Titrasi  [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung



TITRASI Merah = dapus tidak jelas atau tidak ditemukan Biru = penting Highlight biru= penting diingat Highlight kuning= masih bingung Analisis volumetri merupakan suatu metode yang didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan. Salah satu jenis analisis volumetrik adalah titrasi (H.J. Roth, 145). ((ku ga nemu ebooknya) Metode titrimetri merupakan metode analisis yang didasarkan pada volume reagen yang bereaksi secara stoikiometri dengan analitnya. Metode titrimetric dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe reaksi, yaitu titrasi asam basa, titrasi kompleksometri, titrasi redoks, dan titrasi pengendapan (Modern Analytical Chemistry,273) I. PRINSIP Dalam analisis titirimetri, analit akan bereaksi dengan larutan reagen yang telah diketahui konsentrasinya sebelumnya. Jumlah reagen yang dibutuhkan untuk bereaksi sepenuhnya dengan sampel digunakan untuk menghitung jumlah sampel. (Pharmaceutical analysis, 49) Dalam analisis volumetri, zat yang akan dianalisis dibuat dalam bentuk larutan kemudian dititrasi dengan larutan baku (titran) yang kadarnya telah diketahui. Penambahan titran dilakukan sampai jumlah titran bereaksi sempurna dengan analit (titik akhir titrasi) yang ditandai dengan perubahan fisik indikator. II. KELEBIHAN ANALISIS SECARA VOLUMETRI 1. Presisi tinggi sampai 1 bagian dalam 1000 2. Membutuhkan alat yang sederhana 3. Cepat 4. Teknik pemisahan yang sulit dapat dihindari (Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis, 258) 5. Metodenya absolut dan tidak bergantung pada analisis instrumen (Analisis Farmasi, 70) III. KETERBATASAN ANALISIS VOLUMETRIK Tidak semua reaksi kimia dapat menjadi reaksi dasar titrasi. Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk titrasi antara lain : a. Reaksi yang berlangsung dapat dituliskan dalam suatu reaksi kimia sederhana. Analit dan reagen/titran dapat bereaksi sempurna pada suatu persamaan stoikiometri. b. Reaksi berlangsung relatif cepat. Pada beberapa kondisi, titrasi dapat digunakan katalis untuk mempercepat reaksi. c. Harus terdapat perubahan fisika atau kimia pada larutan titrasi pada saat titik ekuivalen. d. Terdapat indikator yang akan mengalami perubahan fisik (warna atau pembentukan endapan) yang dapat diamati dengan jelas di titik akhir titrasi. Jika titik akhir tidak teramati dengan indikator kimia maka penentuan titik ekuivalen dapat ditentukan secara potensiometri, konduktimetri, amperometri dan spektrofotometri. (Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis, 258) e. Seharusnya tidak ada reaksi sampingan (Analisis Kuantitatif, Underwood, hal.45) f. Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai. (Underwood, hal.45) IV. PENGGOLONGAN TITRASI A. BERDASARKAN REAKSI YANG TERJADI 1. TITRASI ASIDI ALKALIMETRI (ASAM BASA)  didasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air atau dalam lingkungan bebas air (TBA). Asam bebas dan garam



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung dari basa yang sangat lemah dapat dititrasi dengan basa standar (ALKALIMETRI). Basa bebas dan garam dari asam yang sangat lemah dapat dititrasi dengan asam standar (ASIDIMETRI). H+ + OH- H2O H+ + A- HA B+ + OH- BOH (Kimia Farmasi Analisis, hal 136-144) 2. TITRASI PRESIPITASI (PENGENDAPAN)  didasarkan pada terbentuknya endapan yang sukar larut. Ag+ + Cl- AgCl 3 Zn++ +2 K4Fe(CN)6 K2Zn3[Fe(CN)6]2 + 6 K+ Metode dengan pembentukan lapisan endapan ini biasanya disebut proses presipitasi. Salah satu reagen yang umum adalah perak nitrat(AgNO3). Analisis volumetrik menggunakan reagen ini sering disebut ARGENTIMETRI (ARGENTOMETRI). (Kimia Farmasi Analisis, hal 146) 3. TITRASI REDOKS (REDUKSI OKSIDASI)  didasarkan pada perpindahan elektron atau perubahan bilangan oksidasi, reaksi oksidasi-reduksi yang berlangsung secara kuantitatif. Titik akhir reaksi dapat ditentukan secara potensiometri atau kolorimetri. Oksidator yang terkenal dan sering digunakan antara lain kalium permanganat, ferri sulfat, kalium dikromat, iodin, kalium iodat, kalium bromat, dan bromin. Reduktor yang sering digunakan antara lain natrium tiosulfat (untuk titrasi iodin), ferro sulfat, arsenik trioksida, titan klorida, dan krom klorida. (Kimia Farmasi Analisis, hal 153) (ga nemu ebook ini) 4. TITRASI KOMPLEKSOMETRI (PEMBENTUKAN KOMPLEKS)  didasarkan pada reaksi antara zat pengkompleks organik dengan ion logam. EDTA (asam etilendiamintetra asetat) adalah reagen yang paling sering digunakan dalam titrasi ini. 2 CN- +Ag+ Ag(CN)2Zat yang diuji juga dapat diubah secara kuantitatif menjadi suatu kompleks yang larut, atau menjadi suatu senyawa yang sedikit berdisosiasi, contoh: 2 Cl- + Hg++ HgCl2 (Kimia Farmasi Analisis, hal 150) (ga nemu ebook ini) Pengelompokan ini berdasarkan sifat dari senyawa yang akan ditentukan kadarnya. Sifat zat bisa pengoksidasi atau pereduksi, bisa asam atau basa, bisa membentuk kompleks atau tidak, bisa mengendap atau tidak. Misalkan senyawa yang akan ditentukan konsentrasinya bersifat asam lemah, maka digunakan titrasi asam basa dengan peniter/titran berupa basa kuat (NaOH) kemudian ditentukan titik dimana kedua zat tersebut bereaksi secara sempurna dengan menggunakan indikator yang berubah warna pada perubahan pH. B. BERDASARKAN METODE PENGERJAAN/TEKNIK, titrasi dibagi menjadi (Bahan kuliah AFO, 2004:1012)(Beckett, vol.1): 1. TITRASI LANGSUNG  melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan. Titrasi langsung untuk asam lemah. pH larutan ekivalen adalah di atas 7, indikator yang seringkali digunakan adalah fenolftalein (Beckett,135) karena perubahan pH fenolftalein antara 8-9,6. Titrasi langsung untuk basa lemah. pH larutan ekivalen adalah di bawah 7, indikator yang seringkali digunakan adalah metil merah (Beckett,143) karena perubahan pH metilmerah antara 4,2-6,2. 2. TITRASI LANGSUNG DENGAN BLANKO Pada titrasi ini sejumlah titran diperlukan untuk mengukur jumlah pengotor yang ada dalam pelarut sampel atau indikator sehingga volume titran untuk analit adalah volume total dikurangi volume blangko. 3. TITRASI KEMBALI/ TIDAK LANGSUNG (Beckett,144):  dilakukan dengan penambahan titran dalam jumlah berlebih kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Kesalahan menjadi lebih besar dan memakan waktu yang lebih lama. Cara ini umumnya digunakan untuk (Beckett, 144-145):



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung a. b. c. d.



senyawa yang mudah menguap jika dititrasi langsung (amoniak) senyawa yang sukar larut (kalsium karbonat). Cara : senyawa dikocok dengan air, ditambah pereaksi berlebih, kelebihan pereaksi dititrasi kembali senyawa hanya bereaksi cepat jika ada pereaksi berlebih (asam laktat) senyawa yang membutuhkan pemanasan, sedangkan pereaksi yang digunakan terurai oleh pemanasan.



4. TITRASI KEMBALI DENGAN BLANKO (Beckett, 148): Titrasi dengan blanko merupakan titrasi tanpa sampel, digunakan sebagai koreksi untuk memastikan bahwa pelarut yang digunakan baik, tidak menimbulkan zat lain yang akan bereaksi dengan semua bahan yang akan digunakan. Diagram titrasi :



Larutan baku primer adalah larutan yang dapat diperoleh dalam keadaan murni dan dapat dimurnikan, bersifat stabil,bereaksi cepat, tidak higroskopis dan mudah diperoleh. (Modul KFA, 9) Larutan baku sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diketahui dengan penentuan oleh baku primer dengan cara mereaksikan (titrasi) dengan baku primer, dimana larutan ini mengandung ekivalen tertentu dengan reagen perliter (konsentrasi : N/L), umumnya mudah terurai dan tidak stabil. (Modul KFA, 9) Prinsip titrasi: Sejumlah larutan baku ditambahkan dari buret pada larutan uji sampai sejumlah yang ekivalen dengan zat yang diuji. Titik ekivalen ini disebut juga titik akhir teoritis (TEP ‘Theoretical End Point’). Untuk menunjukkan titik akhir ini digunakan indikator yang ditambahkan dari luar atau dari dalam ke dalam sistem titrasi. Bila reaksi visual titrasi telah sempurna, indikator akan bereaksi dan memberikan perubahan visual (perubahan warna maupun kekeruhan) pada larutan yang dititrasi. Titik di mana terjadi perubahan warna ini disebut titik akhir titrasi (EPT ‘End Point of Titration’). EPT tidak harus selalu sama dengan TEP. Yang perlu diperhatikan adalah pemilihan



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung indikator sehingga perbedaan TEP dan EPT sekecil mungkin. Selain penggunaan indikator, penunjukkan EPT dapat dilakukan secara elektrokimia. Yang juga memegang peranan penting dalam analisis volumetrik adalah amilum sebagai indikator pada iodometri dan indikator adsorpsi pada pengendapan (H.J. Roth, 176). Bila sifat dari indikator dan sistem yang dititrasi diketahui, kita dapat menghitung perbedaan TEP dan EPT yang dinyatakan dalam % zat yang diuji. Perbedaan ini disebut dengan kesalahan titrasi dan membutuhkan koreksi blanko-indikator (KBI) untuk mengoreksi jumlah volume titran untuk EPT dibandingkan dengan volume titran yang dibutuhkan untuk TEP. KBI ini hanya dapat digunakan jika perbedaan antara TEP dan EPT relatif kecil, dan tergantung dari jenis kesalahan titrasi yang terjadi maka hasil KBI ini dapat ditambahkan atau dikurangkan pada volume titran untuk EPT (Analitycal Chemistry). TEP : miliekivalen peniter = miliekivalen analit Vpeniter x Npeniter = Vsampel x Nsampel Vpeniter x Npeniter = berat sampel dalam mg / bobot ekivalen V. INDIKATOR Indikator adalah senyawa yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi, dengan merubah warna larutan pada kelebihan peniter. Di samping indikator, secara prinsip dapat digunakan penunjuk titik akhir titrasi secara elektrokimia. Terdapat 4 golongan indikator : 1.Indikator asam-basa Kekuatan asam basa dari indikator harus lebih kecil dari kekuatan asam atau basa yang akan ditentukan maupun digunakan sebagai peniter Klasifikasi indikator asam-basa terdapat 3 golongan :indikator ftalein dan indikator sulfaftalein, indikator azo, indikator trifenilmetan 2. Indikator redoks 3. Indikator logam 4. Indikator adsorpsi ( Modul AFA, 13). Pada umumnya, sejumlah indikator ditambahkan ke dalam sistem yang akan dititrasi, kemudian diamati perubahan warna larutan. Indikator ini disebut dengan indikator internal (dalam). Pada beberapa kasus, interaksi indikator dan sistem yang dititrasi terjadi sebelum titik akhir dicapai. Akibatnya, titik akhir dicapai lebih awal, misalnya titrasi fosfat dengan uranil asetat dengan indikator kalium ferrosianida. Uranil ferrosianida yang berwarna coklat kemerahan sangat sedikit larut sehingga kalium ferrosianida bereaksi dengan ion uranil sebelum titik akhir dicapai. Hasil yang baik diperoleh hanya bila sejumlah kecil cairan supernatan ataupun filtrat diuji pada pelat tetes atau secarik kertas saring dengan menggunakan kalium ferrosianida sebagai indikator eksternal (luar). Yang lebih umum adalah indikator eksternal pada titrasi dengan menggunakan I2 sebagai peniter atau hasil antara seperti pada titrasi iodometri atau iodimetri. Hasil reaksi antara peniter dengan titrat diteteskan pada kertas saring baru kemudian ditambahkan larutan kanji (indikator) di kertas saring (penambahannya dilakukan di luar erlenmeyer). Bila memungkinkan, penggunaan indikator internal lebih diutamakan daripada indikator eksternal. Indikator eksternal merupakan indikator yang ditambahkan pada sistem menjelang TEP (titik ekivalen) atau digunakan di luar sistem (misal pada pelat tetes), umumnya karena cenderung tidak stabil atau bisa juga karena alasan lain (misal bereaksi dengan peniter sebelum TE seperti contoh diatas). Interval perubahan warna indikator (FI IV, 1206-1209) Interval perubahan warna ini dapat diketahui secara eksperimental dengan penambahan larutan dapar, dan sisanya bergantung penilaian subjektif pengamat. Perubahan warna indikator disertai dengan perubahan strukturnya.



Beberapa contoh indikator (FI V, hlm 1745-1747) (Underwood:143)



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung



No



Nama dagang



1



Asam pikrat



2



Timol biru



3 4 5



2,6 dinitrofenol Metil kuning



6



merah kongo



7



Metil oranye



8 9 10 11 12



Bromfenol biru



Bromokresol hijau metil merah Metil ungu p-nitrofenol



15 16 17 18 19 20 21 22



24



Etanol, larutan alkali hidroksida air panas Etanol, larutan alkali hidroksida Etanol



Etanol, larutan alkali hidroksida



Bromotimol biru



Etanol, larutan alkali hidroksida



merah netral merah fenol merah kresol p-a-naftolftalein Fenolftalein biru nile hidroklorida Timolftalein



agak sukar larut dlm air dan etanol alkali karbonat, hidroksida Etanol, larutan alkali hidroksida encer Etanol sukar larut dlm etanol dan as. asetat glasial Etanol, larutan alkali hidroksida



Alizarin kuning F biru hidroksi naftol



23



Etanol, larutan alkali encer



Bromokresol ungu



13



14



Melarut baik pada..



biru oraset BP 1,3,5 – trinitrobenzena



Air



Perubahan warna dari asam ke basa Tidak berwarna → kuning



Trayek pH



Tidak berwarna → kuning Merah → kuning



0,1 – 0,8 Asam : 1,2 – 2,8 Basa : 8,0 – 9,2 2-4 2,9 -4



kuning biru



3,0 - 4,6



biru merah



3,0 - 5,0



merah  kuning



3,1 - 4,4



kuning  biru



3,8 - 5,4



merah kuning Ungu → hijau Tidak berwarna → kuning



4,2 - 6,2 4,8 – 5,4 5,6 – 7,6



kuning  ungu



5,2 - 6,8



Merah → kuning



kuning  biru 6,0 - 7,6 merah  kuning



6,8 - 8,0



kuning  biru



6,8 - 8,4



kuning  merah



7,2 - 8,8



Kuning → biru tidak berwarna  merah



7–9 8,0 – 9,6



biru  merah muda



9,0 - 13,0



tidak berwarna  biru



9,3 - 10,6



Kuning → violet kuning kemerahan dgn Ca2+. biru gelap dgn dinatrium edetat berlebih dari biru (basa) - ungu (netral) merah muda (asam) Tidak berwarna → oranye



10,1 – 12 12,0 - 13,0



Untuk TBA 12 – 14



VI. PENJELASAN A. TITRASI ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI (NETRALISASI) Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung 1. KONSEP ASAM BASA: a. Arrhenius : asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan terurai menjadi H + dan anion sedangkan basa terurai menjadi OH- dan kation (berlaku untuk senyawa anorganik dalam pelarut air). b. Bronsted-Lowry : asam adalah senyawa yang cenderung melepas proton, basa cenderung menangkap proton (berlaku dalam semua pelarut). Dengan demikian asam dapat berada dalam beberapa bentuk:  molekul netral : CH3COOH H+ + CH3COO Ion positif : NH4+ H+ + NH3  Ion negatif : H2PO4 H+ + HPO42c. Lewis : asam adalah akseptor pasangan elektron, basa adalah donor pasangan elektron. Jadi, asam tidak harus mengandung hidrogen. NH3 (basa) + BF3 (asam) H3N:BF3 2. JENIS TITRASI ASAM BASA: a. Titrasi asam kuat dengan peniter basa kuat (misal : NaOH atau KOH)  Indikator yang bisa digunakan adalah indikator asam lemah atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasi dan tidak terionisasinya, contoh fenolftalein pKa 9.4 (warna berubah pada pH 8.4 dan pH 10.4),metil oranye pKa 3.7 (warna berubah pada pH 2.7 dan pH 4.7).  Untuk menghilangkan error pada titrasi (jika pada titrasi terdapat CO2), sebaiknya dipilih indikator dengan rentang pH kurang dari 5 atau dengan cara mendidihkan larutan asam kemudian menitrasinya pada keadaan dingin untuk mengusir karbon dioksida yang dapat meningkatkan keasaman dari larutan.  titrasi asam kuat dengan peniter basa kuat digunakan dalam pengujian asam perklorat, asam hidroklorat, sulfat, dan tiamin hidroklorida (pharmaceutical analysis,51)  Menghasilkan garam yang tidak terhidrolisis dalam larutan air.  pH pada titik ekivalen = 7 (netral).  pH berubah dengan cepat saat mendekati TE.  Contoh : penentuan HBr, Asam Hypophospor encer, asam nitrat, asam perklorat, (72% w/w dan 60% w/w), kalium hidrogen sulfat, asam sulfat, thiamin HCl, dan penentuan aldehid dan keton dalam minyak esensial (Beckett, 131-134).  Indikator yang digunakan untuk larutan dengan konsentrasi 0,1M atau lebih dapat menggunakan indikator dengan rentang pH 4,5 – 9,5. Sedangkan untuk larutan dengan konsentrasi 0,01M, rentang pH indikator yang digunakan harus lebih kecil yaitu 5,5 – 8,5. (Vogel, 280)



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung



Gambar : efek konsentrasi pada kurva titrasi dan indicator untuk asam kuat (HCl) dan basa kuat (NaOH). 100 cm 3 HCl dititrasi dengan NaOH yang molaritasya sama. Sumber: Principles and Practice of Analytical Chemistry 5th Ed, FW Fifield, hal.197 b. Titrasi asam lemah dengan basa kuat  Dilakukan untuk penentuan asam benzoate, asam sitrat, pada injeksi klorambusil, injeksi mustin, tablet nikotin dan asam undekanoat. (pharmaceutical analysis,54)  Menghasilkan garam yang akan terhidrolisis tergantung tetapan disosiasi asamnya.  pH pada titik ekivalen 7 – 10,5 untuk Ka > 10-5 sedangkan untuk asam yang lebih lemah yaitu Ka > 10-6 titik ekivalen pada 8 – 10. (Vogel, 280)  Karena asam peka terhadap CO2 maka harus menggunakan air bebas CO2 dan NaOH bebas Na2CO3.  Contoh : penentuan asam formiat, asam maleat, asam nikotinat, asam salisilat, asam askorbat, asam sulfanilat, penentuan bilangan asam lemak nabati, asam borat, fenilbutazon, furosemida, sikloserin  Asam lemah (Ka > 5 x 10-6) sebaiknya dititrasi dengan menggunakan indikator fenolftalain, timolftalain, atau timol biru (Vogel, 274)  Titik ekivalen dapat dihitung melalui rumus (Vogel, 280) 1



1



2



2



pH = 𝑝𝐾𝑤 +



𝑝𝐾𝑎 −



1 2



𝑝𝐶



c. Titrasi basa lemah (pKb  6) dengan asam kuat (Beckett, 116, 143-144).  menghasilkan garam yang terhidrolisis.  pH pada titik ekivalen 3 - 7 untuk Kb > 10-5 sedangkan untuk basa yang lebih lemah yaitu Kb > 10 -6 titik ekivalen pada 3 - 5. (Vogel, 280)  Contoh: penentuan aminofilin, salep merkuri ammonia, piridin  Basa lemah (Kb > 5 x 10-6) (Vogel, 274)  Indikator yang digunakan adalah biru bromofenol atau metil orange. Sedangkan indikator hijau bromokresol dan metil merah tidak menunjukkan perubahan warna yang sangat drastis sehingga akan menimbulkan error yang besar (Vogel, 275)  Titik ekivalen dapat dihitung melalui rumus (Vogel, 280) 1



1



2



2



pH = 𝑝𝐾𝑤 −



d.



𝑝𝐾𝑏 +



1 2



𝑝𝐶



Titrasi asam lemah dengan basa lemah Tidak terdapat perubahan pH tiba-tiba pada titik akhir titrasi sehingga harus digunakan indikator campuran. Namun, lebih baik dihindari penggunaan indikator campuran asam lemah dan basa lemah (Vogel, 275) Titik ekivalen dapat dihitung melalui rumus 1



1



2



2



pH = 𝑝𝐾𝑤 +



𝑝𝐾𝑎 −



1 2



𝑝𝐾𝑏



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung 3. INDIKATOR YANG BIASA DIGUNAKAN DALAM ASIDI- ALKALIMETRI (FI V, hlm 1745-1747) Warna Indikator Trayek pH Asam Basa Kuning metil 2,4 – 4,0 Merah Kuning Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru Jingga metil 3,2 – 4,4 Merah muda Kuning Hijau bromkresol Merah metil Ungu bromkresol Biru bromokresol Merah fenol Merah kresol Biru timol Fenolftalein Timolftalein



4,0 – 5,4 4,2 – 6,2 5,2 – 6,8 4,0 – 5,4 6,8 – 8,2 7,2 – 8,8 8,0 – 9,2 8,0 – 10,0 9,3 – 10,5



Kuning Merah Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Tak berwarna Tak berwarna



Biru Kuning Ungu Biru Merah Merah Biru Merah Biru



4. LARUTAN BAKU Baku primer digunakan sebagai standarisasi/pembakuan. Baku primer sudah diketahui konsentrasinya. Sebelum menentukan konsentrasi analit, peniter dibakukan dengan baku primer agar konsentrasi peniter diketahui dengan cermat (bahan kuliah AFO, 6-7) Larutan baku asam biasanya dibakukan terhadap Na 2CO3, Na tetraboraks atau tris (hidroksi metil) amino metan. Larutan baku basa dibakukan terhadap kalium biftalat atau asam benzoat. Larutan baku asam yang sering digunakan dalam asidi alkalimetri umumnya dibuat dari HCldan H2SO4 . HCl dipilih untuk senyawa yang memberikan endapan dg H2SO4 seperti Ba(OH)2. H2SO4dipilih untuk titrasi dengan pemanasan karena kemungkinan terjadi penguapan pada pemanasan dengan HCl yang dapat menimbulkan bahaya. Larutan baku alkali yang sering digunakan NaOH, KOH, dan Ba(OH)2. Larutan ini mudah menyerap CO 2 dari udara membentuk karbonat sehingga konsentrasinya dapat berubah dengan cepat. CO2 + H2O  H2CO3 H2CO3 + 2OH- CO32- + 2H2O Karena itu, larutan baku alkali dibuat bebas karbonat dan penyimpanannya dilengkapi dengan ’soda lime tube’. Air yang digunakan untuk pembuatan larutan basa atau untuk melarutkan sampel asam harus dididihkan dan didinginkan dalam hampa udara. Larutan basa harus diproteksi terhadap gas CO 2 dari udara. Selama titrasi berlangsung, gas CO2 dapat terabsorpsi ke dalam larutan yang menyebabkan pH larutan menurun. Larutan dapat dititrasi pada titik didihnya atau aliri gas N2 untuk mengusir CO2 dari permukaan dan dalam larutan. Semua larutan baku alkali harus sering dibakukan ulang. Kebanyakan amin alifatik dan sedikit amin aromatik dapat dititrasi dengan asam kuat dalam lingkungan air. Sedangkan senyawa amida tidak dapat dititrasi, karena bersifat amfoter (N +). Beberapa asam dan basa cukup kuat untuk dititrasi tetapi tidak cukup larut dalam air. Pelarut hidroalkohol dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutannya sehingga titrasi dapat berlangsung dengan baik dan memuaskan. Cara lain untuk mengatasi ketidaklarutan sampel adalah dengan cara titrasi kembali. Beberapa alkaloida dapat dititrasi dengan cara ini. Kadang-kadang produk titrasi berupa endapan yang tidak larut. Hal ini dapat menganggu pengamatan perubahan warna indikator pada penentuan titik akhir titrasi. Titrasi dua fase dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini dengan menggunakan pelarut yang tidak campur seperti kloroform atau eter yang ditambahkan pada sistem. Dengan pengocokan kuat produk titrasi tidak larut air akan pindah ke lapisan organik (modul AFO).



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung 5. INDIKATOR ASAM-BASA Indikator yang digunakan baik pada asidimetri maupun alkalimetri adalah asam organik lemah (indikator asam) atau basa organik lemah (indikator basa), dimana bentuk yang terdisosiasinya mempunyai warna yang berbeda dengan bentuk yang tidak terdisosiasi. Kekuatan asam/basa dari indikator ini harus lebih kecil dari kekuatan senyawa yang hendak ditentukan dan larutan pengukur yang digunakan. Perubahan warna tersebut terjadi akibat adanya reaksi disosiasi dan konstitusi [terjadi akibat tautomeri/valensiometri] (H.J. Roth, 176-177). Pemilihan indikator asam-basa didasarkan pada besarnya persentase rentang kesalahan yang dapat diperoleh dari kurva titrasi. Jika rentang kesalahan yang diperoleh masih kecil, maka indikator tersebut dapat digunakan. Bila indikator dilambangkan HI, maka berdasarkan definisi di atas persamaannya adalah: HI  H+ + IBentuk tidak Bentuk terdisosiasi, terdisosiasi,asam basa [H + ][I − ] [HI] -log KI = pKI : konstanta indikator KI : konstanta ionisasi indikator pH = pKI – (log [HIn]/[In-]) KI =



Warna indikator asam dapat diketahui dengan membandingkan konsentrasi dua bentuk yang berbeda, yaitu HI dan I-, sesuai dengan persamaan: [HIn]



warna =



[In-]



=



bentuk tidak terdisosiasi (asam) bentuk terdisosiasi (basa)



=



[H3O+] KI



Kita dapat membedakan warna asam dengan baik apabila nilai: [H3O+]



[HIn]



 10 KI [In-] dan warna basa dengan baik bila: [H3O+]



=



=



[HIn]



< 0,1 KI [In-] Sehingga : [H3O+] = 0,1 s.d. 10 KI  [H3O+] = 0,1 KI s.d. 10 KI  bentuk log : pH = pKI  1 (Analitycal Chemistry, 250-251) 6. INDIKATOR CAMPURAN Pada kasus tertentu kita dapat menggunakan campuran dua indikator dengan pewarna tertentu yang tepat untuk menghasilkan perubahan warna yang lebih jelas pada pH tertentu sehingga menjadi pilihan bila dengan indikator yang umum perubahan warna tidak jelas. Contoh campuran indikator: - Bromkresol hijau (0,1%) + metil merah (0,1%) (3:1), berubah di pH 5,1, warna asam: merah, basa: hijau - Merah kresol (0,1%) + timol biru (0,1%) (1:3), warna asam: kuning, basa: violet, pH 8,2 – 8,4: pink. Pemilihan indikator campuran ini berdasarkan kemiripan rentang pH (rentang pH berdekatan) dan perubahan warna di daerah asam/basa yang berbeda satu sama lain antar indikator



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung 7. KAPASITAS PENETRALAN Fungsi antasid adalah menetralkan HCl yang disekresi oleh sel pariteal. Secara kuantitatif antasid dibandingkan berdasarkan KPA-nya. KPA adalah jumlah HCl 1 N (dalam mEq) yang dapat dinetralkan oleh antasida sehingga mencapai pH 3,5 dalam waktu 15 menit. Reaksi: Al(OH)3 + 3 HCl  AlCl3 + 3 H2O Mg(OH)3 + 2 HCl  MgCl2 + 2 H2O CaCO3 + 2 HCl  CaCl2 + H2O + CO2 NaHCO3 + HCl  NaCl + H2O + CO2



(reaksi pelan) (reaksi pelan/sedang) (reaksi cepat) (reaksi cepat)



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung B. TITRASI PENGENDAPAN Titrasi pengendapan adalah titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut. reaksi pengendapan cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran. Titik akhir titrasi akan tercapai bila semua bagian peniter sudah membentuk endapan, dalam hal ini diperlukan indikator untuk mengetahui titik akhir titrasi. Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode Argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. 1. PENGGUNAAN TITRASI PENGENDAPAN a. Reaksi pengendapan menunjukkan tercapainya titik akhir dengan cepat (hasil kali kelarutan endapan harus sekecil mungkin dan konsentrasi awal larutan sampel harus cukup besar) b. Tidak ada ion yang mengganggu reaksi pengendapan c. Terdapat indikator yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi secara akurat 2. DALAM PRAKTEK, TITRASI PENGENDAPAN DILAKUKAN DENGAN DUA CARA : a. Titrasi langsung, larutan pengendap ditambahkan sedikit demi sedikit pada larutan bahan yang akan ditentukan sampai tercapai TAT (titik akhir titrasi). (Modul KFA,17) b. Titrasi tidak langsung, larutan pengendap ditambahkan pada larutan sampel secara berlebih, lalu kelebihan pengendap dititrasi kembali. (Modul KFA,17) Yang banyak digunakan dalam analisis kuantitatif adalah reaksi pengendapan ion halogenida,ion pseudohalogen dan ion lainnya oleh ion perak dan ion raksa. Oleh karena itu titrasi pengendapan lebih dikenal sebagai titrasi argentometri dan merkurimetri. Pada umumnya digunakan indikator dengan sifat mengendap dengan penambahan kelebihan peniter. (Modul KFA,17) (Principles and Practice of Analytical Chemistry 5th Ed, FW Fifield, hal.216) Titrasi yang umum digunakan adalah titrasi argentometri cara Mohr, Prinsipnya adalah titrasi ion halogen (Cl -, Br-, atau I-) dalam suasana netral dengan AgNO3 menggunakan indikator K2CrO42-. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida (AgCl) dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah. Cl- + Ag+ AgCl putih  CrO42- + Ag+  Ag2CrO4 merah (Ilmu Kimia Analitik Dasar, 179)



SAgCl = 1,56 x 10-10 SAg2CrO4 = 9 x 10-12



Pada titrasi ini kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer. Metode Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH netral antara 6,5-9 karena dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan mengendap dan dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang. (Principles and Practice of Analytical Chemistry 5th Ed, FW Fifield, hal.216) 3. PENETAPAN TITIK AKHIR DALAM TITRASI PENGENDAPAN (Vogel, 342) a. Pembentukan endapan berwarna (Cara Mohr) b. Pembentukan komponen terlarut yang berwarna (Cara Volhard) -> titrasi Ag dengan keberadaan asam nitrat dengan standar kalium tiosianat atau amonium tiosianat. Indikator adalah besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat. Titrasi akan menghasilkan kompleks tiosianat yang berwarna coklat kemerahan c. Menggunakan indikator yang teradsorpsi (Cara Fajans) -> indikator teradsorpsi di endapan yang menyebabkan terjadinya perubahan warna. Contohnya adalah fluorescein dan eosin atau rhodamin 6G d. Metode turbiditas (Cara Liebeg) ->biasanya digunakan untuk penentuan sianida metode Liebeg.



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung



4. TITRASI ARGENTOMETRI Merupakan salah satu bagian dari titrasi presipitimetri (pengendapan) menggunakan Peniter Larutan Ag + biasanya dalam bentuk AgNO3 Tulis salah satu metode berikut sesuai zat aktif anda: a. Cara Liebeg (Beckett, 191)  TAT ditentukan dengan terjadinya kekeruhan.  Prinsip : Penentuan ion CN- dengan pembentukkan kompleks AgCN yang sangat stabil  Reaksi - (Larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih dapat larut, reaksi sbb : 2 CN- + Ag+ Ag(CN)2- jika reaksi telah sempurna, penambahan perak nitrat akan menghasilkan endapan AgCN. Reaksi : Ag(CN)2- + Ag berlebih  2 AgCN  (TAT  Kekeruhan tetap)  Hasil memuaskan jika pemberian pereaksi mendekati titik akhir dillakukan perlahan-lahan. Dan tidak dapat dilakukan pada larutan Aminoalkalis. b. Cara Deniges (memperbaiki cara Liebig) Prinsip : Modifikasi dengan menambahkan Kalium Iodida 0,01 M sebagai indikator dan amonia 0,2 M untuk melarutkan perak sianida. Ag Ag(CN)2 + NH3 2 Ag(NH3)2+ + 2CNTerbentuknya kekeruhan dari perak iodida digunakan sebagai penunjuk titik akhir. Ag(NH3)2+ + I- AgI + 2 NH3 Selama titrasi perak iodida tetap larut karena adanya kelebihan ion sianida, sampai titik ekivalen tercapai. AgI + 2 CN-  Ag (CN)2- + Ic. Cara Gay Lussac Prinsip : dilakukan titrasi ion Cl- dengan Ag+ sehingga terbentuk endapan AgCl. Titik akhir ditentukan dengan membandingkan kekeruhan baku (dimana Cl- = Ag+) dengan kekeruhan sampel. Reaksi : Cl- + Ag+ AgCl d. Cara Mohr  Prinsip : prinsipnya adalah titrasi ion halogen (Cl-, Br-, atau I-) dalam suasana netral dengan AgNO3 menggunakan indikator K2CrO42-. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida (AgCl) dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.  Reaksi : Cl- + Ag+ AgCl putih  SAgCl = 1,56 x 10-10 CrO42- + Ag+  Ag2CrO4 merah SAg2CrO4 = 9 X 10-12  Pada titrasi ini kesalahan akan meningkat jika larutannya makin encer. Metode Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH netral antara 6,5-9 karena dalam larutan yang lebih basa, perak oksida akan mengendap dan dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat akan sangat berkurang.  Cara untuk membuat larutan Netral : - dari larutan Asam  (+) CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. - dari larutan Alkalis  (+) Asam asetat kemudian di(+) sedikit demi sedikit berlebihan CaCO 3.  Cara pengerjaan (modul AFA) : - Untuk pembuatan NaCl (baku primer) dan AgNO3 (baku sekunder) : kedua zat dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 250-300oC selama 2 jam kemudian didinginkan dalam eksikator. - 5 mL larutan NaCl 0,05 N + 0,5 mL K2CrO4 5% - Titrasi dengan larutan AgNO3 0,1 M sampai coklat merah (Ag-kromat).  KERUGIAN metode Mohr :



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung -



Bromida dan Klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodida dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak iodida atau perak tiosianat mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang tidak akurat. - Adanya ion-ion seperti sulfida, fosfat, dan arsenat juga akan mengendap. - TAT kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer. - Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga pengocokan yang kuat mendekati TAT diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak.  Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat TAT dan warna putih kuning dari endapan perak iodida (AgI) akan muncul. e. Cara Volhard  Prinsip : dilakukan Titrasi ion Ag+ dengan CNS- menggunakan indikator Fe3+ (harus dalam suasana asam).  Reaksi : Ag+ + CNS- AgCNS CNS- berlebih + Fe3+ Fe(CNS)3 (merah muda)  Dilakukan penentuan kadar ion halogen (Cl-, Br-, atau I- ) menggunakan metode titrasi balik. Larutan ion halogen ditambahkan AgNO3 berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan KCNS menggunakan indikator Fe3+ (dalam suasana asam).  Reaksi : X + AgNO3 AgX Ag berlebih + CNS- Ag(CNS) CNS- berlebih + Fe3+ Fe(CNS)2 (merah muda)  Syarat metode Volhard (Vogel, hal. 345) - pH larutan harus dibawah 3  diasamkan larutan baku Kalium/ Amonium tiosianat. ( Pharmaceutical analytical chemistry,354) - Perak klorida disaring sebelum titrasi kembali. Suspensi ini harus dididihkan beberapa menit supaya terjadi koagulasi perak klorida dan melepaskan ion perak yang diadsorbsi oleh permukaan perak klorida. Filtrat yang telah dingin kemudian dititrasi. - Setelah penambahan larutan baku perak nitrat , ditambah kalium nitrat sebagai koagulan, suspensi didihkan selama 3 menit. Terjadi desorbsi dan pada pendinginan desorbsi dicegah oleh kalium nitrat. - Ditambah cairan yang tidak bercampur dengan air untuk melapisi perak klorida, sehingga mencegah interaksi dengan tioasianat. Yang paling baik adalah nitrobenzena (1 mL nitrobenzena untuk setiap 50 mg klorida). - Untuk hasil yang teliti titrasi dikocok kuat-kuat supaya ion ion perak yang diadsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat. - besi (III) tidak boleh ditambahkan sebelum iodida diendapkan semua oleh perak nitrat.  Cara pengerjaan (modul KFA, 19) : - 5 mL larutan klorida diasamkan dengan 2,5 mL HNO3 pekat - Tambahkan larutan AgNO3 0,1 N berlebih (10 mL) - Endapan disaring dan dicuci dengan 3 kali 2 mL HNO3 2N - Filtrat dan cucian disatukan dan ditambahkan 1-2 mL larutan ferri ammonium sulfat 40% - Titrasi dengan KCNS 0,1 N sampai merah jingga f. Cara Fajans Menurut pustaka (H.J. Roth., 251), metode ini sudah tidak digunakan dalam farmakope yang kini berlaku.  Prinsip : penentuan ion Cl-, Br-, CNS-, Ag+, I- menggunakan indikator adsorpsi (senyawa organik yang bersifat asam/basa lemah) yang mempunyai warna yang berbeda pada keadaan teradsorpsi dan tidak teradsorpsi Titran Titer Indikator



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung Cl- , Br-, CNS-



AgNO3



Ag+



NaCl



Cl-, Br-, CNS-



AgNO3



Fluoresin Diklofluoresin Fluoresin Diklofluoresin Eosin



 Hal yang harus diperhatikan pada metode Fajans : (Vogel, 346 – 347) - Endapan sedapat mungkin dipisahkan dalam kondisi koloidal. - Garam netral dalam jumlah besar, ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. - Larutan tidak boleh terlalu encer karena jumlah endapan yang dihasilkan akan lebih sedikit dan warna yang dihasilkan tidak tajam. - Ion indikator harus berlawanan muatan dengan ion pengendap. - Ion indikator harus tidak teradsorbsi sebelum TAT, tetapi harus segera teradsorbsi kuat setelah tercapai TAT. - Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, misal titrasi klorida dengan eosin, dimana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum TAT tercapai.  Kelemahan cara Fajans -> halida perak sensitif terhadap cahaya sehingga saat dititrasi harus dihindari dari cahaya. g. Cara Budde  Prinsip : dilakukan untuk menentukan kadar asam barbiturat bebas atau tersubstitusi pada posisi 5,5. Barbiturat dititrasi oleh AgNO3 dalam larutan yang mengandung alkali-karbonat sampai terjadi kekeruhan. Mula-mula terbentuk polimer kompleks barbiturat-perak yang larut (perbandingan 1:1). Pada titik akhir titrasi, kelebihan Ag membentuk Barbiturat-perak yang sukar larut (perbandingan 1:2). (H.J.Roth, 255)  Reaksi: Ag+ + Barbiturat  Ag-Barbiturat (1:1) larut Ag+ berlebih  Ag-Barbiturat (1:2) tidak larut  Pembuatan Larutan Baku & Pembakuannya Larutan Baku Perak Nitrat - Pembuatan larutan baku perak nitrat 0,1 N Prosedur : keringkan serbuk perak nitrat pada 1200C selama 2 jam, dinginkan dalam eksikator. Timbang 16,989 g serbuk tersebut dan larutkan dalam air secukupnya sampai 1 L dalam labu takar. Larutan perak nitrat harus terlindung dari cahaya (botol coklat). - Pembakuan Larutan perak nitrat 0,1 N Prosedur : Tinbang dengan sekasama ± 2,9 g NaCl murni larutkan dalam air secukupnya dalam labu takar 500 mL. Pipet 25,0 mL masukkan dalam erlenmeyer 250 mL dan ditambah 1 mL larutan indikator kalium kromat(pipet 1 mL). Dari buret tambahkan larutan perak nitrat perlahan, goyangkan cairan sampai terbentuk warna merah yang stabil. 5. TITRASI MERKURIMETRI (modul AFA, 17) Titrasi merkurimetri dilakukan dengan prinsip terbentuknya garam merkuri yang tidak terionisasi. Titik akhir titrasi ditunjukkan oleh terbentuknya senyawa berwarna antara ion Hg2+ dengan ion indikator.



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung C.



1.



TITRASI KOMPLEKSOMETRI (PEMBENTUKAN KOMPLEKS) Titrasi kompleksometri melibatkan reaksi pembentukan senyawa kompleks. Terjadi reaksi penggabungan atau asosiasi antara ion logam dan ligan membentuk kompleks yang larut air. didasarkan pada reaksi antara zat pengkompleks organik yang larut air dan praktis tidak terdisosiasi dengan ion logam. Memungkinkan penentuan analisis pengukuran untuk sejumlah kation bervalensi banyak dalam larutan air. (J.Roth, 257) 2 CN- +Ag+ Ag(CN)2Zat yang diuji juga dapat diubah secara kuantitatif menjadi suatu kompleks yang larut, atau menjadi suatu senyawa yang sedikit berdisosiasi, contoh: 2 Cl- + Hg++ HgCl2 PRINSIP Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Sebagai zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi ini adalah garam dinatrium EDTA (disimbolkan menjadi H4Y). Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari: kation dan pH larutan, maka titrasi harus dilakukan pada pH tertentu. (FI III 824) Reaksi: M 2+



+



2( H2 Y )



MY



M 3+



+



2( H2 Y )



MY



M 4+



+



2( H2 Y )



MY



M n+



+



2( H2 Y )



( M Y )n - 4 +



2-



+



2H+



+



2H+



+



2H+ 2H+



Tampak dari persamaan [4] bahwa disosiasi kompleks akan ditentukan oleh pH larutan. Menurunkan pH akan menurunkan kestabilan kompleks logam EDTA. Pada umumnya kompleks EDTA dengan ion logam divalen stabil pada larutan basa sedikit asam (pH:4-6;8-10), sedangkan kompleks ion logam tri dan tetravalen stabil pada pH yang lebih rendah (pH:1-3). Keberhasilan titrasi bergantung dari tetapan kesetimbangan untuk pembentukan kompleks harus cukup besar sehingga pada titik akhir hampir 100% analit sudah membentuk kompleks. Pembentukan akhir dari kompleks harus berlangsung cepat. Jika reaksi analisis berjalan lambat, perlu dilakukan titrasi kembali. (FI V, hal.1482) Indikator kompleksometri berperan dalam pembentukan kompleks. Reaksi antara ion logam dan indikator harus cepat dan reversible. Tetapan kesetimbangan dari kompleks logam-indikator harus cukup besar untuk menghasilkan perubahan warna tajam tetapi harus lebih kecil dari tetapan kesetimbangan kompleks logamtitran. Ion pengganggu dapat ditutup (masking) atau dilapis dengan penambahan senyawa pembentuk kompleks lain. (FI V, hal.1482) (file FI V q corrupt, jd gabisa buka) pH minimum titrasi kompleksometri dengan EDTA untuk setiap logam berbeda : Besi (III) 1,2 Raksa (II) 2,0 Nikel (II) 3,2 Tembaga (II) 3,3 Timbal (II) 3,5 Zink (II) 3,8 Kadmium (II) 4 Alumunium (III) 4,2



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung Kobal (II) Strontium (II) Magnesium(II)



7,4 10,2 10,2



2.



PENETAPAN T.A.T : Untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator logam. Indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara ion logam dan indikator harus lebih lemah daripada ikatan kompleks antara peniter dan ion logam. Larutan indikator bebas memiliki warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. (Modul KFA 21, pharmaceutical analysis, 59, kurang lebih sama) Reaksi: M-Ind (warna B) + EDTA M-EDTA + Ind (warna A) Indikator yang sering digunakan adalah kalkon, asam kalkon karboksilat, hitam eriokrom, dan jingga xilenol. a. Untuk logam yang dengan cepat dapat membentuk senyawa kompleks  titrasi langsung. b. Untuk logam yang dengan lambat membentuk senyawa kompleks  titrasi kembali. (FI III hal 824) Contoh titrasi beberapa logam: Alumunium, Bismut, Kalsium, Magnesium, Seng, Timbal



3.



CARA-CARA TITRASI KOMPLEKSOMETRI : Jenis titrasi kompleksometri diarahkan pada stabilitas khelat yang terjadi selama titrasi dan kemudian baru pada apakah ada indikator logam yang memenuhi syarat. Titik akhir suatu titrasi kompleksometri juga dapat ditentukan secara elektrokimia. Untuk titik akhir potensiometri dibutuhkan elektrode ion selektif. a. Titrasi langsung dapat dilakukan bila terdapat indikator yang sesuai. larutan ion logam didapar pada pH tertentu lalu dtambahkan indikator dan dititrasi lagsung dengan EDTA. M-Ind +EDTA  M-EDTA + Ind (Modul KFA, 21) (Vogel, 311) ion logam yang ada dalam larutan dititrasi langsung dengan larutan EDTA menggnakan indikator logam Penentuan TAT : M-indikator + EDTA2- M-EDTA + indikator 2-(J.Roth, 263) b. Titrasi kembali  jika penentuan TAT tidak mungkin dilakukan atau untuk logam yang tidak bisa dititrasi langsung karena pada pH stabilitas mengendap. Larutan yang hendak ditentukan direaksikan dengan larutan EDTA berlebih dan dititrasi kembali dengan larutan Mg Sulfat atau larutan Zn sulfat atau klorida dengan konsentrasi sama. (Vogel, hal 311) Contoh: penentuan kompleksometri garam kobalt, nikel, alumunium dan raksa. Penentuan TAT : M-EDTA + EDTA + indikator 2- + Zn 2+ M-EDTA + Zn-EDTA + Zn-indikator (J.Roth, 263) Titrasi alkalimetri -> jika larutan Na2H2EDTA ditambahkan ke dalam larutan ion logam, kompleks yang terbentuk ekivalen dengan 2 kali ion hidrogen. Y = EDTA. Ion H yang bebas dapat dititrasi dengan NaOH menggunakan indikator asa-basa atau potensiometri. Atau, dapat pula dicampurkan iodat-iodida ke dalam larutan EDTA sehingga iodin yang terbentuk akan dititrasi dengan larutan standar tiosulfat. Mn+ + H2Y2-  (MY)(n-4)+ + 2H+ Laru tan logam yang akan diuji harus dinetralkan sebelum dititrasi. (Vogel, 312) c. Metode misel -> reaksi pertukaran antara ion tetrasianonikelat (II) atau [Ni(CN)4]2- dengan elemen yang diukur. Ion nikel akan bebas. Contohnya adalah penetapan perak dan emas. Nikel yang bebas akan dititrasi dengan EDTA menggunakan indikator tertentu. Pada penetapan ion halida seperti Cl-,Br-, I-, atau SCNmenggunakan indikator mureksida atau bromopirogalol merah. [Ni(CN)4]2- + 2Ag+  2[Ag(CN)2]- + Ni2+ (Vogel, 312) d. Titrasi substitusi  jika tidak ada indikator yang sesuai atau jika ion logam pada pH yang digunakan pada titrasi akan mengendap sebagai hidroksida atau untuk ion logam yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam. Misalnya ion logam M akan ditentukan kadarnya dengan menggunakan kompleks MgEDTA. Jumlah Mg yang bebas ekuivalen dengan kationl logam yang ada. Terutama digunakan untuk penentuan kadar garam kalsium dan magnesium. Skema titrasi : Mg-EDTA + M2+ M-EDTA + Mg2+ (Vogel, 311)



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung



4. PENGAMATAN Titik Akhir Titrasi (TAT) Titik akhir titrasi diamati melalui : a. Visual oleh mata b. Potensiometri c. Amperometri d. Konduktometri e. Spektrofotometri BEBERAPA CONTOH SISTEM TITRASI KOMPLEKSOMETRI PADA OBAT Sampel Pelarut Peniter Indikator Kalsium Air Dinatrium Kalkon (merah glukonat dibasakan edetat jambu menjadi dengan biru) NaOH Kalsium Air Dinatrium Biru hidroksi laktat edetat naftol (biru) Kalsium Air Dinatrium Biru hidroksi pantotenat edetat naftol (biru) Alukol Air Pb(NO3)2 Jingga xilenol Metil Air Raksa (II) Difenilkarbazon tiourasil asetat PEMBAKUAN Peniter Dinatrium edetat



Larutan Pb(NO3)2 Larutan Raksa (II) asetat



Dibakukan dengan CaCO3 ZnSO4 Dinatrium edetat Dinatrium edetat



Sediaan obat Injeksi kalsium glukonat



Kalsium laktat Tablet kalsium pantotenat Suspensi antasida Metil tiourasil



Indikator



Titik akhir



Biru hidroksi naftol Eriokrom hitam T Eriokrom hitam T Eriokrom hitam T



Warna biru pekat Warna merah jadi biru Warna merah jadi biru Warna merah jadi biru



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung D. Titrasi Oksidasi – Reduksi (REDOKS) 1. Prinsip Penetapan dilakukan dengan menggunakan pereaksi yang menyebabkan reaksi oksidasi atau reduksi pada analit. Beberapa kurva titrasi redoks tidak simetris pada titik kesetaraan sehingga penetapan titik akhir dengan grafik tidak mungkin dilakukan, tetapi tersedia indikator untuk beberapa penetapan. Beberapa pereaksi redoks dapat berfungsi sebagai indikator. Jika titran yang digunakan juga berfungsi sebagai indikator, perbedaan antara titik akhir dan titik keseteraan ditetapkan berdasarkan kemampuan analis melihat perubahan warna. Contohnya adalah penggunaan ion permanganat sebagai titran pengoksidasi, sedikit kelebihan titran dapat dilihat dengan terjadinya warna merah muda. Titran lain yang dapat berfungsi sebagai indikator adalah iodum, garam serium (IV), dan kalium dikromat. Mungkin diperlukan penyesuain tingkat oksidasi dari analit sebelum dilakukan titrasi dengan menggunakan senyawa pengoksidasi atau pereduksi yang tepat; kemudian kelebihan pereaksi harus dihilangkan dengan cara pengendapan. Hal ini hampir sellau dilakukan dalam penetapan senyawa pengoksidasi karena hampir semua larutan volumetrik senyawa pereduksi secara perlahan akan teroksidasi oleh oksigen di atmosfer. (FI V, hal. 1483) Contohnya adalah menitrasi Fe (II) dengan Cerium (IV) dengan keberadaan asam sulfat encer (Vogel, 360361) Ce4+ + Fe2+  Ce3+ + Fe3+ Pada titik ekivalen, [Fe3+] = [Ce3+] dan [Ce4+] = [Fe2+] dengan nilai potensial elektrodanya 𝐸1𝜃 + 𝐸2𝜃 2 2. Cara deteksi TAT a. Indikator internal -> indikator memberikan perubahan mendadak akibat perubahan potensial oksidasi pada saat titik ekivalen. Indikator yang ideal memiliki nilai potensial oksidasi ditengah antara larutan yang dititrasi dengan peniternya. Indikator ini harus memberikan warna berbeda pada saat bentuk teroksidasi dan tereduksinya (Vogel 364) Inox + ne  Inred



(Vogel, 367) b. Self-indicating reagents -> contohnya adalah kalium permanganat yang memberikan warna yang spesifik. Metode ini memiliki kekurangan yaitu adanya kelebihan agen pengoksidasi pada akhir titrasi. Sehingga, untuk memperkecil error, dapat dilakukan standardisasi atau penggunaan indikator blanko. (Vogel hal 367)



APT ITB AGUSTUS 2017 Rechecked by Untung c. metode potensiometri -> dapat digunakan untuk larutan yang sangat encer, ketidak tersediaan indikator, atau akurasi yang terbatas. Metode ini bergantung pada pengukuran e.m.f elektroda referensi dan elektroda indikator pada saat titrasi. (vogel, 368) Daftar pustaka Modul praktikum AFA, 10,13,28 Modern Analytical Chemistry,273,354 pharmaceutical analysis, 49,51 Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis 5th edition tahun 1989, hal. 258, 274-275, 311312, 342-347, 361, 367-368, 380 Modul AFA, slamet ibrahim.153,188 - J.Bassett,”Vogel,Kimia Analisis Kualtitatif Anorganik”, hlm 299. - Roth, “Analisis Farmasi”,hal 257-268 - Beckett, A.F. and Stenlake, J.E., 1970, Practical Pharmaceutical Chemistry, 2nd Ed., Athlone Press, London, 104, 107, 110, 16-117, 131-135, 137-139, 143-145, 148, 191, 286-288, 304-305. - Day, R.A. and Underwood, A.L., 1992, Analisis Kimia Kuantitatif, ed.6, Penerbit Erlangga, Jakarta, 143. - Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia IV, Jakarta, 1206-1208. - Modul kuliah AFO, 3, 6-7. (ga nemu) - Panduan Praktikum Kimia Analisis Farmasi, Modul AFA: 17.(ga nemu) - Panduan Praktikum Kimia Analisis Farmasi, Modul AFO: 3-5, 10-12. (ga nemu) - Panduan Praktikum Kimia Fisika Farmasi, 1996, 56 (Ga nemu) - Modul Kimia Farmasi Analisis (Panduan Praktikum Kimia Farmasi Analisis), 2014.  dari panduan2 diatas, ada beberapa yang ada di modul yg ini. Jd dah diganti jadi Modul KFA. - Phytopharmaceutical Technology, 1989, 96,100–101 - Roth, H.J. dan Blaschke, G, 1996, Analisis Farmasi, Terjemahan Sarjono Kisman dan Slamet Ibrahim, Cet. IV, Gajah Mada University Press, 145, 176-177, 202, 251, 255. Catatan : 1. Hanya berhasil menemukan pustaka “Analisis Farmasi oleh Watson, FI IV Tahun 1995, FI V Tahun 2014, dan Kimia Farmasi Analisis” selebihnya tidak berhasil ditemukan baik secara fisik maupun dari google books. 2. Dari pustaka yang ditemukan, dilakukan perbandingan isi pada teori dengan pustaka, secara garis besar teori sama dengan pustaka, tidak ada perbedaan signifikan. 3. Dari pustaka lain secara garis besar sama