Tugas 2 Hukum Adat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KE-2 MATA KULIAH HUKUM ADAT



DISUSUN OLEH : ASEP SAEPUDIN NIM : 043245674



UNIVERSITAS TERBUKA JAKRTA TAHUN 2020



Tugas.2



Pada masyarakat hukum adat Batak dikenal dengan adanya perkawinan jujur yang merupakan konsekuensi dari bentuk kekerabatan Patrilineal. Perkawinan jujur merupakan perkawinan dengan pemberian atau pembayaran sesuatu (dalam bentuk uang maupun barang) dari pihak keluarga pengantin laki-laki kepada pihak keluarga perempuan yang disebut 'jujur'. Hal ini sebagai pertanda atau lambang diputuskannya hubungan kekeluargaan pihak perempuan dengan orang tuanya, saudara-saudaranya dan bahkan dengan persekutuan atau masyarakat hukumnya. Pertanyaan : 1. Apakah pembayaran uang jujur merupakan syarat utama yang harus dilakukan untuk



melaksanakan perkawinan pada masyarakat hukum adat Batak? Jika tidak terpenuhinya pembayaran uang jujur, apa konsekuensinya?Jelaskan! 2. Sebutkan bentuk perkawinan adat yang Anda ketahui ? Jelaskan dan berikan contoh !



Jawab : 1. Perkawinan Jujur Perkawinan jujur atau jelasnya perkawinan dengan pemberian (pembayaran) uang ( barang ) jujur. Pada umumnya berlaku dilingkungan masyarakat hukum adat yang mempertahankan garis keturunan bapa. Pemberian uang/barang jujur dilakukan oleh pihak kerabat ( marga,suku ) calon suami kepada pihak kerabat calon isteri,sebagai tanda pengganti pelepasan mempelai wanita keluardari kewargaan adat persekutuan hukum bapaknya, pindah dan masuk kedalam persekutuan hukum suaminya. Setelah perkawinan, maka isteri berada dibawah kekuasaan kerabat suami, hidup matinya menjadi tanggung jawab kerabat suami,berkedudukan hukum dan menetap diam dipihak kerabat suami. Begitu pula anak-anak dan keturunannya melanjutkan keturunan suaminya dan harta kekayaan yang dibawa isteri kedalam perkawinan kesemuanya dikuasai olehsuami. Pada umumnya dalam bentuk perkawinan jujur berlaku adat pantang cerai, jadi senang dan susah selama hidupnya isteri berada dibawah kekuasaan kerabat suami. Jika suami wafat isteri harus melakukan perkawinan dengan saudara suami (levirate)



Perbedaan mas kawin dengan pembayaran jujur Uang jujur adalah kewajiban adat ketika dilakukan pelamaran yang harus dipenuhi oleh kerabat pria kepada kerabat wanita untuk dibagikan pada tua-tua kerabat (marga/suku) pihak wanita Maskawin adalah kewajiban agama ketika dilaksanakan akad nikah yang harus dipenuhi oleh mempelai pria untuk mempelai wanita (pribadi)



2. Bentuk – Bentuk Perkawinan Adat 1. PERKAWINAN JUJUR Hukum Adat pada masyarakat Patrilineal misalnya pada hukum adat batak disebut dengan istilah boli, tuho, parunjuk, pengoli, dan sinamot sebagai suatu serahserahan. Daerah lainya yang menggunakan bentuk perwakinan jujur adalah Gayo, Nias, Lampung, Bali, Timor dan Maluku. Pengertian jujur disini maksudnya bermakna religius magis, jadi pemberian sinamot bukan bermakna pembelian anak perempuan akan tetapi tetap terpeliharanya keseimbangan antara kedua belah pihak. 2. PERKAWINAN MENGABDI Lanjutan dari perkawinan jujur yang tertunda. Pengabdian hingga jujur itu terlunasi biasanya suami bersama istri akan bekerja pada orangtua istri, anak-anak mereka masih berada dipengawasan mertua dan masuk dalam marga (clan) dari mertua lakilaki. Praktik Hukum Adat Perkawinan ini dikenal di Batak dengan mangdingding, di Bali dengan sebutan nunggonin dan di lampung dengan istilah erring beli 3. PERKAWINAN MENERUSKAN Merupakan kelanjutan perkawinan jujur sehingga tidak perlu adanya pembayaran jujur kembali. Perkawinan ini terjadi karena istri yang pertama meninggal dikawinkan dengan saudara perempuannya. Di Tapanuli perkawinan meneruskan ini disebut dengan mangabia sedangkan di jawa dikenal dengan karang wulu 4. PERKAWINAN MENGAMBIL Anak Perkawinan mengambil anak pada konsep patrilinial ini terjadi karena hukum adat perkawinan memperkenankan seorang ayah mengambil anak laki-laki untuk dikawinkan dengan anak perempuannya, dengan maksud agar pria itu menjadi anaknya sendiri beserta keturunannya mengikuti marga(klan) menantunya



tersebut.Karena adanya pembayaran jujur, maka menantu dan keterunannya resmi lepas dari klan marganya semula, hal ini banyak terjadi sumatera selatan. 5. PERKAWINAN MENGGANTI Merupakan kelanjutan perkawinan jujur dan tidak perlu adanya pembayaran jujur namun peristiwa yang terjadi pada perkawinan kedua karena suami yang pertama meninggal, sehingga dikawinkan saudara laki-laki dari suaminy. Di Tapanuli perkawinan mengganti ini disebut dengan pareakhon, di Palembang dengan ganti tikar, dan dijawa disebut dengan medun ranjang.



6. PERKAWINAN SEMENDO Bentuk Perkawinan Adat semendo banyak terjadi pada masyarakat matrilineal, yaitu mempertahankan garis keturunan ibu. Tidak ada pembayaran jujur dalam perwakinan semendo, suami dan istri masing-masing tetap dalam klannya, hanyalah keturunan mereka yang akan masuk keluarga istrinya, maka bapak tidak punya kuasa pada anak-anaknya 7. PERKAWINAN KARANG WALU Bentuk perkawinan Bilateral ini terjadi pada masyarakat jawa, atau tungkat dalam bahasa masyarakat pasemah. Bentuknya adalah perkawinan duda dengan seorang perempuan dari almarhum istrinya. 8. PERKAWINAN MANGGUH KAYA Bentuk perkawinan antara pria kaya dan perempuan miskin, atau sebaliknya perkawinan ngalindung kagelung antara perempuan kaya dengan pria miskin. 9. PERKAWINAN GANTUNG Bentuk Perkawinan Adat Gantung ini terjadi karena calon istrinya masih anak dibawah umur sedangkan pria sudah dewasa. Selama waktu tertentu atau karena belum cukup umur maka istrinya (anak dibawah umur) belum diperkenankan untuk bercampur dengan suaminy, disisi lain keberadaan suaminya bagi menantu adalah tenaga gratis bagi keluarganya. 10. PERKAWINAN CAMPURAN Bentuk perkawinan campuran pun dikenal dalam hukum perkawinan adat. Misalnya adanya upacara pengangkatan marga bagi suami/istri yang bukan berasal dari klan



batak, sekarang ini baik setelah mau pun sesudah penikahan mereka dapat dilangsungkan pengangkatan marga/boru tersebut. 11. PERKAWINAN LARI Dalam hukum perkawinan adat, ketika seorang pria diam-diam telah mengadakan sepakat dengan perempuan untuk kawin lari, atau diam-diam laki-laki membawa lari perempuan, atau perempuan datang sendiri ketempat laki-laki. Bentuk perkawinan adat ini di palembang dikenal dengan “belarian”, di bali dengan “ngeroroat”, di Ambon disebut “lari bini”, di flores disebut “kawin roko”



Sumber : 1. Buku materi pokok HKUM 4204 modul 5 hal.5.28 – 5.32 2. www.kajian pusaka.com