4 0 2 MB
PENENTUAN KD NaOH dan KLOROFIL
M. RAFI RAYANDHIKA (J0312201063) TRI WAHYU KODRADI (J0312201085)
PRINSIP
Standarisasi HCl
Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering dihasilkan konsentrasi yang tidak kita inginkan. HCl adalah contoh larutan standar sekunder, sehingga untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya perlu dilakukan standarisasi. Standarisasi sering dilakukan dengan titrasi menggunakan larutan standar primer (Harjadi, 2000).
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan Teknik pemisahan untuk memisahkan satu atau lebih komponen atau analit dari suatu sampel dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai (Underwood, 2002).
Koefisien Distribusi Pada ekstraksi, prinsip pemisahan didasarkan pada kemampuan atau daya larut analit pada pelarut tertentu. Perbandingan konsentrasi pada keadaan setimbang di dalam dua fase disebut koefisien distribusi (KD) (Underwood, 2002).
METODE
ALAT DAN BAHAN STANDARDISASI HCl BAHAN Akuades Boraks HCl Indikator merah metil
ALAT Gelas kimia Pemanas Sudip Batang pengaduk Corong Tissue Buret dan statif Pipet ukur
Kaca arloji Neraca analitik Kain lap Botol semprot Labu ukur Pipet Erlenmeyer
ALAT DAN BAHAN KONSENTRASI NaOH BAHAN NaOH HCl Indikator bromtimol biru
ALAT Erlenmeyer Gelas kimia Buret dan statif Tissue
Alat dan Bahan Penentuan KD NaOH
CORONG PISAH BURET
HCl Standarisasi NaOH
ERLENMEYER STATIF CORONG KACA
INDIKATOR BTB N-HEKSANA
PIPET MOHR
Alat dan Bahan Penentuan KD Klorofil
SENTRIFUGE SPEKTROFOTOMETER
PETROLEUM ETER (PE) DAUN BAYAM
KUVET CORONG PISAH TABUNG REAKSI
PASIR KUARSA METANOL AQUADES
PIPET TETES GELAS UKUR BEAKER GLASS
PROSEDUR
STANDARDISASI HCl
Air dipanaskan
Boraks ditimbang
Boraks dilarutkan
Larutan dimasukkan labu ukur
Larutan ditera
Dilakukan titrasi
Larutan ditambahkan indikator merah metil
Larutan boraks dipipet 10 mL
HCl dimasukkan ke dalam buret
Larutan dikocok agar homogen
PENENTUAN KONSENTRASI NaOH
10 mL NaOH dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditambahkan indicator bromtimol biru
Dilakukan titrasi dengan HCl
CARA KERJA PENENTUAN KD NaOH
1. NaOH 25 mL dimasukkan ke dalam corong pisah
2. Dipastikan cerat corong pisah dalam keadaan tertutup
3. Percobaan dilakukan duplo
4. n-heksana sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam corong pisah
5. Corong pisah dikocok sampai tidak ada lagi gas
6. Corong pisah didiamkan sampai tidak ada emulsi
7. Setelah terbentuk dua fase, cerat
8. Volume dicatat secara kuantitatif,
9. Indikator BTB sebanyak 2-3 tetes
dibuka dan ditampung
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
10. Dititrasi dengan HCl yang sudah distandarisasi
11. Volume HCl yang terpakai dicatat secara kuantitatif
12. Percobaan diulangi untuk ulangan kedua
yang sudah berisi NaOH
CARA KERJA PENENTUAN KD KLOROFIL
1. Daun bayam sebanyak 0,25 g digerus dengan batuan pasir kuarsa
2. Gerusan dimasukkan ke dalam gelas piala
3. Ditambahkan dengan 4 mL metanol, kemudian didiamkan selama 10 menit
4. Ditambahkan kurang lebih 15 mL petroleum eter
5. Sampel dimasukkan ke dalam sentrifuge
6. Posisi penempatan tabung diperhatikan agar sentrifuge seimbang
7. Pengaturan waktu dilakukan terlebih
8. Sampel diambil setelah sentrifuge
9. Lapisan petroleum eter (PE) pada
dahulu, kemudian dilakukan pengaturan kecepatan
berbunyi, kemudian kecepatan diturunkan secara perlahan
lapisan atas diambil dan diukur volumenya
10. Lapisan PE dimasukkan ke dalam
11. Air dengan volume yang sama
12. Corong pisah dikocok sampai tidak
corong pisah
dengan PE dimasukkan ke dalam corong pisah
terbentuk lagi gas
13. Corong pisah didiamkan sampai tidak terbentuk emulsi
14. Lapisan atas dan bawah kemudian ditampung kemudian diukur serapannya dengan menggunakan
15. Kuvet dibilas dengan aquades kemudian gelembung gas dihilangkan dengan ditambahkan lagi aquades
spektrofotometer
16. Aquades diganti dengan sampel air kemudian dicatat absorbannya
19. Sampel air menggunakan blanko air
17. Blanko sampel PE dengan menggunakan PE dan dinolkan dengan
18. Sampel PE hasil ekstraksi cair-cair sebelumnya diukur dan dicatat
menekan angka 0,00 (warna kuning)
serapannya
20. Sampel air kemudian diukur dengan panjang gelombang 665 nm
21. Dilakukan pengukuran sampel PE dengan menggunakan blanko PE pada panjang gelombang 665 nm
HASIL DAN PEMBAHASAN
STANDARISASI HCl Massa boraks Volume labu takar Volume HCl dipipet
: 1,899 gram : 100 ml : 10 ml
Ulangan
V awal (mL)
V akhir (mL)
V terpakai (ml)
1
2,3
13,4
11,1
2
13,4
24,1
10,7
3
24,1
34,7
10,6
Konsentrasi boraks (N)
Konsentrasi HCl (N) 0,0895
0,0994
Rata-rata Indikator : Metil merah Perubahan warna: TE : kuning → jingga ; TA : Kuning → merah Reaksi : Na2B4O7.10H2O + 2HCl 2NaCl +4H3BO3 + 5H2O
0,0929 0,0937 0,0920
KONSENTRASI AWAL NaOH Volume NaOH dipipet : 10 ml Ulangan
V HCl awal (mL)
V HCl akhir (mL)
V HCl terpakai (mL)
Konsentrasi NaOH (N)
1
8,3
17,3
9,0
0,0828
2
17,3
26,2
8,9
0,0818
3
26,2
35,2
9,0
0,0828
Rata-rata
Indikator : Bromtimol biru Perubahan warna: TE : biru → hijau ; TA : biru → kuning Reaksi : HCl + NaOH NaCl + H2O
0,0824
KONSENTRASI NaOH PARTISI Volume NaOH hasil partisi (fase bawah) : 25 mL Ulangan
V awal (mL)
V akhir (mL)
V terpakai (mL)
Konsentrasi NaOH (N)
1
0,4
21,4
21
0,0772
2
21,4
42,4
21
0,0772
3
22,5
43,7
21,2
0,0780
Rata-rata Indikator Perubahan warna Reaksi
: Bromtimol biru : biru → hijau : HCl + NaOH NaCl + H2O
0,0774
KONSENTRASI NaOH FASE HEKSANA dan KD NaOH Konsentrasi NaOH (N)
Ulangan
Konsentrasi NaOH Fase Heksana (N)
KD NaOH
Awal
Partisi
1
0,0828
0,0772
0,0056
0,0725
2
0,0818
0,0772
0,0046
0,0595
3
0,0828
0,0780
0,0048
0,0615
0,0050
0,0646
Rata-rata N NaOH Fase Heksana = N NaOH awal – N NaOH Partisi N NaOH Fase Heksana = 0,0828 – 0,0772 N NaOH Fase Heksana = 0,0056
𝑵𝒂𝑶𝑯 𝒉𝒆𝒌𝒔𝒂𝒏𝒂 𝟎, 𝟎𝟎𝟓𝟔 𝑲𝑫 𝑵𝒂𝑶𝑯 = = = 𝟎, 𝟎𝟕𝟐𝟓 𝑵𝒂𝑶𝑯 𝒑𝒂𝒓𝒕𝒊𝒔𝒊 𝟎, 𝟎𝟕𝟕𝟐
KD KLOROFIL a/b EKSTRAK DAUN BAYAM HIJAU Klorofil a [mg/L]
Fase Air = 13,7 (A665) – 2,69 (A649)
Fase PE = 13,7 (A665) – 2,69 (A649)
Fase Air = (13,7 x 0,179) – (2,69 x 0,155)
Fase PE = (13,7 x 1,056) – (2,69 x 0,377)
Fase Air = 2,0354 mg/L
Fase PE = 13,4531 mg/L
[𝑘𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑎 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑃𝐸] 𝐾𝐷 𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑎 = [𝑘𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑎 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑖𝑟] 13,4531 𝐾𝐷 𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑎 = = 6,6096 2,0354
Klorofil b [mg/L] Fase Air = 25,8 (A649) – 7,6 (A665)
Fase PE = 25,8 (A649) – 7,6 (A665)
Fase Air = (25,8 x 0,155) – (7,6 x 0,179)
Fase PE = (25,8 x 0,377) – (7,6 x 1,056)
Fase Air = 2,6386 mg/L
Fase PE = 1,7010 mg/L
[𝑘𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑏 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑃𝐸] 𝐾𝐷 𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑏 = [𝑘𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑏 𝑓𝑎𝑠𝑒 𝑎𝑖𝑟] 1,7010 𝐾𝐷 𝐾𝑙𝑜𝑟𝑜𝑓𝑖𝑙 𝑏 = = 0,6447 2,6386
PEMBAHASAN HCl harus distandarisasi karena larutan ini mudah menguap dan mudah bereaksi dengan senyawa lain di udara. Dengan kata lain larutan HCl bersifat higroskopis, menyerap uap air, dan menyerap CO2 pada saat proses penimbangan, sehingga konsentrasinya dapat berubah dengan cepat (Kristiani, 2013). Boraks memiliki kelarutan yang rendah dalam air sehingga perlu dipanaskan untuk meningkatkan kelarutannya. Standarisasi suatu larutan dilakukan dengan metode titrasi. Larutan yang distandarisasi adalah larutan HCl dengan boraks. Konsentrasi larutan HCl dapat diketahui dengan rumus titrasi, yaitu: N₁ × V₁ = N₂ × V₂ Berdasarkan rumus tersebut, maka konsentrasi HCl setiap ulangan berturut turut adalah 0,0895 N, 0,0929N, dan 0,0937N sehingga didapatkan rata-rata 0,0920 N.
PEMBAHASAN Prinsip kerja ekstraksi pada praktikum kali ini melibatkan pengontakan suatu larutan dengan pelarut (solvent), dimana solvent disini adalah pelarut boraks atau n-heksana, yang tidak saling larut (immisible) dengan NaOH karena mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fase beberapa saat setelah penambahan pelarut.
Koefisien perpindahan massa merupakan tingkat kemudahan suatu massa senyawa untuk berpindah dari suatu larutan ke larutan lain. Dalam percobaan, perpindahan NaOH ke dalam pelarut baru yang diberikan yaitu n-heksana, disebabkan oleh adanya daya dorong (dirving force) yang muncul akibat adanya beda potensial kimia antara kedua pelarut. Sehingga proses ektraksi cair-cair merupakan proses perpindahan massa yang berlangsung secara difusional (Laddha 1978).
PEMBAHASAN Berdasarkan percobaan didapatkan konsentrasi NaOH awal 0,0828N ; 0,0818N ; 0,0828N sehingga didapatkan rata rata 0,0824 N. Sedangkan untuk konsentrasi NaOH partisi yang didapatkan dalam setiap ulangan adalah 0,0772N ; 0,0772N ; 0,0780N, Sehingga didapatkan rata-rata 0,0774N. Dengan didapatkannya konsentrasi NaOH awal dan NaOH partisi maka didapatkan nilai KD dari NaOH yaitu dengan rata-rata 0,0646. Dari nilai KD tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah NaOH banyak terdistribusi di fase air. Untuk menentukan KD klorofil ekstrak daun bayam hijau terlebih dahulu ditentukan konsentrasi klorofil a dan b pada fase air dan PE dengan satuan mg/L, pada klorofil a fase air dan PE diperoleh hasil sebesar 2,0354 mg/L dan 13,4531 mg/L sedangkan pada klorofil b fase air dan PE diperoleh hasil sebesar 2,6386 mg/L dan 1,7010 mg/L. Dari hasil tersebut dapat diperoleh nilai konsentrasi distribusi klorofil a dan b ekstrak daun bayam hijau dengan membagi antara konsentrasi fase organik dan fase air sehingga hasilnya adalah konsentrasi distribusi klorofil a lebih besar dengan nilai 6,6096 dan konsentrasi distribusi klorofil b lebih kecil dengan nilai 0,6447.
KESIMPULAN Dari praktikum yang dilakukan didapatkan nilai rerata koefisien distribusi (KD) NaOH adalah sebesar 0,0646 sehingga dapat disimpulkan bahwa NaOH lebih banyak terdistribusi pada fase air karena nilai KD < 1. Sedangkan untuk serapan hasil KD klorofil a dan b pada A649 dan A665, klorofil a memiliki nilai 6,6096 berarti klorofil a lebih banyak terdistribusi pada pelarut organik dan KD klorofil b sebesar 0,6447 berarti klorofil b lebih terdistribusi pada pelarut air.
DAFTAR PUSTAKA Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press Underwood AL, Day RA. 2022.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga