Tuberkulosis Paru + Hemoptoe [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TUBERKULOSIS PARU + HEMOPTOE



KONSEP MEDIS 1.



Pengertian Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.



2.



Proses Penularan Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan. Di samping



penularan



melalui



saluran



pernapasan



(paling sering),



M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).



3.



Patofisiologi Mycobacterium TBC Masuk jalan napas Tinggal di Alveoli Tanpa infeksi



Inflamasi



disebar oleh limfe



Fibrosis



Timbul jar. Ikat sifat Elastik & tebal.



Kalsifikasi - Batuk - Spuntum purulen - Hemoptisis - BB menurun



Exudasi



Alaveolus tidak kembali saat ekspirasi



Nekrosis/perkejuan Kavitasi



Gas tidak dapat berdifusi dgn. Baik. Sesak



Kuman Infeksi primer Sembuh total



Sembuh dgn. Sarang ghon



Infeksi post primer



Komplikasi - Menyebar ke seluruh tubuh scr. Bronkhogen, limphogen, hematogen



Kuman dormant Muncul bertahun kemudian



Diresorpsi kembali/sembuh



. Kavitas meluas Membentuk sarang tuberkuloma 4.



Membentuk jar. keju Jika dibatukkan membentuk kavitas.



Memadat & membungkus diri



Sarang meluas sembuh dgn. Jar. Fibrotik Bersih & menyembuh



Gambaran Klinik Tb Paru Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik. Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik



dan gejala sistemik: 1. Gejala respiratorik, meliputi: 1.1 Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan. 1.2 Batuk darah Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. 1.3 Sesak napas Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain. 1.4 Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena. 2. Gejala sistemik, meliputi: 2.1 Demam Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek. 2.2 Gejala sistemik lain Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia. 5.



Gejala klinis Haemoptoe Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring ,dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :  Batuk darah 1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan 3



2. Darah berbuih bercampur udara 3. Darah segar berwarna merah muda 4. Darah bersifat alkalis 5. Anemia kadang-kadang terjadi 6. Benzidin test negatif  Muntah darah 1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual 2. Darah bercampur sisa makanan 3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung 4. Darah bersifat asam 5. Anemia seriang terjadi 6. Benzidin test positif  Epistaksis 1. Darah menetes dari hidung 2. Batuk pelan kadang keluar 3. Darah berwarna merah segar 4. Darah bersifat alkalis 5. Anemia jarang terjadi 6.



Klasifikasi Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut: 1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria: -



Dengan atau tanpa gejala klinik



-



BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.



-



Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.



2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria: -



Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif 4



-



BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.



3. Bekas TB Paru dengan kriteria: -



Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif



-



Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.



-



Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.



7.



Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).



Terapi Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mnecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.



Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.



Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada tabel berikut:



Obat Anti TB



Rekomendasi Dosis (mg/kg BB) Per Minggu Per Hari 3x 2x 5 10 15



Aksi



Potensi



Isoniazid (H)



Bakterisidal



Tinggi



Rifampisin (R)



Bakterisidal



Tinggi



10



10



10



Pirasinamid (Z)



Bakterisidal



Rendah



25



35



50



Streptomisin (S)



Bakterisidal



Rendah



15



15



15



Bakteriostatik Rendah



15



30



45



Esensial



Etambutol (E)



Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu 5



perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu: 1.



Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.



2.



Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.



3.



Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.



4.



Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.



5.



Pencatatan dan pelaporan yang baku.



PANDUAN OBAT TUBERKULOSIS PARU Untuk program nasional penmberantasan TB Paru, WHO menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu penderita dibagi dalam 4 kategori sebagai berikut : 1.



Kategori I



: Kasus baru dengan dahak positif dan



penderita dengan keadaan yang berat seperti Meningitis , TB Milier, Perikarditis, peritonitis, pleuritis massif atau bilateral,



spondiolitis



dengan



gangguan



neurologis,



penderita dengan dahak negatif tetapi kelinan parunya luas, TB usus, TB saluran kemih dsb. 2.



Kategori II



: Kasus kambuh atau gagal dengan dahak



tetap positif. 3.



Kategori III



: Kasus dengan dahak negatif tetapi kelainan



parunya tidak luas dan kasus TB diluar paru selain yang disebut dalam kategori I. 4.



Kategori IV



: Tuberkulosis Kronik.



PANDUAN OBAT KATEGORI I Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan tiap hari selama 2 bulan bila selama 2 bulan dahak menjadi negatif maka dimulai fase lanjutan. Bila setelah 2 6



bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 2 – 4 minggu lagi (dalam program P2TB Depkes diberikan 1 bulan dan dikenal sebagai obat sisipan), kemudian diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat apakah dahak sudah negatif atau belum. Fase lanjutanya adalah 4 HR atau 4 H3R3. Pada penderita meningitis, TB Milier, Spondiolitis dengan kelainan neurologis, fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6 – 7 bulan hingga total pengobatan 8 – 9 bulan. Sebagai panduan alternatif pada fase lanjutan ialah 6 HE. PANDUAN OBAT KATEGORI II Fase intensif dalam bentuk 2 HRZES-1 HRZE. Biula setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka diteruskan ke fase lanjutan. Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan HRZE (juga dikenal sebagai obat sisipan) bila setelah 4 byulan dahak nmasih tetap posistif maka pengobatan di hentikan 2 – 3 hari, lalu periksa biakan dan uji resistensi kemudian pengobatan diteruskan dengan fase lanjutan. Bila penderita mempunyai data resisten sebelumnya dan ternyata kuman masih sensitive terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi negatif maka fase lanjutan dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan ketat. Bila data menunjukan resistensi terhadap H atau R maka fase lanjutan harus diawasi dengan ketat. Tetapi jika data menunjukan resistensi terhadap H dan R maka kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil. Fase lanjutan adalah 5 H3R3E3 bila dapat dilakukan pengawasan atau 5 HRE bila tidak dapat dilakukan pengawasabn. PANDUAN OBAT KATEGORI III 2 HRZ / 6 HE 2 HRZ / 4 HR 2 HRZ / 4 H3R3 PANDUAN OBAT KATEGORI IV Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilabn pengobatan kecil sekali. Untuk negara kurang mampu dan dari segi kesehatan masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup. Sedang untuk negara maju atau pengobatan secara individu (penderita mampu) dapat dicoba pemberian obat berdasarkan 7



sesuai uji resisten atau obat lapis kedua seperti quinolobn, ethioamide, sikloserin, amikasin, kanamisin dsb. 8.



Komplikasi Hemoptoe padaTuberkulosis Paru Batuk darah adalah darah atau dahak bercampur darah yang dibatukkan yang berasal



dari saluran pernafasan bagian bawah (mulai glotis ke arah distal} batuk darah adalah suatu keadaan menakutkan / mengerikan yang menyebabkan beban mental bagi penderita dan keluarga penderita, sehingga menyebabakan takut untuk berobat ke dokter . Penderita menahan batuk karena takut kehilangan darah yang lebih banyak sehingga menyebabkan penyumbatan karena bekuan darah. Sebetulnya sudah ada penyakit dasar tetapi keluhan penyakit tidak mendorong berobat ke dokter. Batuk darah pada dasarnya akan berhenti sendiri asal tidak ada robekan pembuluh darah,berhenti sedikit-sedikit pada pengobatan penyakit dasar. TB  batuk sedikit-sedikit masif darah melulu, bergumpal. Bronkiektasis campur purulen Apses paru



campur purulen



Pneumonia



warna merah bata encer berbuih



Bronkitis



sedikit-sedikit campur darah atau lendir.



Penatalaksanaan Hemoptoe Tujuan Umum : 1. membebaskan jalan nafas 2. mencegah aspirasi 3. menghentikan perdarahan dan pengobatan penyakit dasar. Konservative ~ Hemoptoe sedikit (