Translate Jurnal (Kaset) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Journal Reading



Treatment of Ovarian Endometrial Cysts in The Context of Recurrence and Fertility Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia Oleh : Vadhilla Safitri S,Ked 150611032 Preseptor : dr. Iskandar Albin Sp,OG



BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH RSUD CUT MEUTIA ACEH UTARA 2019



KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan jurnal saya yang berjudul “Kista Ovarium” ini dengan baik. Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Penulis menyusun laporan kasus ini untuk memahami lebih dalam tentang aspek Diabetes Mellitus dalam Kehamilan dan sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran OBGYN Universitas Malikussaleh RSU Cut Meutia. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Iskandar Albin, Sp.OG selaku preseptor yang bersedia meluangkan waktunya dan telah memberikan masukan, petunjuk serta bantuan dalam menyusun laporan kasus ini. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan untuk perbaikan demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga karya ini bisa bermanfaat untuk para pembaca.



Lhokseumawe, Oktober 2019



Penulis



i



Pengenalan Kista ovarium endometrial adalah salah satu penyakit umum ginekologi yang ditemukan pada perempuan di usia produktif. Mereka biasanya disebabkan karena intervensi operasi, dilakukan tidak hanya oleh ahli ginekologi tapi juga ahli bedah pelvis. Karena itu, setidaknya dalam hal ini, kista ovarium endometrial harus dipertimbangkan sebagai masalah interdisiplin. Endometriosis adalah penyakit kronik benign estrogen-dependen. Ini diobservasi terutama pada pasien usia produktif, dan prevalensi pada populasi ini diperlikaran 5-10%. Endometriosis didefinisikan sebagai adanya jaringan aktif endometrial diluar dari kavum uterin, biasanya pada peritoneum di pelvis minor, pada myometrium, ovarium, dan tuba falopi, maupun ekstraperioneal. Lesi endometriotik bisa juga ditemukan pada intestine, vesica urinaria, paru, dan bahkan di otak. BErdsarkan lokalisasi lesi, penyakit ini diklasifikasi sebagai peritoneal, ovarium atau endometrosis infiltrasi dalam. Etiopathogenesis dari endometriosis masih belum sepenuhnya dimengerti. Ada beberapa teori etiologic pada kondisi ini. Yang diterima secara luas adalah teori Sampson berdasarkan dari terbentuknya jaringan endometrial sebagai konsekuensi dari menstruasi retrograde. Selama proses ini, sebagian dari sisa endometrial meninggalkan uterus dalam volum sedikit sebagai darah menstruasi, mencapai cavitas abdomen memaluituba falopi, dan tumbuh di peritoneum biasanya dalam pelvis. Selanjutnya, factor imun dan genetic dididalilkan memainkan peran krusial dalam etiopatogenesis endometriosis. Manifestasi paling biasa dalam endometriosis termasuk periode menstuasi yang menyakitkan dengan pendarahan berat menstruasi, nyeri pelvis, dyspareunia, infertile, dan terkadang nyeri saat berkemih dan defekasi. Endometriosis ovarium adalah bentuk paling sering dari kondisi ini. Kista Endometrial ocarium (endometriomas) ditemukan pada 20-55% wanita dengan endometriosis. Massa ovarium bisa dikualifikasikan sebagai kistra endometrial berdasarkan dari perentasi USG-nya, menggunakan kriteria yang telah diterbitkan oleh kolaborasi Internasional Ovarian Tumor Analysis (IOTA) di 2013. Kriteria ini termasuk ukuran, bentuk, ekogenitas lesi, struktur dari kapsulnya, ada tidaknya dari projeksi lumen kista, vaskularisasi, dan hubungannya dengan struktur anatomi sekelilingnya. Saat ini, diagnosis banding dari kistra endometrial dan keganasan ovarium bisa dilakukan secara cepat dengan panduan aplikasi online yang tesedia di website IOTA. Paramoter lain yang dapat digunakan dalam diagnosis banding adalah konsentrasi dari CA-124, yang biasanya sedikit meningkat pada pasien dengan kondisi ini. Pendekatan kista endometrial kista berubah mempertimbangkan selama beberapa tahun terakhir, terutama berkaitan dengan pengobatan dari endometriosis rekuren, penghematan fertilitas, dan managemen infertilitas. Rekomendasi terkini dari badan sientifik internasional berdasarkan hasil dari meta analisis yang dipublikasina dan percobaan acak.



1



Watchful Waiting TErdapat konsesnsus umum pada kista endometrial ovarium kecil, sampai 3 cm pada diameter, harus ditinggal tidak diobati. Tapi, 2 pertanyaan timbul: Berapa durasi maksimal dari ekspektasi penatalaksanaan dan haruskah dipertimbangkan pada semua pasien dengan endometriosis? Tanpa ragu, ekspektasi penatalaksanaan dikeluarkan pada pasien dengan nyeri perlcis, dalam eberapa kasus, operasi adalah tatalaksana pilihan. Tetapi, apakah sama dengan kasus asimtomatik? Ini ditunjukkan dengan pembentukan dari kistra endometrial ovarium dihasilakn dari penurunan dalam cadangan ovarium, dimana perkembangan berlanjut jika lesi tetap panjang atau membesar. Ini bisa mengganggu fertilitas, I,e., karena penurunan laju ovulasi secara signifikan dan menopause premature. Lebih lanjut, keberadaan dari kista endometrial hasil dari pembentukan, biasanya massif, perlengketan solid dengan ovarium, tuba falopi, dan ligament latum dari uterus, yang biasanya memungkinkan penuruna dari kehamilan. Seluruh data mendukung tatalaksana operasi, terutama pada wanita muda dengan infertilitas. Tetapi, pengobatan operasi juga diketahui untuk penurunan cadangan ovairum, jadi mendukung penuaan reproduktif dan mempercepat onset menopause, terutama dalam kasus operasi yang berulang. Selain itu, harus dipertimbangkan resiko dari adhesi adnexal postoperative yang bisa banyak menurunkan mobilitas dari tuba falopu atau menghasilakn penghapusan mereka secara komplit. Pengobatan pada wanita infertile diatas 35 tahun harus didiskusikan secara terpisah. Tatalaksana operasi pada pasien tersebut akan menghasilkan penurunan cadangan ovairum mereka yang pada awalnya telah rendah. Pada kasus ini, terutama pada wanita dengan endometriosis lanjut, dengan mekanisme atau infertilitas factor pria, fertilisasi invitro adalah opsi yang efisien. Berdasrkan Tsoumpou, pengobatan operasi pada pasien dengan prioritas dalam implementasi dari teknologi reproduktif dibantu (ART) tidak meningkatkan outcome nya. Satu-satunya pengecualian berkaitan dengan kista endometrial besar yang menghalangi akses ke folikel ovarium Sebagai kesimpulan, harus berhati-hati dalam mempertimbangkan operasi pada kista endometrial ovarium kecil. Kista asimptomatik kecil tidak seharusnya diobari dengan operasi, terutama pada pasien lebih dari 35 tahun. Operasi seharusnya dipertimbangkan pada wanita infertile dan pasien yang gagal hamil meskipun 1-1,5 tahun berusaha, maupun pada kasus dengan fertilisasi in vitro tidak sebagai opsi. Juga kista besar, dengan lebih dari 4 cm diameter, harus diobati dengan oeprasi karena resiko rupture atau torsi.



Tatalaksana Operasi Operasi dalah metode principal pada tatalaksana kistra endometrial. Teknik yang tidak efisien, sekarang dipertimbangkan paling kuno, terlibat dalam menusuk kista dengan panduan USG atau sewaktu laparoskopi, aspirasi isinya, irigasi, dan bila diperlukan, diberikan pelindung. Tapi, prosedur ini biasanya menyebabkan komplikasi, seperti pembentukan abses dan adhesi peritoneal. Bahkan, sampai 80-90% pasien datang dengan kekambuhan setelah 6 bulan prosedur. Prosedur operasi yang lain, masih digunakan pada beberapa senter, adalah cystectomy dengan irigasi dari lumen kista dan koagulasi pada kapsulnya. Koagulasi bipolar,



2



koagulasi plasma argon, atau koagulasi laser seharusnya digunakan pada cadangan jaringan ovarium normal. Sayangnya, teknik ini juga tidak menjadmin penghancuran komplit dari kapsul kista. Saleh dan Tulandi menunjukkan lebih dari setengah pasien datang dengan kista rekuren dini setelah 2 tahun prosedur, dan 42 bulan setelah operasi laju kekampuhan meingkat sampai 60%. Sekarang ini, laparoskopi dipertimbangkan sebagai gold standar dalam tatalaksana kista endometrial ovarium. Prosedur laparoskopi termasuk membebaskan ovarium dari adhesi, systectomi, irigasi kista, dan pemotongan komlit dari dindingnya dengan kemungkinan cedera minimal pada jaringan ovarium normal. Pembuluh darah seharusnya dikoagulasi dengan elektroda bipomal, secara optimal menggunakan koagulasi plasma argon. Juga, semua foci endometriotic lain yang ada pada pelvis harus dikoaluasi dengan hati-hari kapanpun dapat dilaksanakan. Teknik yang disebutkan diatas berhubungan dengan laju kehamilan tertinggi pada pasien dengan infertilitas. Bahkan, kista ovarium yang telah dilepaskan bisa menjadi subjek uji histopatologi, yang sangan penting, mempertimbangkan ca. 0,8-0,9% dari endometriomas berubah menjadi kegaasan. Dalam satu peneilitan, sampai 13% endometriomas pada akhirnya diidentifikasi sebagai batas tumor ovarium. Pengobatan penghematan fertilitas dengan pembuangan seluruh kapsul kista menghasilkan penurunan besar dari laju rekurensi endometrioma. Tapi, diantara 10% dan 40% dari pasien bisa datang dengan kista rekurent, dan laju rekunsi meningkat dengan waktu berlalu setelah operasi. Keparahan dari endometriosis dapat menjadi kunci penentuan dari remisi berlanjut setelah operasi. Keparahan dari penyakit ini ditentukan dengan sistem penilaian revised American Society for Reproductive Medicine (rASRM), dan banyak penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa peningkatan nilai rASRM dan keparahan endometriosis, dan resiko besar dari kekambuhannya. Liu menunjukkan bahwa tingkat keparahan rASRM berkorelasi dengan tingkat rekurensi dari endometriosis, tapi nilai prognosisnya relative rendah. Tapi, hipotesis ini tidak didukung oleh semua penulis. Sebagai contoh, Koga tidak menemukan hubungan signifikan antara keparahan dari endometriosis dengan tingkat rekurensi. Yun menganalisis peran dari berbagai komponen dari sistem penilaian rASRM sebagai penanda resiko potensial untuk endometriosis rekuren. Mereka menunjukkan bahwa resiko dari rekurensi meningkat pada pasien dengan adhesi yang melibatkan ovarium dan/atau tuba falopi dan/atau dengan penghapusan dari cul-de-sac. Karena itu, adanya adesi, terutama melibatkan adneksa dan culde-sac, terlihat sebagai predictor penting dari rekurensi. Hipotesis ini juga dikonfirmasi oleh penulis lain. Kista endometrial bilateral secara umum dipertimbangkan sebagai factor profnosis dari rekurensi, walaupun tidak semua penelitian sebelumnya mengkonfirmasi hubungan ini. Hubungan antara lokasi kista dan resiko dari rekurensi tidak jelas. Tetapi, hasil dari beberapa penelitian menyarankan lokasi endometriomas di ovarium kiri lebih mingkin untuk kambuh. Juga, data yang ada pada pengaruh dari diameter kista pada tingkat kekambuhan tidak meyakinkan. Namun, kista dengan diameter yang lebih besar umumnya dipandang sebagai factor prognosis yang tidak menguntungkan. Tapi, lesi dengan dimeter kecil dihubungkan dengan prognosis yang tidak menuntungkan tidak ditetapkan sejauh ini. Bahkan, Ghezzi



3



emnunjukkan bahwa diameter kista tidak memiliki pengaruh pada tingkat kekambuhan. Penemuan mirip juga dilaporkan oleh Porpora. Demikian pula, tidak ada konsnsus dicapai berkaitan dengan pengaruh dari umur pasien dengan resiko kekambuhan. Berdasrkan banyak peneliti, umur muda tidak memiliki efek yang tidak menuntungkan dalam durasi remisi setelah porasi. Ini mungkin dihubungkan dengan fakta bahwa wanita muda memiliki bentuk lebih agresif dari endometriosis dan konsentrasi ekstrogen tinggi pada darah post operatif. Tapi, Koga tidak menemukan hubungan antara umur pasien dengan durasi remisi, dan menurut Parazzini, resiko dari kekambuhan meningkat dengan umur. Kehamilan ditunjukkan untuk mendesak pengaruh yang bermanfaat dan menurunkan resiko kekampuhan endometriosis, dan dilihat sebagai factor pelindung. Meningkatkan konsentrasi prgesteron pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan dari foci endometriosis dan melemahkan terkait inflamasi. Faktor prognosis dari rekurensi endometriosis adalah tingkat preoperative dari CA-125. Tingkat CA 125 yag tinggi saat preopreratif didalilkan untuk mempengaruhi kekambuhan. Karena spesifikasi yang rendah, antigen ini tidak bermanfaat sebagai penanda diagnostic dari penyakit, tapi memiliki peran penting dalam motirong dari pengobatan. Sebaga gantinya, tidak ada hubungan yang ditemukan antara adanya leiomuoma uterin atau adenomyosis dengan tingkat kekambuhan. Sekarang, latar belakang molekul dari endometriosis adalah subjek dari penelitian. Mempertimbangkan estrogen dependen dari penyakit, estrogen reseptor (ER), ada dalam 2 bentuk, ER-alfa dan ER-beta, adalah target dari penelitian. Beberap penelitian menunjukkan hubungan antara ER-alfa polymorphism dan resiko kekambuhan. Tanda resiko lain untuk kekambuhan endometriosis mungkin cycloozygense-2. Peningkatatan aktivitas enzin, kalalisis sintesis dari prostaglandin, diobservasi daalm lesi endometriotik pada perempuan yang selanjutnya terjadi kekambuhan. Tindakan paling efektif untuk mencegah dari endometriosis ovarian rekuren adalah oophorectomy unilateral dengan menyimpan ovarium kolateral. Dengan prosedur dipertimbangkan pada perempuan yang tidak tertarik pada melahirkan atau atau datang dengan kista endometriotik lain di ovarium yang sama. Yang penting, prosedur harus di perpanjang untuk adhesiolus dan menghilangkan dari foci endometriok yang tersisah. Namnous mendemonstrasikan bahwa adhesi sisa dan foci endometriotik dihubungkan dengan peningkatan 8-fold dalam resiko reoperasi. Hysterectomu dengan pengangkatan adnexa bisa menjadi pilihan pada wanita perimenopausal dengan kista endometrial, endometriosis peritoneal difus atau endoetriosis infiltrasi dalam, terutama dengan nyeri seiring



Farmakoterapi Sekarang, farmakoterapi dilihat memainkan peran sekunder selama periode post operatif, dan diimplementasikan pada kasus terpilih. Lebih lanjut, farmakoterapi preoperative ditunjukkan mendorong efek tidak menguntungkan di kista endometrial ovarium. Koga mendemostrasikan bahwa farmakoterapi merupakan faktor resiko untuk rekurensi post operatif, sejak digunakan pada atrophy dan fibrosis yang dapat menghalangi identifikasi



4



intraoperative dari foci endometriotik. Dalam beberapa kasus, reseksi tidak lengkap dan secara teknis dibutuhkan. Kesimpulan serupa juga dilaporkan oleh Muzii. Bahkan , farmakoterapi preoperative ditunjukkan dihubungkan dengan peningkatan proporsi dari sel diskariotik dan untuk memperlambang perkembangan dari sel kariotik di dinding kista. Farmakoterapi post operatif direkomendasikan setelah reseksi inkomplit dari foci endometriotic atau pada pasien dengan nyeri yang seiring. Endometriosis adalah kondisi estrogen dependen dan untuk itu, tujuan principal dari farmakoterapi adana untuk menekan fungsi ovarium dan untuk mendukung atrofi dari lesi endometriotik. Agen terapeutik dari kelompok berikut yang bisa digunakan: persiapakn strogen-progestin, gestagens, termasuk sistem intrauterine pengeluarn progesterone dan gonadotropin-releasing hormone (GnRH)agonist. Karena beberapa efek, danazol tidak lagi direkomendasikan utnuk fakmakoterapi dari endometriosis. Sering, agen yang disebutkan diatas secara simultan digunakan sebagai kontraseptif, dan, karena itu, agen spresifik harus dipilih pada dasar individual dengan efek samping potensial mereka dipertimbangkan. Kontraseptif oral dua-komponen memainkan peran penting dalam mencegah lesi endometriotik rekuren dan pelemahan nyeri. Efek bermanfaaat dari preparasi ini dihubungkan dengan inhibisi ovulasi. Perdarahan menstrual intensif sedikit dan kurangnya menstruasi retrograde mencegah debris endometrial menyebar diluar uterus. Selanjutnya, konstraseptif estroprogestin menekan proliferasi dari jaringan endometriotik. Keunggulan mereka dari pilihan trapeutik lain dihubungkan dengan efek samping yang sedikit, toleransi yang baik, dan harga yang terjangkau. Karena penggunakan rutin oral kontraseptif, kemanjurannya menjadi subjek di banyak penelitian sebelumnya. Selama followup postoperative 24 bulan, Seracchioli menemukan endometriomas rekuren pada 29% wanita yang tidak menggunakan konstraseptif, maupun pada 14,7% dan 8,2% pasien yang menggunakan silkik dan kontraseptif berlanjut, masing-masing. Grup yang sama menunjukkan bahwa diameter dari kistra endometrial rekuren pada wanita yang menggunakan preparasi hormonal ditandai lebih kecil pada pasien yang tidak menerima terapi jenis ini. Juga, tingkat pertumbuhan dari lesi rekuren di grup yang sebelumnya dikurangi. Efek yang paling menguntungkan diobservasi pada pasien yang menggunakan konstraseptif berlanjut. Zorbas membandingkan efek dari kontraseptif berlanjut dan siklik. Resiko dari rekuren ternyata ditandai lebih tinggi pada pasien menggunakan kontraseptif silkik (16,6%) daripada dibawah terapi berkelanjutan, kemungkinan yang terakhir menghasilkan supresi constant dari proses inflamasi. Cucinella menganalisis kemanjuran kontraseptif oral tergandung pada tipe progestin yang mereka kandung. Kebalikan dari penlis lain, mereka menunjukan bahwa tipe progestin (desogestrel, gestodene, dienogest) tidak memiliki efek dalam kemanjuran kontraseptif oral dalam mencegah endometriosis rekurent. Sebaliknya, Hasil dari penelitian lain menunjukkan efek menungungkan dari dienogest, tapi ini bisa jadi konsekuensi dari sinerginya dengan estradiol endogenous. Yang mengherankan, tetapi, Muzii menunjukkan bahwa pemberikan kontraseptif dosis rendah post operatif tidak memberikan efek yang signifikan pada tingkat kekambuhan endometriosis, tapi bisa memperpanjang waktu untuk kambuh. Ketidakadaan efek yang signifikan dari pengobatan dengan kontraseptif pada



5



tingkat rekurensi dari endometriosis juga dilaporkan oleh Koga. Tetapi, penulis terakhir menganalisis efek dari pemberian janga pendek dari kontraseptif oral (