TM 2 Resume [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KEPERAWATAN TROPIK INFEKSI “RESUME TM 2 ASKEP PENYAKIT TROPIK INFEKSI YANG DISEBABKAN VIRUS: DEMAM BERDARAH DENGUE (DHF DAN DSS)”



Dosen Pengampu : Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep. Disusun Oleh : Rima Mutiara Dhani 131911133104 A3/2019



PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA



TAHUN 2020/2021 A. Definisi Demam dengue/DF dan DBD atau DHF adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik.Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemoragic fever (DHF), dengue fever (DF), demam dengue, dan dengue shock sindrom (DDS). Penyakit DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang merupakan Arbovirus (arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty ) nyamuk aedes aegepty (Candra et al., 2019). B. Faktor Risiko Infeksi virus dengue merupakan hasil dari infeksi multifaktoral antara faktor hospes, agen penyakit, dan lingkungan. Setiap faktor tersebut saling dipengaruhi dan memengaruhi satu dan lainnya. Kompleksitas setiap faktor membuat DBD sulit dikendalikan. Faktor determinan lain dalam penyebaran infeksi virus dengue adalah 1) perubahan demografi, termasuk pertumbuhan laju penduduk; 2) peningkatan urbanisasi; 3) transportasi modern yang membuat mobilitas penduduk makin tinggi dan cepat sehingga memudahkan perpindahan komiditas hewan, vektor dan patogen [ CITATION Agu19 \l 1033 ]. Faktor yang memengaruhi beratnya gejala klinis DBD



yaitu, usia muda, jenis kelamin perempuan, BMI yang tinggi, status virus [ CITATION Has14 \l 1033 ].



C. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis infeksi sangat bervariasi, mulai gejala demam ringan yang tidak spesifik, Demam Dengue (DD), atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Dengue Sindrom Syok (DSS). Setelah masa inkubasi, gejala klinis mulai muncul dengan tiba- tiba dan diikuti dengan 3 fase yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan [ CITATION Has14 \l 1033 ]. D. Cara Transmisi Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa



spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4–6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Nuryati, 2012). E. Patofisiologi dan Patogenesis Patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit. DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun. Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibodi anamnestik yang akan terjardi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa



renjatan. Jumlah tromosit secara cepat meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak permulaan penyakit (Nuryati, 2012). F. DSS (Dengue Shock Syndrome) Pada DSS, setelah demam berlangsung selamabeberapa hari keadaan umum tiba-tiba memburuk, hal ini terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu di antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat di terangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis (the immunological enchancement hypothesis). Pada sebagian besar kasus ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, dengan prognosis buruk. Sebaliknya dengan pengobatan yang tepat segera terjadi masa penyembuhan dengan cepat. Pasien menyembuh dalam waktu 2-3 hari. Selera makan membaik merupakan petunjuk prognosis baik. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi. Jumlah trombosit < 100.000/μl ditemukan di antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematocrit merupakan bukti adanya kebocoran plasma, terjadi pula pada kasus derajat ringan walaupun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang sering ditemukan ialah hipoproteinemia, hiponatremia, kadar transaminase serum dan nitrogen darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah leukosit bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang- kadang ditemukan albuminuria ringan yang bersifat sementara [ CITATION Dif13 \l 1033 ]. G. Pencegahan Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu : a. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: Menguras bak mandi/penampungan airsekurang-kurangnya sekali seminggu; Mengganti/menguras vas bunga dan tempat- minum burung seminggu sekali; Menutup dengan rapat tempat penampungan- air; Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah. b. Biologis



Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). c. Kimiawi Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu; Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lainlain. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan dengan kondisi setempat (Candra et al., 2019).



Daftar Pustaka Candra, A., Pengajar, S., Ilmu, B., Fakultas, G., & Universitas, K. (2019). Asupan Gizi Dan Penyakit Demam Berdarah/ Dengue Hemoragic Fever (Dhf). Asupan Gizi Dan Penyakit Demam



Berdarah/



Dengue



Hemoragic



Fever



(Dhf),



7(2),



23–31.



https://doi.org/10.14710/jnh.7.2.2019.23-31 Hanim, D. (2013). Program Pengendalian Penyakit Menular; Demam Berdarah Dengue. Surakarta: Tim Field Lab FK UNS. Hasyanto Lim, D. L. (2014). Prinsip Farmakologi-Endokrin-Infeksi Pengobatan Berbasis Patobiologi. Jakarta: PT. Sofmedia. Nuryati, E. (2012). Analisis Spasial Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kota Bandar Lampung



Tahun



2006-2008.



Jurnal



Ilmiah



Kesehatan,



1(2).



https://doi.org/10.35952/jik.v1i2.80 Suwandono, A. (2019). Dengue Update. In A. Suwandono, Menilik Perjalanan Dengue di Jawa Barat. Jakarta: LIPI Press.