Tradisi Komunikasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH ILMU KOMUNIKASI “TRADISI TEORI KOMUNIKASI”



OLEH: KELOMPOK 6:    



D. Jegedis Warren Saghi S. F. Namira Syarif Hidayatullah Yowana Fadhilah



: 1903110085 : 1903110356 : 1903110282 : 1903110167



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Tradisi teori komunikasi” ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta. Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas Teori komunikasi dengan judul “Tradisi teori komunikasi”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan makalan ini berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.



Medan, Januari 2020



Penyusun



DAFTAR ISI Kata Pengantar…………………………………………………………………………………… Daftar isi………………………………………………………………………………………….. BAB I Pendahuluan  



Latar Belakang…………………………………………………………………………… Maksud dan Tujuan……………………………………………………………………….



BAB II Pembahasan 



Tradisi teori komunikasi a. Tradisi Semiotik…………………………………………………………………….. b. Tradisi Fenomenologi………………………………………………………………... c. Tradisi Cybernetika……………………………………………………………. d. Tradisi Sosiopshychologic……………………………………………………………. e. Tradisi sosiokultural………………………………………………………………. f. Tradisi Kritik……………………………………………………………………….. g. Tradisi Retorika………………………………………………………………………



BAB III Penutup 



Kesimpulan…………………………………………………………………………………



DAFTAR PUSTAKA



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia untuk menjalankan kehidupan sehari-hari terlebih lagi manusia merupakan makhluk social yang notabene nya saling membutuhkan satu sama lain. Dalam berkomunikasi atau berinteraksi antar sesama manusia, tanpa sadar dapat menimbulkan dampak atau efek-efek yang sangat penting bagi manusia, jika dilihat dari teknik komunikasi yang di gunakan komunikator, seperti teknik informative yang dapat menimbulkan dampak kognitif (pengetahuan), teknik persuasive yang menimbulkan dampak konatif (perasaan), dan teknik instruktif yang menimbulkan dampak konatif (prilaku). Adapun komponen-komponen komunikasi terdiri dari sumber, komunikator, pesan, channel(saluran), komunikan dan efek (hasil). Sumber berupa lembaga, personal dan nonlembaga/nonpersonal. Komunikator (pengiriman pesan). Dalam proses komunikasi, komunikator dapat menjadi komunikan dan sebaliknya. Dijelaskan pula factor – factor yang harus diperhatikan komunikator, pesan mempunyai inti pesan (tema) yang menjadi pengarah dalam mempengaruhi orang lain dan mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikasi. Dalam makalah ini kami akann membahas tujuh tradisi teori komunikasi yang di kemukakan oleh Robert C. Craig. Disini akan memaparkan pemikiran-pemikiran di dunia komunikasi.



B. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini ialah : 1. Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah teori komunikasi 2. Untuk memaparkan atau menjelaskan tujuh tradisi atau pemikiran teori komunikasi.



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Komunikasi komunikasi adalah sebuah proses pengiriman pesan yang dikirim oleh pihak yang mengirim kepada pihak yang menerima. Komunikasi memiliki berbagai macam tingkatan, mulai dari komunikasi intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri), komunikasi interpersonal (komunikasi perorangan), komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi publik, komunikasi massa, komunikasi antar Budaya, dan komunikasi internasional. Semakin tinggi tingkatan komunikasi, semakin luas cakupannya. Terdapat perbedaan pendapat tentang tingkatan tersebut, karena komunikasi intrapersonal atau komunikasi dengan diri sendiri terkadang dianggap tidak termasuk dalam proses komunikasi. Karena memang dalam komunikasi intrapersonal ada bagian yang tidak terlengkapi, tetapi tingkatan komunikasi lainnya hampir disemua teori komunikasi pasti tercantum tingkatan-tingkatannya. B. Teori Tradisi Komunikasi Pada tahun 1999 Craig menulis sebuah artikel penting "Teori Komunikasi sebagai Bidang" yang memperluas pembicaraan mengenai identitas disiplin di bidang komunikasi. Pada saat itu, buku teks teori komunikasi memiliki sedikit atau tidak ada kesepakatan tentang bagaimana menyajikan bidang atau teori apa yang akan dimasukkan ke dalam buku teks mereka. Artikel ini telah menjadi kerangka dasar untuk empat buku teks yang berbeda untuk memperkenalkan bidang komunikasi. Dalam artikel ini Craig "mengusulkan sebuah visi untuk teori komunikasi yang mengambil langkah besar menuju menyatukan bidang yang agak berbeda ini dan mengatasi kompleksitasnya." Untuk bergerak menuju visi yang menyatukan ini, Craig berfokus pada sebagai disiplin praktis dan menunjukkan bagaimana "berbagai tradisi teori komunikasi dapat dilibatkan dalam dialog tentang praktik komunikasi." Dalam proses musyawarah ini para ahli teori akan terlibat dalam dialog tentang "implikasi praktis dari teori komunikasi." Pada akhirnya Craig mengusulkan tujuh tradisi Teori Komunikasi yang berbeda dan menguraikan bagaimana masing-masing dari mereka akan melibatkan yang lain dalam dialog. Craig mengusulkan bahwa ketujuh tradisi teori komunikasi yang disarankan ini telah muncul melalui penelitian komunikasi, dan masing-masing memiliki cara mereka sendiri dalam memahami komunikasi. Craig membagi dunia komunikasi ke dalam tujuh tradisi pemikiran; semiotik, fenomenologis, sibernetika, sosiopsikologis, sosiokultural, kritis, retoris. Tradisi-tradisi tersebut menjadi kesepakatan bersama para ahli komunikasi, berdasarkan kesamaan asusmsi tentang komunikasi, keinginan, dan cara bekerja. Pemetaan tradisi ini menjadi bukti perkembangan dalam teori komunikasi.



Adapun 7 pemikiran atau tradisi komunikasi itu ialah sebagai berikut : 1. Tradisi Semiotik Semiotika adalah studi mengenai tanda atau simbol. Suatu simbol bisa memiliki makna tertentu bagi sekelompok orang tertentu, namun bisa juga tidak berarti apa-apa bagi kelompok yang lain. Tradisi semiotika terdiri atas sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri. Penyelidikan tanda-tanda tidak hanya memberikan cara untuk melihat komunikasi, melainkan memiliki pengaruh yang kuat pada hampir semua perspektif yang sekarang diterapkan pada teori komunikasi. Terdapat banyak teori komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi. Konsep dasar yang menyatukan teori ini adalah teridentifikasinya tanda sebagai rangsangan yang menunjukan beberapa kondisi, seperti ketika ada asap pasti ada api, yang kedua dalah symbol yang menandakan tanda yang kompleks dengan banyak arti termasuk arti yang khusus. Sejumlah ahli komunikasi memberikan perbedaan kuat antara tanda dan simbol. Perbedaannya yakni, tanda memiliki referensi yang jelas terhadap sesuatu, sedangkan simbol tidak berlaku demikian. Sedangkan para ahli komunikasi lain melihatnya sebagai tingkat-tingkat istilah yang berbeda dalam kategori yang sama. Dengan perhatian pada tanda dan simbol semiotik menyatukan kumpulan teori-teori yang sangat luas yang berkaitan dengan bahasa, wacana dan tindakan-tindakan nonverbal. Tradisi semiotik terkonstruksi dari 3 wilayah kajian yaitu: a. Semantic kajian yang menjelaskan bagaimana tanda-tanda mempunyai hubungan dengan apa yang ditunjukan oleh tanda-tanda. Semantic (bahasa), merujuk pada bagaimana hubungan antara tanda dengan objeknya atau tentang keberadaan dari tanda itu sendiri. b. Sintatic kajian yang menghubungkan satu tanda dengan tanda lain, artinya sebuah tanda tidak dapat berdiri sendiri. Terdapat beberapa simbol atau tanda lain di dalamnya. Sintaktik mempelajari hubungan antartanda, bagaimana tanda diorganisasikan dalam sebuah sistem tanda (tata bahasa), bagaimana tanda saling berhubungan satu sama lain yang dapat memunculkan makna baru. Tanda-tanda sebetulnya, tidak pernah berdiri sendiri. Hampir semuanya selalu menjadi bagian dari sistem tanda atau kelompok tanda yang lebih besar yang diatur dalam cara-cara tertentu. Karenanya, sintaktik selalu mengacu pada aturan-aturan yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda dalam sistem makna yang kompleks. Semiotik tetap mengacuz



pada prinsip bahwa tanda-tanda selalu dipahami dalam kaitannya dengan tanda-tanda lain. Tentunya, kamus bukan sekadar katalog hubungan antara satu tanda dengan tanda lainnya (satu kata didefinisikan dengan kata-kata lain). Dari segi makna, Sintaktik memandang makna ada pada pesan. Dalam Sintaktik, aturan yang lengkap dan formal tidak memberi kesempatan untuk menegosiasikan makna dalam pesan yang disampaikan. Contoh : pada sygn system. c. Pragmatik Pragmatik, mengkaji bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial. Cabang semiotik ini memiliki pengaruh yang paling penting dalam teori komunikasi karena tanda-tanda dan sistem tanda dilihat sebagai alat komunikasi umat manusia. Karenanya, pragmatik saling melengkapi dengan tradisi sosial budaya. Dari perspektif semiotik, kita harus memiliki pemahaman bersama bukan hanya pada kata-kata, tapi juga pada struktur bahasa, masyarakat dan budaya agar komunikasi dapat mengambil perannya. Tanda nonlinguistik menciptakan permasalahan pragmatik khusus dan nonverbal juga telah menarik minat para peneliti komunikasi. Contohnya, kode-kode visual lebih terbuka dalam makna potensialnya, interpretasinya sangat subjektif serta lebih dihubungkan dengan persepsual internal dan proses-proses pemikiran penonton daripada representasi konvensional. Hal ini mesti dikatakan bahwa makna seseorang untuk sebuah gambar benar-benar individualis, tentunya makna-makna visual dapat dipengaruhi oleh pembelajaran, budaya dan bentuk-bentuk interaksi sosial lain.Namun melihat gambaran visual tidaklah sama dengan memahami bahasa. Gambar memerlukan pengenalan bentuk, organisasi, dan diskriminasi, bukan hanya hubungan-hubungan representatif. Karenanya, makna gambaran visual sangat bergantung pada persepsi serta pengetahuan individu dan sosial. Pembagian sintaktik, semantik dan pragmatik digunakan secara luas untuk mengelola kajian semantik. Namun tidak semua orang setuju bahwa hal ini merupakan cara yang paling bermanfaat. Donald Ellis menegaskan, semantik bukanlah cabang yang terpisah, tapi lebih tampak sebagai batang yang menopang keseluruhan pohon. Baginya, makna bukan sekadar permasalahan lexical semiotics atau makna kata-kata, melainkan juga termasuk structural semantics, atau makna struktur-struktur bahasa. 2. Tradisi Fenomologis Inti tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan tentang khalayak dalam berinteraksi dengan media. Teori-teori dalam tradisi fenomenologi berasumsi bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini memperhatikan pada pengalaman sadar seseorang. Fenomenologi membuat pengalaman nyata sebagai data pokok sebuah realitas. Semua yang dapat kita ketahui adalah apa yang kita alami.



Tiga Prinsip dasar fenomenologi: 1. Pengetahuan ditemukan secara langsung dalam pengalaman sadar. 2. Makna benda terdiri atas kekuatan benda dalam kehidupan seseorang. Dengan kata lain, bagaimana Anda berhubungan dengan benda menentukan maknanya bagi Anda. 3. Bahasa merupakan kendaraan makna. Kita mengalami dunia melalui bahasa yang digunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan dunia itu. Kajian fenomenologi terbagi 3 yaitu: a) Fenomenologi klasik, kebenaran dapat diyakinkan melalui kesadaran yang terfokus. Menurut Edmund Husserl, pendiri fenomenologi modern. Kebenaran dapat diyakinkan melalui pengalaman langsung dengan catatan, kita harus disiplin dalam mengalami segala sesuatu. b) Persepsi, merupakan sebuah reaksi yang menentang objektivitas sempit milik Husserl di atas. Di mana pencetus teori ini adalah Maurice Merleau Ponty, menyatakan bahwa pengalaman itu subjektif, bukan objektif dan percaya bahwa subjektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Baginya, manusia merupakan sosok gabungan antara fisik dan mental yang menciptakan makna di dunia ini. c) Hermeneutik, dihubungkan dengan Martin Heidegger. Baginya, realitas itu tidak diketahui dengan analisis yang cermat atau pengurangan, melainkan oleh pengalaman alami yang diciptakan oleh penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. 3. Tradisi Cybernetic Merupakan tradisi sistem-sistem kompleks yang di dalamnya banyak orang saling berinteraksi, memengaruhi satu sama lainnya. Perspektif sibernetika dibutuhkan dalam memahami kedalaman dan kompleksitas dinamika dalam berkomunikasi, misalkan memahami pola hubungan berinteraksi dalam sebuah keluarga. Dalam teori sibernetika menjelaskan bagaimana proses fisik, biologis, sosial dan perilaku bekerja. Dalam sibernetika, komunikasi dipahami sebagai sistem bagian-bagian atau variabelvariabel yang saling memengaruhi satu sama lainnya, membentuk, serta mengontrol karakter keseluruhan sistem dan layaknya organisme, menerima keseimbangan dan perubahan. Ada tiga macam teori dalam Tradisi Cybernetic, yaitu : 1. Teori sistem dasar. Pendekatan ini menggambarkan sistem-sistem sebagai bentuk-bentuk nyata yang dapat dianalisis dan diobservasi dari luar. Kita dapat mengoperasikan atau memanipulasi sistem dengan mengubah input sistem tersebut dan mengerjakannya dengan sembarangan dengan mekanisme pemrosesannya.



2. Teori sistem umum, General System Theory (GST). Ini diformulasikan oleh Ludwig Von Bertalanffy seorang biologist. Bertalanffy menggunakan GST sebagai sarana pendekatan multidisiplin kepada ilmu pengetahuan. Tradisi ini menggunakan prinsip-prinsip sistem yang menunjukkan bagaimana benda-benda serupa atau sama lainnya, membentuk kosakata umum bagi komunikasi dalam bentuk kajian. 3. Sibernetika tingkat kedua. Meyakini bahwa para peneliti tidak pernah dapat melihat bagaimana sistem bekerja dengan berada di luar sistem itu sendiri karena peneliti selalu diikat secara sibernetika dengan sistem yang diamati. 4. Tradisi Sosiopshychological Pemikiran yang berada dibawah naungan tradisi ini memandang individu sebagai makluk sosial. Tradisi ini berangkat dari ilmu psikologi terutama aliran behavioral. Psikologi Sosial memberi perhatian akan pentingnya interaksi yang mempengaruhi proses mental dalam diri individu. Terdapat suatu mekanisme universal pada diri setiap individu yang mengarahkan tindakannya. Mekanisme universal ini dapat diketahui melalui riset yang cermat. Teori tradisi sosiopsikologis memiliki fokus kajian pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek individu, kepribadian dan sifat, persepsi serta kognisis. Pendekatan individualis menjadi cirikhas tradisi sosiopsikologis, merupakan hal umum dalam pembahasan komunikasi serta lebih luas dalam ilmu pengetahuan sosial dan perilaku. Tradisi psikologi sosial dapat dibedakan menjadi tiga cabang yaitu : 1. Teori Perilaku (Behavioral), memberikan perhatian pada bagaimana seseorang berperilaku atau bertindak dalam berbagai stuasi komunikasi yang dihadapinya. Tipikal dari teori ini adalah kepada hubungan apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan. 2. Teori Koginitif, memberikan perhatian pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan, dan mengolah informasi yang akan menghasilkan perilaku dan tindakan. Apa yang kamu lakukan dalam berkomunikasi tidak hanya tergantung pada stimulus response tapi juga proses mental untuk memaknai suatu informasi. 3. Teori Biologis, menjelaskan bagaimana peran dari struktur dan fungsi otak serta faktor genetik yang dimiliki seseorang mempengaruhi perilakunya. Ide dari teori ini menjelaskan bahwa banyak sifat, cara berpikir, dan perilaku seseorang tidak melulu dipengaruhi oleh faktor situasional atau pembelajaran, tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor biologis yang dibawa orang sejak lahir. 5. Tradisi Sosiokultural Tradisi Sosiokultural berangkat dari kajian antropologi. Asumsi dasar dalam tradisi ini adalah bahwa komunikasi berlangsung dalam konteks budaya tertentu dan oleh karenanya, komunikasi



dipengaruhi oleh kebudayaan suatu masyarakat. Tradisi ini memfokuskan pada bentuk-bentuk interaksi antarmanusia daripada karakteristik individu. Interpretasi di sini lebih merupakan sebuah proses dan tempat makna, peran, peraturan, serta nilai budaya yang dijalankan. Tradisi ini berupaya memahami cara-cara yang di dalamnya manusia secara bersama-sama menciptakan realitas kelompok, organisasi, dan budaya. Dalam pendekatan sosiokultural, pengetahuan benar-benar dapat diinterpretasi dan dibentuk. Banyak teori sosiokultural juga memfokuskan pada bagaimana identitas-identitas dibangun melalui interaksi dalam kelompok sosial dan budaya. Identitas menjadi dorongan bagi setiap individu dalam peranan sosial, sebagai anggota komunitas, dan sebagai makhluk berbudaya. Budaya juga bagian penting atas apa yang dibuat dalam interaksi sosial. Tradisi sosial budaya memiliki 3 varian yaitu: 1) Interaksi symbolic. Interaksi simbolik menekankan pentingnya pengamatan dalam studi komunikasi sebagai cara untuk dari menyelidiki hubungan sosial. Gagasan dasar dari teori ini diadopsi dan ditekuni oleh banyak ilmuwan sosial dan saat ini disatukan dalam bidang studi kelompok, emosi, diri, politik, dan struktur sosial. 2) Konstruksi Sosial. Cabang ini menginvestigasi bagaimana pengetahuan manusia dikonstruksi melalui interaksi sosial. 3) Sosial Linguistik. Ludwig Wittgenstein seorang filosof Jerman memulai perkerjaan ini dengan mengusulkan bahwa arti dari bahasa tergantung pada penggunaannya. 6. Tradisi Kritik Tradisi ini tampak kental dengan pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Hal ini berangkat dari asumi teori-teori kritis yang memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Paradigma kritis tidak bersifat objektif sebagaimana prasyarat dalam paradigma positivistik. Tradisi Kritis diawali oleh Friedich Engels dan Karl Marx. Marx mengajarkan bahwa ekonomi merupakan dasar dari segala struktur sosial. Dan menganggap kapitalis merupakan penindasan terhadap buruh dan kelas pekerja. Tradisi kritis menjelaskan bahwa kekuasaan dan keistimewaan yang dimiliki suatu kelompok serta penindasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap kelompok lain merupakan produk dari bentuk komunikasi tertentu yang ada di masyarakat. Pemikiran yang dikemukakan dalam tradisi kritis dipandang penting dalam perkembangan teori komunikasi dewasa ini. Dalam perkembangannya, teori kritis memiliki sejumlah percabangan, antara lain: 1. Marxisme. Ajaran Marxisme hasil pemikiran Karl Marx merupakan asal muasal dari teori kritis. Menurut ajaran ini, alat-alat produksi ekonomi di masyarakat menentukan sifat dan bentuk masyarakat bersangkutan.



2. Frankfurt School. Para anggota frankfurt school yang memiliki berbagai macam latar belakang pendidikan berkumpul atas dasar kebutuhan untuk mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu, yaitu filsafat, sosiologi, ekonomi, dan sejarah, dalam upaya mendorong munculnya pemikiran sosial yang luas dan mampu menawarkan kajian yang komprehensif yang dapat mendorong perubahan atau transformasi masyarakat, budaya, ekonomi, dan kesadaran. 3. Posmodernisme. Merupakan masa setelah modernisme. Ditandai dengan sifat relativitas, tidak ada standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang sudah jadi dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral (grand narative). 4. Feminisme. Kajian ini memiliki beragam definisi mulai dari pergerakan untuk menyelamatkan hak-hak perempuan hingga perjuangan untuk menegaskan perbedaannya. Penelitian feminis lebih dari sekedar kajian terhadap gender. Feminisme berupaya untuk memusatkan teori terhadap pengalaman perempuan dan untuk membicarakan kategorikategori gender dan sosial lainnya, termasuk ras, etnis, kelas, dan seksualitas. 7. Tradisi Retorika Tradisi retorika memberi perhatian pada aspek proses pembuatan pesan atau simbol. Prinsip utama tradisi ini adalah bagaimana menggunakan simbol yang tepat dalam menyampaikan suatu maksud yang berkaitan dengan proses pembuatan pesan (message production), sehingga proses komunikasi dapat berlangsung secara efektif. Tradisi retorika ini dapat menjelaskan baik dalam konteks komunikasi antar personal maupun komunikasi massa. Ada enam masa perkembangan dari retorika yaitu: a. zaman klasik (Abad V s/d Abad I SM), didominasi usaha-usaha untuk mendefinisikan dan menyusun peraturan dari seni retorika. Para guru pengembara (sophist) mengajarkan seni berdebat di kedua sisi pada sebuah kasus, instruksi retorika paling awal di Yunani. Plato tidak sepakat terhadap pendekatan relativistik sophist terhadap pengetahuan yang menyakini adanya kebenaran absolut. Aristoteles, murid Plato mengambil pendekatan yang lebih pragmatis terhadap seni, sehingga kita mengenal Rhetorika. b. Zaman Pertengahan (400-1400 M), memandang kajian retorika yang berfokus pada permasalahan penyusunan dan gaya. Retorika pada babak ini, tela merendahkan praktik dan seni pagan, serta berlawanan dengan Kristen yang memandang kebenaran sebagai keyakinan. Orientasi pragmatis terhadap retorika pertengahan juga bukti lain kegunaan dari retorika Zaman Pertengahan, untuk penulisan surat. c. Renaissance (1300-1600 M), memandang sebuah kelahiran kembali dari retorika sebagai filosofi seni. Para penganut humanisme yang tertarik dan berhubungan dengan semua aspek dari manusia, biasa menemukan kembali teks retorika klasik dalam sebuah usaha untuk mengenal dunia manusia. Rasionalisme menjadi tren di era Reenaissance. Fokus pada rasional selama Zaman Pencerahan berarti retorika dibatasi karena gayanya, memunculkan pergerakan belles lettres (surat-surat indah atau menarik). Belles lettres mengacu pada karya



sastra dan semua karya seni murni: retorika, puisi, drama, musik dan bahkan berkebun, dan semuanya dapat diuji menurut kriteria estetika yang sama. d. Zaman Pencerahan (1600-1800 M), para pemikir seperti Rene Decartes, mencoba untuk menentukan apa yang dapat diketahui secara absolut dan objektif oleh pikiran manusia. Idem juga, Francis Bacon, mencari persepsi petunjuk dengan penelitian empiris, berpendapat bahwa kewajiban retorika adalah untuk lebih baik mengaplikasikan alasan dengan imajinasi supaya sesuai dengan keinginan. e. Retorika Kontemporer (Abad XX), menunjukkan sebuah kenaikan pertumbuhan dalam retorika ketika jumlah, jenis dan pengaruh simbol-simbol meningkat. Ketika sebuah abad dimulai dengan sebuah penekanan pada nilai berbicara di muka umum bagi masyarakat yang ideal, penemuan media massa menghadirkan fokus baru dalam visual dan verbal. f. ss akhir Abad XX dan awal Abad XXI menjadi jembatan antara retorika dengan postmodernisme, terutama pada apresiasi postmodern dan penilaian pendirian yang berbeda. Contoh: ahli-ahli teori retorika postmodern mengistimewakan pendirian akan ras, kelas, gender, dan seksualitas ketika mereka masuk dalam pengalaman kehidupan khusus seseorang daripada mencari teori-teori yang luas dan penjelasan-penjelasan mengenai retorika. Penganut paham feminis dan praktik-praktik retorika gender acap kali masuk dalam bidang postmodern, sama seperti teori ganjil (queer), pada kondisi para akademisi retorika menguji fitur-fitur yang berbeda dari penyampaian keganjilan publik dan bentuk-bentuk retorika lain untuk memahami perbedaan-perbedaan yang ditawarkan oleh queer rethor.



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setiap tradisi memiliki karakter khusus dan dalam beberapa hal, tradisi-tradisi tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan bahkan saling menolak satu sama lainnya. Tetapi tradisi-tradisi ini tidaklah terpisah satu sama lainnya. Tradisi ini saling mempengaruhi bahkan saling menutupi. Tradisi-tradisi komunikasi tidak banyak memberikan kontribusi pada aspek komunikasi itu sendiri, lebih dari itu tradisi komunikasi ini yang menjadi objek kajian sehingga komunikasi menjadi multidisipliner. Setiap tradisi memiliki nilai dan membantu dalam memaknai konteks-konteks yang berada dalam wilayah otoritas komunikasi tetapi ketika konteks pembahasan kita muali meluas atau keluar dari pembahasan maka tradisi tersebut menjadi kurang berharga. Meskipun tradisitradisi ini tidak membuat kedudukannya sama dengan tradisi yang lain, tetapi kajian tradisi tersebut terdistribusi kepada kajian-kajian yang lain.



DAFTAR PUSTAKA https://www.kompasiana.com/supadiyanto/55009b1ca33311c56f511952/review-i-tradisi-tradisi-teorikomunikasi http://syafrianto-full.blogspot.com/2017/04/tradisi-teori-komunikasi.html?m=1 http://inatismerdeka.blogspot.com/2015/12/tujuh-tradisi-teori-komunikasi.html https://id.wikipedia.org/wiki/Tujuh_Tradisi_Komunikasi https://komunikatablog.wordpress.com/2017/04/20/tradisi-semiotik-dalam-teori-komunikasi/