TM 11 - Makalah Anticipatory Guidance Dan Health Promotion Pada Infant-Remaja [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Keperawatan Anak I Makalah Anticipatory Guidance dan Health Promotion pada Infant-Remaja



Dosen: Iqlima Dwi Kurnia, S.Kep., Ns., M.Kep



Disusun oleh kelompok 4: 1. Adelia Dwi Lailyvira R



131611133005



2. Reffy Shania Novianti



131611133010



3. Listya Ernissa Mardha



131611133017



4. Ayu Saadatul Karimah



131611133020



5. Nurul Hidayati



131611133022



6. Rizki Jian Utami



131611133032



7. Nesya Ellyka



131611133038



8. Annisa Fiqih I.



131611133045



9. Mudrika Novita Sari



131611133050



Kelas: A1-2016



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2018



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu yang berjudul “Makalah Anticipatory Guidance dan Health Promotion pada Infant-Remaja”. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Surabaya, 22 April 2018



Penulis



ii



DAFTAR ISI



COVER ................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................2 1.3 Tujuan ............................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3 2.1 Konsep Dasar Anticipatory Guidance pada Infant-Remaja ..........................3 2.1.1 Pengertian Anticipatory Guidance .........................................................3 2.1.2 Pencegahan Anticipatory Guidance berdasarkan Tahapan Usia ...........4 2.2 Konsep Dasar Health Promotion pada Infant-Remaja ................................14 2.2.1 Pengertian Health Promotion...............................................................14 2.2.2 Tujuan dan Manfaat Health Promotion ...............................................14 2.2.3 Sasaran Health Promotion ...................................................................16 2.2.4 Prinsip Health Promotion ....................................................................19 2.2.5 Media Health Promotion .....................................................................21 2.2.6 Ruang Lingkup Health Promotion pada Infant-Remaja ......................23 BAB III PENUTUP ..............................................................................................50 3.1 Kesimpulan ..................................................................................................50 3.2 Saran ............................................................................................................50 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................51 Lampiran................................................................................................................54



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Anak Indonesia adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa Indonesi, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus. Mereka perlu dipersiapkan demi kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Mereka tidak hanya merupakan masa depan bangsa, tetapi juga masa kini dari bangsa Indonesia. Agar setiap anak Indonesia kelak mampu memikul tanggung jawab masa depan bangsa Indonesia, maka setiap anak tanpa terkecuali harus bisa terpenuhi segala yang menjadi haknya. Anak Indonesia berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, terlindungi dari segala perlakuan salah, serta berhak mengeluarkan pendapatnya dan didengarkan suaranya (Departemen Kesehatan RI,2004). Dewasa ini, pertumbuhan dan perkembangan anak semakin meningkat. Pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah gizi yang baik. Pesatnya perkembangan seorang anak dapat dilihat dengan aktifnya anak bergerak serta mudahnya anak bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Anak yang semakin aktif bergerak tentu akan memiliki risiko cedera lebih besar apabila dibandingkan dengan anak yang cenderung pasif. Anak yang aktif bergerak akan diiringi dengan rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga anak tersebut akan menyentuh semua alat atau barang yang ia pikir menarik untuk dipelajari, tanpa anak tersebut sadari bahwa barang tersebut berbahaya untuk disentuh. Kejadian yang tidak dalam pengawasan orang tua akan menimbulkan kecelakaan pada anak, untuk itu dibutuhkan anticipatory guidance dan health promotion bagi keluarga sebagai pedoman untuk menghindari kecelakaan pada anak. Kecelakaan yang terjadi seringkali mengakibatkan ketidaknyamanan bagi si anak bahkan dapat mengakibatkan anak masuk rumah sakit, mengalami kecacatan permanen bahkan kematian. Akibat kecelakaan tersebut anak-anak sering mengalami luka iris, memar, radang, luka bakar, patah tulang dan



1



gangguan lainnya. Menurut penelitian yang dilakukan WHO (2005) tentang kejadian kecelakaan pada anak didapatkan bahwa 34% kematian disebabkan oleh kendaraan bermotor, 5% oleh jatuh, 4% oleh kebakaran, 13% oleh tenggelam, dan 21% oleh cedera tidak disengaja. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan peninjauan pustaka tentang konsep dasar anticipatory guidanceyang dapat menjadi pedoman orang tua untuk menjaga kesehatan anak. Maka dari itu, dalam makalah ini akan diuraikan penjelasan terkait dengan konsep dasar mengenai anticipatory guidancebeserta health promotion pada masyarakat khususnya terhadap infantremaja.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan anticipatory guidance? 2. Bagaimana pencegahan anticipatory guidance berdasarkan tahapan usia? 3. Apa yang dimaksud dengan health promotion? 4. Apa saja tujuan dan manfaat health promotion? 5. Bagaimana sasaran health promotion? 6. Apa saja prinsip health promotion? 7. Apa saja media health promotion? 8. Bagaimana ruang lingkup health promotion pada infant-remaja?



1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengertian anticipatory guidance 2. Mengetahui pencegahan anticipatory guidance berdasarkan tahapan usia 3. Mengetahui pengertian health promotion 4. Mengetahui tujuan dan manfaat health promotion 5. Mengetahuisasaran health promotion 6. Mengetahui prinsip health promotion 7. Mengetahuimedia-media health promotion 8. Mengetahui ruang lingkup health promotion pada infant-remaja



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Konsep Dasar Anticipatory Guidance pada Infant-Remaja 2.1.1 Pengertian Anticipatory Guidance Telah dikemukakan bahwa perawat mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk membantu orang tua memahami tumbuh kembang anak dan melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan anak. Bimbingan antisipasi atau anticipatory guidance



adalah



bantuan



perawat



terhadap



orang



tua



dalam



mempertahankan dan meningkatkan kesehatan melalui upaya pertahanan nutrisi yang adekuat, pencegahan kecelakaan, dan supervisi kesehatan. Anak mempunyai karakteristik yang khas yang memerlukan kecermatan orang tua untuk mengenalinya sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan yang potensial dialami anak (Yupi, 2004). Secara harfiah, petunjuk antisipasi berasal dari bahasa inggris yaitu anticipatory guidance. Anticipatory berarti lebih dahulu, guidance berarti petunjuk. Jadi petunjuk antisipasi dapat diartikan sebagai petunjukpetunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal (Nursalam, 2005). Anticipatory guidance adalah upaya bimbingan kepada orang tua tentang tahapan perkembangan sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan usia anak. Kecelakaan merupakan kejadian yang dapat menyebabkan kematian pada anak. Kepribadian adalah faktor pendukung terjadinya kecelakaan. Orang tua bertanggungjawab terhadap kebutuhan anak, menyadari karakteristik perilaku yang menimbulkan kecelakaan waspada terhadap faktor-faktor lingkungan yang mengancam keamanan anak (Yupi, 2004). Anticipatory guidance



juga merupakan suatu upaya yang



dilakukan oleh perawat dalam membimbing orang tua tentang tahapan



3



perkembangan anak sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan tahapan usia anak. Dengan demikian, dalam upaya memberikan bimbingan dan arahan pada masalah-masalah yang kemungkinan timbul pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan anak, ada petunjuk-petunjuk yang perlu dipahami oleh orang tua. Dengan demikian, orang tua dapat membantu untuk mengatasi masalah anak pada setiap fase pertumbuhan dan perkembangan dengan cara yang benar dan wajar (Nursalam dkk, 2008).



2.1.2 Pencegahan Anticipatory Guidance berdasarkan Tahapan Usia Kecelakaan merupakan peristiwa yang sering dialami oleh anak yang dapat melukai bahkan menyebabkan kematian. Bagaimanapun orang tua merupakan pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kebutuhan dan keselamatan anak, sehingga mereka harus memahami karakteristik dan perilaku anak serta menyadari potensi bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan (Yuliastati, 2016). Anak laki-laki biasanya lebih banyak mengalami kecelakaan terutama saat bermain dibandingkan anak perempuan karena mereka lebih aktif dan banyak menggunakan keterampilan motorik kasarnya seperti berlari, melompat, memanjat, bermain sepeda dan sebagainya. Sedangkan anak perempuan cenderung lebih banyak menggunakan keterampilan motorik halus seperti bermain boneka, masak-masakan, bermain peran dan sebagainya (Yu;iastati, 2016). Kejadian kecelakaan pada anak sebenarnya dapat dicegah dan diminimalisir dengan melakukan berbagai upaya di antaranya adalah memodifikasi lingkungan agar aman bagi anak. Di bawah ini adalah upaya-upaya pencegahan kecelakaan yang dapat dilakukan sesuai dengan tahap usia anak (Nursalam dkk, 2008): Di bawah ini adalah upaya-upaya pencegahan kecelakaan yang dapat dilakukan sesuai dengan tahap usia anak (Wong, 2004) diantaranya: a. Masa Bayi



4



Jenis kecelakaan yang biasa terjadi di antaranya adalah aspirasi benda asing (terutama benda-benda kecil seperti kancing, kacangkacangan, biji buah, bedak dan sebagainya) jatuh, luka bakar (tersiram air panas atau minyak panas), keracunan dan kekurangan oksigen. Pencegahan yang sebaiknya dilakukan: 1. Menghindari aspirasi: Simpan pada tempat yang aman dan tidak terjangkau atau buang benda-benda yang berpotensi menyebabkan aspirasi seperti bedak, kancing, permen, biji-bijian dan sebagainya. Gendong bayi saat memberi makan dan menyusui. 2. Kekurangan oksigen: jauhkan dan jangan biarkan anak bermain plastik, sarung bantal atau benda-benda yang berpotensi membuat anak kekurangan oksigen. Jangan pernah meninggalkan bayi sendirian di kamar bayi atau kamar mandi. 3. Jatuh: beri pengaman tempat tidur saat bayi/anak sedang tidur, usahakan anak duduk di kursi khusus atau tidak memakai kursi tinggi, usahakan ujung benda seperti meja dan kursi tidak tajam. Jangan pernah meninggalkan bayi pada tempat yang tinggi dan bila ragu tempatkan bayi di lantai dengan pengalas. 4. Luka bakar: cek air mandi sebelum dipakai, simpan air panas di tempat yang aman dan tidak terjangkau oleh anak. Jangan merokok di dalam rumah atau dekat dengan bayi. Tempatkan peralatan listrik jauh dari jangkauan bayi dan gunakan pengaman. 5. Keracunan: simpan bahan toxic dilemari/tempat yang aman. Buang bahan-bahan yang mengandung zat kimia tidak terpakai seperti baterai ke tempat yang jauh dari jangkauan bayi. Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya: a) Usia 6 bulan pertama  Ajarkan perawatan bayi dan bantu orang tua untuk memahami kebutuhan dan respons bayi  Bantu orang tua untuk memenuhi kebutuhan stimulasi bayi



5



 Tekankan kebutuhan imunisasi  Persiapkan untuk pengenalan makanan padat b) Usia 6 bulan kedua  Siapkan orang tua akan respons stranger anxiety (takut pada orang asing) dari anak  Bimbing orang tua mengenai disiplin karena peningkatan mobilitas bayi  Ajarkan pencegahan cedera karena peningkatan keterampilan motorik anak dan rasa keingintahuannya b. Usia toddler (1-3 tahun) Jenis kecelakaan yang sering terjadi: 1. Jatuh/luka akibat mengendarai sepeda 2. Tenggelam 3. Keracunan atau terbakar 4. Tertabrak karena lari mengejar bola/balon 5. Aspirasi dan asfiksia Pencegahan yang bisa dilakukan: 1. Awasi anak jika bermain dekat sumber air 2. Ajarkan anak berenang 3. Simpan korek api, hati-hati terhadap kompor masak dan setrika 4. Tempatkan bahan kimia/toxic di lemari 5. Jangan biarkan anak main tanpa pengawasan 6. Cek air mandi sebelum dipakai 7. Tempatkan barang-barang berbahaya ditempat yang aman 8. Jangan biarkan kabel listrik menggantung/menjuntai ke lantai 9. Awasi anak pada saat memanjat, lari, lompat. Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya: a) Usia 12-18 bulan (1 – 1,5 tahun)  Menyiapkan orang tua untuk mengantisipasi adanya perubahan tingkah laku dari toddler khususnya negativism



6



 Dorong orang tua untuk melakukan penyapihan secara bertahap dan peningkatan pemberian makanan padat  Adanya jadwal waktu makan yang rutin  Pencegahan bahaya kecelakaan yang potensial terjadi terutama di rumah, kendaraan bermotor, keracunan, jatuh  Perlunya ketentuan-ketentuan/peraturan/aturan disiplin dengan lembut dan cara-cara untuk mengatasi negatifistik dan temper tantrum yang sering terjadi pada toddler  Perlunya mainan baru untuk mengembangkan motorik, bahasa, pengetahuan dan keterampilan sosial b) Usia 18-24 bulan (1,5 – 2 tahun)  Menekankan pentingnya persahabatan sebaya dalam bermain;  Menekankan pentingnya persiapan anak untuk kehadiran bayi baru dan kemungkinan terjadinya persaingan dengan saudara kandung (sibling rivalry). Persaingan dengan saudara kandung adalah perasaan cemburu dan benci yang biasanya dialami oleh anak karena kehadiran/kelahiran saudara kandungnya. Hal ini terjadi bukan karena rasa benci tetapi lebih karena perubahan situasi. Libatkan anak dalam perawatan adik barunya seperti mengambilkan baju, popok, susu dan sebagainya.  Mendiskusikan kesiapan fisik dan psikologis anak untuk toilet training. Toilet training adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar. Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian. Fase ini biasanya terjadi pada anak usia 18 – 24 bulan. Dalam melakukan toilet training ini, anak membutuhkan



persiapan



fisik,



psikologis



maupun



intelektualnya. Dari persiapan tersebut anak dapat mengontrol buang air besar dan buang air kecil secara mandiri (Hidayat, 2005, dalam Yuliastati, 2016).



7



 Perawat bertanggung jawab dalam membantu orang tua mengidentifikasi kesiapan anak untuk toilet training. Latihan miksi biasanya dicapai sebelum defekasi karena merupakan aktifitas regular yang data diduga. Sedangkan defekasi merupakan sensasi yang lebih besar daripada miksi yang dapat menimbulkan perhatian dari anak  Mendiskusikan berkembangnya rasa takut seperti pada kegelapan atau suara keras  Menyiapkan orang tua akan adanya tanda-tanda regresi pada waktu anak mengalami stress (misalnya anak yang tadinya sudah tidak mengompol tiba-tiba menjadi sering mengompol). c) Usia 24-36 bulan (2 – 3 tahun)  Mendiskusikan kebutuhan anak untuk dilibatkan dalam kegiatan dengan cara meniru;  Mendiskusikan pendekatan yang dilakukan dalam toilet training dan sikap menghadapi keadaan-keadaan seperti mengompol atau buang air besar (BAB) dicelana;  Menekankan keunikan dari proses berfikir toddler misalnya: melalui bahasa yang digunakan, ketidakmampuan melihat kejadian dari perspektif yang lain;  Menekankan disiplin harus tetap berstruktur dengan benar dan nyata, ajukan alasan yang rasional, hindari kebingungan dan salah pengertian. c. Prasekolah (3-6 Tahun) Kecelakaan



pada



anak



usia



prasekolah



sering



kali



mengakibatkan kondisi yang fatal pada anak, yaitu kematian. Kondisi yang dimaksud, diantaranya tertabrak motor atau mobil, luka bakar, keracunan, jatuh, dan tenggelam. Kondisi tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi apabila orang tua memahami tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, khususnya usia prasekolah. Pemahaman tentang tingkat perkembangan anak tentunya perlu diikuti dengan pemahaman tentang pentingya antisipasi terhadap bahaya yang dapat muncul karena



8



aktivitas gerak yang khas dari anak usia prasekolah, yaitu tidak bisa diam dan bergerak terus (Yupi, 2004). Oleh karena itu, orang tua harus diberi pengertian tentang bahaya yang dapat terjadi pada anak. Tidak hanya orang tua, anakpun perlu diberikan pemahaman tentang cara melindungi diri dari kecelakaan, dan hubungan sebab akibat dari perbuatan berisiko untuk terjadi kecelakaan. Tentu saja cara penyampaian informasi harus menggunakan bahasa yang sederhana dan dapat dimengerti anak. Kecenderungan terjadi



kecelakaan pada anak usia



prasekolah



dilatarbelakangi oleh kondisi tersebut (Yupi, 2004): a. Anak usia prasekolah sedang mengembangkan keterampilan motorik kasarnya yang membuat mereka bergerak terus, berlari, berjinjit, naik turun tangga, pagar, atau mainan, serta sepedanya. b. Anak usia prasekolah mengalami peningkatan kemampuan motorik halus ketika mereka semakin terampil menggenggam sesuatu, membuka dan menutup botol, membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela, dan pintu, serta genggaman dan melempar benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba terus kemampuan benda-benda kecil. Dengan demikian, mereka mencoba terus kemampuan motorik halusnya dengan benda-benda yang ada di sekelilingnya, sementara mereka belum mengetahui bahaya yang mengancam akibat mengeksplorasi benda disekelilingnya. c. Anak prasekolah mempunyai rasa ingin tahu yang besar dibanding dengan anak pada usia lainnya dan senang mencoba melakukan sesuatu yang belum dikenalnya, padahal ia belum dapat membaca sehingga belum tahu hal-hal yang membahayakannya. Ia tertarik untuk selalu mencoba. d. Anak laki-laki cenderung lebih berpotensi mengalami kecelakaan daripada anak perempuan karena lebih ektif bergerak. e. Anak yang tidak dijaga sewaktu bermain saat orang tuanya sedang bekerja, sibuk dengan kegiatan lain, terlalu letih, atau merasa ada orang lain yang telah menjaganya, menyebabkan anak berisiko untuk



9



mengalami kecelakaan. f. Risiko kecelakaan akan lebih besar terjadi saat anak lapar dan lelah karena pada saat itu keampuan tenaga menurun dan mungkin anak merasa lemah atau lesu. g. Anak merasa asing dengan lingkungan atau orang yang menjaganya karena tidak mengenalnya dengan baik. h. Anak belum tahu dan belum berpengalaman dalam upaya melindungi diri dari bahaya kecelakaan. Penyebab dan tipe cidera sangat bergantung pada tahapan tumbuh kembang anak. Seperti disebutkan di atas, anak yang lebih kecil belum tahu dan kurang berpengalaman dalam melindungi dirinya darinya dari kecelakaan. Misalnya, bayi yang tidur ditinggal sendirian di tempat tidur orang dewasa, anak yang belum dapat membaca dan tidak mengetahui bahaya obat atau zat berbahaya yang ditemuinya dalam kemasan botol atau bentuk lainnya (Yupi, 2004). Untuk itu, upaya yang dapat dialakukan oleh orang tua di rumah adalah sebagai berikut: a. Anak Usia 3 Tahun (Yupi, 2004) 1) Benda tajam untuk memasak atau berkebun dapat disimpan di dalam laci yang dapat dikunci sehingga tidak dapat dibuka anak. 2) Benda-benda kecil, seperti manik-manik, perhiasan, jarum, mainan kecil, alat tulis seperti penghapus, harus disimpan dalam laci yang tertutup rapat dan terkunci. 3) Zat yang berbahaya, seperti obat-obatan, cairan pembersih lantai, pestisida, lem, dan lainnya agar disimpan dalam lemari terkunci. Khusus untuk obat-obatan, dapat dibuat lemari khusus yang ditempel di dinding yang tidak dapat dijangkau anak. 4) Amankan kompor dan berikan penutup yang aman. Bila ada, gunakan jenis kompor yang cukup tinggu dengan penutup. Akan tetapi, apabila menggunakan kompor minyak tanah dan desain dapur cukup tinggi, berikan pengaman pada sekeliling kompor dengan



bahan



yang



terbuat



dari



kayu



atau



ditembok



10



sekelilingnya dengan ketinggian yang cukup bagi orang dewasa. 5) Jaga lantai rumah selalu bersih dan kering. Jaga anak apabila lantai baru atau sedang dipel dan segera dilap jika ada air atau cairan lain tumpah. 6) Apabila ada tangga, pasang pintu di bagian bawah atau atas tangga dan jaga anak apabila akan naik atau turun tangga. Larangan anak untuk naik tangga tidak dianjurkan karena anak harus belajar menaikinya, yang terpenting ada yang menjaga dibelakang anak. 7) Sekring listrik harus tertutup dan atur kabel supaya tidak terlalu panjang sehingga tidak terjutai ke bawah dan dapat dijangkau anak. 8) Apabila ada parit di samping atau depan rumah, tutup dengan papan atau disemen. 9) Bagi yang letak rumahnya dipinggir jalan raya, sebaiknya memiliki pintu pagar yang harus selalu dikunci rapat. 10) Apabila rumah menggunakan sumber air dengan sumur gali, buat selongsongnya, kemudia tutup dengan papan/kayu atau besi yang tidak dapat dibuka anak. 11) Bayi yang ditidurkan di tempat tidurnya jangan ditinggal tanpa dipasang pengaman pada pinggir tempat tidur. Apabila ditidurkan di tempat tidur orang dewasa, bayi harus dalam pengawasan. 12) Menganjurkan orang tua untuk meningkatkan minat anak dalam hubungan yang luas 13) Menekankan pentingnya batas-batas/peraturan-peraturan. 14) Mengantisipasi perubahan perilaku yang agresif (menurunkan ketegangan/ tension). 15) Menganjurkan orang tua untuk menawarkan kepada anaknya alternative-alternatif pilihan pada saat anak bimbang. 16) Perlunya perhatian ekstra. b. Usia 4 tahun (Nursalam dkk, 2008)



11



1) Perilaku lebih agresif termasuk aktivitas motorik dan bahasa 2) Menyiapkan meningkatnya rasa ingin tahu tentang seksual. 3) Menekankan pentingnya batas-batas yang realistis dari tingkah lakunya. 4) Mendiskusikan tentang kedisiplinan 5) Menyiapkan orang tua untuk meningkatkan imajinasi di usia 4 tahun, di mana anak mengikuti kata hatinya, dan kemahiran anak dalam permainan yang membutuhkan imajinasi. c. Usia 5 tahun (Nursalam dkk, 2008) 1) Menyiapkan anak memasuki lingkungan sekolah. 2) Meyakinkan bahwa usia tersebut merupakan periode tenang pada anak 3) Mengingatkan imunisasi yang lengkap sebelum masuk sekolah. d. Usia Sekolah 1) Anak biasanya sudah berpikir sebelum bertindak. 2) Aktif dalam kegiatan: mengendarai sepeda, mendaki gunung, berenang. 3) Berikan pendidikan tentang Aturan lalu-lintas pada anak. 4) Apabila anak suka berenang, ajakan aturan yang aman dalam berenang. 5) Awasi anak saat menggunakan alat berbahaya seperti gergaji, alat listrik. 6) Ajarkan



anak



untuk



tidak



menggunakan



alat



yang



bisa



meledak/terbakar. Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya: a) Usia 6 tahun  Bantu orang tua untuk memahami kebutuhan sosialisasi dengan cara mendorong anak berinteraksi dengan temannya.  Ajarkan pencegahan kecelakaan dan keamanan terutama naik sepeda.



12



 Siapkan orang tua akan peningkatan ketertarikan anak keluar rumah.  Dorong orang tua untuk menghargai kebutuhan anak akan privacy dan menyiapkan kamar tidur yang berbeda. b) Usia 7-10 tahun  Menekankan untuk mendorong kebutuhan akan kemandirian.  Tertarik untuk beraktivitas di luar rumah.  Siapkan orang tua untuk menghadapi anak terutama anak perempuan memasuki prapubertas. c) Usia 11-12 tahun  Bantu orang tua untuk menyiapkan anak tentang perubahan tubuh saat pubertas.  Anak wanita mengalami pertumbuhan cepat.  Pendidikan seks (sex education) yang adekuat dan informasi yang akurat. e. Remaja (Yupi, 2004) Penggunaan kendaraan bermotor bila jatuh dapat: fraktur, luka pada kepala. Kecelakaan karena olah raga. a. Perlu petunjuk dalam penggunaan kendaraan bermotor sebelumnya ada negosiasi antara orang tua dengan remaja. b. Menggunakan alat pengaman yang sesuai. c. Melakukan latihan fisik yang sesuai sebelum melakukan olah raga. Bimbingan antisipasi bagi orang tua akan berbeda untuk setiap tahap usia anak karena disesuaikan dengan karakteristiknya (Wong, 2004) diantaranya: 1) Terima remaja sebagai manusia biasa 2) Hargai ide-idenya, kesukaan dan ketidaksukaan serta harapannya. 3) Biarkan remaja mempelajari dan melakukan hal-hal yang disukainya walaupun metodenya berbeda dengan orang dewasa 4) Berikn batasan yang jelas dan masuk akal 5) Hargai privacy remaja 6) Berikan kasih sayang tanpa menuntut



13



7) Gunakan pertemuan keluarga untuk merundingkan masalah dan menentukan aturan-aturan 8) Orangtua juga harus menyadari bahwa: mereka ingin mandiri, sensitif terhadap perasaan dan perilaku yang mempengaruhinya, teman-temannya



merupakan



hal



yang



sangat



penting



dan



memandang segala sesuatu sebagai hitam atau putih, baik atau buruk.



2.2 Konsep Dasar Health Promotion pada Infant 2.2.1 Pengertian Health Promotion Green dan Kreuter (2005) menyatakan bahwa “Promosi kesehatan adalah kombinasi upaya-upaya pendidikan, kebijakan (politik), peraturan, dan organisasi untuk mendukung kegiatan-kegiatan dan kondisi-kondisi hidup



yang menguntungkan



kesehatan individu,



kelompok, atau



komunitas”. Definisi/pengertian yang dikemukakan Green ini dapat dilihat sebagai operasionalisasi dari definisi WHO (hasil Ottawa Charter) yang lebih bersifat konseptual. Di dalam rumusan pengertian diatas terlihat dengan jelas aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan dalam kerangka “promosi kesehatan”. Sedangkan



Kementerian/Departemen



Kesehatan



Republik



Indonesia merumuskan pengertian promosi kesehatan sebagai berikut: “Upaya



untuk



meningkatkan



kemampuan



masyarakat



dalam



mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.” Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1114/Menkes/SK/VIII/2005.



2.2.2 Tujuan dan Manfaat Health promotion



14



Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya setempat. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik, mental maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (Kemenkes, 2011). Berdasarkan beberapa pandangan pengertian tersebut diatas, maka tujuan dari penerapan promosi kesehatan pada dasarnya merupakan visi promosi kesehatan itu sendiri, yaitu menciptakan/membuat masyarakat yang: 1. Mau (willingness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya. 2. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya. 3. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah penyakit, 4. Melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan. 5. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan kesehatannya. Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat kesehatan baik individu, kelompok atau masyarakat itu bersifat dinamis tidak statis. Tujuan Promosi Kesehatan menurut WHO: 1. Tujuan Umum: Mengubah perilaku individu/masyarakat di bidang Kesehatan 2. Tujuan Khusus: a) Menjadikan



kesehatan



sebagai



sesuatu



yang



bernilai



bagi



masyarakat. b) Menolong individu agar mampu secara mandiri/berkelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat. c) Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang ada. Tujuan operasional:



15



1. Agar orang memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan-perubahan sistem dalam pelayanan kesehatan serta cara memanfaatkannya secara efisien & efektif. 2. Agar klien/masyarakat memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan (dirinya), keselamatan lingkungan dan masyarakatnya. 3. Agar orang melakukan langkah2 positip dlm mencegah terjadinya sakit, mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah dan mencegah keadaan ketergantungan melalui rehabilitasi cacat karena penyakit. 4. Agar orang mempelajari apa yang dapat dia lakukan sendiri dan bagaimana caranya, tanpa selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang normal. Sedangkan menurut Green, tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan tujuan, yaitu: 1. Tujuan Program Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. 2. Tujuan Pendidikan Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada. 3. Tujuan Perilaku Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan dan sikap. 4. Tujuan Intervensi Perilaku dalam promosi kesehatan: a) Mengurangi perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya: mengurangi kebiasaan merokok b) Mencegah meningkatnya perilaku negatif bagi kesehatan. Misalnya: mencegah meningkatnya perilaku ‘seks bebas' c) Meningkatkan perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya: mendorong kebiasaan olah raga d) Mencegah menurunnya perilaku positif bagi kesehatan. Misalnya: mencegah menurunnya perilaku makan kaya serat.



2.2.3 Sasaran Health Promotion



16



Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal memiliki 3 jenis sasaran yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier. 1. Sasaran primer Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga



(rumah



tangga)



sebagai



komponen



dari



masyarakat.



Masyarakat diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem nilai dan norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun formal dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompokkelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009). 2. Sasaran Sekunder Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).



17



3. Sasaran Tersier Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: a) Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat. b) Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009). Sedangkan Menurut Notoatmodjo (2005), perlu dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari pemberdayaan, bina suasana, advokasi dan kemitraan. a) Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan



perilaku



yang



diperkenalkan



(aspek



practice)



(Notoatmodjo, 2005).



18



b) Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-panutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya (Notoatmodjo, 2005). c) Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun non materi (Notoatmodjo, 2005).



2.2.4 Prinsip Health Promotion Sebagai seorang calon perawat profesional yang akan menjalani tugas-tugas kesehatan termasuk didalamnya adalah promosi kesehatan, maka anda akan berhasil mengatasi keadaan jika menguasai sub bidang keilmuan yang terkait berikut ini, diantaranya: 1.



Komunikasi



2.



Dinamika Kelompok



3.



Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM)



4.



Pengambangan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)



5.



Pemasaran Sosial (Social Marketing)



6.



Pengembangan Organisasi



7.



Pendidikan dan Pelatihan



8.



Pengembangan Media (Teknologi Pendkes)



9.



Perencanaan dan evaluasi.



10. Antropologi Kesehatan 11. Sosiologi Kesehatan 12. Psikologi Kesehatan, dll. Selain itu, ada beberapa prinsip promosi kesehatan yang harus diperhatikan oleh kita sebagai calon/perawat profesional, seperti Prinsipprinsip



Promosi



Kesehatan



dalam



Keperawatan.



Interaksi



Perawat/petugas kesehatan dan Klien merupakan hubungan khusus yang ditandai dengan adanya saling berbagi pengalaman, serta memberi sokongan



dan



negosiasi



saat



memberikan



pelayanan



kesehatan.



19



Pembelajaran yang efektif terjadi ketika klien dan perawat/petugas kesehatan samasama berpartisipasi dalam Proses Belajar Mengajar yang terjadi.Agar hubungan pembelajaran memiliki kualitas positif, baik secara individual, kelompok maupun masyarakat, hendaknya diperhatikan hal-hal sebagai berikut:



1. Berfokus pada Klien Klien mempunyai nilai, keyakinan, kemampuan kognitif dan gaya belajar yang unik, yang dapat berpengaruh terhadap pembelajaran. Klien dianjurkan untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya kepada perawat, sehingga perawat lebih mengerti tentang keunikan klien dan dalam memberikan pelayanan dapat memenuhi kebutuhan klien secara individual. 2. Bersifat menyeluruh dan utuh (holistik) Dalam memberikan promosi kesehatan harus dipertimbangkan klien secara keseluruhan, tidak hanya berfokus pada muatan spesifik. 3. Negosiasi Perawat/Petugas kesehatan dan klien bersama-sama menentukan apa yang telah diketahui dan apa yang penting untuk diketahui. Jika sudah ditentukan, buat perencanaan yang dikembangkan berdasarkan masukan tersebut. Jangan memutuskan sebelah pihak. 4. Interaktif Kegiatan dalam promosi kesehatan adalah suatu proses dinamis dan interaktif yang melibatkan partisipasi perawat/ petugas kesehatan dan klien. Keduanya saling belajar. Untuk itu, maka perlu diperhatikan dan dipelajari pula Prinsip-prinsip dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), yang mencakup: - Faktor-faktor pendukung (misalnya : Motivasi , Kesiapan , Pelibatan



Aktif /Active Involvement, Umpan Balik / feedback, memulai dari hal yang sederhana sampai kompleks, adanya pengulangan materi / repetition, waktu/ timing dan lingkungan / environment)



20



- Penghambat belajar (seperti emosi, kejadian/keadaan fisik dan



psikologis yang sedang terganggu atau budaya) - Fase-fase dalam PBM (mulai dari persiapan, pembuka, pelaksanaan



dan penutup Topik), serta - Karakteristik perilaku belajar



2.2.5 Media Health Promotion Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesaninformasi yang ingin disampaikan oleh komunikator sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan.Media memiliki multi makna, dilihat secara terbatas maupun secara



luas.



Dalam



dunia



pendidikan,



penggunaan



media/bahan/saranabelajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman yang membutuhkan media belajar seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat oleh pengajar dan “audio-visual” (Edgar Dale, dalam Susilowati 2016). AECT



(Association



for



Education



and



Communicatian



Technology) menyatakan media sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi (Harsoyo.2002, dalam Susilowati 2016) NEA (National Education Association) memaknai media sebagai segala benda yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca, atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Media dalam health promotion



dilihat dari keeffektifannya



dimulai dari yang paling terrendah adalah membaca yaitu meembaca (10%) dilanjutkan dengan mendengarkan (20%), melihat gambar, video dan demonstrasi (30%), lalu terlibat dalam diskusi (50%), lewat presentasi (70%) dan yang paling besar ada pada bermain peran, melakukan simulasi, melakukan hal nyata yaitu sebanyak 90%. Tingkat keterlibatan dimulai dari yang paling rendah sampai paling besar yaitu Verbal, visual, terlibat dan berbuat. Adanya perbedaan kemampuan daya ingat seseorang yaitu:



21



Sesudah 3 jam



Sesudah 3 hari



Verbal



70%



10%



Visual



72 %



20 %



Verbal+Visual



85%



65%



1. Peran media Health Promotion Media



sangat



penting



peranannya



dalam



pelaksanaan



penyuluhan kesehatan,karena: a) Media dapat mempermudah penyampaian informasi. b) Media dapat menghindari kesalahan persepsi. c) Media dapat memperjelas informasi. d) Media dapat mempermudah pengertian e) Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik. f) Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan mata. g) Media dapat memperlancar komunikasi. 2. Jenis media Health Promotion Berdasarkan



peran-fungsinya



sebagai



penyaluran



pesan/informasi kesehatan, mediapromosi kesehatan dibagi menjadi 3 yakni: a) Media cetak Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran sejumlahkata, gambar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini adalahbooklet, leaflet, flyer (selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan padasurat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan. Media cetak ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara. b) Media elektronik Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio,



22



video film, cassette, CD, VCD, internet (computer dan modem), SMS (telepon seluler).kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya. c) Media luar ruang Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar lebar, umbul-umbul, yang berisi pesan, slogan atau logo. Kelebihan dari media ini adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu



berkembang



dan



berubah,



memerlukan



keterampilan



penyimpanan dan keterampilanuntuk mengoperasikannya.



2.2.6 Ruang Lingkup Health Promotion pada infant-remaja 1. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Bayi Perawat sebagai salah satu profesi kesehatan memiliki tanggung jawab



untuk



mempromosikan



kesehatan



keluarga



dan



anak,



menyediakan layanan pada klien yang meliputi dukungan, pendidikan kesehatan dan pelayanan keperawatan yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu dalam merawat bayinya (Mercer, 2006). Beberapa promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada ibu dalam menangani bayi baru lahir adalah : a. Memberikan dukungan dan edukasi kepada ibu dalam pemberian ASI. Beberapa cara yang dapat dilakukan perawat untuk mendukung ibu dalam pemberian ASI: 23



1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama. Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan. Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan bayi 2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul. Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar. 3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI. Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oksitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI. 4. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin. Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan sendiri kebutuhannya. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi berikutnya. 5. Menghindari susu botol Pemberian susu dengan botol dapat membuat bayi bingung puting dan menolak menyusu atau hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari puting susu ibu dengan botol jauh berbeda. b. Memberikan promosi kesehatan tentang imunisasi



24



Upaya mengurangi tingkat morbiditas dan mortalitas pada anak salah satunya dengan pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu strategi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan derajat kesehatan nasional dengan mencegah enam penyakit mematikan, yaitu : tuberculosis, dipteri, pertusis, campak, tetanus dan polio. WHO mencanangkan program Expanded Program on Immunization (EPI) dengan tujuan untuk meningkatkan cakupan imunisasi pada anak-anak di seluruh dunia sejak tahun 1974 (Ayubi, 2009). Peran pengetahuan Ibu tentang imunisasi dasar sangat berpengaruh terhadap kelengkapan imunisasi dasar pada bayi (Dewi, dkk, 2013). Pengetahuan berpengaruh pada kepatuhan dan kesadaran orang tua untuk membawa bayinya imunisasi. Ibu yang tidak bersedia mengimunisasikan bayinya dapat disebabkan karena belum memahami secara benar dan mendalami mengenai imunisasi dasar. Selain itu kurang memperhatikan dalam membawa bayinya untuk imunisasi sesuai jadwal. Perawat harus memiliki strategi untuk meningkatkan kepatuhan ibu dalam melaksanakan imunisasi. Suparyanto (2011) c. Memberikan ibu edukasi tentang perawatan tali pusat Tujuan merawat tali pusat adalah mencegah terjadinya infeksi dan tetanus pada bayi baru lahir sehingga talipusat tidak terinfeksi dan tidak menimbulkan penyakit pada tali pusat. d. Upaya Advokasi Peran penentu kebijakan dirasa cukup penting agar diperoleh komitmen yang kuat. Di wilayah kerja puskesmas mendapatkan dukungan dari berbagai pihak guna menciptakan lingkungan dan perilaku sehat, puskesmas melakukan upaya advokasi ke dinas kesehatansetelah itu dari dinas kesehatan melakukan pendekatan advokasi kepada pemerintah kota dalam rangka membuat peraturan walikota supaya pemerintah kota bisa mengusulkan ke DPR/DPRD untuk



mengeluarkan



suatu



peraturan



mengenai



kebijakan



25



penanggulangan HIV dan AIDS, pemberantasan demam berdarah dan ASI Eksklusif. Puskesmas juga melakukan upaya advokasi melalui lintas sektor yaitu tokoh agama, tokoh masyarakat, PKK, kepala lingkungan dan pemuda. 2. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Balita Periode penting dalam tumbuh kembang adalah pada usia dibawah lima tahun (balita). Menurut Minick (1991), Soetjiningsih (1995) dan Depkes (2007), masa balita merupakan masa kritis dari tumbuh kembang, karena merupakan hal mendasar yang akan mempengaruhi dan menentukan tumbuh kembang selanjutnya. Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk kelompok yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa (Adisasmito, 2007). Kurangnya pengetahuan tentang gizi dan kesehatan pada orang tua, khususnya ibu merupakan salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita. Keadaan sosial ekonomi dan kebudayaan banyak mempengaruhi pola makan di daerah pedesaan. Terdapat pantangan makan pada balita misalnya anak kecil tidak diberikan ikan karena dapat menyebabkan cacingan, kacangkacangan juga tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut atau kembung (Baliwati,2008). Adanya promosi kesehatan diharapkan kepada orang tua, sedapat



mungkin



memenuhi



kebutuhan



anak,



mengusahakan



pertumbuhan dan perkembangan yang baik, juga memenuhi kebutuhan organis (makanan bergizi, kebutuhan psikis (perhatian dan kasih sayang) dan kebutuhan intelektual. Promosi kesehatan kepada balita dapat dilakukan melalui penyuluhan dengan metode ceramah yaitu salah satu cara menerangkan atau menjelaskan suatu ide, pengertian atau peran secara lisan kepada sekelompok pendengar yang disertai diskusi dan tanya jawab, sehingga



26



ibu memahami apa yang diberikan dan disampaikan. Selain itu, materi juga ditampilkan melaui leaflet yang berisi informasi penting mengenai posyandu disertai gambar menarik sehingga informasi dapat ditangkap dengan mudah. Melalui promosi kesehatan, penyuluhan dan pembagian leaflet, orang tua balita antusias mendengarkan dan lebih interaktif sehingga informasi yang disampaikan lebih mudah dipahami dan diingat. Selain melakukan promosi kesehatan di posyandu, Kunjungan rumah perlu dilakukan oleh petugas kesehatan sebagai tindak lanjut dan upaya promosi kesehatan didalam gedung puskesmas yang telah dilakukan kepada pasien/keluarga. Terutama pasien/keluarga yang memiliki masalah kesehatan yang cukup berat dan atau mereka yang sepakat untuk melaksanakan langkah-langkah lanjut dirumah tangganya (Kementrian Kesehatan RI, 2007).



3. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Preschool Anak



usia



prasekolah



banyak



mengalami permasalahan



kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak dikemudian hari. Masalah kesehatan tersebut meliputi kesehatan umum, perkembangan,



gangguan perilaku,



Permasalahan



kesehatan



menghambat



pencapaian



dan



tersebut



gangguan



pada



prestasi



pada



(Dermawan, 2012). Pada anak usia



gangguan belajar.



umumnya



akan



peserta didik disekolah



prasekolah,



anak



sering



menggunakan fungsi biologisnya untuk menemukan berbagai hal yang ada dalam dunianya. Dimana anak lebih sukabermain dengan segala sesuatu yang dekat



dengan



dirinya,



seperti



meletakan sesuatu barang dimulutnya, makan



menggunakan untuk dan



membuang



sekretnya sendiri (Wong, 2009) Perilaku tingginya



yang



kurang



kejadian infeksi



memudahkan



penyebaran



sehat



pada penyakit



dapat



anak usia



berdampak prasekolah



pada karena



infeksi melalui tangan. Bibit



penyakit akan mudah masuk kedalam tubuh melalui tangan yang akan



27



mengakibatkan timbulnya penyakit seperti diare, cacingan, TB, infeksi tangan dan mulut, dan ISPA (Depkes, 2011). Membiasakan anak untuk hidup bersih dan sehat memang tidak mudah, diperlukan kesabaran kebiasaan



hidup



mungkin.



Hal



bersih ini



dan dan



ketelatenan. sehat



Untuk



perlu diajarkan



perlu dilakukan



agar



anak-anak



itu, sedini terbiasa



dengan kebiasaaan hidup bersih dan sehat, sehingga nantinya akan terbawa sampai dewasa bahkan akan diajarkan kembali pada keturunan mereka (Rahman, 2014). Menurut



Departemen



Pendidikan



pelaksanaan bidang pengembangan



Nasional



(Depdiknas),



pembiasaan perilaku di Taman



Kanak-kanak dapat dilakukan dengan cara kegiatan rutin, kegiatan spontan,



kegiatan teladan,



perilaku mencuci tangan



kegiatan disampaikan



terprogram.



Pengembangan



oleh pihak sekolah melalui



kegiatan rutin setiap harinya ketika waktu istirahat/makan/bermain dengan pembiasaan perilaku mencuci tangan, terutama sebelum dan sesudah makan. Pendidikan kesehatan pada anak usia empat sampai dengan enam tahun diperlukan metode yang memungkinkan anak dapat belajar secara nyata. Promosi kesehatan dapat dilakukan di sekolah dengan menggunakan berbagai media. Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu dari media cetak, media elektronika (televisi (TV), radio, komputer dan lain sebagainya) dan media luar ruang, agar sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharap dapat berubah perilaku ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2007, hlm.290). Ada beberapa metode pembelajaran



untuk



anak



usia



prasekolah, diantaranya bercerita, demontrasi, bercakap-cakap, pemberian tugas, bermain



peran, karyawisata, eksperimen, bernyanyi, dan



pembelajaran terpadu.(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2014).



28



a. Metode Bercakap-cakap/ Tanya Jawab Seorang pendidik dapat mengarahkan berbagai pikiran dan perasaan yang sedang dialami anak dengan mengajak mereka bercakap-cakap tentang berbagai hal. Banyak topik bisa dijadikan bahan percakapan, contohnya adalah bercakap-cakap tentang topik yang disukai oleh anak-anak seperti makanan kesukaan, binatang kesayangan, cita-cita, dan termasuk percakapan tentang kesehatan. b. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi memiliki makna yang penting bagi anak usia dini, karena melalui metode ini maka dapat membantu mengembangkan kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan secara teliti, cermat dan tepat; dan membantu mengembangkan kemampuan peniruan dan pengenalan secara tepat. c. Metode Bermain Peran Bermain peran adalah permainan yang dilakukan anak untuk memainkan peran tertentu, dengan menirukan perilaku seseorang



dalam



melakukan



kegiatan



sehari-hari.



Perkembangan anak yang dapat dikembangkan melalui metode bermian peran adalah perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor. Menggunakan metode bermain peran pendidik dapat mengembangkan imajinasi anak tentang pentingnya perilaku hidup sehat. d. Metode Praktek Langsung Metode praktek langsung ini disamping melibatkan aktivtas pikiran dan penalaran dalam memecahkan masalah kehidupan seharihari, juga dapat mengembangkan sikap dan keterampilan motorik dalam area kesehatan. e. Metode Bercerita Bercerita dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media seperti menggunakan buku cerita bergambar, boneka,



29



atau media lainnya sehingga lebih menarik bagi anak usia dini. Metode



bercerita



dapat



melatih



anak



untuk



belajar



mendengarkan. f. Metode Bermain Melalui kegiatan bermain akan mengembangkan seluruh aspek kecerdasan anak, baik kecerdasan logika berpikir, bahasa,



keterampilan



motorik,



kemandirian,



maupun



kecerdasan sosial emosional anak. Berbagai bentuk permainan bisa dipilih dalam mengambangkan perilaku hidup sehat pada anak, dan anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memilih permainan yang disukainya. g. Pembiasaan Melalui metode pembiasaan yang dilakukan dalam perilaku hidup sehat sejak usia dini makan itu akan menjadi gaya hidupnya sampai dewasa kelak. h. Metode Bernyanyi Melalui kegiatan menyanyi banyak sekali pesan-pesan pendidikan yang bisa kita sampaikan kepada anak. Dengan demikian maka pengetahuan dan keterampilan perilaku hidup sehat bisa kita sampaikan kepada anak melalui kegiatan bernyanyi. 4. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Anak Usia Sekolah WHO (2009) mendefinisikan promosi kesehatan sebagai suatu proses untuk mencapai keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial. Individu atau kelompok harus mampu mengetahui dan mewujudkan keinginan, memenuhi kebutuhan, dan mengubah atau mengatasi lingkungan. Kesehatan, karena itu, dipandang sebagai sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Promosi kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya. Dengan promosi kesehatan diharapkan masyarakat mampu mengendalikan



30



determinan kesehatan. Partisipasi merupakan sesuatu yang penting dalam upaya promosi kesehatan (Lutfi, 2011). Usia Sekolah Dasar (SD) merupakan usia yang sangat potensial untuk melakukan upaya promosi kesehatan agar anak dapat mengadopsi kebiasaan sehat dan karakter yang kuat untuk memenangkan tantangan dan persaingan hidup di masa depan karena pada masa ini anak mengalami banyak kemajuan perkembangan secara keseluruhan, dari seorang pra sekolah yang belum matang ke masa remaja. Kemampuan kognitif anak meningkat secara dramatis, didukung dengan adanya keinginan untuk menguasai tugas-tugas dan kemampuan untuk mengembangkan penilaian moral. Dunia anak juga berkembang pesat di luar keluarga ketika sekolah dan teman sebaya mulai memberikan pengaruh yang besar (Edelman and Mandle, 1994). Prinsip dalam memberikan promosi kesehatan kepada anak usia sekolah yaitu bisa menggunakan prinsip caring, caring disini berarti dengan kasih sayang dan kepedulian (caring), anak-anak dapat memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan oleh keluarga, teman, dan orang- orang di sekitarnya. Pengembangan dukungan sosial akan sangat berkontribusi positif terhadap pencegahan munculnya efek negatif dari peristiwa hidup yang menimbulkan banyak tekanan (Pender, 1996). Nilai kasih sayang dan kepedulian (caring) akan menjadi bekal anak untuk dapat menjalankan perannya secara optimal dalam keluarga dan mampu mengatasi beban hidup yang dihadapi keluarga, baik secara fisik, psikologis dan sosial. Tujuan umum dari pengembangan sikap “caring” pada anak usia sekolah adalah untuk menanamkan kasih sayang, kepedulian dan kerjasama agar dapat menjalankan perannya secara optimal dalam keluarga dan masyarakat. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain: Meningkatkan kesadaran anak tentang peran yang diharapkan oleh keluarga dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan anak untuk menunjukkan kasih sayang dan kepedulian pada keluarga dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan anak untuk bekerjasama



31



dalam lingkup keluarga dan masyarakat, Meningkatkan kemampuan anak



menghadapi



meningkatnya



beban



dalam



keluarga



yang



ditimbulkan oleh peristiwa hidup yang penuh tekanan. Anak usia sekolah berada pada stadium industry versus inferiority confussion. Pada stadium ini, anak mengembangkan kapasitas untuk bekerja dan bekerjasama dengan orang lain. Inferiority berkembang ketika pengalaman negatif di rumah, di sekolah, atau dengan teman sebaya menyebabkan perasaan incompetence dan inferiority (Berk, 2001). Masalah yang sering terjadi pada anak usia sekolah salah satunya yaitu masalah PBHS dengan cara melakukan promosi kesehatan pada lingkungan sekolah. Banyak sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk menanamkan nilai PHBS melalui promosi kesehatan terintegrasi dg program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Guru dan Masyarakat Sekolah menjadi mitra pengembangan promosi kesehatan di sekolah Anak sekolah menjadi kader kesehatan bagi keluarga dan masyarakat ,Ada peluang dan dukungan dlm promosi kesehatan di sekolah (dana dan kebijakan) Data Depkes tahun 2000 prevalensi penyakit kecacingan perut pada anak SD sebesar 60-80%.Kejadian kecacingan berhubungan bermakna dengan perilaku tidak cuci tangan sebelum makan dengan air dan sabun, BAB tidak dijamban, jajan bukan di kantin sekolah Hasil penelitian dilakukan Yayasan Kusuma Buana di 17 Sekolah Dasar di Jakarta, prevalensi anemia sebesar 23,2%. Hasil SKRT tahun 2001 prevalensi penyakit karies dan periodontal anak usia 12 tahun sebesar 74,4%. Menurut data Susenas tahun 2004, sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak kurang dari umur 10 tahun. Perokok pemula umur 10-14 tahun 2004 sebesar 11, 5 %. Persentase orang merokok tertinggi (64%) berada pada kelompok umur remaja (15-19 tahun). Upaya meningkatkan kemampuan peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah agar mandiri dalam mencegah penyakit, memelihara kesehatan, menciptakan dan memelihara lingkungan sehat,



32



terciptanya kebijakan sekolah sehat serta berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat sekitarnya. a. Tujuan Promosi Kesehatan di Sekolah -



Meningkatkan



peserta



didik,



guru



dan



masyarakat



lingkungan sekolah untuk ber-PHBS. -



Meningkatkan lingkungan sekolah yang sehat, aman dan nyaman.



-



Meningkatkan pendidikan kesehatan di sekolah



-



Meningkatkan akses (kesempatan) untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan di sekolah



-



Meningkatkan peran aktif peserta didik, guru dan masyarakat



lingkungan



sekolah



untuk



meningkatkan



kesehatan masyarakat di sekitar lingkungan sekolah -



Meningkatkan penerapan kebijakan sehat dan upaya di sekolah untuk mempromosikan kesehatan.



b. Sasaran Promosi Kesehatan Sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus, rinci, dan jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Oleh karena itu, sasaran promosi kesehatan pada anak usia sekolah tersebut dihubungkan dengan tatanan Keluarga , Tatatan di Sekolah , Tatanan di sekitar Lingkungan Bermain, Tatanan lingkungan sekitar anak, (Maulana, 2009). 1. Sasaran primer Pada promosi kesehatan



anak usia sekolah sasaran



primernya yaitu pada anak sekolah tersebut dimana mereka diharapkan dapat menerapkan PHBS. 2. Sasaran sekunder Sasaran sekunder pada promosi kesehatan anak usia sekolah yaitu keluarga, guru dan teman-teman bermainnya dimana guru merupakan panutan untuk para anak di sekolah dan teman-temannya merupakan suatu pengaruh



33



besar terhadap tumbuh kembang anak di lingkungan bermainnya. 3. Sasaran tersier Sasaran tersier disini bisa merupakan kepala desa dan kepala Sekolah dan lain-lain, dimana mereka dapat memberikan dukungan dalam menentukan kebijakan dan pendanaan dalam proses pembinaan kepada anak usia sekolah. c. Strategi Promosi Kesehatan di Sekolah WHO mencanangkan lima strategi promosi kesehatan di sekolah yaitu: a. Advokasi Kesuksesan program promosi kesehatan di sekolah sangat ditentukan oleh dukungan dariberbagai pihak yang terkait



dengan



khususnya



kepentingan



kesehatan



kesehatan



masyarakat



masyarakat,



sekolah.



Guna



mendapatkan dukungan yang kuat dari berbagai pihak terkait tersebut perlu dilakukan upaya-upaya advokasi untuk menyadarkan akan arti penting program kesehatan sekolah. Advokasi lebih ditujukan kepada berbagai pihak yang akan menentukan kebijakan program, termasuk kebijakan yang terkait dana untuk kegiatan b. Kerjasama Kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait sangat bermanfaat bagi jalannya programpromosi kesehatan sekolah. Dalam kerjasama ini berbagai pihak dapat saling belajar danberbagi pengalaman tentang keberhasilan dan kekurangan program, tentang caramenggunakan berbagai sumber daya yang ada, serta memaksimalkan investasi dalampemanfaatan untuk melakukan promosi kesehatan. c. Penguatan kapasitas



34



Kemampuan kerja dalam kegiatan promosi kesehatan di sekolah harus dapat dilaksanakansecara optimal. Untuk itu berbagai sektor terkait harus diyakini dapat memberikan dukunganuntuk memperkuat program promosi kesehatan di sekolah. Dukungan berbagai sektor inidapat terkait dalam rangkapenyusunan monitoring



rencana



danevaluasi



kegiatan,



program



pelaksanaan,



promosi



kesehatan



sekolah d. Kemitraan Kemitraan dengan berbagai unit organisasi baik pemerintah, LSM maupun usaha swasta akansangat mendukung pelaksanaan program promosi kesehatan sekolah. Disamping itu, dengankemitraan akan dapat mendorong mobilisasi guna meningkatkan status kesehatan di sekolah. e. Penelitrian Penelitian merupakan salah satu komponen dari pengembangan dan penilaian programpromosi kesehatan. Bagi sektor terkait, penelitian merupakan akses untuk masuk



dalammengembangkan



promosi



kesehatan



di



sekolah baik secara nasional maupun regional, disamping untuk melakukan evaluasi peningkatan PHBS siswa sekolah. f. Hasil yang Diharapkan - Anak sekolah menerapkan PHBS - Anak sekolah



menjadi kader kesehatan bagi



keluarganya - Sekolah menjadi lembaga pembelajaran dalam promkes - Para guru menjadi mitra pengembangan promkes di sekolah - Anak sekolah tumbuh sehat & berprestasi



35



g. Kegiatan promosi kesehatan PHBS di Sekolah - Jajan di kantin sekolah yang sehat - Membuang sampah pada tempatnya - Mengikuti kegiatan olah raga di sekolah - Menimbang berat badan dan mengukur tinggi - Badan setiap 3-6 bulan - Tidak merokok di sekolah - Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin - Buang air besar dan buang air kecil di jamban sekolah - Menerapkan cuci tangan dimana saja dan kapan saja h. Program promosi kesehatan pada anak usia sekolah di Sekolah Promosi kesehatan disekolah pada prinsipnya adalah menciptakan sekolah sebagai komunitas yang mampu meningkatan kesehatannya (health promoting school). Oleh sebab itu, program promosi kesehatan sekurang-kurangnya mencakup 3 usaha pokok, yakni : 1. Menciptakan lingkungan sekolah yang sehat (healthful school living) :Lingkungan sekolah yang sehat, mencakup 2 aspek, yakni sosial (non-fisik) dan fisik. 2. Pendidikan Kesehatan (Health Education) Pendidikan kesehatan, khususnya bagi murid utamanya untuk menanamkan kebiasaan hidup sehat agar dapat bertanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri serta lingkungannya serta ikut aktif didalam usaha-usaha kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan tahap-tahap: a. Memberikan pengetahuan tentang prinsip dasar hidup sehat. b. Menimbulkan sikap dan perilaku hidup sehat. c. Membentuk kebiasaan hidup sehat.



36



3. Pelayanan kesehatan disekolah (health services in school) Karena sekolah adalah sebuah komunitas, meskipun interaksi efektif diantara anggota komunitas hanya sekitar 6-8 jam, namun perlu adanya pemeliharaan kesehatan,



khususnya



bagi



murid-murid



sekolah.



Pemeliharaan kesehatan disekolah ini mencakup: 1) Pemeriksaan



kesehatan



secara



berkala,



baik



pemeriksaan umum atau khusus, misalnya: gigi, paru-paru, kulit, gizi, dan sebagainya. 2) Pemeriksaan



dan



pengawasan



kebersihan



lingkungan. 3) Usaha-usaha



pencegahan



dan



pemberantasan



penyakit menular, antara lain dengan imunisasi. 4) Usaha perbaikan gizi. 5) Usaha kesehatan gizi sekolah. 6) Mengenal kelainan-kelainan yang mempengaruhi pertumbuhan jasmani, rohani, dan sosial. Misalnya, penimbangan berat badan, dan pengukuran tinggi badan. 7) Mengirimkan murid yang memerlukan perawatan khusus atau lanjutan ke puskesmas atau rumah sakit. 8) Pertolongan



pertama



pada



kecelakaan



dan



pengobatan ringan. 5. Konsep Dasar Kegiatan Health Promotion pada Remaja Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan terjadinya perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Notoatmodjo, 2012). Promosi kesehatan (Pender,1996) adalah pemberian motivasi untuk meningkatkan kesehatan individu dan mewujudkan potensi kesehatan individu.



37



Promosi kesehatan menurut WHO adalah suatu proses yang memungkinkan



individu



untuk



meningkatkan



kontrol



dan



mengembangkan kesehatan mereka. Promosi kesehatan (Pender, 1996) adalah pemberian motivasi untuk meningkatkan kesehatan individu dan mewujudkan potensi kesehatan individu. Promosi kesehatan adalah ilmu dan seni membantu masyarakat menjadikan gaya hidup mereka sehat



optimal.



Kesehatan



yang



optimal



didefinisikan



sebagai



keseimbangan kesehatan fisik, emosi, sosial, spiritual, dan intelektual. Ini bukan sekedar pengubahan gaya hidup saja, namun berkaitan dengan



pengubahan



lingkungan



yang



diharapkan



dapat



lebih



mendukung dalam membuat keputusan yang sehat. Menurut Sarwono (2012), remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda-tanda sosial seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual. Indivudu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari



kanak-kanak



menjadi



dewasa.



Terjadi



peralihan



dari



ketergantungan sosial ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri. Remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa. Jumlah remaja di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perkembangan yang sangat menonjol terjadi pada masa remaja adalah pencapaian kemandirian serta identitas (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga. Remaja pada masa perkembangannya dihadapkan pada tuntutan yang sering bertentangan, baik dari orangtua, guru, teman sebaya, maupun masyarakat di sekitar. Sehingga mereka juga sering dihadapkan pada berbagai kesempatan dan pilihan, yang semuanya itu dapat menimbulkan permasalahan bagi mereka. Permasalahan tersebut salah satunya yaitu resiko-resiko kesehatan reproduksi. Remaja memiliki suatu kemandirian tersendiri di dalam dirinya. Kemandirian merupakan hasrat/keinginan seorang remaja untuk melakukan segala sesuatu bagi dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain.



38



Kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan tanpa harus membebani orang lain. Salah satu tugas perkembangan bagi remaja untuk belajar dan berlatih dalam membuat rencana,memilih alternative,membuat keputusan serta tanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya. Kemandirian merupakan sikap otonomi dari seorang remaja yang relative bebas dari pengaruh, penilaian, pendapat dan keyakinan orang lain Proses perkembangan kemandirian yaitu Kemandirian anak remaja berkembang melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Remaja diajarkan kepada remaja sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan sampai tumbuh rasa percaya diri. Dalam proses pencarian identitas diri, remaja mulai ingin melepaskan diri dari ikatan phisikis orang tuanya. Remaja juga ingin mulai diperlakukan dan dihargai seperti orang dewasa. Kemandirian seorang remaja diperkuat melalui proses sosialisasi yang terjadi antara remaja dengan peer groupnya,dengan tujuan mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompoknya.



1. Masalah Kesehatan pada Remaja a. Narkotika Adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan



dengan



memasukkannya



ke



dalam



tubuh



manusia. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat , halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya b. Aborsi Aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat hidup diluar secara mandiri (Munajat, N., 2000).



39



Aborsi atau pengguguran berbeda dengan keguguran atau keluron (bahasa jawa). Aborsi adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja ( abortus provokatus ), yakni kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan yang berhenti karena faktor – faktor alamiah atau disebut abortus spontaneous (Hawari, D., 2006). Aborsi merupakan semua upaya atau tindakan yang dimaksudkan untuk menghentikan kehamilan, baik dilakukan melalui pertolongan orang lain sepeti dokter, dukun bayi, dukun pijat dan sebagainya, maupun dilakukan sendiri dengan cara meminum obat-obatan atau ramuan tradisional (Wiknjosastro, Gulardi dalam Ulfah,M. dan Ghalib,A., 2004). Namun tindakan aborsi tersebut mengandung risiko yang cukup tinggi, apalagi bila dilakukan tidak sesuai dengan standard profesi medis (Munajat, N.,2000). c. HIV/AIDS HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan



tubuh



seseorang



seperti



darah,



cairan



sindrom



menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui :Hubungan seksual, Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian, Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV, dan Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan.



2. Tingkatan Promosi Kesehatan pada Remaja Promosi kesehatan menggunakan pendekatan pada klien sebagai pusat dalam pemberian pelayanan dan membantu mereka untuk membuat pilihan dan keputusan.



40



Istilah “promosi kesehatan” merupakan suatu payung dan digunakan untuk menggambarkan suatu rentang aktivitas yang mencakup pendidikan kesehatan dan pencegahan penyakit (Gillies,Ada tiga tingkatan dari pendidikan kesehatan menurut Gillies: a. Primary Health education, tujuannya tidak hanya mencegah perubahan



kesehatan



tetapi



juga



meningkatkan



kualitas



kesehatan, dengan demikian kualitas hidup, nutrisi, kontrasepsi dan hubungan seksual secara aman, pencegahan kecelakaan dengan menggunakan helm dan lain-lain pada remaja. b. Secondary health education, tujuannya adalah untuk membantu remaja dengan masalah kesehatan yang reversible untuk menyesuaikan dengan gaya hidupnya, contohnya berhenti merokok, merubah kebiasaan makan dan olahraga c. Tertiary health education, tujuannya untuk membantu Remaja yang sakit dan tidak sembuh total sehingga mereka dapat melewati hidup dengan sesuai kemampuan yang dimiliki.



3. Sasaran Promosi Kesehatan pada Remaja Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier. 1. Sasaran Primer Sasaran



primer



(utama)



upaya



promosi



kesehatan



sesungguhnya adalah Remaja dan keluarga. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak sehat menjadi perilaku hidup yang lebih sehat. Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku pada seorang remaja yang memiliki perubahan emosi dan mental yang tidak stabil bukanlah sesuatu yang mudah. 2. Sasaran Sekunder



41



Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa serta keluarga dan peran sekolah untuk remaja tersebut. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan perilaku kesehatan pada remaja, remaja dapat sehat



dengan



cara:



Berperan



sebagai



panutan



dalam



mempraktikkan perilaku yang sehat. Turut menyebarluaskan informasi tentang kesehatan dan menciptakan suasana yang kondusif bagi remaja. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya remaja yang sadar akan kesehatan. Selain itu, sasarannya juga di tujukan kepada teman sebaya, karena remaja tidak jauh beda dengan anak usia sekolah yang emosionalnya masih belum stabil sehingga masih mudah terpengaruh oleh lingkungan, rema juga akan lebih mudah dan memerankan peer group pada lingkungannya. 3. Sasaran Tersier Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi



atau



menyediakan



sumber



daya.



Mereka



diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan kesehatan remaja, dengan cara: a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak merugikan kesehatan remaja dan bahkan mendukung terciptanya kesehatan pada remaja b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat mempercepat terciptanya penyuluhan dan Pendidikan kesehatan di kalangan remaja.



42



4. Strategi Promosi Kesehatan pada Remaja a. Advokasi



Strategi advokasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Wajo, berupa bentuk pengusulan bantuan dana ke Pemerintah Daerah. Tujuan dari pengusulan bantuan dana ini akan digunakan untuk melakukan penyuluhan kesehatan yang berkaitan dengan pergaulan bebas, seks bebas, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza). Keberhasilan sebuah advokasi dapat dilihat dari tenaga advokator yang mampu



memperoleh



dukungan,



yang



dipengaruhi



oleh



kemampuannya dalam melakukan komunikasi interpersonal untuk mengajukan usulan maupun tawaran konsep kepada pemberi kebijakan dalam hal ini Pemerintah Daerah. Menurut Notoatmodjo (2005 dalam Ricky Saida, 2012) bahwa dalam advokasi, peran komunikasi sangat penting sebab advokasi merupakan aplikasi dari komunikasi interpersonal maupun massa yang ditujukan kepada para penentu kebijakan (policy makers) atau pada pembu-at keputusan (decission makers) pada semua tingkat dan tatanan sosial. Menurut “John Hopkins, (1990)



menjelaskan



advokasi



sebagai



usaha



untuk



mempengaruhi kebijakan melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif, dengan menggunakan informasi yang akurat dan tepat. b. Kemitraan



Selain melakukan tahap advokasi, Dinkes selanjutnya membangun strategi kemitraan. Strategi ini dijalankan dengan bekerjasama dengan beberapa instansi terkait, yang dianggap mampu



membantu



proses



penanggulangan



narkoba



di



Kabupaten Wajo. Adapun instansi yang terlibat kerjasma lintas sektor yaitu puskesmas, sekolah dan polres. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan puskesmas berupa penyuluhan kepada remaja yang



43



bertujuan menambah tingkat pengetahuan remaja tentang dampak pergaulan bebas, seks bebas, dan napza bagi kesehatan, sehingga diharapkan terciptanya pemberdayaan remaja terhadap penanggulangan narkoba berupa pembentukan kader kesehatan remaja. Bentuk kemitraan yang dilakukan antara dinas kesehatan dan sekolah dalam penanggulangan narkoba yaitu membatu mengumpulkan remaja pada saat dinas kesehatan melakukan penyuluhan di sekolah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi mengenai manfaat kemitraan yang disampaikan oleh informan berupa terciptanya efektifitas penyuluhan, pekerjaan terasa ringan dan dianggap mampu membantu pemberantasan narkoba, pencegahan seks bebas dan pergaulan bebas pada remaja. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh (Hasrat Jaya Siliwu, (2007), bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Konsep kemitraan merupakan upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok, masyarakat, lembaga pemerintah atau non pemerintah untuk bekerjasama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip dan peran masing-masing. c. Pemberdayaan



Pemberdayaaan yang dilakukan dinas kesehatan terhadap upaya penanggulangan narkoba dengan cara membentuk kader kesehatan remaja di sekolah. Tujuannya adalah memberikan pemahaman terhadap remaja tentang bahaya penyalahgunaan napza, seks bebas bagi kesehatan, sehingga remaja memiliki kesadaran untuk ikut terlibat memerangi tindak penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas dan seks bebas.



44



Hal



ini



senada



dengan



peneliti



sebelumnya



yang



menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran kemauan dan kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Pembentukan kader kesehatan remaja yang ditujukan kepada siswa remaja diharapkan dapat menumbuhkan partisipasi aktif dari siswa akan pentingnya penanggulangan narkoba dalam segala aktivitasnya sehari-hari. Partisipasi yang bertanggung jawab sebaiknya dimiliki setiap masyarakat dan organisasi lokal.Partisipasi dapat dicapai bila mengetahui dengan jelas apa yang diharapkan dari kegiatan yang dilakukan. Dengan sendiriya dibutuhkan pembagian tugas pada masing-masing anggota dalam organisasi tersebut.



5. Program Promosi Kesehatan pada Remaja 1. Sosialisasi Sosialisa pada remaja dimulai dari dalam lingkungan yaitu keluarga, tetangga, sekolah, dan organisasi umum. Remaja sebagai permasalahan ,seperti masa peralihan, kebutuhan untuk mandiri, menyebabkan timbulnya gejolak yang macam-macam. faktor lingkungan bagi remaja dalam proses sosialisasi memegang peranan penting, sebab proses sosialisasi pemuda terus



berlanjut



dengan



segala



daya



imitasi



dan



identitasnya.lebih-lebih pada masa peralihan atau transisi dari masa muda menjelang dewasa,ketika sering terjadi konflik nilai,wadah pembinanya harus lebih fleksible,mampu dan mengerti dalam membina remaja tanpa harus mematikan jiwa mudanya yang penuh dengan vitalitas hidup. 2. Pendidikan Kesehatan Pendidikan dibutuhkan



kesehatan



dalam membibing



dikalangan



remaja



sangat



remaja



untuk



lebih



45



memperhatikan kesehatan hidup. Batasan pendidikan kesehatan meliputi: - Perbaikan sanitasi lingkungan - Perubahan perilaku sehat pada remaja - Mencegah penyakit menular - Pendidikan kebersihan perorangan - Pelayanan medis - Untuk menjamin setiap orang hidup yang layak dalam pemeliharaan kesehatan. Pendidikan kesehatan



kesehatan



remaja



mencakup



reproduksi,sexsualitas,kebersihan



diri



masalah dan



lain



sebagainya,agar remaja bisa lebih menjaga dan memperhatikan perilaku kesehatannya. 3. Pendidikan Pergaulan Pergaulan



dikalangan



remaja



adalah



salah



satu



kebutuhan hidup dari manusia, sebab manusia adalah makhluk sosial yang dalam kesehariannya membutuhkan orang lain, dan hubungan antar manusia dibina melalui suatu pergaulan (interpersonal relationship)Pergaulan yang terjadi saat ini sudah sangat memperhatikan. Banyak sekali terjadi perilaku yang telah menyimpang dan melanggar nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Perilaku anak muda atau remaja zaman sekarang telah jauh dari norma agama sebagi pegangan hidup. Sehingga, pergaulan remaja saat ini harus lebih dipilah dan dipilih untuk menentukan yang baik dan yang buruk dengan diberikannya Pendidikan pergaulan pada remaja. Bentuk – bentuk pergaulan bebas di kalangan remaja : a. Penyalahgunaan narkoba dan narkotika b. Perilaku seksual yang menyimpang dari norma-norma agama



46



c. Pesta Miras (minuman keras) atau mabuk-mabukan dan masih banyak lagi. Beberapa factor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu: a. Faktor agama dan iman Remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan nilai moral dan agama. b. Faktor Lingkungan seperti orangtua, teman, tetangga dan media. Kurang perhatian orangtua, kurangnya Pendidikan hidup dan perilaku sehat di dalam rumah, kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas sehingga remaja memiliki permasalahan kesehatan yang tidak diinginkan, pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan. c. Perubahan Zaman.



Cara menangani pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu pendidikan pergaulan yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut : -



Tidak menonton film – film, media - media yang menyimpang



-



Para remaja harus bisa memfilter pergaulan yang mana yang harus diikuti



-



Memberikan pendidikan tentang kesehatan secara terbuka, sabar dan bijaksana



-



Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang penyimpngan perilaku sehat serta segala akibat baik dan buruk



47



-



Menghindari hal – hal yang menyimpang dari norma- norma agama dan kesusilaan



-



Menumbuhkan rasa malu untuk melakukan hal – hal yang dianggap buruk



-



Menumbuhkan rasa takut untuk melakukan penyimpangan perilaku kesehatan



-



Menjauhi atau “Say No To Drugs”



-



Orang tua harus selalu mengontrol apa yang dilakukan oleh anak remajanya



-



Orang tua harus lebih memberi perhatian pada anak remajanya



-



Adanya rasa keterbukaan antara orang tua dengan anak remajanya



4. Pendidikan pada Orang Tua Remaja Pada promosi kesehatan ini peranan orang tua sangat penting dalam perubahan sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan. 1. Memperlakukan anak sesuai karak teristiknya masingmasing, tidak untuk disamakan atau disbanding-bandingkan 2. Memantau kegiatan anak mulai dari yang di dalam rumah dan di lar rumah 3. Mengajarkan, membiasakan serta mempraktikan langsung perilaku-perilaku sehat sehingga anak mudah dan terbiasa mencontoh kebiasaan baik orang tua di dalam rumah. 4. Mengantarkan anak ke dalam religious yang kuat dalam membangun komunikasi dan hubungan spiritual yang kokoh baik dengan cara habluminallah maupun habluminannas. 5. Memfasilitasi anak dalam berbagai keterampilan praktis,serta di berbagai sektor kehidupan sesuai dengan kemampuan dan bakat, serta kepribadia anak.



48



6. Melatih anak untuk belajar mengambil keputusan yang konsisten dan responbility. 7. Mengerti perasaan dan keinginan anak 8. Tegas namun lembut dalam mengambil suatu kebijakn yang nantinya akan di terapkan pada remaja tersebut.



49



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Anticipatory guidance adalah petunjuk yang bisa diartikan sebagai petunjuk-petunjuk yang perlu diketahui terlebih dahulu agar orang tua dapat mengarahkan dan membimbing anaknya secara bijaksana, sehingga anak dapat bertumbuh dan berkembang secara normal. Berdasarkan pengertian tersebut pada dasarnya yang dimaksud dengan anticipatory guidance adalah upaya memberikan pengetahuan yang cukup untuk membantu orang tua mencegah kecelakaan pada anak. Heath promotion merupakan bentuk pemberian edukasi kepada remaja dan anak-anak yang secara terapeutik diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan kesehatan remaja dan anak-anak, melalui penggunaan bina hubungan saling percaya dan pemberian edukasi kepada orang tua agar dapat memulai untuk hidup sehat di rumah. Perawat diharapkan dapat mengaplikasikan heath promotion sehingga meningkatkan kualitas kesehatan pada keluarga terutama pada infan-remaja.



3.2 Saran Penulis sangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam mempelajari tentang anticipatory guidance dan health promotion pada infant-remaja. Dan harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian hari.



50



DAFTAR PUSTAKA



Aidha, Z., Kep, S., & Kes, M. (2017). Analisis Implementasi Pemberdayaan Masyarakat Dalam Strategi Promosi Kesehatan Dan Pengaruhnya Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pencegahan Gizi Buruk Pada Balita Di Kecamatan



Helvetia



Medan. Jumantik



(Jurnal



Ilmiah



Penelitian



Kesehatan), 2(2), 31-41. Asniar, A. (2017). PENGEMBANGAN SIKAP” CARING” PADA ANAK USIA SEKOLAH SEBAGAI UPAYA PROMOSI KESEHATAN. Idea Nursing Journal, 1(1). Asri, N. (2013). Hubungan Peran Petugas Kesehatan dan Media Informasi dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Pasca Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’budiyah Banda Aceh. Astuti, S. J., Yudiernawati, A., & Maemunah, N. (2016). Hubungan Tingkat Kepatuhan Orang Tua Terhadap Pemberian Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi Di Puskesmas Batu Kota Batu. Nursing News: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keperawatan, 1(1). Dhirah, U. H., Utama, I., & Aritonang, J. (2017). Efektivitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Perilaku Ibu Dalam Pemberian Imunisasi Lanjutan Pentabio Pada Balita Usia 17-18 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Lampaseh Kota Banda Aceh Tahun 2017. Jurnal Riset Kesehatan Nasional, 1(2), 181-194. Fitriani,



D.R.W.(2017).



Promosi



Kesehatan



Di



Daerah



Bermasalah



Kesehatan.Jakarta:panduan promosi kesehatan Kholifah, S. N., Fadillah, N., As' ari, H., & Hidayat, T. (2014). Perkembangan motorik kasar bayi melalui stimulasi ibu di kelurahan kemayoran Surabaya. Jurnal Sumber Daya Manusia Kesehatan, 1(1).Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika.



51



Lina, H. P. (2017). PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) SISWA DI



SDN



42



KORONG



GADANG



KECAMATAN



KURANJI



PADANG. Jurnal PROMKES, 4(1), 92-103. Moningka, M. S., Lontaan, A., & Dompas, R. (2013). Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Posyandu Terhadap Peningkatan Pengetahuan Orang Tua



Balita



Di



Kelurahan



Pinokalan



Kecamatan



Ranowulu



Kota



Bitung. JIDAN (Jurnal Ilmiah Bidan), 1(1), 15-22. Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan). Jakarta: Salemba Medika. PENANGGULANGAN, S. P. K. T. U., & NARKOBA, P. (2018). Artikel Penelitian. Saleh, A., Nurochmah, E., As’ad, S., & Hadju, V. (2014). Pengaruh pendidikan kesehatan



dengan



pendekatan



modelling



terhadap



pengetahuan,



kemampuan praktek dan percaya diri ibu dalam menstimulasi tumbuh kembang bayi 0-6 bulan (Doctoral dissertation, Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Hasanudin. Saputro, D. N. A. A., Widodo, A., Endang Zulaicha, S., & Kp, S. (2015). Pengaruh Promosi Kesehatan tentang Kesehatan Reproduksi terhadap Pengetahuan dan Sikap Remaja tentang Seks Pranikah di SMA Muhammadiyah



4



Surakarta (Doctoral



dissertation,



Universitas



Muhammadiyah Surakarta). Sari, Dewi Nur Intan (2016) Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Dasar Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas



Bendo



Kabupaten



Magetan. Skripsi



thesis,



Universitas



Muhammadiyah Surakarta. Septiarani, N. K., Rahmayanti, S. D., & Santoso, B. (2018). Pengaruh Metode Pembelajaran Bernyanyi Terhadap Pelaksanaan Cuci Tangan Pada Anak Usia Prasekolah Di Ra Baiturrahim Cibeber Cimahi Tahun 2017. Jurnal Kesehatan Kartika, 12(2), 37-47. Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta. EGC Susilowati, Dwi. 2016. Modul Bahan Ajar Keperawatan Promosi Kesehatan. Jakarta. Pusdik SDM Kesehatan



52



Wibowo, Agung and , Dr. Faizah Betty Rahayuningsih, M.Kes (2017) Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Tentang Perawatan Payudara Masa Nifas Pada Ibu Hamil Trimester III Di Puskesmas Pajang Surakarta. Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wibowo, S., & Suryani, D. (2013). Pengaruh Promosi Kesehatan Metode Audio Visual dan Metode Buku Saku terhadap Peningkatan Pengetahuan Penggunaan



Monosodium



Glutamat



(MSG)



pada



Ibu



Rumah



Tangga. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Journal of Public Health), 7(2). Wijaya, I. M. K., Agustini, N. N. M., & Tisna, G. D. (2014). Pengetahuan, Sikap Dan Aktivitas Remaja SMA Dalam Kesehatan Reproduksi Di Kecamatan Buleleng. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 33-42. Yuliastati & Nining. 2016. Keperawatan Anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.



53



Lampiran NASKAH ROLEPLAY TOILET TRAINING PADA ANAK



Pemain : 



Narator dan MC



: Mudrika Novita Sari







Perawat 1



: Nurul Hidayati







Perawat 2



: Annisa Fiqih I.







Perawat (Ibu roleplay)



: Ayu Saadatul Karimah







Anak roleplay



: Nesya Ellyka







Penanya ibu ibu



: Rizki Jian Utami







Penanya ibu ibu



: Reffy Shania Novianti







Ibu ibu ngeyel



: Listya Ernissa Mardha







Ibu ibu menceritakan pengalaman dan membenarkan : Adelia Dwi L. R.



Skenario :



(Pagi hari di Puskesmas Fakultas Keperawatan



Unair diadakan kegiatan



penyuluhan mengenai pentingnya Toileting Training kepada anak toddler. Toilet Training ini sendiri berfungsi sebagai pelatihan dini kepada anak untuk membentuk sifat Tanggung Jawab, Kebersihan diri, dan kesehatan tubuh.)



MC



: “Assalamualaikum Wr Wb. Selamat Pagi Ibu-ibu”



Ibu-ibu : “Waalaikummusalam Wr. Wb. Selamat Pagi ners”



MC



: “Ibu-ibu Perkenalkan saya Ners Mudrika yang akan menjadi MC pada acara penyuluhan pagi hari ini. Hari ini tim Perawat dari puskesmas Fakultas Keperawatan Unair akan memberikan penyuluhan terkait dengan pentingnya melatih Toilet Training untuk anak usia Toddler, yaitu sekitar usia 1-3 tahun. Sebelum menginjak acara yang selanjutnya mari kita buka acara penyuluhan ini dengan doa (basmallah).



54



Ibu ibu untuk membangun semangat pada pagi hari ini, saya punya jargon loh. Jargonnya seperti ini : Kalau saya bilang Toilet training, ibu ibu menjawab. ‘Anti jorok anti bocor, My Baby senang!’. Bagimana ibu, bisa atau tidak?”



Ibu



: “Masih bingung ners, belum hafal kata katanya” (sambil tersenyum dan sedikit tertawa)



MC



: “Baik ibu, saya ulang sekali lagi ya, kalau saya bilang Toilet training, ibu ibu menjawab. ‘Anti jorok anti bocor, My Baby senang!’. Sudah bisa kan bu? Baik kita coba ya!”



MC



: “Toilet Training?”



Ibu-ibu



: “Anti jorok anti bocor, My Baby Senang”



MC



: “Wah sepertinya sudah ramai. Baik ibu, untu acara selanjutnya langsung saja kita mendengarkan materi penyuluhan terkait pelatihan toilet training pada anak yang akan disampaikan oleh ners Nurul dan Ners Anfiq. Kepada pemateri, Ners Nurul dan Ners Anfiq, Waktu dan tempat saya persilahkan”



Ners Nurul



:"Assalamualaikum wr wb ibu ibu"



Ibu ibu



: "Waalaikumsalam ners"



Ners Annisa



: "Bagaimana kabarnya hari ini bu?"



Ibu-Ibu



: "Alhamdulillah baik ners"



Ners Nurul



: “Baiklah ibu-ibu sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah diluangkan untuk dapat menghadiri



55



acara penyuluhan ini. sebelum memulai penyuluhannya, saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Sebelumnya ibu ibu sudah tahu apa belum nama saya?”



Ibu ibu



Ners Nurul



: “belum ners, baru pertama ketemu” : “Baik kalau begitu, perkenalkan ibu ibu, nama saya ners nurul hidayati, saya adalah perawat dari puskesmas UNAIR. Ibu ibu bisa memanggil saya ners nurul. Dan ini rekan saya yang akan membantu dalam menyampaikan materi penyuluhan ini.”



Ners Annisa



: “Perkenalkan ibu, nama saya ners annisa fiqih I, tapi biasa dipanggil ners anfiq (sambil tersenyum ramah).”



Ners Nurul



: “Baik ibu, sudah kenal ya dengan perawat nya .”



Ibu-ibu



: “Sudah ”



Ners Nurul



: “Sebelumnya, apakah ibu ibu sudah menerima leaflet atau lembaran terkait dengan penyuluhan pada pagi hari ini?”



Ibu-ibu



Ners Nurul



:"Sudah ners” : “baik kalau begitu, langsung kita mulai saja ya bu, untuk penyampaian materinya, silahkan ners anfiq.”



Ners Annisa



: “Ibu ibu, sudah tahu belum mengenai materi apa yang akan dismpaikan pada penyuluhan ini?”



Ibu Listya



: “Sudah ners, apa ya tadi toilet training training gitu lo pokok” (sambil susah mengeja kata toilet training)”



56



Ibu Jian



: “Toilet training bu (smbil membenarkan pengucapan dari listya)”



Ners Annisa



: “Iya benar bu jian, materi penyuluhan pagi ini terkait dengan pentingnya toilet training pada anak usia 1-3 tahun. Ibu ibu sudah tahu apa itu toilet training?”



Ibu Listya



: “Ada kata kata tentang toilet toiletnya bu, kayaknya berhungan sama kamar mandi, nah training nya itu saya gak tahu hehe”



Jian dan Reffy



: “Iya ners masih belum tahu.”



Ners Annisa



: “Jadi gini bu, toilet training itu adalah suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil atau buang air besar, jadi anak tidak lagi mengompol/buang air kecil maupun BAK di celananya atau dipopoknya dengan sengaja. Nah toilet training ini merupakan salah satu kegiatan anticipatory guidance atau bimbingan antisipasi lebih mudahnya. Nah sebelum saya menerangkan toilet training, saya akan menerangkan terlebih dahulu tentang anticipatory guidance. Jadi anticipatory guidance itu adalah suatu upaya yang dilakukan oleh perawat dalam membimbing orang tua tentang tahapan perkembangan anak sehingga orang tua sadar akan apa yang terjadi dan mengetahui apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan tahapan usia anak. Orang tua perlu mengetahui mengenai setiap perkembangan yang dialami anak, salah satunya terkait dengan kemampuan toilet training pada anan ini.



Jika melihat usia perkembangan anak. Toilet training ini secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian. Fase ini biasanya terjadi pada anak usia 18 – 36 bulan atau 1.5-3 tahun. Pada usia ini, anak harus mulai diajarkan cara untuk mengontrol keinginan buang air kecil



57



atau



buang



air



besarnya.



Latihan



ini



termasuk



dalam



perkembangan psikomotoriknya ibu ibu, karena latihan ini membutuhkan kematangan otot – otot pada daerah pembuangan kotoran ( anus dan saluran kemih). Toilet training ini juga merupakan latihan moral yang pertama kali diterima oleh anak dan sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak selanjutnya.



Dalam toilet training pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung. Faktor pendukung ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu faktor fisik, faktor mental, dan Faktor psikologis. Faktor fisik terdiri dari umur anak dan kemampuan motoric yang dimiliki oleh anak. Sedangkan faktor mental terdiri dari kemampuan anak untuk mengenali proses berkemih dan devekasi. Berkemih adalah BAK sedangkan devakasi adalah BAB, di dalam faktor mental anak seharusnya sudah mampu melakukan komunikasi secara verbal maupun nonverbal untuk meminta ke toilet. Selanjutnya secara psikologis anak Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat dicelana dan ingin segera diganti seperti itu”



Ketika akan memasuki tahapan perkembangan anak terkait dengan toilet training, perlu ada kesiapan baik fisik maupun psikis dari orangtua sendiri maupun dari anaknya. Untuk materi terkait kesiapan orang tua dan anak akan dijelaskan oleh ners Nurul.



Ners Nurul



: “Baik saya akan menerangkan mengenai prinsip toilet training. Jadi bu, prinsip toilet training sendiri itu ada tiga, melihat kesiapan anak, persiapan dan perencanaan serta toilet training itu sendiri: Melihat kesiapan anak, Salah satu pertanyaan utama tentang toilet training adalah kapan waktu yang tepat



58



bagi



orang



tua



untuk



melatih



toilet



training.



Sebenarnya tidak patokan umur anak yang tepat dan baku untuk



toilet training



karena



setiap



anak



mempunyai perbedaan dalam hal fisik dan proses biologisnya. Orang tua harus mengetahui kapan waktu yang tepat bagi anak untuk dilatih buang air dengan benar. Para ahli menganjurkan untuk melihat beberapa tanda kesiapan anak itu sendiri, anak harus memiliki kesiapan terlebih dahulu sebelum menjalani toilet training. Bukan orang tua yang menentukan kapan anak harus memulai proses toilet training akan tetapi anak harus memperlihatkan tanda kesiapan toilet training, hal ini untuk mencegah terjadinya beberapa hal yang tidak diinginkan seperti pemaksaan dari orang tua atau anak trauma melihat toilet.



Persiapan dan perencanaan Prinsipnya ada 4 aspek dalam tahap persiapan dan perencanaan. Hal yang perlu diperhatikan hal – hal sebagai berikut gunakan istilah yang mudah dimengerti oleh anak yang menunjukkan perilaku buang air besar (BAB) / buang air kecil (BAK) misalnya poopoo untuk buang air besar (BAB) dan peepee untuk buang air kecil (BAK). Orang tua dapat memperlihatkan penggunaan toilet pada anak sebab pada usia ini anak cepat meniru tingkah laku orang tua. Orang tua hendaknya segera mungkin mengganti celana anak bila basah karena enkopresis



(mengompol)



atau



terkena



kotoran,



sehingga anak akan merasa risih bila memakai celana yang



basah



dan



kotor.



Meminta



pada



untuk



memberitahu atau menunjukkan bahasa tubuhnya



59



apabila ia ingin buang air kecil (BAK) atau buang air besar (BAB) dan bila anak mampu mengendalikan dorongan buang air maka jangan lupa berikan pujian pada anak. Selain itu ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam persiapan ini, yaitu : a. Mendiskusikan tentang toilet training dengan anak b. Menunjukkan penggunaan toilet c. Membeli pispot yang sesuai dengan kenyamanan anak d. Pilih dan rencanakan metode reward untuk anak Proses toilet training: a. Membuat jadwal untuk anak b. Melatih anak untuk duduk di pispotnya c. Orang tua menyesuaikan jadwal yang dibuat dengan kemajuan yang diperlihatkan oleh anak d. Buatlah bagan untuk anak supaya dia bisa melihat sejauh mana kemajuan



Baik ibu, ada tambahan terkait dengan toilet training. Nah ini ners anfiq akan menyampaikan mengenai apa saja yg perlu diajarkan saat toilet training pada anak. Ners Annisa



: “Baik ibu-ibu selanjutnya saya akan mengajarkan Apa saja yang perlu diajarkan disaat anak menggunakan toilet. Pertama-tama Ibuibu harus Mengajari cara duduk yang benar saat memakai pispot atau tempat duduk kloset. Selanjutnya Setelah selesai BAK atau BAB, ajari dia untuk membersihkan alat kelaminnya. Untuk anak perempuan, ajari untuk membasuh alat kelaminnya memakai tangan kiri dimulai dari arah depan vagina, kemudian ke bagian anus. Hal ini bertujuan untuk mencegah berpindahnya bakteri dari anus ke vagina. Bantu dan ajari anak untuk menekan tombol flush pada toilet usai BAK atau BAB. Jika menggunakan pispot, ajak Si



60



Kecil untuk melihat proses pembuangan air seni atau tinja dari pispot ke kloset. Hal itu berguna agar Si Kecil tahu tempat pembuangan terakhir air seni atau tinja adalah di kloset. Setelahnya, ajari Si Kecil untuk mencuci tangan yang benar usai memakai toilet. “ Terakhir saya akan menginformasikan kepada kalian beberapa kesalahan dalam toilet training yang menyebabkan anak menjadi enggan untuk membiasakan diri menggunakan toilet. Yang pertama karena terlalu sering dilakukan pada umur yang terlampau dini yang kemudian melakukan Toilet Training di waktu yang salah sehingga pada akhirnya menjadikan Toilet training menjadi beban untuk anak. Maka dari itu sebagai orang tua harus dapat memahami tahapan awal hingga akhir apa yang harus dilakukan dalam toilet training. Baik, materi yang kami sampaikan sudah selesai, saya kembalikan ke MC. MC



: “Baik ibu ibu, materi sudah selesai disampaikan. Baigamana ibu ibu, menarik atau tidak ya materinya? Pasti menarik ya bu, karena sesuai usia dari putra dan putri ibu.”



Ibu-Ibu MC



: “Iya ners menarik sekali.” : “Sekarang Sudah paham kan bu mengenai Toilet training. Selanjutnya akan ada sedikit peragaan mengenai bagaimana cara penerapan yang baik dan benar mengenai toilet training. Sambil menunggu persiapan dari ners yang lain, apakah ada yang mau membagi cerita kepada semua yang ada disini?”



Ibu Adel



: “Saya ners”



61



MC



: “Baik ibu silahkan diceritakan pengalaman nya pada saat memulai toilet training pada anak ibu”



Ibu Adel



: “Nama saya Adel. Baik Langsung saja ke cerita saya. Awalnya saya bingung bagaimana cara mengatasi anak saya yang susah di ajak untuk ke toilet dan menunggu sampai bab nya keluar. anak saya sekarang umur 4.5 tahun. Dulu disaat umur 18 bulan saya mulai mengajarkan anak saya untuk mulai mandiri membiasakan diri menggunakan toilet. Awal Metode Si kecil susah BAb. kalo Bab sakit jadi saya kasih obat pelancar BAb. tapi selanjutnya kalo BAb dia gak mau menunggu hingga Bab nya keluar. malah di tahan biar gak kluar. sehari bisa 5 kali seperti itu, sampai di celananya ada fases nya sedikit. kalaupun di ajak ke wc untuk nongkrong malah nangis2. kadang perutnya sampe besar seperti kembung tapi keras. stlah seminggu dia gak tahan baru fases nya kluar yang besar. Akhirnya karena takut saya pergi untuk konsultasi kepada teman saya yang perawat. Dia mengatakan bahwa prosedur yang saya lakukan itu salah. Akhirnya saya mulai kembali prosedur yang baru kepada si kecil. Contohnya seperti membicarakan dari hati ke hati apa keinginan si kecil. Setelah itu saya baru tau kalua dia ternyata takut dengan bentuk Toilet pada umumnya. Akhirnya saya memutuskan untuk membelikanya Potty lucu dengan warna yang disukai anak. Selain itu saya juga selalu memberikan menu dengan tinggi serat di setiap menu yang diberikan. Alhamdulillah sekarang Anak saya tau harus melakukan apa dan bisa mengenali waktu nya sendiri untuk BAB dan BAK. Dengan ini saya berharap ibu ibu mengenali dulu apa masalah si kecil mengapa sulit dalam menerima toilet training tersebut. Terimakasih.”



MC



: “Wah Pengalaman yang sangat menarik sekali. Terimakasih karena sudah membagi pengalaman anda ibu Adel. Baik selanjutnya mari kita lihat Peragaan Dari suster Ayu. Waktu dan tempat saya persilahkan?”



62



(NASKAH ROLEPLAY CONTOH AYU SAM NESYA) (Perawat menggunakan metode dengan menggunakan buku anak-anak dan metode mendongeng. Dengan begitu Anak-anak akan merasa lebih muda diarahkan dan terbuka kepada orang tua.) Seorang ibu baru saja pulang dari suatu took buku. Anaknya sudah memasuki masa toilet training. Sehingga ia memutuskan untuk menggunakan metode pendekatan mendongeng. Buku itu berisi tentang bagaimana cara menggunkana toilet, di dalam buku itu juga terdapat bacaan bergambar tentang seorang anak kecil yang sedang melakukan tindakan BAK dan BAB di toilet menggunakan pispot. Ners Ayu



: “Adek mama ada buku baru nih, yuk baca bareng”



Anak



: “Buku tentang apa ini mama?”



Ners Ayu



: “Adek kan sudah besar, sudah waktunya untuk pipis dan poop di toilet nah ayo belajar dari buku ini sama-sama. Nah ini tokoh utamanya boni disini diceritakan kalau boni selalu bilang kemamanya jika mau pipis dan poop. Jadinya dia sekarang sudah tidak harus pakai popok. Kan kalau sudah besar pakainya celana bukan popok. Malukan nanti diejek temannya sudah besar kok pakai popok terus.”



Anak



: “Sehari itu harus berapa kali pipis dan poop mama?”



Ners Ayu



: “Nah gimana kalau kita sepakati dan mama buatkan jadwal untuk adek. Tapi janji, kalau sudah ada jadwalnya. Adek harus bilang sama mama kalau mau pipis atau poop. Setuju? Kalau adek berhasil nggak ngompol. Nanti mama belikan hadiah untuk adek”



Anak



: “Setuju Mama..”



(Disaat si ibu sedang asik menyeterika baju. Tiba-tiba si anak menarik-narik ujung baju si ibu.) Anak



: “Mamaaaaaa, adek mau pipisss”



63



Ners Ayu



:



“Yaudah



ayuk



mama



temenin



adek



ke



toilet”



(Menujuke Toilet) Ners Ayu



: “Pertama dibuka dulu celananya trus adek duduk di kursi ini”



Anak



: “Sulit mama, Adek belum bias buka celana sendiri. Ajarin adek dulu.”



Ners Ayu



: “Yaudah untuk sekarang mama bantu, besok adek harus bias buka sendiri ya. Kan pinter udah gede.”



Anak



: “Oke oke. Sudah ma pipisnya!”



Ners Ayu



: “Pinter! Nah jangan lupa setelah pipis dibersihin dulu, jangan lupa tekan tombol ini supaya tempat pipisnya bersih lagi dan tidak bau. Setuju?”



Anak



: “Baik mama”



Ners Ayu



: “Oh iya habis pipis jangan lupa cuci tanganya. Nanti biar tangannya enggak kotor. Kalau kotor nanti sakit perut loh. Adek mau perutnnya sakit?”



Anak



: “Enggak mama.”



Ners Ayu



: “Anak Pintar. Jangan lupa nanti kalau mau pipis lagi adek lakukan apa yang mama ajarkan, kalau adek masih bingung dan butuh bantuan Adek jangan lupa bilang ya sayang. Nanti mama bantuin. Oke sayang?”



Anak



: “Iya mama”



Ners Ayu



: “Anak pintar” (Mengusap kepala anak)



(Semenjak itu anak menjadi terbiasa dan bisa menggnakan toilet dengan baik.) (Jian, Reffy dan listya mengangkat tangan. Ditunjuk sama MC satu satu) MC



: “Baik Ibu Jian silahkan Pertanyaan nya.”



64



Ibu Jian



: “Baik Sus saya ingin bertanya, dari proses proses Toilet Training yang suster sampaikan. Apakah Membuat jadwal untuk anak adalah hal yang efektif dan apa saja yang perlu di perhatikan dalam membuat jadwal BAK dan BAB untuk anak?



MC



: “ Selanjutnya Ibu Listya?”



Ibu Listya



: “Saya mau bertanya, tadi suster kan bilang kalua waktu training yang salah mempengaruhi anak hingga bisa menjadi beban. Lha kok bisa menjadi seperti itu sus?”



MC



: “ Baik Selanjutnya Ibu Reffy?”



Ibu Reffy



:” Sus saya mau bertanya. Saya masih belum paham mengapa Toilet Training tidak bisa dilakukan terlalu dini. Bukanya Pendidikan terbaik itu terapkan sejak dini? Bukanya dengan begitu kita anak juga bisa menerima sejak awal dan lebih cepat menyesuaikan diri”



MC



: “Baik ibu ibu terimakasih atas semua pertanyaan nya. Untuk selanjutnya akan saya kembalikan kepada pemateri.”



Ners Nurul



: “Wah senang sekali ternyata banyak



yang berantusias



mendengarkan materi yang tadi saya sampaikan. Baik pertamatama saya akan menjawab pertanyaan dari ibu jian tentang jadwal dan apa yang perlu diperhatikan dalam toilet training. Penjadwalan pada toilet training Sangat Efektive, Orang tua bisa menyusun jadwal dengan mudah ketika orang tua tahu dengan tepat kapan anaknya bisa buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK). Ibu bisa memilih waktu selama 4 kali dalam sehari untuk melatih anak. Yaitu pagi, siang, sore dan malam bila orang tua tidak



65



mengetahui jadwal yang pasti BAK atau BAB anak. Apakah bisa diterima ibu? ”



Ibu Jian



: “ Bisa sus terimakasih.”



Ners Anissa



: “Selanjutnya saya akan menjawab pertanyaan ibu Listya. Contoh mengajarkan Toilet training di waktu yang salah adalah disaat anak berganti pengasuh atau masa-masa peralihan lain dalam hidupnya. Yang Anda harus selalu ingat, balita sangat perlu rutinitas agar dia bisa memahami apa yang sedang diajarkan padanya. Sehingga perubahan apapun yang tidak sejalan dengan kesehariannya atau rutinitasnya itu bisa jadi kemunduran untuknya. Jadi sebaiknya tunggu hingga situasi memungkinkan, misalnya ketika si bungsu sudah lahir atau baby sitter baru sudah datang, baru mulai mengajarinya toilet training. Mengapa seperti itu, karena Waktu lainnya yang tidak tepat misalnya ketika anak berganti pengasuh atau masa-masa peralihan lain dalam hidupnya. Yang Anda harus selalu ingat, balita sangat perlu waktu dan pemahaman agar dia bisa memahami apa yang sedang diajarkan padanya. Sehingga perubahan apapun yang tidak sejalan dengan kesehariannya atau rutinitasnya itu bisa diterima olehnya. Jadi sebaiknya tunggu hingga situasi memungkinkan, misalnya ketika si bungsu sudah lahir atau baby sitter baru sudah datang, baru mulai mengajarinya toilet training.”



Ibu Listya



: “Oalah begitu toh sus. Terimkasih.”



Ners Nurul



: “Selanjutnya pertanyaan dari ibu reffy. Sebaiknya jangan mengajari si kecil melakukan toilet training jika memang dia belum siap. Kalau anak diajari terlalu dini, kemungkinan proses belajar itu akan selesai lebih lama. Seperti sudah dijelaskan di atas, tidak ada yang tahu di usia berapa tepatnya anak mulai diajari BAB dan BAK di toilet, semuanya tergantung dari perkembangan anak. Namun sebagian besar balita memiliki kemampuan untuk



66



mempelajari hal tersebut di usia 18 dan 24 bulan. Ada juga beberapa balita yang belum siap sampai usianya tiga atau empat tahun. Jadi sebenarnya orangtualah yang tahu kapan waktu paling tepat



mengajari



anak



toilet



training



dengan



mengamati



perkembangan fisik, kognitif dan perilakunya. Ketika proses belajar toilet training ini sudah dimulai biasanya butuh waktu tiga bulan atau lebih lama. Oleh karena itu Anda harus banyak bersabar dan tetap mendukung anak melaluinya. Kalau ternyata proses belajar ini tidak sukses setelah beberapa minggu dijalankan, bisa jadi anak memang belum siap. Tunggu beberapa minggu dan coba lagi dari awal.” (Reffy mengangguk dan tersenyum sebagai tanda terimakasih) MC



: “Wah sepertinya semua pertanyaan sudah terjawab. Bagiamana bu apakah masih ada yang ingin bertanya?”



Ibu-Ibu



: “Tidak ners.”



MC



: “Baik ibu, saya ucapakan terimakasih. Semoga apa yang disampaikan hari ini bermanfaat. Saya selaku MC memohon maaf bila ada salah kata dan perbuatan. Akhir kata Wassalamualaikum wr.wb.”



67