Topik 11 Teori Biaya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Topik 9 TEORI BIAYA A. Konsep Biaya Relevan Istilah biaya bisa diartikan dengan berbagai cara dan pengertiannya pun berubah-ubah, tergantung pada bagaimana penggunaan biaya tersebut. Umumnya, biaya berkaitan dengan tingkat harga barang yang harus kita bayar. Jika kita membeli sebuah produk secara tunai dan kemudian segera menggunakan produk tersebut, maka tidak akan ada masalah yang timbul dalam pendefinisian dan pengukuran biaya produk tersebut. Apabila suatu barang dibeli lalu kemudian disimpan untuk sementara waktu, maka akan muncul masalah dan masalah tersebut akan rumit, jika barang tersebut merupakan aset yang berumur panjang dan digunakan pada tingkat yang bermacammacam pada beberapa periode waktu yang tak terbatas. Berapa biaya penggunaan aset tersebut selama periode waktu tertentu? Biaya yang akan digunakan untuk suatu penggunaan tertentu disebut biaya relevan (relevant cost). Definisi lainnya mengatakan bahwa biaya relevan ialah biaya yang akan terjadi dimasa datang dan jumlahnya berbeda untuk setiap alternatif yang akan dipilih. Pada saat penghitungan biaya yang akan digunakan untuk melengkapi formulir pajak pendapatan sebuah perusahaan, para akuntan perlu untuk membuat perincian jumlah rupiah aktual yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja, bahan baku dan peralatan modal yang digunakan dalam produksi, sehingga, Pengeluaran rupiah historis untuk tujuan-tujuan pembayaran pajak tersebut diatas, dapat kita katakan sebagai biaya relevan. Namun, untuk keputusan-keputusan manajerial, penggunaan konsep biaya historis tidak tepat, karena biaya sekarang (current cost) dan biaya yang diproyeksikan untuk masa yang akan datang (projected cost) adalah lebih relevan dari pada pengeluaran historis tersebut.



Misalnya, sebuah perusahaan konstruksi mempunyai persediaan (inventory) 1.000 ton baja yang dibeli pada tingkat harga Rp 250.000 per ton. Harga baja saat ini dua kali lipat yaitu Rp. 500.000 per ton. Jika perusahaan diminta untuk mengerjakan sebuah proyek, maka biaya yang akan diperhitungkan untuk baja yang akan digunakan pada proyek tersebut adalah Rp. 500.000 (biaya sekarang).



B. Biaya Peluang (Opportunity Cost) Sumber daya ekonomi mempunyai nilai, karena sumber daya tersebut dapat digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa yang akan di konsumsi. Jika sebuah perusahaan menggunakan suatu sumber daya untuk memproduksi produk tertentu, perusahaan tersebut juga dapat menggunakan sumber daya tersebut bagi penggunaan alternatif. Oleh karena itu, perusahaan harus menetapkan suatu tingkat harga yang besarnya paling tidak sama dengan nilai sumber daya tersebut untuk dalam penggunaan alternatif. Biaya peluang adalah adalah suatu ukuran dari biaya ekonomi yang harus dikeluarkan dalam rangka memproduksi suatu barang atau jasa tertentu dalam kaitannya dengan alternatif lain yang harus dikorbankan. Konsep biaya peluang ini menunjukkan kenyataan bahwa semua keputusan didasarkan pada pilihan diantara tindakan alternatif. Biaya peluang sebuah sumber daya ditentukan oleh nilai penggunaan alternatif terbaik dari sumber daya tersebut. Misalnya sebuah perusahaan memiliki peralatan modal yang dapat digunakan untuk memproduksi barang A atau barang B, jika perusahaan memilih untuk menggunakan alat tersebut dalam memproduksi barang A, maka dia akan kehilangan kesempatan dalam memproduksi barang B yang dinilai bukan alternatif terbaik oleh perusahaan tersebut. C. Biaya Eksplisit Dan Implisit Biaya penggunaan sumber daya mencakup biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya ekspilist antara lain meliputi upah yang dibayarkan, pengeluaran untuk listrik, pembayaran untuk bahan-bahan baku, bunga yang dibayarkan kepada para pemegang obligasi perusahaan dan sewa bangunan. Sedangkan biaya implisit berhubungan



dengan setiap keputusan yang diambil dan jauh lebih sulit untuk dihitung. Biayabiaya implisit ini tidak memasukkan pengeluaran-pengeluaran tunai, sehingga seringkali diabaikan dalam analisis pembuatan keputusan. Misalnya, sewa yang dapat diterima seorang petani dari lading/sawahnya jika ia tidak menggunakan ladang/sawah tersebut merupakan biaya implisit dari kegiatan pertaniannya.



D. Biaya Incremental Dan Sunk Cost Biaya inkremental adalah biaya yang akan timbul sebagai akibat dari adanya suatu pengambilan keputusan. Biaya inkremental ini merupakan perubahan biaya total yang disebabkan oleh adanya suatu keputusan yang dibuat. Oleh karena itu biaya inkremental ini bisa bersifat tetap dan bisa bersifat variabel, karena sebuah keputusan baru mungkin mengharuskan pembelian fasilitas modal tambahan, tambahan tenaga kerja, dan bahan-bahan ekstra lainnya. Jika penerimaan inkremental lebih besar dari biaya inkremental, maka keputusan yang akan diambil dapat menambah laba total (atau akan mengurangi kerugian jika penerimaan total yang diperoleh tidak bisa menutup biaya total yang ditanggung). Biaya inkremental tidak sama dengan biaya marginal (MC), namun pemahaman tentang biaya marginal penting untuk menghitung biaya inkremental. Biaya marginal adalah perubahan biaya total (TC) yang disebabkan oleh adanya perubahan output sebesar satu unit, sedangkan biaya inkremental adalah perubahan biaya secara keseluruhan yang disebabkan oleh suatu keputusan. Misalnya keputusan untuk mengenalkan teknologi baru untuk menghasilkan tingkat output yang sama. Biaya yang telah dikeluarkan untuk pembelian mesin-mesin atau pabrik dan bangunan-bangunan lainnya dianggap sebagai sunk cost. Sunk cost adalah biaya yang terjadi pada masa lalu, sudah dibayar dan tidak dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Misalnya, sebuah perusahaan akan mengambil keputusan untuk melakukan pembangunan sebuah gedung kesenian. Sadar atau tidak, usulan proyek yang diajukan oleh perusahaan sudah mempertimbangkan peralatan, kemampuan, potensi dan lain-lain yang telah dimiliki oleh perusahaan. Usulan tersebut dilakukan karena arsitekturnya telah ada, keseniannya telah berkembang,



tanah untuk lokasi telah tersedia, banyak konsumen menghendaki dan mampu untuk membayar dan lain-lain. Potensi yang telah ada itulah yang kemudian berkembang menjadi apa yang disebut sunk cost. Jadi sunk cost merupakan potensi atau kekayaan yang melatarbelakangi usulan suatu proyek (keputusan).



E. Biaya Jangka Pendek Dan Jangka Panjang Penggunaan konsep biaya relevan untuk keputusan penentu tingkat output dan harga secara, tepat membutuhkan suatu pemahaman tentang hubungan antara biaya dan output suatu perusahaan atau dengan kata lain fungsi biayanya tergantung pada fungsi produksi perusahaan dan fungsi penawaran pasar dari input-input yang digunakan perusahaan tersebut. Fungsi produksi menunjukkan hubungan teknis antara kombinasi penggunaan input dengan tingkat outputnya, dimana harga-harga input akan menghasilkan fungsi biaya. Terdapat dua fungsi utama biaya yang digunakan dalam pembuatan keputusan manajerial yaitu fungsi biaya jangka pendek yang digunakan terutama untuk pembuatan keputusan operasional sehari-hari dan fungsi biaya jangka panjang yang biasanya digunakan untuk perencanaan jangka panjang. Dalam jangka pendek beberapa input bersifat tetap dan keputusan-keputusan perusahaan terhambat oleh pengeluaran-pengeluaran modal sebelumnya dan komitmen-komitmen lainnya, sementara dalam jangka panjang perusahaan dapat menambah, menurunkan, atau mengubah penggunaan faktor-faktor produksi tanpa batasan. Dari penjelasan tersebut diatas, dapat kita pahami mengapa kurva jangka pendek disebut dengan kurva operasi (operating curve) dan kurva jangka panjang sering disebut dengan kurva perencanaan (planning curve). Biaya tetap (fixed cost/FC) merupakan biaya yang tidak tergantung pada tingkat output. Misalnya, biaya bunga pinjaman modal, biaya sewa peralatan pabrik, pajak kekayaan, dan lain-lain. Sedangkan biaya variabel (variable cost/VC) adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan jumlah output. Misalnya, biaya tenaga kerja, komisi-komisi penjualan, dan lain-lain.



F. Kurva Biaya Jangka Pendek Baik biaya tetap maupun biaya variabel akan mempengaruhi biaya jangka pendek sebuah perusahaan sebagaimana terlihat pada gambar 10.1. berikut yang memperlihatkan bahwa biaya total atau total cost (TC) pada setiap tingkat output merupakan penjumlahan dari biaya tetap total atau fixed cost (TFC) dengan biaya variabel total atau variable cost (TVC). Kurva TC tersebut dibuat untuk menunjukkan kombinasi input yang optimal atau least cost combination untuk memproduksi output pada suatu skala pabrik tertentu. Dengan menggunakan TC untuk menunjukkan biaya total, TFC untuk biaya tetap total, TVC untuk biaya variabel total dan Q untuk jumlah output yang dihasilkan, maka berbagai unit biaya dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:



Berdasarkan gambar 10.1 dibawah terlihat bahwa bentuk kurva TC sepenuhnya ditentukan oleh kurva TVC, sehingga slope kurva TC pada setiap tingkat output adalah identik dengan slope kurva TVC. Biaya tetap (FC) hanya menggeser kurva TC ke tingkat yang lebih tinggi yang berarti bahwa MC sama sekali tidak tergantung pada biaya tetap (FC). MC adalah perubahan biaya yang disebabkan oleh suatu perubahan output, dan karena FC tidak tergantung pad output, maka FC tidak dapat mempengaruhi MC. Bentuk kurva TVC sangat ditentukan oleh produktivitas variabel input yang digunakan. Pada gambar terlihat bahwa awalnya kurva VC meningkat dengan tingkat kenaikan yang semakin menurun (decreasing rate) sampai pada tingkat output sebesar Q1 dan kemudian meningkat dengan tingkat kenaikan yang semakin menaik (increasing rate).



Dengan menganggap bahwa harga-harga input variabel tidak berubah (konstan), berarti produktivitas marginal dari input-input variabel pada awalnya meningkat, lalu kemudian menurun. Artinya input-input variabel tersebut memperlihatkan increasing returns pada kisaran output 0 sampai Q1 unit, kemudian setelah itu terjadi decreasing returns. Dalam kasus ini berlaku the law of diminishing return dimana presentase kenaikan penggunaan input variabel akan lebih besar dari pada presentase kenaikan output yang dihasilkan. Hubungan antara biaya-biaya jangka pendek dengan produktivitas input variabel ditunjukkan oleh kurva-kurva unit biaya. Awalnya MC menurun pada saat produktivitas meningkat (0 – Q1), kemudian meningkat. Hal ini menyebabkan kurva AVC dan AC berbentuk U. Penurunan kurva MC awalnya lebih cepat dibanding kurva AVC dan AC, kemudian menaik dan memotong kedua kurva tersebut pada titik minimumnya masing-masing. Gambar 9.1. Kurva-Kurva Biaya Jangka Pendek



G. Kurva Biaya Jangka Panjang Dalam jangka panjang, suatu perusahaan tidak mempunyai input tetap, oleh karena itu semua biaya jangka panjang adalah variabel. Selain itu, sebagaimana kurva-kurva biaya jangka pendek menggunakan kombinasi-kombinasi input yang optimal (least cost combination) untuk memproduksi setiap tingkat output (pada skala pabrik tertentu), maka kurva-kurva biaya jangka panjang juga dibuat dengan menggunakan asumsi bahwa sebuah pabrik yang optimal (pada tingkat teknologi tertentu) digunakan untuk memproduksi tingkat output tertentu. Kurva biaya jangka panjang menunjukkan keadaan returna to scale dan dapat digunakan untuk mengarahkan keputusan-keputusan perencanaan sebuah perusahaan. Biaya Total Jangka Panjang Apabila harga input tidak dipengaruhi oleh jumlah sumber daya yang dibeli, maka terjadi hubungan langsung antara biaya dengan produksi sebagaimana terlihat pada gambar 10.2 dibawah yang menunjukkan keadaan konstan return to scale. Fungsi produksinya linier dan dua kali lipat input akan menyebabkan dua kali lipat outputnya. Dengan harga-harga input yang konstan, dua kali lipat input akan menduakali lipatkan outputnya yang menghasilkan sebuah fungsi TC yang linear. Gambar 9.2. Fungsi TC yang Menunjukkan Sistem Produksi yang Konstan Returns To Scale



Jika fungsi produksi sebuah perusahaan bersifat decreasing returns to scale, maka penggunaan input harus lebih dari dua kali lipat untuk dapat menghasilkan output dua kali lipat.



Selanjutnya dengan menganggap harga-harga input tidak bertambah (konstan), fungsi biaya yang berkaitan dengan suatu sistem produksi akan meningkat dengan tingkat kenaikan yang semakin besar, seperti ditunjukkan dalam gambar 10.3 dibawah. Fungsi produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns dan kemudian decreasing returns akan ditunjukkan dalam gambar 10.4 dibawah. Dalam hal ini proporsi kenaikan biaya lebih kecil dari proporsi kenaikan output pada kisaran increasing returns to scale, tetapi lebih besar pada saat terjadi decreasing returns to scale. Semua hubungan langsung antara fungsi produksi dan fungsi biaya yang dijelaskan di atas didasarkan pada asumsi bahwa harga-harga input adalah konstan. Jika harga-harga input merupakan fungsi dari output, maka fungsi biaya tersebut akan menunjukkan kenyataan. Misalnya, fungsi biaya suatu prusahaan yang berada pada keadaan constant returns to scale, dimana harga-harga input akan meningkat sesuai dengan jumlah input yang dibeli, akan berbentuk seperti terlihat pada gambar 10.3. Proporsi kenaikan biaya akan lebih besar dari pada proporsi kenaikan output. Di lain pihak, diskon kuantitas dalam pembelian akan menghasilkan sebuah fungsi produksi yang meningkat pada keadaan decreasing return to scale, seperti halnya pada increasing returns yang ditunjukkan gambar 10.4. Gambar 9.3. Fungsi TC yang Menunjukkan Sistem Produksi Yang Decreasing Returns To Scale



Return To Scale Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya pola produksi di mana awalnya terjadi increasing returns to scale kemudian decreasing returns to scale sebagaimana terlihat pada gambar 9.4. Skala produksi yang ekonomis (economies of scale), yang



menyebabkan biaya rata-rata jangka panjang atau log-run average cost (LRAC) menurun, terjadi karena hubungan produksi dan hubungan pasar. Spesialisasi dalam penggunaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting yang menghsilkan economies of scale. Para pekerja disebuah perusahaan kecil biasanya mempunyai beberapa pekerjaan, dan keahlian mereka untuk suatu jenis pekerjaan biasanya lebih rendah dari para pekerja yang hanya berspesialisasi dalam satu pekerjaan saja dan produktivitas tenaga kerja seringkali lebih tinggi dalam suatu perusahaan yang besar, dimana individu bisa dipekerjakan untuk suatu pekerjaan tertentu. Hal tersebut akan menurunkan biaya produksi per unit untuk skala produksi yang lebih besar. Faktor teknologi juga dapat menimbulkan economies of scale. Skala produksi yang besar biasanya memungkinkan penggunaan penggunaan peralatan modern yang canggih. Seringkali produktivitas peralatan tersebut meningkatkan jumlah produksi lebih cepat dari pada biaya. Gambar 9.4. Fungsi TC yang Menunjukkan Sistem Produksi yang Awalnya Increasing Return To Scale Kemudian Decreasing Returns To Scale



Economies of scale juga dapat disebabkan oleh diskon kuantitas dalam pembelian misalnya pembelian bahan baku, persediaan dan input-input lainnya secara besar-besaran, juga bisa disebabkan oleh biaya modal. Biasanya, semakin besar suatu perusahaan maka ia mempunyai akses yang lebih besar pula terhadap pasar modal



dan bisa memperoleh dana dengan tingkat bunga yang lebih rendah. Faktor-faktor tersebut dan yang lain-lainnya bisa menghasilkan increasing returns to scale. Pada beberapa tingkat output, economies to scale biasanya tidak berlangsung lama, karena biaya rata-rata atau average cost (AC) mulai meningkat. Kenaikan AC pada tingkat output yang tinggi seringkali disebabkan oleh keterbatasan menajemen dalam mengkoordinasi sebuah organisasi pada saat manajemen tersebut mencapai ukuran yang sangat besar daripada output (yang menyebabkan kenaikan unit biaya) dan manajemen menjadi kurang efisien yang pada akhirnya akan meningkatkan biaya produksi suatu produk. Walaupun keberadaan diseconomies of scale seperti itu masih diperdebatkan



oleh



para



peneliti,



namun



kenyataan



menunjukkan



bahwa



diseconomies memang terjadi dalam industri-industri tertentu. Elastisitas Biaya Meskipun gambar 9.2 sampai 9.4. sangat membantu untuk menjelaskan hubungan antara biaya total (TC) dan output dengan returns to scale, tetapi akan lebih mudah jika dihitung returns to scale suatu sistem produksi melalui elastisitas biaya. Elastisitas biaya (εc) mengukur persentase perubahan biaya total (TC) yang disebabkan oleh satu persen perubahan output. Secara matematis elastisitas biaya tersebut adalah:



Hubungan antara elastisitas biaya dengan returns to scale terlihat pada table 10.1 dibawah:



Jika elastisitas biaya lebih kecil dari satu ( εc < 1), biaya akan meningkat lebih lambat daripada output. Jika harga-harga Input tidak berubah (konstan), maka εc < I menunjukkan rasio output-input yang lebih tinggi dan keadaan increasing returns to scale. Jika εc = 1, maka proporsi kenaikan output dan biaya besarnya sama dan ini menunjukkan keadaan constant returns to scale. Jika εc > 1, maka setiap kenaikan output akan menyebabkan kenaikan biaya yang lebih besar, ini menunjukkan keadaan decreasing returns to scale. Biaya Rata-Rata Jangka Panjang Pengetahuan tambahan mengenai skala produksi yang ekonomis dan hubungan antara biaya jangka panjang dan jangka pendek bisa diperoleh melalui pemahaman terhadap kurva biaya rata-rata jangka panjang atau long-run average cost (LRAC). Karena kurva-kurva biaya jangka panjang menunjukkan skala-skala pabrik yang optimal untuk setiap tingkat produksi, maka kurva LRAC bisa dianggap sebagai amplop dari kurva-kurva biaya rata-rata jangka pendek atau short-run average cost (SRAC). Konsep ini ditunjukkan pada gambar 10.5. dimana 4 kurva SRAC menunjukkan 4 skala pabrik yang berbeda. Keempat pabrik tersebut masingmasing mempunyai kisaran output yang paling efisien. Misalnya pabrik A, mempunyai sistem produksi dengan biaya terkecil (least cost) pada kisaran antara 0 dan Q1 unit. Pabrik B pada kisaran antara Q1 dan Q2, sedangkan pabrik C pada kisaran antara Q2 dan Q3, dan pabrik D pada kisaran di atas Q3. Bagian yang bergaris tebal pada setiap kurva menunjukkan LRAC minimum untuk menghasilkan setiap tingkat output, dengan asumsi bahwa hanya ada empat kemungkinan skala pabrik. Kita bisa menggambarkan hal tersebut dengan menganggap bahwa pabrik-pabrik mempunyai berbagai ukuran, dimana masingmasing mempunyai ukuran sedikit lebih besar dari yang sebelumnya. Seperti ditunjukkan dalam gambar 10.6. kurva SRAC. Pada setiap titik singgung tersebut, skala pabrik yang terjadi adalah optimal. Sistem biaya sebagaimana terlihat pada gambar 10.5 dan 10.6 awalnya menunjukkan keadaan increasing returns to scale kemudian menjadi decreasing returns to scale. Pada kisaran output yang dihasilkan oleh pabrik A, B dan C dalam gambar 9.5, biaya rata-rata (AC) menurun.



Menurunnya biaya tersebut menunjukkan bahwa kenaikan biaya total lebih kecil daripada output. Karena biaya minimum pabrik D lebih besar daripada pabrik C, maka sistem tersebut menunjukkan decreasing returns to scale pada tingkat output yang lebih tinggi. Gambar 9.5. Kurva SRAC untuk 4 Skala Pabrik yang Berbeda



Sistem produksi yang mula-mula menunjukkan increasing returns to scale,kemudian constant returns to scale, dan kemudian dimishing returns to scale akan menghasilkan kurva LRAC yang berbentuk U seperti ditunjukkan pada gambar 10.6. di bawah. Dengan kurva LRAC yang berbentuk U, pabrik yang paling effisien untuk setiap tingkat output biasanya tidak akan beroperasi pada SRAC minimum, seperti yang terlihat pada gambar 10.5 diatas. kurva SRAC pabrik B lebih rendah. Secara umum, pada saat increasing returns to scale terjadi, pabrik yang mempunyai biaya terkecil untuk menghasilkan suatu output akan beroperasi lebih rendah dari kapasitas penuhnya. Hanya untuk satu tingkat output dimana LRAC minimum (output Q* dalam gambar 9.5. dan 9.6.), sebuah pabrik yang optimal akan beroperasi pada titik minimum dari kurva SRAC-nya. Pada semua tingkat output dalam kisaran dimana decreasing returns to scale terjadi yaitu pada setiap output yang lebih besar dari Q*, pabrik yang paling efisien akan beropersi pada suatu tingkat output yang sedikit lebih besar dari pada kapasitasnya.



Gambar 9.6. Kurva LRAC sebagai “Amplop” dari Kurva-Kurva SRAC



Skala Minimum Yang Efesien Bentuk kurva LRAC tidak hanya penting karena implikasinya terhadap penentuan skala pabrik, tetapi juga karena ia mempengaruhi tingkat persaingan potensial yang akan tejadi dalam suatu industry. Meskipun hubungan biaya yang berbentuk U sangat umum, tetapi sifatnya tidak universal. Dalam beberapa industri keadaan yang mula-mula increasing returns to scale dan kemudian constant returns to scale sering dijumpai pada industri-industri dengan kurva LRAC-nya berbentuk L. Biasanya, persaingannya cenderung lebih tinggi di dalam industri yang mempunyai kurva LRAC yang berbentuk U dari pada yang berbentuk L atau kurva LRAC yang berslope menurun. Pengetahuan mengenai hal ini bisa diperoleh melalui pemahaman terhadap konsep biaya minimum efficient scale (MES) dari sebuah pabrik. MES ini didefinisikan sebagai tingkat output dimana LRAC adalah minimum. MES akan terdapat pada titik minimum kurva LRAC yang berbentuk U (output Q* dalam Gambar 9.5 dan 9.6) dan pada sudut kurva LRAC yang berbentuk L. Pada umumnya persaingan cenderung akan lebih tinggi di dalam industriindustri yang memiliki MES-nya sangat kecil jika dibandingkan dengan permintaan industri secara total karena kecilnya faktor penghalang untuk memasuki industri tersebut, misalnya persyaratan investasi modal dan tenaga kerja terlatih. Persaingan tidak akan begitu tinggi jika MES cukup besar karena faktor penghalang untuk memasuki pasar cenderung cukup kuat sehingga membatasi jumlah pesaing potensial.



H. Ukuran Perusahaan Dan Pabrik Fungsi biaya sebuah perusahaan dengan beberapa pabrik merupakan penjumlahan fungsi biaya dari pabrik-pabrik secara individual sebagaimana terlihat pada gambar 9.7 berikut: Gambar 9.7. Tiga Kemungkinan Kurva LRAC untuk Sebuah Perusahaan dengan Beberapa Pabrik



Untuk menjelaskan hal tersebut, diasumsikan bahwa keadaan yang ditunjukkan oleh gambar 9.6 diatas merupakan kurva LRAC yang berbentuk U pada tingkat pabrik. Jika permintaan cukup besar, maka perusahaan tersebut akan menggunakan pabrik sebanyak N dimana masing-masing ukurannya optimal dan menghasilkan output sebesar Q0 unit. Dalam kasus ini, bagaimanakah bentuk kurva LRAC sebuah perusahaan. Gambar 9.7 menunjukkan 3 kemungkinan. Pertama, LRAC keadaan yang ekonomis dan disekonomis dalam pengkombinasian pabrik-pabrik yang ada. Kedua, biaya mengalami penurunan ada semua kisaran output, seperti ditunjukkan gambar 9.7(b), jika perusahaan-perusahaan dengan beberapa pabrik (multiplant firm) lebih efisien daripada



perusahaan-perusahaan



dengan



satu pabrik.



Kemungkinan



ketiga,



ditunjukkan oleh gambar 9.7(c) adalah biaya pada awalnya menurun (sampai Q0 merupakan output dari pabrik yang paling efisien) dan kemudian menaik. Disini



mula-mula terjadi keadaan economic of scale, kemudian biaya koordinasi menjadi lebih besar daripada manfaat yang bisa diperoleh. Ukuran Perusahaan Dan Fleksibilitas Apakah pabrik yang bisa menghasilkan sejumlah output tertentu pada kemungkinan biaya terendah juga merupakan pabrik yang optimal untuk menghasilkan tingkat output yang diharapkan? Jawabnya adalah pasti tidak. Perhatikan keadaan berikut. Misalkan permintaan aktual akan suatu produk tertentu tidak bisa ditentukan, tetapi bisa diharapkan sebesar 5.000 unit per tahun. Dua kemungkinan distribusi probabilitas dan permintaan tersebut ditunjukkan dalam gambar 9.8 dibawah. Distribusi L menunjukkan permintaan dengan derajat variabilitas yang rendah, sedangkan distribusi H menunjukkan variasi permintaan yang lebih tinggi. Gambar 9.8. Distribusi Probabilitas Permintaan



Sekarang anggap ada dua pabrik yang bisa digunakan untuk menghasilkan tingkat output yang dibutuhkan tersebut. Pabrik A sangat terspesialisasi dan dilengkapi dengan alat-alat tertentu untuk menghasilkan tingkat output yang ditentukan pada tingkat biaya per unit yang rendah. Namun, jika output yang dihasilkan tersebut lebih atau kurang dari output yang telah ditentukan itu dalam kasus ini 5.000 unit, maka biaya produksi akan meningkat dengan cepat. Di lain pihak, pabrik B lebih fleksibel. Output bisa diperbanyak atau diperkecil tanpa ada kelebihan biaya, tetapi unit biaya tidak serendah pada pabrik A pada tingkat output optimalnya. Kedua kasus ini ditunjukkan dalam gambar 10.9 berikut:



Gambar 9.9. Pabrik-Pabrik Alternatif untuk Menghasilkan Output Sebanyak 5.000 Unit



Pabrik A lebih efisien dari pabrik B untuk output antara 4.500 dan 5.500 unit, tetapi di luar kisaran tersebut pabrik B mempunyai biaya yang lebih rendah. Manakah pabrik yang akan dipilih? Jawabnya tergantung pada perbedaan biaya relatif pada tingkat-tingkat output yang berbeda dan distribusi probabilitas permintaan tersebut. Perusahaan tersebut akan memilih perusahaan A atau B berdasarkan total ratarata yang diharapkan atau expected average total cost (AC) dan variabilitas biaya tersebut. Jika distribusi probabilitas permintaan dengan variasi yang rendah, distribusi L adalah tepat, maka fasilitas yang semakin terspesialisasi akan optimal. Jika distribusi probabilitas H lebih tepat melukiskan keadaan permintaan, maka biaya minimum yang lebih rendah dari fasilitas yang semakin terspesialisasi tersebut tidak hanya akan ditutup oleh kemungkinan biaya produksiyang lebih tinggi di luar kisaran output 4.500-5.000 unit dan pabrik B bisa memiliki biaya yang diharapkan lebih rendah atau suatu kombinasi biaya-biaya yang diharapkan yang lebih menarik dan mempunyai variasi biaya yang potensial.



I. Analisis Pulang – Pokok Analisis pulang-pokok (break enven analysis) atau sering juga disebut analisis konstribusi laba merupakan teknik analisis penting yang digunakan untuk mempelajari hubungan-hubungan antara biaya, penerimaan dan laba. Sifat analisis peluang-pokok ini ditunjukkan dalam gambar 10.10 yakni sebuah grafik dasar



pulang-pokok, yang terbentuk dari kurva biaya total (TC) dan penerimaan total (TR) suatu perusahaan. Volume output ditunjukkan oleh sumbu horisontal, sedangkan penerimaan dan biaya ditunjukkan pada sumbu vertikal. Karena biaya tetap (FC) selalu konstan tanpa memandang berapapun jumlah output yang dihasilkan, maka FC tersebut ditunjukkan oleh garis yang mendatar. Biaya variabel (VC) pada setiap output ditunjukkan oleh jarak antara kurva TC dan kurva FC. Kurva TR menunjukkan hubungan harga/permintaan akan produk perusahaan tersebut dan laba/kerugian pada setiap output ditunjukkan oleh jarak antara kurva TR dan kurva TC. Gambar 9.10. Grafik Pulang-Pokok (Break Event)



Analisis Pulang-pokok Linear Dalam penerapan analisis pulang-pokok, hubungan yang linier biasanya digunakan untuk menyederhanakan analisis tersebut. Analisis pulang-pokok nonlinear cukup menarik secara intelektual karena dua alasan utama yaitu: (1) tampaknya masuk akal untuk menduga bahwa banyak kasus kenaikan penjualan bisa dicapai hanya jika harga diturunkan, dan (2) analisis fungsi biaya menunjukkan bahwa biaya variabel rata-rata (AVC) akan turun pada kisaran output tertentu dan kemudian meningkat. Namun demikian, seperti terlihat pada contoh dibawah, bahwa analisis linear cukup memadai untuk berbagai penggunaan. Grafik pulang-pokok memungkinkan seseorang memusatkan perhatiannya terhadap unsur-unsur pokok dari laba seperti: penjualan, biaya tetap (FC), dan biaya variabel (VC). Selain itu, meskipun grafik pulang-pokok linear dilukiskan mulai dari tingkat output sama dengan nol sampai dengan tingkat output yang paling tinggi,



tetapi tak seorang pun yang menggunakan analisis ini yang tertarik atau memperhatikan tingkat output yang tertinggi dan terendah tersebut. Dengan kata lain, para pengguna grafik pulang-pokok sesungguhnya hanya memperhatikan kisaran output yang relevan dan di dalam kisaran tersebut fungsi linear mungkin cukup tepat. Gambar 9.11 dibawah menunjukkan sebuah grafik pulang-pokok yang linear. Biaya tetap (FQ) sebesar Rp 60 juta ditunjukkan oleh sebuah garis horizontal. Biaya variabel (VC) dianggap sebesar Rp 1.800,- per unit, biaya total (TQ) akan meningkat sebesar Rp 1.800,- per unit (VC per unit) untuk setiap satu unit tambahan output yang dihasilkan. Produk tersebut dianggap dijual dengan harga Rp 3.000,- per unit, jadi penerimaan total (TR) adalah sebuah garis lurus dari titik origin. Slope dari garis TR tersebut lebih curam daripada slope TC. Hal tersebut terjadi karena perusahaan tersebut akan menerima penghasilan sebanyak Rp 3.000,- untuk setiap unit produk yang dihasilkan, tetapi hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.800,- untuk biaya tenaga kerja, bahan-bahan dan input-input variabel lainnya. Gambar 9.11. Grafik Pulang-pokok/Break Even Linear



Perpotongan antara garis TR dan garis TC pada gambar diatas menunjukkan bahwa perusahaan tersebut menderita kerugian. Setelah melampaui titik tersebut, perusahaan mulai memperoleh laba. Kondisi pulang-pokok tercapai pada tingkat tingkat biaya sebesar Rp 150 dan pada tingkat produksi sebesar 50.000 unit.



Analisis Peluang-pokok Secara Matematis



Meskipun grafik pulang-pokok merupakan alat yang sangat berguna untuk melukiskan hubungan laba atau output, tetapi teknik-teknik matematis biasanya merupakan suatu alat yang lebih efisien untuk menganalisis masalah-masalah pengambilan keputusan. Teknik matematis untuk menyelesaikm masalah pulangpokok dapat digambarkan dengan menggunakan hubungan-hubungan biaya dan penerimaan sebagaimana terlihat pada gambar 9.11. Contoh Misalkan: P



= Harga jual per unit



Q



= Kuantitas yang diproduksi dan yang dijual



TFC = Total Fixed Cost (Biaya tetap Total) AVC = Average Variable Cost (Biaya variabel Rata-rata) Kuantitas peluang-pokok, yang didefinisikan sebagai volume output dimana TR(P.Q) persis sama dengan TC (TFC + AVC.Q), diperoleh dengan cara berikut: P*Q



= TFC + AVC * Q



(P – AVC) Q = TFC Q



= TFC/(P – AVC)



Dalam contoh yang ditunjukkan oleh gambar 9.1l, P = Rp 3.000,00 AVC = Rp 1.800,00 dan TFC =Rp 60 juta. Kuantitas pulang-pokok diperoleh dengan cara sebagai berikut: Q = 60.000.000/(3.000 – 1.800) = 50.000