Translate BAB 7 Carranza [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Makalah Seminar Periodonsia



KLASIFIKASI PENYAKIT DAN KONDISI YANG MEMPENGARUHI PERIODONTIUM Newman, M., et al. 2006. Carranza’s Clinical Periodontology. 10th edition. Saunders Elsevier. Missouri, USA.



Disusun oleh: Grisella Widjaja Carolina Saputra Dhio Adhinugra



(160110110081) (160110110088) (160110110090)



Pembimbing: drg. Nunung Rusminah, Sp. Perio (K)



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2016



2



DAFTAR ISI



DAFTAR ISI............................................................................................................i BAB 7......................................................................................................................1 1.



2.



Penyakit Gingiva...........................................................................................2 1.1



Penyakit Gingiva yang Diinduksi Plak Gigi..........................................2



1.2



Lesi Gingiva yang Diinduksi Non-plak.................................................5



Periodontitis..................................................................................................9 2.1



Periodontitis Kronis.............................................................................12



2.2



Periodontitis Agresif............................................................................13



2.3



Periodontitis Sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik..........................15



3.



Necrotizing Periodontal Disease.............................................................16 3.1



Necrotizing Ulcerative Gingivitis........................................................17



3.2



Necrotizing Ulcerative Periodontitis...................................................17



4.



Abses Pada Jaringan Periodontal............................................................18



5.



Lesi Periodontitis dan Kaitannya Terhadap Lesi Endodontik.................18 5.1



Lesi Endodontik – Periodontal............................................................19



5.2



Lesi Periodontal – Endodontik............................................................19



5.3



Lesi Kombinasi....................................................................................19



6.



Deformitas Dapatan atau Developmental dan Kondisi Lainnya.............20 6.1



Faktor Lokalisata Berhubungan dengan Gigi yang Memodifikasi atau



Menjadi Faktor Predisposisi Penyakit Periodontal atau Gingival yang Diinduksi oleh Plak........................................................................................20 6.2



Deformasi mukogingival dan kondisi di sekitar gigi...........................21



6.3



Deformitas mukogingival dan keadaan pada daerah edentulous.........22



6.4



Trauma oklusal....................................................................................22



2



3



BAB 7 KLASIFIKASI PENYAKIT DAN KONDISI YANG MEMPENGARUHI PERIODONTIUM Pengertian mengenai etiologi dan patogenesis dan kondisi penyakit mulut dan terus berubah dengan meningkatnya suatu ilmu pengetahuan. Pada kasus ini, sebuah klasifikasi dapat ditentukan secara konsisten dengan membedakan manifestasi klinis dari suatu penyakit dan kondisinya, karena secara klinis akan konsisten dan jika ada sedikit klarifikasi, dapat dilakukan tes laboratorium. Klasifikasi yang ada pada bab ini didasarkan persetujuan internasional dan merupakan klasifikasi paling baru, opini konsesus mengenai suatu penyakit dan kondisi yang mempengaruhi jaringan periodontium yang pernah dilakukan dan didiskusikan pada Lokakarya Internasional untuk Klasifikasi Penyakit Periodontal tahun 1999 yang diorganisasi oleh American Academy of Periodontology (AAP), yaitu: 1. Penyakit Gingiva A.



Penyakit gingiva yang diinduksi plak gigi



B.



Lesi gingiva yang diinduksi non-plak



2. Periodontitis Kronis A.



Lokalisata



B.



Generalisata



3. Periodontitis Agresif A.



Lokalisata



B.



Generalisata



4. Periodontitis Sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik A.



Berhubungan dengan kelainan hematologi



B.



Berhubungan dengan kelainan genetik



C.



Belum ditentukan



5. Necrotizing Periodontal Diseases A.



Necrotizing ulcerative gingivitis



B.



Necrotizing ulcerative periodontitis



4



6. Abses Periodontium A.



Abses gingival



B.



Abses periodontal



C.



Abses periokoronal



7. Periodontitis yang Berhubungan dengan Lesi Endodontik A.



Lesi periodontik – endodontik



B.



Lesi endodontik – periodontik



C.



Lesi kombinasi



8. Deformitas Dapatan atau Developmental dan Kondisi Lainnya A. Faktor lokalisata berhubungan dengan gigi yang memodifikasi atau menjadi faktor predisposisi penyakit periodontal atau gingival yang diinduksi oleh plak. B. Deformitas mukogingival dan kondisi di sekitar gigi C. Deformitas mukogingival dan kondisi pada daerah edentulous D. Trauma oklusal Pada setiap kasus, pembaca diharapkan dapat mengulas setiap persoalan spesifik di dalam buku ini, dengan mendiskusikan topik yang ada di buku ini secara lebih detail. 1.



Penyakit Gingiva



1.1



Penyakit Gingiva yang Diinduksi Plak Gigi Gingiva yang dihubungkan dengan pembetukkan plak gigi adalah bentuk



penyakit gingiva yang paling sering terjadi. Gingivitis dikarakteristikan dengan adanya tanda klinis inflamasi yang terbatas pada gingiva dan dihubungkan dengan gigi tanpa kehilangan pelekatan. Gingivitis ini juga ikut mempengaruhi gingiva yang sebelumnya terjadi penyakit periodontitis dengan keterlibatan kehilangan pelekatan, tetapi telah menerima terapi periodontal untuk menstabilkan kehilangan pelekatan lebih lanjut. Pada kasus yang telah dirawat, inflamasi gingiva yang diinduksi plak mungkin dapat terjadi kembali tanpa adanya kehilangan pelekatan lebih lanjut. Dari bukti ini, dapat disimpulkan bahwa gingivitis yang diinduksi plak dapat



5



muncul pada peridontium tanpa kehilangan pelekatan atau periodontium yang sebelumnya mengalami kehilangan pelekatan, namun stabil dan tidak berlanjut. Hal ini menunjukkan gingivitis mungkin dapat didiagnosis untuk jaringan gingiva yang inflamasi yang dihubungan dengan gigi tanpa ada kehilangan pelekatan atau dengan gigi yang sebelumnya mengalami kehilangan perlekatan dan tulang (pendukung periodontal berkurang) tapi sudah tidak ada kehilangan pelekatan atau tulang meskipun masih terjadi inflamasi gingiva. Untuk dapat membuat diagnosis ini, sebaiknya terdapat pencatatan longitudinal status periodontal, termasuk level pelekatan klinis.



Gambar 1.1 Gingivitis marginalis generalisata pada rahang atas 1.1.1



Gingivitis yang Dihubungkan Hanya dengan Plak Gigi Penyakit gingiva yang diinduksi plak adalah hasil dari interaksi antara



mikroorganisme yang ditemukan pada biofilm plak gigi, jaringan dan sel inflamasi host. Interaksi plak-host dapat dihambat oleh efek dari faktor lokal, faktor sistemik, medikasi dan malnutrisi. Semua faktor ini dapat mempengaruhi keparahan dan lamanya terjadi respon. Faktor lokal yang dapat mengkontribusi gingivitis, seperti adanya retensi kalkulus pada mahkota dan permukaan akar. Faktor ini berkontribusi karena karena kalkulus mempunyai kemampuan untuk menahan



mikroorganisme



plak



dan



menghambat



terlepasnya



pelekatan



mikroorganisme yang diinisiasi oleh pasien dengan teknik pengendalian plak. 1.1.2



Penyakit Gingiva yang Dimodifikasi Faktor Sistemik Faktor sistemik mengkontribusi terjadinya gingivitis seperti perubahan



endokrin yang dihubungkan dengan pubertas, siklus menstruasi, kehamilan, dan



6



diabetes mungkin dapat memperburuk karena adanya perubahan respon inflamasi gingiva pada plak. Perubahan respon ini muncul sebagai efek dari kondisi sistemik pada fungsi seluler dan imunologi pada host. Perubahan ini sering terjadi selama kehamilan, ketika prevalensi dan keparahan inflamasi gingiva dapat meningkat bahkan dengan jumlah plak yang sedikit. Diskrasia darah, seperti leukemia dapat mengubah fungsi imun dengan mengganggu keseimbangan normal sel darah putih kompeten yang menyuplai periodontium. Pembesaran gingiva dan pendarahan adalah hal umum yang terjadi dan mungkin dihubungkan dengan pembengkakan jaringan gingiva yang disebabkan kelebihan infiltrasi sel darah.



Gambar 1.2 Gingivitis pada pasien yang sedang hamil dengan tingkat keparahan sedang.



Gambar 1.3 Gingivitis pada saat pubertas 1.1.3



Penyakit Gingiva yang Dimodifikasi Medikasi Penyakit gingiva yang dimodifikasi obat secara umum terjadi peningkatan



karena penggunaan obat konvulsan yang diketahui menginduksi pembesaran



7



gingiva, seperti penytoin, obat immunosuspresive seperti siklosporin A, calcium channel blocker seperti nifedipine, verapamil, diltiazem, dan sodium valproate. Perkembangan dan keparahan pembesaran gingiva dapat terjadi sebagai respon pengobatan pada pasien tertentu dan mungkin dipengaruhi akumulasi plak yang tidak terkontrol. Peningkatan penggunaan kontrasepsi oral pada wanita premenopouse telah dihubungkan dengan tingginya angka insidensi terjadinya inflamasi gingiva dan perkembangan pembesaran gingiva, yang dapat disembuhkan dengan menghentikan penggunaan kontrasepsi oral.



Gambar 1.4 Pembesaran gingiva pada pasien yang diberikan pengobatan phenytoin. 1.1.4



Penyakit Gingiva yang Dimodifikasi Malnutrisi Penyakit gingiva yang dimodifikasi malnutrisi telah menjadi perhatian



karena adanya tanda klinis gingiva berwarna merah terang, bengkak, pendarahan yang dihubungkan dengan keparahan defisiensi asam askorbat (vitamin C) atau skurvi. Defisiensi nutrisi dapat mempengaruhi fungsi imun dan mengubah kemampuan host untuk melindungi diri terhadap efek merugikan dari produk seluler seperti radikal oksigen. Sayangnya, hanya ada sedikit bukti ilmiah yang mendukung defisiensi nutrisi spesifik terhadap perkembangan atau keparahan inflamasi gingiva atau periodontitis pada manusia.



8



Gambar 1.5 Pembesaran Gingiva pada Pasien dengan Defisiensi Vitamin C 1.2



Lesi Gingiva yang Diinduksi Non-plak Manifestasi oral pada kondisi sistemik yang diproduksi lesi pada jaringan



periodontium jarang terjadi. Lesi gingiva ini biasanya terjadi pada grup sosioekonomi rendah, negara berkembang, dan individu dengan immunocompromised. Pemfigoid membran mukosa jinak adalah contoh lesi yang diinduksi non-plak tanpa adanya permasalahan sosioekonomi. Penyakit inimembuat jaringan gingiva terkelupas dan membuat ulser yang menyakitkan pada gingiva. Antibodi autoimun ditargetkan berada pada membran dasar dan melekat dari jaringan dibawahnya. 1.2.1



Penyakit Gingiva yang Berasal dari Bakteri Spesifik Prevalensi penyakit gingiva yang berasal dari bakteri spesifik mulai



meningkat, terutama dari penyakit yang ditransmisi secara seksual seperti gonorrhea (Neisseria gonorrhoeae) dan prevalensi yang lebih sedikit seperti penyakit sifilis (Treponema pallidum). Lesi oral mungkin menjadi lesi sekunder dari infeksi sistemik, atau dapat terjadi melalui infeksi langsung. Streptococcal Gingival atau gingivostomatitis adalah kondisi yang jarang terjadi sebagai kondisi akut dengan disertai demam, malaise, dan sakit, serta dihubungkan dengan inflamasi akut gingiva, difus, berwarna merah, dan bengkak akut dengan peningkatan pendarahan dan kadang-kadang membentuk abses gingiva. Infeksi gingiva biasanya didahului tonsilitis dan dihubungkan dengan infeksi grup streptokokus alfa-beta-hemolitik.



9



Gambar 1.6 Sterptococcal Gingiva 1.2.2



Penyakit Gingiva yang Berasal dari Virus Penyakit gingiva yang berasal virus mungkin disebabkan oleh variasi asam



deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA) dari suatu virus, penyakit yang paling umum adalah virus herpes. Lesi yang sering terjadi berhubungan dengan reaktivasi virus laten, terutama sebagai akibat dari penurunan fungsi kekebalan tubuh. Manifestasi oral infeksi virus telah direview secara komprehensif. Penyakit gingiva yang berasal dari virus dapat dirawat dengan menggunakan obat antiviral topikal atau sistemik.



Gambar 1.7 Primary herpetic gingivostomatitis 1.2.3



Penyakit Gingiva yang Berasal dari Jamur Penyakit gingiva yang berasal dari jamur relatif jarang terjadi pada



10



individu imunokompeten tetapi lebih sering terjadi pada individu dengan immunocompromised dan terganggunya mikroorganisme normal dalam mulut karena penggunaan antibiotik spektrum luas jangka panjang. Infeksi jamur oral yang paling umum terjadi dalam mulut adalah kandidiasis disebabkan oleh infeksi Candida albicans, yang juga dapat terjadi pada penggunaan alat protestik, individu yang menggunakan steroid topikal, dan individu dengan aliran saliva berkurang, peningkatan glukosa saliva, atau menurunnya pH saliva. Infeksi candida umumnya terlihat sebagai lapisan keputihan pada gingiva, lidah, atau membran mukosa yang dapat diambil dengan kasa, meninggalkan bekas kemerahan dan perdarahan pada permukaan. Pada individu yang terinfeksi HIV, infeksi candida dapat muncul sebagai gingiva eritema yang disebut sebagai gingiva eritema linear atau gingivitis terkait HIV. Diagnosis infeksi candida dapat dilakukan dengan kultur, pulasan, dan biopsi.



Gambar 1.8 Candidiasis pada Palatum 1.2.4



Penyakit Gingiva yang Berasal dari Genetik Penyakit gingiva yang berasal dari genetik dapat melibatkan jaringan



periodontal. Salah satu kondisi yang paling terbukti secara klinis adalah gingiva fibromatosis herediter yang menunjukkan dominan autosomal atau (jarang) turunan autosomal resesif. Pembesaran gingiva dapat menutupi gigi, memperlama erupsi, dan dapat dihubungkan dengan beberapa sindrom umum lain yang lebih umum terjadi.



11



1.2.5



Manifestasi Gingiva pada Kondisi Sistemik Manifestasi gingiva pada kondisi sistemik dapat muncul sebagai lesi



deskuamatif, ulserasi gingiva, atau keduanya. Reaksi alergi yang dimanifestasikan dengan perubahan gingiva jarang terjadi namun telah diamati hubungannya dengan beberapa bahan restoratif, pasta gigi, obat kumur, mengunyah permen karet, dan makanan. Diagnosis dengan kondisi seperti ini sulit dibuktikan dan memerlukan penelitian ekstensif dan eliminasi penyebab potensial secara selektif. 1.2.6



Lesi Traumatik Lesi traumatik mungkin dapat terjadi sendiri atau karena buatan baik



secara sengaja ataupun tidak sengaja terjadi. Contoh lainnya pada lesi traumatic seperti dalam kasus trauma sikat gigi yang mengakibatkan ulserasi gingiva, resesi atau keduanya.



Gambar 1.9 Cara menyikat gigi yang terlalu kencang dan kuat dengan bulu sikat gigi yang keras dapat menyebabkan trauma gingiva dan resesi gingiva. Trauma iatrogenik (trauma pada gingiva yang disebabkan oleh dokter gigi atau profesional kesehatan) yang terjadi pada gingiva dapat disebabkan oleh semen ortodontik atau bahan restorasi atau perawatan pencegahan. Peripheral ossfying fibroma dapat berkembang sebagai hasil melekatnya benda asing. Kerusakan yang terjadi karena kecelakaan, dapat terjadi melalui luka bakar ringan dari makanan dan minuman panas.



12



1.2.7



Reaksi Benda Asing Reaksi benda asing menyebabkan kondisi inflamasi lokal pada gingiva dan



disebabkan oleh adanya benda asing yang masuk ke dalam jaringan ikat gingiva dengan memecahkan epitel. Contoh umum adalah masuknya amalgam ke dalam gingiva selama penempatan restorasi, ekstraksi gigi, atau apikoektomi endodontik yang meninggalkan tato amalgam, dan menunjukkan adanya suatu fragmen logam jika diobservasi secara biopsi atau penggunaan bahan abrasif selama prosedur polishing.



Gambar 1.10 Diskolorisasi pada gingiva yang disebabkan oleh partikel metal yang masuk (amalgam)



2.



Periodontitis Periodontitis didefinisikan sebagai “penyakit inflamasi pada jaringan



pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau kelompok mikroorganisme spesifik, yang mengakibatkan kerusakan progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan poket, resesi, atau keduanya.” Sifat klinis yang membedakan periodontitis dengan gingivitis adalah adanya kehilangan perlekatan yang terdeteksi secara klinis. Periodontitis juga sering disertai dengan pembentukan poket periodontal dan perubahan kepadatan serta ketinggian tulang alveolar. Pada beberapa kasus, penurunan margin gingiva dapat disertai dengan kehilangan perlekatan, yang kemudian menyamarkan proses penyakit yang sedang terjadi, jika pengukuran kedalaman poket diukur tanpa



13



pengukuran tingkat perlekatan klinis. Tanda klinis inflamasi, seperti perubahan warna, kontur, dan konsistensi serta perdarahan pada probing, mungkin tidak selalu menjadi indikator positif pada kehilangan perlekatan yang sedang terjadi. Akan tetapi, dengan adanya perdarahan terus menerus saat probing pada serangkaian kunjungan terbukti menjadi indikator terpercaya adanya inflamasi dan kemungkinan akan terjadi kehilangan perlekatan pada lokasi perdarahan. Kehilangan perlekatan yang berhubungan dengan periodontitis terlihat terus berkembang pada aktivitas penyakit. Walaupun banyak klasifikasi manifestasi klinis periodontitis yang berbeda telah diperkenalkan selama lebih dari 20 tahun, pertemuan lokakarya di Amerika Utara pada tahun 1989 dan Eropa pada tahun 1993 mengidentifikasi bahwa periodontitis dapat terjadi pada onset awal, onset dewasa, dan bentuk nekrotik. Sebagai tambahan, pertemuan AAP menyimpulkan bahwa periodontitis dapat berhubungan dengan kondisi sistemik seperti diabetes dan infeksi HIV dan beberapa bentuk periodontitis mungkin sulit diatasi dengan terapi konvensional. Penyakit onset awal dibedakan dengan penyakit onset dewasa dalam hal usia onset (usia 35 tahun ditetapkan sebagai batas perubahan pada penyakit), laju perkembangan penyakit, dan adanya perubahan daya tahan host. Penyakit onset awal lebih agresif, terjadi pada individu berusia kurang dari 35 tahun, dan berhubungan dengan kurangnya daya tahan host, dimana bentuk dewasa dari penyakit berkembang lebih lambat, dimulai pada usia 40 tahun, dan tidak berhubungan dengan kurangnya daya tahan host. Sebagai tambahan, periodontitis onset awal terbagi dalam subklasifikasi pubertal, juvenile, dan bentuk progresif cepat dengan distribusi penyakit lokalisata atau generalisata. Tabel 1. Klasifikasi Berbagai Bentuk Periodontitis Klasifikasi AAP World



Bentuk Periodontitis Periodontitis dewasa



Karakteristik Penyakit Usia onset > 35 tahun



Workshop in



Laju perkembangan penyakit



Clinical



lambat



Periodontics, 1989



Tidak ada kekurangan daya



14



Periodontitis onset awal



tahan host Usia onset < 35 tahun



(prepubertal, juvenile,



Laju perkembangan penyakit



atau progresif cepat)



cepat Adanya kekurangan daya tahan host Berhubungan dengan mikroflora



Periodontitis



spesifik Penyakit sistemik yang



berhubungan dengan



mempercepat laju periodontitis



penyakit sistemik



Penyakit: diabetes, Down syndrome, infeksi HIV, dan



Necrotizing ulcerative



Papillon-Lefévre syndrome Sama dengan acute necrotizing



periodontitis



ulcerative gingivitis namun dengan kehilangan perlekatan



European



Refractory



klinis terkait Periodontitis berulang yang



periodontitis



tidak bereaksi terhadap



Periodontitis dewasa



perawatan Usia onset: dekade keempat



Workshop on



dalam hidup



Periodontology,



Laju perkembangan penyakit



1993



lambat Tidak ada kekurangan respon Periodontitis onset awal



host Usia onset: sebelum dekade keempat dalam hidup Laju perkembangan penyakit cepat Adanya kekurangan daya tahan



Periodontitis nekrotik



host Nekrosis jaringan dengan



15



kehilangan perlekatan dan tulang AAP International Workshop for Classification of Periodontal



Periodontitis kronis Periodontitis agresif Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik



Diseases, 1999 Keterangan



: AAP, American Academy of Periodontology. HIV, Human Immunodeficiency Virus.



Penelitian klinis dan ilmiah dasar yang luas pada penyakit tersebut telah dilakukan di banyak negara, dan beberapa karakteristik penyakit yang diuraikan 10 tahun lalu tidak lagi berlaku untuk pengamatan ilmiah saat ini. Secara khusus, kurangnya bukti pendukung untuk membedakan klasifikasi pada periodontitis dewasa, refractory periodontitis, dan berbagai bentuk berbeda dari periodontitis onset awal seperti yang diuraikan oleh AAP Workshop for the International Classification of Periodontal Diseases pada tahun 1999. Telah diamati bahwa perusakan periodontal kronis, disebabkan oleh akumulasi faktor lokal seperti plak dan kalkulus, dapat terjadi sebelum usia 35 tahun dan penyakit agresif terlihat pada pasien muda mungkin tidak dipengaruhi waktu namun memiliki hubungan keluarga (genetik). Sehubungan dengan refractory periodontitis, sedikit bukti mendukung bahwa periodontitis ini merupakan bentuk klinis yang berbeda karena penyebab kehilangan perlekatan klinis dan tulang alveolar yang berkelanjutan setelah pengobatan periodontal tidak dijelaskan dengan baik dan berlaku untuk banyak bentuk penyakit. Sebagai tambahan, manifestasi klinis dan etiologi dari penyakit berbeda yang dijelaskan di Amerika Utara pada 1989 dan di Eropa pada 1993 tidak diamati secara konsisten di negara-negara berbeda di seluruh dunia dan tidak selalu cocok dengan contoh yang disampaikan. Sebagai hasilnya, AAP mengadakan International Workshop for the Classification of Periodontal Diseases pada tahun 1999 untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai sistem klasifikasi yang didasarkan pada data klinis dan ilmiah saat itu. Klasifikasi yang dihasilkan dari berbagai bentuk periodontitis disederhanakan untuk menjelaskan



16



tiga manifestasi klinis umum periodontitis: periodontitis kronis, periodontitis agresif, dan periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik. 2.1



Periodontitis Kronis Periodontitis kronis merupakan bentuk periodontitis yang paling umum.



Periodontitis kronis paling umum terjadi pada orang dewasa namun dapat juga terlihat pada anak-anak; oleh karena itu rentang usia di atas 35 tahun yang sebelumnya ditetapkan untuk klasifikasi penyakit ini telah dibatalkan. Periodontitis kronis berhubungan dengan akumulasi plak dan kalkulus di subgingiva dan secara umum memiliki laju perkembangan penyakit lambat ke sedang, namun waktu perusakan yang lebih cepat dapat diamati. Peningkatan kecepatan perkembangan penyakit mungkin disebabkan oleh dampak dari faktor lokal, sistemik, atau lingkungan yang mempengaruhi hubungan host dan bakteri yang normal. Faktor lokal dapat mempengaruhi akumulasi plak; penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan infeksi HIV dapat mempengaruhi daya tahan host, dan faktor lingkungan seperti merokok dan stress juga dapat mempengaruhi respon host terhadap akumulasi plak. Periodontitis kronis dapat terjadi sebagai penyakit lokalisata dimana kurang dari 30% lokasi per daerah yang diamati menunjukkan kehilangan perlekatan dan tulang, atau dapat terjadi sebagai penyakit yang lebih umum / generalisata dimana lebih dari 30% lokasi terpengaruh. Penyakit ini juga dapat digambarkan dengan tingkat keparahan penyakit seperti ringan, sedang, atau parah berdasarkan jumlah hilangnya perlekatan klinis. Periodontitis ringan memiliki kehilangan perlekatan klinis antara 1 sampai 2 mm, periodontitis sedang dengan kehilangan perlekatan klinis antara 3 sampai 4 mm, sedangkan periodontitis parah memiliki kehilangan perlekatan klinis mencapai lebih dari 5 mm.



17



Gambar 1.6. Periodontitis kronis pada pasien usia 45 tahun dengan kesehatan mulut yang buruk. 2.2



Periodontitis Agresif Periodontitis agresif berbeda dengan bentuk kronis terutama oleh (1) laju



perkembangan penyakit yang cepat terlihat pada individu sehat, (2) tidak adanya akumulasi plak dan kalkulus yang besar, dan (3) riwayat keluarga akan penyakit agresif dari sifat genetik. Bentuk periodontitis ini sebelumnya diklasifikasikan sebagai periodontitis onset awal dan oleh karena itu periodontitis ini memiliki karakteristik bentuk lokalisata dan generalisata dari periodontitis onset awal. Walaupun bentuk klinis penyakit agresif terlihat universal, faktor etiologi yang terlibat tidak selalu sama. Seperti yang sebelumnya dijelaskan pada penyakit onset awal, bentuk agresif pada periodontitis biasanya mempengaruhi individu yang masih muda yang sedang atau telah pubertas dan mungkin diamati selama usia dekade kedua dan ketiga dalam hidup (yaitu usia 10 sampai 30 tahun). Bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans berperan sebagai organisme penyebab periodontitis agresif. Terdapat kelainan pada fungsi fagosit dan makrofag yang hiperresponsif sehingga menghasilkan peningkatan PGE2 dan IL-1β. Penyakit ini dapat terlokalisasi seperti yang sudah dijelaskan pada localized juvenile periodontitis (LJP) atau generalisata seperti yang sebelumnya dijelaskan pada generalized juvenile periodontitis (GJP) dan rapidly progressive periodontitis (RPP). Pada bentuk lokalisata, penyakit muncul pada individu yang akan pubertas. Penyakit lokalisata terjadi pada gigi molar pertama atau gigi insisif dengan kehilangan perlekatan proksimal pada setidaknya 2 gigi permanen, salah satunya adalah gigi molar pertama. Individu memiliki respon antibody serum



18



yang kuat terhadap agen infeksi. Sedangkan pada bentuk generalisata, biasanya mempengaruhi orang berusia dibawah 30 tahun (dapat lebih tua), dengan kehilangan perlekatan proksimal secara general yang mempengaruhi setidaknya 3 gigi selain gigi molar pertama dan gigi insisif. Penghancuran jaringan periodontal bersifat episodik dan respon antibody serum pada pasien yang buruk terhadap agen infeksi.



Gambar 1.7. Periodontitis agresif lokalisata pada pasien usia 15 tahun. 2.3



Periodontitis Sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik Beberapa kelainan hematologi dan genetik berhubungan dengan



perkembangan periodontitis pada individu yang telah terpengaruh. Mayoritas pengamatan efek pada periodontium merupakan hasil dari laporan kasus, dan beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki sifat yang tepat dari efek kondisi spesifik jaringan periodontium. Diperkirakan efek utama kelainan ini adalah melalui perubahan pada mekanisme pertahanan host yang telah dijelaskan untuk kelainan seperti neutropenia dan kurangnya perlekatan leukosit namun



19



kurang dimengerti untuk sindrom dengan banyak aspek. Manifestasi klinis dari banyaknya kelainan ini terlihat pada usia awal dan dapat dibingungkan dengan bentuk periodontitis agresif dengan kehilangan perlekatan yang cepat dan kemungkinan kehilangan gigi lebih awal. Dengan pengenalan bentuk periodontitis ini pada sistem klasifikasi, kemungkinan akan timbul kebingungan dan tumpang tindih antara periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik dengan bentuk penyakit agresif dan kronis. Saat ini, “periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik” merupakan diagnosis yang digunakan ketika kondisi sistemik merupakan faktor predisposisi dan faktor lokal utama seperti sejumlah besar plak dan kalkulus tidak jelas terlihat. Dalam kasus dimana penghancuran periodontal merupakan hasil dari faktor lokal yang jelas tetapi telah diperburuk oleh onset suatu keadaan seperti diabetes mellitus atau infeksi HIV, diagnosisnya seharusnya periodontitis kronis yang diubah oleh kondisi sistemik. Periodontitis dapat diamati sebagai manifestasi dari penyakit sistemik seperti: 1. Kelainan hematologi a. Neutropenia yang didapatkan b. Leukemia c. Lainnya. 2. Kelainan genetik a. Neutropenia keluarga dan berulang b. Down syndrome c. Leukocyte adhesion deficiency syndrome (LAD) d. Papillon-Lefévre syndrome e. Chediak-Higashi syndrome f. Histiocytosis syndrome g. Glycogen storage diseases h. Infantile genetic agranulocytosis i. Cohen syndrome j. Ehlers-Danlos syndrome (Tipe IV dan VIII AD) k. Hypophosphatasia



20



l. Lainnya. 3. Belum ditetapkan.



Gambar 1.8. Foto oral pasien dengan Papillon-Lefèvre syndrome (PLS). Pembentukan poket dan kehilangan tulang biasanya mempengaruhi gigi primer dan sekunder sesaat setelah erupsi.



Gambar 1.9. Gambaran oral dan radiografik pasien dengan leukocyte adhesion deficiency (LAD). 3.



Necrotizing Periodontal Disease Karakteristik klinis dari necrotizing periodontal disease dapat meliputi



papilla interdental dan gusi marginal yang ulseratif dan nekrosis ditutupi dengan peudomembran kekuningan, putih, atau abu abu disertai bentuk interdental papilla yang menumpul atau seperti kawah, pendarahan spontan atau pada saat dilakukan provokasi, rasa sakit, dan halitosis. Penyakit ini dapat disertai demam, malaise dan limfadenopati. Terdapat dua bentuk dari necrotizing periodontal disease yaitu necrotizing ulcerative periodontitis (NUP) dan necrotizing ulcerative gingivitis (NUG). NUG diklasifikasikan sebagai penyakit gingiva atau gingivitis dikarenakan pada NUG tidak terdapat hilangnya perlekatan periodontal. Pada



21



NUP terdapat kehilangan perlekatan periodontal. Penelitian terbaru menyatakan bahwa NUG dan NUP memiliki karateristik yang sama selain hilangnya perlekatan periodontal dan resorpsi tulang. 3.1



Necrotizing Ulcerative Gingivitis Karateristik khusus dari NUG adalah memiliki etiologi bakteri, terdapat



lesi nekrotis, dan muncul saat terdapat faktor predisposisi seperti stress, kebiasaan merokok, keadaan imunosupresi, dan malnutrisi. NUG biasanya muncul sebagai lesi akut yang berespon baik terhadap pengobatan antimicrobial yang dikombinasikan dengan terapi scaling dan OHI.



Gambar 1.10. Foto klinis gigi depan rahang bawah dengan necrotizing ulcerative gingivitis 3.2



Necrotizing Ulcerative Periodontitis Perbedaan antara NUP dan NUG adalah pada NUP ditemukan adanya



kehilangan perlekatan periodontal dan resorpsi tulang alveolar. Karateristik lain dari NUP menyerupai NUG. NUP dapat ditemukan pada pasien HIV dan bermanifestasi sebagai ulserasi lokal dan jaringan gusi nekrotis disertai kerusakan tulang alveolar, pendarahan spontan, dan rasa sakit yang hebat. Pasien HIV dengan NUP memiliki kemungkinan 20.8 kali lebih banyak memiliki nilai CD4+ kurang dari 200 sel per millimeter kubik dibandingkan dengan pasien dengan HIV tanpa NUP yang menunjukkan bahwa keadaan imunosupresi berpengaruh besar dalam timbulnya NUP.



22



Gambar 1.11. Necrotizing ulcerative periodontitis pada pasien usia 45 tahun. 4.



Abses Pada Jaringan Periodontal Abses periodontal adalah lesi purulent lokalisata pada jaringan periodontal



dan diklasifikasikan berdasarkan sumber jaringannya.



Gambar 1.12. Foto klinis pasien dengan abses periodontal 5.



Lesi Periodontitis dan Kaitannya Terhadap Lesi Endodontik Klasifikasi lesi yang berhubungan dengan jaringan periodontal dan pulpa



didasarkan pada urutan proses terjadinya penyakit tersebut. 5.1



Lesi Endodontik – Periodontal Pada lesi endodontik–periodontal, nekrosis pulpa berlanjut mengakibatkan



lesi periodontal. Lesi periapikal yang terjadi akibat infeksi pulpa dan nekrosis dapat menyebar ke arah jaringan periodontal dan menyebabkan kerusakan ligament periodontal dan tulang alveolar di sekitarnya. Kasus seperti ini dapat terlihat secara klinis dengan adanya poket periodontal yang terlokalisasi dan



23



dalam sampai ke akar sebuah gigi. Infeksi pulpa juga dapat menyebar melewati kanal aksesoris terutama pada daerah furkasi sehingga menyebabkan hilangnya perlekatan periodontal dan kerusakan tulang alveolar. 5.2



Lesi Periodontal – Endodontik Pada lesi periodontal – endodontik, infeksi bakteri dari poket periodontal



menyebar melalui kanal aksesoris menuju pulpa menyebabkan nekrosis pulpa. Pada kasus periodontitis yang parah, infeksi dapat menyebar menuju pulpa melalui foramen apical. Scaling dan root planning menyebabkan terkikisnya sementum



dan



dentin



yang



berada



dibawahnya



sehingga



terkadang



memungkinkan pulpitis kronis akibat penetrasi bakteri melalui tubulus dentin. Walaupun terdapat kemungkinan timbulnya infeksi pada kasus scaling dan root planning, banyak kasus periodontitis yang diterapi dengan perawatan scaling dan root planing tanpa terlihat adanya keterlibatan pulpa. 5.3



Lesi Kombinasi Lesi kombinasi muncul saat terdapat nekrosi pulpa lesi periapikal dan



periodontitis dalam waktu yang bersamaan. Bukti radiografis yang paling sering terlihat adalah terdapatnya defek intraoseus. Pada seluruh kasus periodontitis yang disertai dengan lesi endodontik, lesi endodontik tersebut harus menjadi perhatian awal sebelum memulai perawatan pada jaringan periodontal terutama apabila rencana perawatan jaringan periodontal melibatkan teknik regeneratif atau bone – grafting. 6.



Deformitas Dapatan atau Developmental dan Kondisi Lainnya



6.1



Faktor Lokalisata Berhubungan dengan Gigi yang Memodifikasi atau



Menjadi Faktor Predisposisi Penyakit Periodontal atau Gingival yang Diinduksi oleh Plak Secara umum faktor-faktor ini adalah faktor-faktor yang memungkinkan dan memperparah penumpukan plak sehingga menginisiasi atau memperparah



24



penyakit periodontal, atau faktor-faktor oral hygiene normal yang dapat mengurangi penumpukan plak. Faktor-faktor ini dibagi menjadi empat kategori. 6.1.1



Faktor Anatomis Gigi Faktor ini dikaitkan dengan malformasi gigi akibat tidak sempurnanya



perkembangan gigi atau anomali posisi gigi. Faktor anatomis seperti projeksi enamel servikal dan enamel pearls dapat berkaitan dengan hilangnya perlekatan periodontal terutama pada daerah furkasi. Projeksi enamel servikal dapat ditemukan pada 15% - 24% dari gigi molar mandibula dan 9% - 25% pada molar maksila, kasus-kasus tersebut tercatat memiliki hubungan kuat dengan kasus periodontitis dengan keterlibatan furkasi. Groove palatogingival yang dapat ditemukan pada 8,5% individu dapat meningkatkan akumulasi plak, menyebabkan kehilangan perlekatan dan kerusakan tulang. Groove akar proksimal pada gigi insisif dan gigi premolar rahang atas juga merupakan faktor predisposisi akumulasi plak yang menyebabkan inflamasi dan hilangnya perlekatan periodontal serta kerusakan tulang. 6.1.2



Restorasi Dental atau Alat Dental Lainnya Restorasi dental atau alat dental lainnya sering berhubungan dengan



munculnya inflamasi gingiva terutama apabila terletak pada daerah subgingival. Hal ini dapat mengacu pada onlay, mahkota, tambalan, dan karet ortodontik yang terletak secara subgingival. Restorasi restorasi ini dapat menimbulkan inflamasi pada gingiva, kehilangan perlekatan periodontal dan kerusakan tulang. 6.1.3



Fraktur akar Fraktur akar disebabkan oleh trauma atau proses restoratif yang



melibatkan daerah koronal dan terpapar lingkungan rongga mulut dapat menyebabkan keterlibatan daerah periodontal karena memberikan akses migrasi plak ke arah apikal. 6.1.4



Resorpsi servikal pada akar dan cemental tears



25



Resorpsi akar pada daerah servikal dan cemental tears dapat menyebabkan kerusakan jaraingan periodontal saat lesi tersebut berkontak dengan rongga mulut dan memberikan akses bakteri untuk bermigrasi ke arah subgingival. 6.2



Deformasi mukogingival dan kondisi di sekitar gigi Istilah mukogingival didefinisikan sebagai istilah umum yang dipakai



untuk mendeskripsikan mucogingival junction dan hubungannya dengan gingiva, mukosa alveolar, frenulum, perlekatan otot, fornikel vestibula, dan dasar mulut. Sedangakan deformitas mukogingiva dapat didefinisikan sebagai perubahan signifikan dari keadaan normal bentuk gingiva dan mukosa alveolar. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi keadaan tulang aleolar dibawahnya. Mucogingival surgery dapat diartikan sebagai prosedur bedah periodontal yang didesain untuk memperbaiki defek pada morfologi, posisi, dan atau jumlah masa gingiva. Mucogingival surgery dapat dilakukan atas dasar perbaikan nilai estetis, meningkatkan fungsi, atau meningkatkan oral hygiene. Berikut adalah hal hal yang termasuk kedalam deformasi mukogingival dan kondisi lainnya di sekitar gigi: 1. Resesi gingival a. Permukaan fasial atau lingual b. Papilla interdental 2. Gingiva dengan tingkat keratinisasi yang rendah 3. Kedalaman vestibular yang menurun 4. Keadaan frenulum dan posisi otot yang abnormal 5. Peningkatan masa gingiva a. Pseudopocket b. Margin gingiva yang tidak konsisten c. Excessive gingival display d. Gingival enlargement 6. Warna tidak normal



26



6.3



Deformitas mukogingival dan keadaan pada daerah edentulous Deformitas mukogingival dan kondisi pada daerah linggir edentulous



biasanya memerlukan koreksi bedah untuk mengembalikan bentuk dan fungsi sebelum dilakukan perawatan prostetik untuk menggantikan gigi yang hilang atau melakukan perawatan implant. Berikut adalah hal hal yang termasuk kedalam deformitas mukogingival dan keadaan pada daerah edentulous: 1. Defisiensi linggir vertikal atau horizontal 2. Tingkat keratinisasi gingiva rendah 3. Pembesaran gingiva atau jaringan lunak lain 4. Keadaan frenulum dan posisi otot yang abnormal 5. Berkurangnya kedalaman vestibular 6. Warna tidak normal 6.4



Trauma oklusal Trauma oklusi merujuk kepada keadaan dimana oklusi menghasilkan



kerusakan pada jaringan periodontal. Gigi maloklusi tidak selalu menghasilkan trauma oklusi karena belum tentu keadaan maloklusi menghasilkan kerusakan jaringan periodontal. Trauma oklusi dapat terjadi pada oklusi gigi dengan susunan yang tampak normal. Begitu juga dengan keadaan dimana beban oklusi bertambah, keadaan ini tidak dapat dikatakan trauma oklusi apabila jaringan periodontal masih dapat meredam gaya berlebih tersebut. Trauma oklusal dibagi menjadi dua yaitu trauma oklusal primer dan sekunder.



.