Tk.2 Epilepsi - (KMB I) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya



ketidakseimbangan



polarisasi



listrik



di



otak.



Ketidakseimbangan



polarisasilistrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehinggamenimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atauseluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengandisabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandang (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya. Penyandang epilepsi pada masa anak dan remaja dihadapkan pada masalah keterbatasan interaksi sosial dan kesulitan dalam mengikuti pendidikan formal. Mereka memiliki risiko lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan dan kematian yang berhubungan dengan epilepsi. Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.



B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penulisan D. Sistematika Penulisan Makalah Keperawatan Medikal Bedah ini membahas tentang Epilepsi, yang terbagi dari 3 Bab, Bab I yaitu Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sistematika penulisan makalah, Bab II Tinjau Teori yang akan memaparkan secara mendalam tentang epilepsi baik itu definisi, etiologi, patofisiologi dan lainnya, dan Bab III adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari makalah ini dan yang terakhir adalah daftar pustaka.



1



BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gangguan atau terhentinya fungsi otak secara periodik yang disebabkan oleh terjadinya pelepasan muatan listrik secara berlebihan dan tidak teratur oleh sel-sel otak dengan tiba-tiba, sehingga penerimaan dan pengiriman impuls antara bagian otak dan dari otak ke bagian lain tubuh terganggu(Mutiawati, 2008). “Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem saraf pusat yang disebabkan karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang-ulang, dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau tanpa kejang-kejang”(Ramali, 2005 :114). Menurut Harsono (2007:4) “Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala”. Epilepsi merupakan gangguan kejang kronis dengan serangan yang berulang dan tanpa di provokasi (Wong, 2009). Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa epilepsi adalah suatu manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan abnormal dari sel-sel saraf otak yang bersifat spontan dan berkala ditandai dengan kejang kronik dengan serangan yang berulang.



2



B. Anatomi dan Fisiologi 1. Anatomi



Gb.2.1 Otak Menurut Setiadi (2007), otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Bagian dari saraf pusat yang terletak dirongga tengkorak (cranium) dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Cranium berkembang dari sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan 3 gerak pembesaran otak awal. a. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus stiartum, thalamus, serta hipotalamus. b. Otak tengah, otak ini menjadi tegmentum, krus serebri, korpus kuadrigeminus. c. Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol yang tersusun dari lapisan fiber dan termasuk sel yang terlibat dalam pengontrolan pernafasan, dimana pons ini terdiri atas pons varoli, medulla oblongata



3



dan cerebellum. Otak dilindungi oleh kulit kepala, rambut, tulang tengkorak, dan columna vertebral serta meningen (selaput otak). Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri atas cerebrum (otak besar), brainsteam (batang otak), dan cerebellum (otak kecil). 1. Cerebrum (otak besar) Menurut Syaifuddin (2006), cerebrum atau otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh bagian depan atas rongga, masing-masing di sebut fosa kanialis anterior atas dan bawah. Kedua permukaan ini di lapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Sedangkan menurut Setiadi (2007), permukaan cerebrum berasal dari bagian yang menonjol (gyri) dan lekukan (sulci). Cerebrum pada otak besar ditemukan beberapa lobus, yaitu: a. Lobus frontalis, adalah bagian dari cerebrum yang terletak di depan sulkus sentralis. b. Lobus parientalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan di belakang oleh karako-oksipitalis. c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis. d. Lobus oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari cerebrum.



4



2. Batang Otak (Brainsteam) Menurut Pearce (2009), batang otak terdiri atas otak tengah, pons varoli, dan medulla oblongata. Otak tengah merupakan bagian atas batang otak akuduktus serebri yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintas melalui otak tengah ini. Menurut Syaifuddin (2006), batang otak terdiri atas: a. Dianzefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara cerebellum dengan meansefalon. Kumpulan dari sel-sel saraf yang terdaoat di bagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap ke samping. b. Meansefalon, meansefalon terdiri atas 4 bagian yang menonjol ke atas, 2 di sebelah atas disebut korpus kudrigeminus inferior serat saraf okulomontorius berjalan ke ventrikel bagian medial, serat nervus troklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain. c. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan meansefalon dengan pons varoli dengan cerebellum terletak di depan cerebellum diantara otak tengah dan medulla oblongata. Di sini terdapat premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks. d. Medulla Oblongata,merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis, bagian bawah medulla oblongata merupakan sambungan medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang melebar di



5



sebut



kanalis sentralis didaerah tengah bagian ventral medulla



oblongata. 3. Cerebellum Menurut Syaifuddin (2006), cerebellum atau otak kecil terletak pada bagian bawah dan bagian belakang tengkorak di pisahkan dengan cerebellum oleh fisura tranversalis oleh pons varoli dan di atas medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut eferen sensoris. Sedangkan menurut Setiadi (2007), cerebellum mempunyai 2 hemisfer yang dihubungkan oleh fermis, berat cerebellum lebih kurang 150 gram (85-90%) dari berat otak seluruhnya. Bentuknya oval,bagian yang mengecil pada sentral di sebut vermis dan bagian-bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer. Cerebellum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus serebriinferior. Permukaan cerebellum berlipat-lipat menyerupai cerebellum tetapi lipatannnya lebih kecil dan lebih teratur permukaan cerebellum ini mengandung zat kelabu. Menurut Setiadi (2007), setiap pergerakan memerlukan koordinasi dalam kegiatan sejumlah otot. Otot antagonis harus mengalami relaksasi secara teratur dan otot diperlukan oleh bermacam pergerakan. 2. Fisiologis Menurut Syaifuddin (2006), sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti kontraksi otot, peristiwa fiselar yang berubah dengan cepat menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris



6



kemudian menginterpretasikannnya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan. Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang sangat efektif dan selektif antara cairan ekstra seluler dan cairan intra seluler. Di dalam ruangan ektra seluler, di sekitar neuron terdapat cairan intraseluler terdapat kalium. Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri atas cerebrum, brainsteam,cerebellum. a. Menurut Syaifuddin (2006), fungsi cerebrum yaitu: 1) Mengingat pengalaman masa lalu. 2) Pusat persarafan yang menangani, aktivitas mental, akal intelegensi, keinginan dan memori. 3) Pusat menangis, buang arir besar dan buang air kecil b. Menurut Setiadi (2007), cerebrum pada otak besar di bagi atas 4 lobus yaitu: 1) Lobus



fontalis,



menstimulasi



pergerakan



otot,



yang



bertanggung jawab untuk proses berfikir. 2) Lobus parientalis, fungsinya merupakan area sensoris dari otak yang merupakan sensasi peraba, tekanan, dan sedikit menerima perubahan temperatur.



7



3) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima sensasi dari telinga. 4) Lobus oksipitalis yang mengisi bagian belakang dari cerebrum mengandung area visual yang menerima area sensasi dari mata. Area khusus otak besar (cerebrum) adalah: a. Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensori tubuh. b. Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skeletal. c. Broca’s area yang terlibat dalam kemampuan bicara. C. Etiologi Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Apabila faktor – faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada disebut sebagai epilepsi idiopatik. Sekitar 65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya (Harsono, 2008). Pada epilepsi idiopatik yang disebut juga epilepsi primer ini tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga terdapat gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel – sel saraf pada jaringan otak yang abnormal (Harsono, 2008). Sementara epilepsi yang faktor – faktor penyebabnya diketahui disebut dengan epilepsi simtomatik (Harsono, 2008). Pada epilepsi simtomatik yang disebut juga dengan epilepsi sekunder ini, gejala yang



8



timbul ialah sekunder atau akibat dari adanya kelainan pada jaringan otak. Penyebab yang spesifik dari epilepsi diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat – obat tertentu yang dapat merusak otak janin, mengalami infeksi, minum alkohol, atau mengalami cedera dan mendapat terapi radiasi. 2. Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti hipoksia, kerusakan karena tindakan (forsep), dan trauma lain pada otak bayi. 3. Cedera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak. 4. Tumor otak 5. Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak. 6. Radang atau infeksi, seperti meningitis atau radang otak. 7. Penyakit keturunan, seperti fenilketonuria, sklerosis tuberose, dan neurofibromatosis. 8. Kecenderungan timbulnya epilepsi yang diturunkan. Selain itu, terdapat juga epilepsi yang dianggap simptomatik, tetapi penyebabnya belum diketahui, yang disebut epilepsi kriptogenik. Yang termasuk epilepsi kriptogenik adalah sindrom West, sindrom LenoxGastaut dan epilepsi mioklonik (Perdossi, 2006).



9



D. Patofisiologi Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi), otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik dan dibawa neuro transmitter seperti GABBA (gamma aminobutric acid glutamat) melalui sel-sel saraf ke organ tubuh lainnya. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas mengganggu sistem ini sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi (Harsono,2007). Bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal di otak yang melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron. Sekelompok sel ini yang disebut fokus epileptik. Lepas muatan ini kemudian menyebar melalui jalur-jalur fisiologis anatomis dan melibatkan daerah sekitarnya. Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di alam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi (hambatan). Seperti kita ketahui bersama bahwa aktivitas neuron di atur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstra seluler dan di dalam intra seluler dan oleh gerakan masuk ion-ion menerobos membran neuron. Pada kejadian epilepsi ion-ion tersebut terkoordinasi baik sehingga dapat timbul loncatan muatan. Akibat loncatan neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron akan mengalami abnormal depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan



10



listrik yang abnormal ini kemudian mengajak neuron-neuron sekitarnya sehingga menimbulkan serangkaian gerakan yang melibatkan otot dan menimbulkan kejang. Spasme otot terjadi hampir pada semua bagian termasuk otot mulut sehingga penderita mengalami ancaman permukaan paa lidah. Kelainan sebagian besar dari neuron otak yang di akibat kan gangguan listrik juga mengakibatkan penurunan kesadaran tiba-tiba sehingga beresiko cidera karena benturan benda sekitar atau terkena benda yang berbahaya seperti api, listrik, atau benda lain (Riyadi, 2009).



11



E. Pathway Keperawatan



Idiopatik, herediter, trauma kelahiran, infeksi perinatal, meningitis, dll System saraf Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf



Epilepsi



Mylonik



Grandmal



Kontraksi tidak sadar yang mendadak



Gangguan respiratori



Hilang



Aktivitas kejang



Psikomotor



Spasme otot pernafasan



Gangguan



Gangguan



Gb.2.2 Pathway epilepsi pada anak (Riyadi, 2009; Harsono, 2007; Nanda, 2012) Penyakit kronik



Pengobatan , perawatan,



Defisiensi Pengetahuan



Hipoksia



Inefektifitas perfusi jaringan cerebral



ansietas



Jatuh



Risiko Cedera



Obstruksi trakheobronkia l Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



Perubahan status kesehatan



Keterla mbatan pertumb uhan dan perkemb



Ketidakmampuan keluarga mengambil tindakan yang tepat



12



F. Tanda dan Gejala 1. Serangan Epilepsi Parsial Serangan parsial disebabkan oleh lesi atau kelainan lokal pada otak; dengan demikian evaluasi diagnostik ditujukan untuk menemukan atau membuktikan adanya lesi lokal tersebut. Serangan parsial dibagi menjadi dua yaitu serangan dengan kesadaran yang tetap baik (parsial sederhana) dan serangan dengan gangguan kesadaran (parsial kompleks). Akan tetapi terdapat pula jenis parsial yang berkembang menjadi serangan parsial continue. Manifestasi klinis serangan parsial bervariasi sesuai dengan fungsi korteks yang berbeda-beda. Namun demikian, secara individual serangan parsial cenderung untuk bersifat stereopatik dan secara neuro-anatomik (Harsono, 2007). a. Serangan Parsial Sederhana Parsial sederhana dengan manifestasi klinis Serangan parsial jenis ini biasanya berhubungan dengan area otak tertentu yang terlibat; dengan demikian manifestasi klinisnya sangat bervariasi, termasuk manifestasi motorik, sensorik, otonomik, dan psikis. Adapun gejala-gejala yang sering dijumpai adalah: 1) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran 2) Bersifat stereopatik (sama) 3) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku) 4) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut, kelojotan)



13



5) Berkeringat dingin 6) Denyut jantung (nafas) cepat 7) Terjadi pada usia 11-13 tahun 8) Berlangsung Sekitar 31-60 detik b. Serangan Parsial Kompleks Parsial komplek sering juga disebut dengan lobus frontalis atau psikomotor. Pada serangan parsial kompleks terjadi gangguan atau penurunan kesadaran. Dalam hal ini penderita mengalami gangguan dalam berintekrasi dengan lingkungannya. Serangan parsial kompleks melibatkan bagian-bagian otak yang bertanggung jawab atas berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada umumnya melibatkan kedua belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik. Selama serangan parsial kompleks sering tampak adanya otomatisme sederhana dan kompleks (aktifitas motorik yang berulang-ulang: tanpa tujuan, tanpa arah, dan aneh). Sementara itu terdapat juga serangan parsial kompleks yang tidak disertai otomatisme (Harsono, 2007). 2. Serangan Epilepsi Umum Serangan ini menunjukkan terlibatnya kedua belah hemisferium secara sinkron sejak awal. Mula serangan berupa hilangnya kesadaran, kemudian diikuti gejala lainnya yang bervariasi. Jenis-jenis serangan epilepsi umum dibedakan oleh ada atau tidaknya aktifitas motorik yang khas (Harsono, 2007).



14



a. Grandmal Serangan grandmal disebut juga serangan tonik-klonik atau bangkitan mayor (serangan besar) atau generalized tonic-clonic seizures (GTCS). Bangkitan grandmal merupakan jenis epilepsi yang paling sering dijumpai. Serangan meliputi seluruh tubuh, dimulai dengan rigiditas otot-otot tubuh (tonik) kemudian diikuti oleh kontraksi otot-otot secara ritmik (klonik), dan kehilangan kesadaran (Harsono, 2007). b. Petit Mal Serangan petit mal disebut juga dengan lena dan absence. Pada jenis ini terdapat tiga jenis sindrom epilepsi yang berbeda yaitu childhood absence epilepsi, juvenile absence epilepsi, dan absence with eye myoclonia. Serangan petit mal dicirikan oleh 3 Hz spike and wave pada rekaman EEG (Harsono, 2007). c. Serangan Tonik-Klonik 1) Serangan tonik Serangan tonik dicirikan oleh pengkakuan atau sentakan bilateral dan sinkron secara mendadak pada tubuh, lengan atau tungkai. Adapun gejala-gejalanya adalah: a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran b) Terjadi sentakan sinkron c) Terjadi sentakan bilateral d) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)



15



e) Lidah tergigit f) Kulit sianotik (biru) g) Mulut keluar busa h) Leher tertekuk ke depan pasca serangan i) Terjadi pada waktu tidur j) Berlangsung Sekitar 0-30 detik k) Terjadi pada usia 6-12 bulan l) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku) 2) Serangan klonik klonus epileptik biasanya menyebabkan sentakan sinkron dan bilateral pada leher, bahu, lengan atas, tubuh dan tungkai atas. Gejala-gejala yang sering dijumpai sebagai berikut: a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran\ b) Kedutan (twitching) fokal pada wajah c) Neuro anatomik (datang dan menghilang secara mendadak) d) Tekanan vesika urinaria (ngompol) e) Tubuh bergetar pasca serangan f) Terjadi sentakan sinkron g) Terjadi sentakan bilateral h) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis) i) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut, kelojotan) j) Terjadi pada waktu tidur



16



k) Berlangsung Sekitar 7-8 menit l) Terjadi pada usia 4-6 tahun



G. Pengkajian a. Pengkajian a) Anamnesa Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dibawa ke rumah sakit adalah terjadinya kejang berulang dan penurunan tingkat kesadaran. b) Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan sekarang: faktor riwayat penyakit saat ini sangat penting diketahui karena untuk mengetahui pola dari kejang klien. Tanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, stimulus yang menyebabkan respons kejang, dan seberapa auh akibat kejang dengan respons fisik dan psikologis dari klien. Tanyakan faktor-faktor yang memungkinkan predisposisi dari serangan epilepsi, apakah sebelumnya klien pernah mengalami trauma kepala dan infeksi serta kemana saja klien sudah meminta pertolongan setelah mengalami keluhan. Penting juga ditanyakan tentang pemakaian obat sebelunya seperti pemakaian obat-obatan antikonvulsan, antipiretik dll., dan riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga. c) Riwayat penyakit dahulu Penyakit yang pernah diderita sebelumnya (apakah mengalami keadaan yang sama seperti sekarang seperti mengalami kejang berulang). d) Riwayat kesehatan keluarga Apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang, penyakit saraf, dan penyakit lainnya. e) Pengkajian Psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting 17



untuk



menulai



respons



emosi



klien



terhadap



kondisi



pascakejang. Setelah mengalami kejang klioen sering mengalami perubahan konsep diri yang maladaptif. Klien akan lebih banyak menarik diri, ketakutan akan serangan kejang berulang dan depresi akan prognosis dari kondisi yang akan datang. f) Pemeriksaan fisik Pada pengkaian fisik secara umum sering didapatkan pada awal pascakejang klien mengalami konfusi dan sulit untuk bangun. Pada kondisi yang lebih berat sering dijumpai adanya penuruna kesadaran. Pengkajian untuk



peristiwa



kejang



perlu



dikaji



tentang:



Bagaimana kejang sering terjadi pada klien, tipe pergerakan atau aktifitas, berapa lama kejang berlangsung, diskripsi aura yang menimbulkan peristiwa, status poskial, lamanya waktu klien untuk kembali kejang, adanya inkontinen selama kejang. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan 6B, yaitu: 1) B1 (Breathing) Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien epilepsi disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. 2) B2 (Blood) Pengkajian pad asitem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien epilepsi tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok. 3) B3 (Brain) Peningkatan B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkaian pada sistem lainnya. Tingkat kesadaran: Tingkat kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Fungsi serebral, Status mental: observasi penampilan dan tingkah laku klien, nilai gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik pada klien epilepsi tahap lanjut biasanya mengalami perubahan status mental seperti adanya gangguan perilaku, alam perasaan, dan persepsi.



18



Pemeriksaan saraf kranial : Nervus Olfaktorius: biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Nervus Optikus: tes ketajaman penglihatan kondisi normal. Nervus Okulomotorius, Trocklearis, Trigeminus: dengan alasan yang tidak diketahui klien epilepsi mengeluh mengalami fotofobia (sensitif yang berlebihan terhadap cahaya). Nervus Abdusen: pada klien epilepsi pada umumnya tidak didapatkan paralis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidk ada keluhan. Nervus Fasialis: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Nervus Vestibulokoklearis: tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Nervus Glosofaringeus dan vagus: kemampuan menelan baik. Nervus Aksesorius: tidak ada atrofi oto sternokleidomastoideus dan trapezius. Nervus Hipoglosus: lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal. 4) B4 (Bladder) Pemeriksaan pada sitem kemih biasanya didapatkan berkurangnya volume output urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung keginjal. 5) B5 (Bowel) Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien epilepsi menurun karena anoreksia dan adanya kejang. 6) B6 (Bone) Pada fase akut setelah kejang sering didapatkan adanya penurunan kekuatan oto dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktifitas perawatan diri.



b. Pemeriksaan Penunjang 1. Elektro ensefalografi (EEG) 19



Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila: c. Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak. d. Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta. e. Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG



20



gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron). 2. Rekaman video EEG Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. 3. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik



akan



tampak



lebih



rinci.



MRI



bermanfaat



untuk



membandingkan hipokampus kanan dan kiri (Harsono, 2007)



21



H. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan umum a. Non farmakologi 1) Amati faktor pemicu 2) Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya: stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll. b. Farmakologi Menggunakan obat-obat antiepilepsi yaitu : 1) Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: Inaktivasi kanal Na, menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik. Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat. 2) Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik: Agonis reseptor GABA, meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor GABA, contoh: benzodiazepin, barbiturat. Menghambat GABA transaminase, konsentrasi GABA meningkat, contoh: Vigabatrin. Menghambat GABA transporter, memperlama aksi GABA, contoh: Tiagabin. Meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari nonvesikularpool contoh: Gabapentin (Anonim, 2007).



22



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan berkala. Banyak faktor yang dapat mencederai sel – sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Apabila faktor – faktor tersebut tidak diketahui, maka epilepsi yang ada disebut sebagai epilepsi idiopatik. Pada epilepsi idiopatik yang disebut juga epilepsi primer ini tidak dapat ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga terdapat gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel – sel saraf pada jaringan otak yang abnormal. Sementara epilepsi yang faktor – faktor penyebabnya diketahui disebut dengan epilepsi simtomatik. Pada epilepsi simtomatik yang disebut juga dengan epilepsi sekunder ini, gejala yang timbul ialah sekunder atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak.



B. Saran Penulis menyarankan agar mahasiswa mencari referensi lain dan terbaru lagi untuk melengkapi informasi yang sudah di dapat dari makalah ini.



23



24