuk dibatasi 5



Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Koklea membentuk tabung ulir yang dilindungi oleh tulang dengan panjang sekitar 35 mm dan terbagi atas skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Skala timpani dan skala vestibuli berisi cairan perilimfa dengan konsentrasi K+ 4 mEq/l dan Na+ 139 mEq/l. Skala media berada di bagian tengah, dibatasi oleh membran reissner, membran basilaris, dan lamina spiralis dan berisi cairan endolimfa dengan konsentrasi K+ 144 mEq/l dan Na+ 13 mEq/l. Skala media mempunyai potensial positif (+ 80mv) pada saat istirahat dan berkurang secara perlahan dari basal ke apeks. Pada membran basilaris terletak organ Corti yang mempunyai lebar 0.12 mm di bagian basal dan 0.5 mm di bagian apeks, berbentuk seperti spiral. Organ Cort mempunyai komponen penting seperti sel rambut dalam, sel rambut luar, sel penunjang Deiters, Hensen’s, Claudiu’s, membran tektoria dan lamina retikularis. Sel-sel rambut tersusun dalam 4 baris, yang terdiri dari 3 baris sel rambut luar yang terletak lateral terhadap terowongan yang terbentuk oleh pilar-pilar Corti, dan sebaris sel rambut dalam yang terletak di medial terhadap terowongan. Sel rambut dalam yang berjumlah sekitar 3500 dan sel rambut luar dengan jumlah 12000 berperan dalam mengubah hantaran bunyi dalam bentuk energi mekanik menjadi energi listrik.



6



Fisiologi Telinga  Fisiologi Pendengaran Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah di amplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi sterosilia sel-sel rambut. Defleksi sterosilia dengan cara terbuka dan tertutupnya kanal ion, menyebabkan aliran ion K+ menuju sel sensori. Perubahan ion potasium dari nilai positif 80-90 mV di skala media menjadi potensial negatif pada sel rambut luar dan dalam. Hasil depolarisasi ini akan menghasilkan enzim cascade melepaskan transmiter kimia dan kemudian mengaktifasi serabut saraf pendengaran. Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan dengan amplitudo maksimum yang berbeda sesuai dengan besar frekuensi stimulus yang diterima. Gerak gelombang membran basilaris yang timbul oleh bunyi berfrekuensi tinggi (10 kHz) mempunyai pergeseran maksimum pada bagian basal koklea, sedangkan stimulus berfrekuensi rendah (125kHz) mempunyai pergeseran maksimum lebih ke arah apeks. Gelombang yang timbul oleh bunyi berfrekuensi 7



sangat tinggi tidak dapat mencapai bagian apeks, sedangkan bunyi berfrekuensi sangat rendah dapat melalui bagian basal maupun bagian apeks membran basilaris. Sel rambut luar dapat meningkatkan atau mempertajam puncak gelombang berjalan dengan meningkatkan gerakan membran basilaris pada frekuensi tertentu. Keadaan ini disebut sebagai cochlear amplifier. Suara berfrekuensi rendah menyebabkan aktifasi maksimal pada membran basiliar di dekat apeks koklea, dan suara berfrekuensi tinggi mengaktifasi membran basiliar di dekat basis koklea. Suara dengan frekuensi diantaranya akan mengaktivasi membran pada jarak di antara kedua keadaan yang berbeda ini. Selanjutnya, ada pengaturan spasial pada serabut saraf di jaras koklearis, yang berasal dari koklea ke korteks serebri. Perekaman sinyal di traktus auditorius pada batang otak dan di area penerima pendengaran korteks serebri memperlihatkan neuron-neuron otak yang spesifik diaktifasi oleh frekuensi suara tertentu. Oleh karena itu,metode utama yang digunakan oleh sistem saraf untuk mendeteksi perbedaan suara adalah dengan menentukan posisi di sepanjang membran basiliar yang paling terangsang.



 Fungsi Tuba Eustachius Tuba eustachius menghubungkan telinga tengah dengan saluran pernapasan sebagai sistem sirkulasi antara telinga tengah dan saluran pernapasan. Fungsi pembukaan dan penutupan tuba eustachius secara fisiologis dan patologis penting. Pembukaan normal tuba bertujuan untuk menyetarakan tekanan atmosfer di telinga tengah, sedangkan penutupan tuba eustachius berfungsi untuk melindungi telinga tengah dari fluktasi tekanan yang tidak diinginkan dan suara keras. Pembersihan mukosiliar mengalirkan mukus dari teling tengah ke saluran pernapasan sehingga mencegah terjadinya infeksi ke telinga tengah. 8



 Fungsi Organ Corti Organ Corti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai respons terhadap getaran membran basilar. Organ Corti terletak pada permukaan serabut basilar dan membran basilar. Reseptor sensori yang sebenarnya di dalam organ Corti adalah dua tipe sel saraf yang khusus, yang disebut dengan satu baris sel rambut dalam, dan tiga sampai empat baris sel rambut luar. Bagian dasar sel rambut bersinaps pada ujung saraf koklearis. Serabut saraf yang dirangsang oleh sel rambut akan menuju ganglion spiralis Corti, yang terletak di modiolus koklea. Neuron ganglion spiralis akan mengirimkan akson yang seluruhnya sekitar 30.000 ke dalam nervus koklearis kemudian ke dalam sistem saraf pusat pada tingkat medulla spinalis bagian atas. 2.1.3. Tujuan Pengobatan  Memberikan efek terapi local (mengurangi peradangan, membunuh organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal)  Menghilangkan nyeri  Melunakan serumen agar mudah di ambil 2.1.4. Keuntungan dan Kerugian Keuntungan :  Terjamin sasaran pemakaian  Pengunaan mudan dan praktis  Sangat baik digunakan untuk pemberian dosis kecil  Obat lebih mudah di absorbsi  Melalui botol inaktinis sehingga mutu obat dapat terjaga Kerugian :  Diperlukan ketepatan dosis yang presisi  Kesalahan menekan perangkat untuk meneteskan maka dosis yang diteteskan dapat berjumlah besar  Harga relative mahal (karena membutuhkan teknologi setara parenteral)  Stabilitas bentuk larutan biasanya kurang baik 2.1.5. Jenis dan Contoh Sediaan Tetes Telinga Jenis – jenis Sediaan Tetes Telinga 9



 Kandungan antibiotik untuk menangani infeksi akibat bakteri  Kandungan steroid untuk meredakan pembengkakan dan rasa nyeri  Kandungan antijamur untuk menangani infeksi jamur dalam telinga Sekarang ini banyak obat sakit telinga yang kandungan obat didalamnya merupakan kombinasi antara pereda nyeri dan penghilang bakteri dan jamur. Dengan begitu obat-obatan tersebut bisa digunakan lebih praktis. Meskipun begitu semua penggunaan obat-obatan ini harus dipantau oleh dokter. Contoh Sediaan Tetes Telinga 1.



Polymyxin kombinasi (Otopain) Otopain adalah obat yang digunakan untuk mengatasi radang pada telinga akibat bakteri. Otopain mengandung bahan lidocaine yang berfungsi untuk mengatasi rasa sakit pada telinga



2.



Chloramphenicol kombinasi ( Otolin, Colme) Otolin dan colme sama-sama mengandung chloramphenicol yang berfungsi mengobati infeksi akibat bakteri ditelinga bagian luar. Bedanya selain mengandung chloramphenicol, otolin juga mengandung obat antibakteri lainnya, seperti polymyxin. Selain antibakteri, kedua obat ini juga mengandung pereda nyeri, otolin mengandung pereda nyeri bahan benzocaine sedangkan colme mengandung pereda nyeri bahan lidocaine



3.



Neomycin sulfat kombinasi (Otopraf, Otozambon) Otopraf dan otozambon adalah obat sakit telinga yang mengandung neomycin sulfat bekerja dengan menghambat pertumbuhan bakteri dalam telinga. Obat-obatan ini dikatakn kombinasi karena mengandung pereda nyeri dan pereda bengkak.



4.



Chloramphenicol (Erlamycetin, Reco, Ramicort) Kandungan utama dalam obat sakit telinga ini adalah chloramphenicol yang berfungsi melawan pertumbuhan bakteri. Kandungan chloramphenicol juga sering digunakan sebagai obat tetes telinga anak.



5.



Clotrimazole (Canesten) Untuk mengatasi infeksi ditelinga akibat adanya pertumbuhan jamur, clotrimazole adalah salah satu obat sakit telinga yang di gunakan. Clotrimazole bekerja melawan pertumbuhan jamur kulit atau jamur di liang liang kulit telinga. 10



2.1.6. Mekanisme Kerja Sediaan Tetes Telinga Obat – obat yang digunakan pada permukaan bagian luar telinga untuk melawan infeksi adalah zat – zat seperti kloramfenikol, kolistinsulfat, neomisin, polimiksin B sulfat dan nistatin yang berfungsi melawan infeksi jamur yang diformulasikan ke dalam bentuk tetes telinga (larutanatau suspensi) dalam gliserin



anhidrat



atau



propilenglikol.



Zat



pembawa



yang



kental



ini



memungkinkan kontak antara obat dan jaringan telinga lebih lama. Selain itu, sifat zatnya yang higroskopis menarik kelembapan dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan. 2.1.7. Karakteristik Sediaan Tetes Telinga Terdapat 5 sifat fisik kimia yang harus diperhatikan dalam pembuatan guttae auriculares, yaitu : 1.



Kelarutan Kebanyakan senyawa obat larut dalam cairan pembawa yang umum digunakan pada sediaan tetes telinga, jika senyawa obat tidak larut dalam cairan pembawa maka bisa dibuat sediaan suspensi. Bila sediaan berupa suspensi maka sebagai zat pensuspensinya digunakan sorbitan (span) atau polisorbat (tween)



2.



Viskositas Viskositas sediaan tetes telinga penting untuk diperhatikan karena dapatmenjamin sediaan bisa lama berada di dalam saluran telinga.



3.



Sifat surfaktan Dengan adanya surfaktan akan membantu proses penyebaran sediaandan melepaskan kotoran pada telinga.



4.



Pengawet Beberapa guttae auriculares memerlukan pengawetanterhadap pertumbuhan mikroba. Apabila pengawetan diharuskan, maka bahanyang umumnya dipakai adalah klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%)dan kombinasi paraben.



5.



pH Optimum



11



Kecuali dinyatakan lain pH tetes telinga adalah 5,0-6,0 dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. pH optimum untuk larutan berairyang digunakan pada telinga utamanya adalah dalam pH asam (5,0-6,0). 2.2 Cara Memproduksi Sediaan Tetes Telinga 2.2.1. Alat dan Bahan Alat 1.



Autoklaf



2.



Batang pengaduk



3.



Botol obat tetes mata



4.



Corong



5.



Gelas kimia



6.



Gelas ukur



7.



Pipet



8.



Timbangan



Bahan 1.



Zat aktif



2.



Eksipien : pelarut , pensuspensi, pengental, antioksidan, pengawet



2.2.2. Cara Kerja Ada dua metode pembuatan sediaan steril yaitu cara sterilisasi akhir dan cara aseptik. 1.



Sterilisasi Akhir Metode ini merupakan metode yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam pembuatan sediaan steril. Persyaratannya adalah zat aktif harus stabil dengan adanya molekul air dan tingginya suhu sterilisasi. Sediaan disterilkan pada tahap terakhir pembuatan sediaan. Contoh yang paling banyak digunakan pada metode ini adalah sterilsasi dengan autoklaf (suhu 121 °C, selama 15 menit).



2.



Aseptik Metode ini biasanya digunakan untuk zat aktif yang sensitif terhadap suhu tinggi yang dapat mengakibatkan penguraian dan penurunan kerja farmakologinya. Antibiotika dan beberapa hormon tertentu merupakan zat aktif yang sebaiknya dikerjakan secara aseptik. Metode aseptik bukanlah suatu cara sterilisasi melainkan suatu cara kerja untuk memperoleh sediaan 12



steril dengan mencegah kontaminasi jasad renik dan partikulat dalam sediaan jadi. 2.3 Persyaratan Sediaan Otik 1.



Uji organoleptis



2.



Uji kejernihan



3.



Uji pH



2.4 Komponen Sediaan Otik 1.



Cairan Pembawa atau Pelarut Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah menempel pada dinding telinga. Umumnya digunakan propilenglikol atau gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena viskositas yang cukup tinggi hingga kontak dengan permukaan mukosa telinga akan lebih lama (Art of Compounding him 257). Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya proses penarikan lembab sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan mikroorganisme dengan



cara



membuang



lembab



yang



tersedia



untuk



proses



kehidupan



mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga dipakai etanol 90%, heksilen glikol, dan minyak lemak nabati (Ansel him 569). Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam propilenglikol 1 : 7), maka dipakai pelarut propilenglikol untuk memperoleh larutan obat tetes telinga yang efektif dan cukup kental. 2.



Pensuspensi (FI III, hal 10) Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain yang cocok



3.



Pengental Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental. Viskositas larutan yang meninggi membantu memperkuat kontak antara sediaan dengan permukaan yang terkena infeksi/mukosa telinga.



4.



Pengawet (The Pharmaceutical Codex; Ansel, 569) Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, kecuali sediaan itu sendiri memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya digunakan adalah klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan kombinasi paraben-paraben (Anselhim 569). Bila aktivitas antinikroba didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan pengawet,kecuali aktivitas antimikroba didapat dari eksipient yang lain. 13



5.



Antioksidan (Ansel hal. 569) Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes telinga, misalnya Nadisulfida/Na-bisulfit.



2.5 Cara Sterilisasi Pada pembuatan tetes telinga, yang digunakan untuk proses sterilisasi adalah Sterilisasi C atau dengan menggunakan filtrasi atau filter dari diameter zat. Proses sterilisasi ini, menggunakan alat yang berfungsi sebagai penyaring yang disebut filter. Sterilisasi dengan penyaringan (filtrasi) yaitu teknik sterilisasi dengan menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil yang berukuran 0,22 mikron atau 0,45 mikron. Cairan yang akan disterilisasi dilewatkan ke suatu saringan sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Sterilisasi dengan penyaringan dilakukan untuk mensterilisasi bahan yang mudah rusak jika terkena panas dan bahan yang tidak tahan panas, misalnya larutan enzim antibiotik. Hal ini bertujuan agar sediaan tetes telinga bebas dari mikroba yang bersifat patogen juga sebagai penyaring dari partikel kasar atau besar yang terdapat dari sediaan yang bertujuan untuk menghindari infeksi pada telinga pada saat pemakaian tetes telinga. 2.6 Evaluasi Sediaan  Organoleptis Evaluasi organoleptis merupakan pengujian sediaan dengan menggunakan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk atau konsistensi, warna, dan bau. Pemberian dikatakan baik jika warna sediaan tidak berubah dan bau tidak hilang.  pH pH merupakan suatu penentu utama dalam kestabilan suatu obat yang cenderung penguraian hidrotolitik. Untuk kebanyakan obat injeksi pH kestabilan optimum adalah pada situasi asam antara pH 4-5. Oleh karena itu, melalu penggunaan zat pendapar yang tepat kestabilan senyawa yang tidak stabil dapat ditinggikan (Ansel 1989). pH standar suspense menurut kulshreshta sigh dan wall antara 5-7.  Tonisitas Sediaan obat tetes telinga sebaiknya dibuat mendekati isotonis agar dapat diterima tanpa rasa nyeri. Untuk membuat larutan mendekati isotonis, dapat digunakan medium isotonis atau sedikit hipotonis.



14



2.7 Pemilihan Wadah dan Kemasan Saat ini penggunaan wadah pada obat tetes telinga adalah botol plastik dengan ujung yang lancip seperti pada obat wadah obat tetes mata atau bisa juga menggunakan botol kaca dengan tutup yang berpipet. Keuntungan Wadah Plastik : 1.



Murah, ringan, relative tidak pecah



2.



Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi



Kekurangan Wadah Plastik : 1.



Dapat menyerap pengawet dan mungkin permiabel terhadap senyawa air dan oksigen



2.



Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet sehingga produk menjadi kering dan produk dapat teroksidasi



2.8 Formulasi Sediaan Tetes Telinga 2.8.1 Formula Standar Tetes Telinga Kanamisin ( Fornas edisi II hal 171 ) Komposisi



: Tiap 10 ml mengandung : Kanamycini Sulfas



200 mg



Pembawa yang cocok



ad 10 ml



Penyimpanan



: Dalam wadah dosis ganda, tertutup baik



Dosis



: 5 kali sehari, 0,1 ml sampai 0,5 ml



2.8.2 Formulasi Modifikasi Tetes Telinga Neomisin Sulfat Komposisi



: Tiap 10 ml mengandung : Neomisn Sulfat



50 mg



Lidokain HCl



1%



Metil Paraben



1%



Gliserin



ad 10 ml 15



2.8.3 Praformulasi A. Monografi Bahan 1) Neomisin Sulfat a. Pemerian : serbuk putih atau putih kekuningan, hampir tidak berbau, higroskopik. b. Kelarutan : mudah larut dalam 3 bagian air, dalam 1 bagian air larut perlahan-lahan, sangat sukar larut dalam etanol, praktis tidak larut dalam kloroform, dalam eter(p), dan dalam aseton(p). c. Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, pada suhu tidak lebih dari 30C. d. Fungsi



: Antibiotik (FI III hlm 429)



2) Lidocain HCl a. Sinonim 



: Lidocaini Hyrochloridum, Lignokain Hidroklorida(4).



b. Rumus molekul  : C14H12N2O.HCl.H2O  c. Bobot Molekul



: 288,82



d. Pemerian 



: Serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit (4).



e. Kelarutan 



: Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol, larut



dalam kloroform, tidak larut dalam eter. f. Penyimpanan



: Dalam wadah tertutup baik.



g. Fungsi



: Sebagai zat aktif, yang berkhasiat sebagai antiseptic



dan anastesi local. 3) Metil Paraben a. Sinonim 



: Metil p-hidroksibenzoat.



b. Rumus molekul 



: C8H8O3



c. Pemerian 



: Hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih,



tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar. d. Kelarutan 



: Sukar larut dalam air,dalam benzene. Mudah larut



dalam etanol dan dalam eter. e. Fungsi 



: Sebagai pengawet sediaan tetes telinga yang dibuat.



(FI III hlm 378) 4) Glyserolum



16



a. Pemerian



: Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak



berbau, manis diikuti rasa hangat. Higroskopis, jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak melebur hingga suhu 20°. b. Kelarutan



: dapat dicampur dengan air, dan dengan etanol 95%,



praktis tidak larut dalam kloroform, eter dan dalam minyak lemak. c. Penyimpanan



: dalam wadah tertutup baik.



d. Rumus molekul



: CH2OHCHOHCH2OH



e. Fungsi



: zat tambahan (FI III hlm 271).



B. Alasan Pemilihan Bahan  Neomisin Sulfat



: merupakan antibiotik golongan makrolida yang



memiliki spektrum luas yang banyak digunakan pada obat tetes telinga untuk antiinfeksi rongga telinga bagian luar.  Lidokain HCl



: merupakan anastetik local yang berfungsi mengurangi



rasa sakit yang sering timbul pada infeksi telinga.  Metil Paraben



: Merupakan bahan pengawet yang memiliki aktifitas



yang cukup baik sebagai pengawet dimana banyak sekali digunakan sebagai pengawet pada sediaan topikal dan harganya relatif murah.  Gliserin



: Berfungsi sebagai larutan pembawa dimana memiliki



kekentalan yang baik sehingga memungkinkan kontak antara obat dengan jaringan telinga yang lebih lama. Selain itu karena sifat higroskopisnya, memungkinkan menarik kelembaban dari jaringan telinga sehingga mengurangi peradangan dan membuang lembab yang tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada.



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Formulasi Sediaan Tetes Telinga Neomisin Sulfat 1. Rancangan Formula Tetes telinga Neomisin Sulfat 17



Komposisi



: Tiap 10 ml mengandung:



Neomisin sulfat



50 mg



Lidokain HCl



1%



Metil Paraben



1%



Gliserin



ad



10 ml



2. Perhitungan dan penimbangan bahan : Neomisin sulfat



: 50 mg + (5/100 x 50 mg) = 52,5 mg



Lidocain HCl



: 1% = 1/100 x 10 = 0,1 g + (5/100 x 0,1g) = 0,105 g



Metil Paraben



: 1% = 1/100 x 10 = 0,1 g + (5/100 x 0,1g) = 0,105 g



Gliserin



: 10 ml + (5/100 x 10 ml) = 10,5 ml



3.2 Cara Produksi Sediaan Tetes Telinga Neomisin Sulfat Pembuatan tetes telinga neomisin sulfat : Metode pembuatan tetes telingan neomisin sulfat dilakukan dengan cara aseptik. Pembuatan tetes telinga neomisin sulfat dengan metode pencampuran bahan yang dilakukan di dalam LAF secara aseptis. Sterilsasi akhir dengan menggunakan sinar UV selama 15 menit. Ruangan



Prosedur



Black Area



semua alat yang akan disterilkan dibungkus dengan kertas perkamen untuk autoklaf dan dengan almunium foil untuk oven Alat dimasukkan ke grey area melalui pass box Dalam ruang antara memakai jas lab, tutup kepala, dan sarung kaki



Grey Area



Masing-masing alat disterilkan. Gelas beker, mortir, stamper, spatula, karet penutup vial, dan karet pipet tetes disterilisai di autoklaf pada suhu121oC selama 15 menit. Corong, pengaduk, pipet tetes, dan cawan porselen disterilisasi menggunakan oven pada suhu 170oC selama 30 menit. Timbang bahan – bahan yang akan digunakan. 18



White Area



Larutkan Lidokain HCl dengan gliserin secukupnya, diaduk hingga homogen Tambahkan Neomisin Sulfat dengan glesirin secukupnya, diaduk hingga homogen Tambahkan metil paraben, diaduk hingga homogen Tambahkan gliserin hingga 10,5 ml, diaduk hingga homogen Dimasukan ke dalam botol



3.3 Persyaratan 1.



Uji organoleptis : bau, warna dan rasa sesuai Bahan Sediaan



2.



Uji kejernihan : tidak terdapat cemaran



3.



Uji pH: standar pH untuk tetes telinga adalah 5,5-6,5



3.4 Komponen Zat aktif  Neomisin Sulfat, digunakan pada obat tetes telinga untuk antiinfeksi rongga telinga bagian luar.  Lidokain HCl, anastetik local yang berfungsi mengurangi rasa sakit yang sering timbul pada infeksi telinga. Eksipien  Pengawet : Metil Paraben  Pelarut atau larutan pembawa : Gliserin 3.5 Sterilisasi Sediaan Tetes Telinga neomycin sulfat Bahan dan Alat : a. Bahan : No. 1. 2. 3 4



Nama Bahan Neomisin sulfat Lidokain HCl Methil Paraben Gliserin



Cara Sterilisasi Sinar UV selama 15 menit Sinar UV selama 15 menit Sinar UV selama 15 menit Sinar UV selama 15 menit



19



b. Sterilisasi alat No 1 2 3 4 5



Alat



Cara sterilisasi Autoklaf, 1210 C, 15 Spatel menit Autoklaf, 1210 C, 15 Pipet menit Autoklaf, 1210 C, 15 Batang pengaduk gelas menit Autoklaf, 1210 C, 15 Corong gelas menit Autoklaf, 1210 C, 15 Wadah tetes telinga menit



Keterangan Dibungkus kertas perkamen/alufoil Dibungkus kertas perkamen/alufoil Dibungkus kertas perkamen/alufoil Dibungkus kertas perkamen/alufoil Dibungkus kertas perkamen/alufoil



6



Gelas piala



Autoklaf, 1210 C, 15 menit



Mulut dibungkus kertas perkamen/alufoil



7



Gelas ukur



Autoklaf, 1210 C, 15 menit



Mulut dibungkus kertas perkamen/alufoil



8



Labu erlenmeyer



Autoklaf, 1210 C, 15 menit



Mulut dibungkus kertas perkamen/alufoil



3.6 Evaluasi Sediaan tetes telinga neomycin sulfat a. Evaluasi Kimia - Uji identifikasi Dilakukan uji organoleptis dengan cara mengamati warna, bau, rasa, bentuk dari masing-masing bahan kemudian disesuaikan dengan masing-masing monografi. b. Evaluasi Fisika 1. Penetapan PH Kertas pH universal dicelupkan ke dalam larutan uji selama 1 menit



Perubahan warna pada kertas pH dicocokkan dengan pH meter dan baca berapa pHnya (Anonim, 1995). 2.



Uji keseragaman bobot dan volume a) Keseragaman volume Volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari volume yang ditetapkan dalam literatur ( Anonim, 1979).



3. Uji kejernihan larutan Masukkan larutan uji dan zat pensuspensi padanan ke dalam 2 tabung reaksi Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit dg latar belakang hitam 20



Dilihat di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung 4. Uji kejernihan dan warna Masukkan larutan uji ke dalam tabung reaksi Amati warna larutan dengan latar belakang putih 5. Uji kebocoran Wadah takaran tunggal diletakkan terbalik dg ujung di bawah Apabila wadah bocor maka isi dari wadah akan keluar 3.7 Wadah dan Kemasan Dalam wadah dosis ganda, terlindung dari dari cahaya. Penggunaan wadah pada obat tetes telinga adalah botol plastic dengan ujung lancip seperti pada obat wadah tetes mata atau bisa juga menggunakan botol kaca dengan tutup berpipet. Untuk kemasan harus di simpan dalam wadah tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama.



Penandaan Komposisi :



Aturan Pakai :



Isi Bersih : 10 ml Tiap 10 ml tetes telinga Mengandung : Neomisin sulfat 50 mg Lidokain HCL 1% Metil Paraben Gliserin



1%



ad 10 ml



NEOMYCIN EAR DROP



Diteteskan pada telinga 4-5 tetes sebanyak 2-4 kali/hari Perhatian : Jangan menggunakan obat tts telinga lebih dari satu orang /bergantian agar tdk terjadi penularan infeksi



Indikasi : Sebagai Antiseptik lokal, mengobati infeksi pada rongga telinga



21



Untuk kemasan sekunder menggunakan kardus kecil yang sesuai untuk memuat wadah primer.



22



Komposisi : Tiap 10 ml tetes Telinga merk® Mengandung : Neomisin sulfat 50 mg



Neolin Ear Drop



Lidokain HCL Metil Paraben Gliserin Indikasi :



1%



Neolin Ear Drop



1%



Cara Pemakaian: Teteskan ke dalam lubang telinga 2-3 tetes 3 kali sehari Kontra Indikasi : Efek samping dan interaksi obat serta Peringatan tertera pada brosur



ad 10 ml



Sebagai Antiseptik lokal, mengobati infeksi pada rongga telinga



SIMPAN DI TEMPAT SEJUK



Harus dengan resep dokter



No.reg: DKL10047 A1 No. Batch :



Berat : 10 ml



Berat : 10 ml HET : Rp MTD : 15 Mei 2019 Exp. Date : 15 Mei 2020



Leaflet



NEOLIN EAR DROP



Komposisi :



Tetes telingan Neolin mengandung : Neomisin sulfat 50mg Lidocain HCl



1%



Metil Paraben



1%



Gliserin ad



10 ml



Indikasi :



23



BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa : 1.



Rancangan Formula Tetes telinga Neomisin Sulfat Komposisi



2.



: Tiap 10 ml mengandung: Neomisin sulfat



50 mg



Lidokain HCl



1%



Metil Paraben



1%



Gliserin



ad 10 ml



Metode pembuatan tetes telinga neomisin sulfat dilakukan dengan cara aseptik. Pembuatan tetes telinga neomisin sulfat dengan metode pencampuran bahan yang dilakukan di dalam LAF secara aseptis.



3.



Persyaratan tetes telinga neomisin sulfat yaitu harus lulus Uji organoleptis : bau, warna dan rasa sesuai Bahan Sediaan, Uji kejernihan : tidak terdapat cemaran, dan Uji pH : standar pH untuk tetes telinga adalah 5,5-6,5.



4.



Komponen sediaan tetes telinga neomisin sulfat : Nama Bahan Neomisin sulfat Lidokain HCl Metil paraben Gliserin



5.



Fungsi Zat aktif Zat aktif Pengawet Pelarut



Cara sterilisasi sediaan tetes telinga neomisin sulfat yaitu dengan menggunakan sinar UV selama 15 menit dan autoklaf 121ºC selama 15 menit



6.



Evaluasi yang harus dilakukan pada sediaan tetes telinga neomisin sulfat yaitu evaluasi kimia untuk uji identifikasi dan evaluasi fisika meliputi uji penetapan pH, uji keseragaman bobot dan volume, uji kejernihan larutan, uji kejernihan warna, dan uji kebocoran.



7.



Wadah dan kemasan sediaan otik tetes telinga yang digunakan adalah botol plastic dengan ujung lancip seperti pada obat wadah tetes mata atau bisa juga menggunakan



24



botol kaca dengan tutup berpipet. Untuk kemasan harus di simpan dalam wadah tertutup rapat dan disegel untuk menjamin sterilitas pada pemakaian pertama. 4.2 Saran Harus dilakukan penelitian untuk pengembangan pada formulasi sediaan otik agar dapat membantu dalam pengobatan dan terjamin sediaan otik yang steril bagi pasien.



DAFTAR PUSTAKA



25



Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen KesehatanRepublik Indonesia. Martindale The Complete Drug Reference 35th edition 2.e-MIMS Australia, 20033.AHFS 2007, p.2680-82 4. BNF 54th ed (elect.version).Rowe, Raymond C. 2006. Ansel, Howard C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. UI-Press: Jakarta.



26