TUGAS 2 Hukum Islam Dan Acara Peradilan Agama [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Imoel
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Nurul Iswanto Nim : 041423137 Mata Kuliah : Hukum Islam dan Acara Peradilan 12 Tugas.2 Kasus 1 I Made Gunawan adalah seorang abdi negara yang baik dan penganut agama yang taat. Dia dikenal sebagai pribadi yang ramah dan sopan, hingga diketahui bahwa dia melakukan nikah siri dengan kekasihnya, hal ini ditengarai tidak adanya restu dari orang tua kedua belah pihak, perbedaan keyakinan menjadikan hubungan mereka ditentang pihak keluarga. I Made yang beragaama Hindu dan kekasihnya yang beragama islam. Setahun berselang I made memutuskan untuk menjadi seorang muallaf dan dilangsungkan pernikahan dan dicatatkan berdasar perundang-undangan yang berlaku. Namun Dari tekanan pihak keluarga I made pasca pernikahan, akhirnya I Made dan istrinya memutuskan untuk bercerai, saat ini diketahui bahwa I made bersama istrinya dikaruniai 1 orang anak perempuan. Perceraian berlangsung menegangkan oleh kedua belah pihak terkait hak asuh dari anak juga persoalan harta gono gini yang mana I Made telah mewakafkan 1/3 bagian harta milik bersama untuk pembangunan rumah



ibadah



3



tahun



sebelumnya



tanpa



sepengetahuan istrinya. Hingga berita ini



diturunkan sidang proses perceraian masih sementara bergulir. Berdasarkan kasus di atas apakah perbuatan (mewakafkan sebagian hartanya) I Made memenuhi unsur-unsur wakaf? Berikan alasan anda secara jelas. Berikan analisis anda terkait legalitas/keabsahan wakaf yang telah diberikan kepada wakif? Dari contoh kasus di atas, apakah sudah terpenuhi syarat sebagai wakif? Kemukakan alasan anda Jawab : Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun wakaf menurut fiqh ada 4 (empat) macam, yaitu 1) waqif (orang yang mewakafkan), 2) Mauquf‘alaih (pihak yang diserahi wakaf), 3) Mauquf (harta yang diwakafkan), 4) Shighat atau iqrar (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan)



Berdasarkan UU No. 41 tahun 2004 pada Pasal 70 bahwa : “Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan undang-undang ini” Dalam peraturan perundang-undangan (hukum nasional), unsur (rukun) wakaf tidak jauh berbeda dengan penambahan -penambahan tertentu. Mengenai wakif, syarat tidak jauh berbeda dengan uraian fiqh, hanya UU No. 41 tahun 2004 menambahkan syarat (1) tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan (2) pemilik sah harta benda wakaf . Berdasarkan kasus diatas, dimana I Made telah mewakafkan 1/3 bagian harta milik bersama untuk pembangunan rumah ibadah 3 tahun sebelumnya tanpa sepengetahuan istrinya. Dalam hal ini berbicara mengenai harta bersama, yang diperoleh selama perkawinan sebagaimana dikatakan dalam Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada ayat (2) dikatakan : Harta bawaan dari masing- masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan: “Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.” Dalam hal ini, I made menghibahkan harta bersama, I made harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari istrinya Jika tidak ada izin atau persetujuan dari istrinya atas Wakaf tersebut, maka Wakal tersebut batal. Hal ini karena tidak adanya kewenangan dalam memberikan Wakaf tersebut. Jadi dalam hal ini, I made tidak berwenang melakukan tindakan wakaf atas harta bersama tersebut karena tidak memenuhi persyaratan unsur Wakaf. Wakaf I made atas harta bersama, jika tanpa persetujuan dari istrinya menjadi batal demi hukum. sebagaimana terdapat dalam Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menjadi batal demi hukum karena yang memberikan hibah adalah orang yang tidak berwenang.



Pasal 1666 “



Penghibahan



adalah



suatu



persetujuan



dengan



mana



seorang



penghibah



menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup. ” Kasus 2 “Seorang pengusah bernama Herwelis membeli sebuah lahan dan bangunan di jalan perintis kemerdekaan seharga Rp. 10 M dengan 70% pembiayaan atau sekitar Rp. 7 M dibiayai bank Syariah. Di tengah perjalanan, cicilannya bermasalah sehingga bank Syariah menyita lahan dan bangunan dengan mendaftar gugatan ke pengadilan negeri makassar dan dimenangkan pihak bank secara verstek atau putusan tidak dihadiri tergugat. Saat dilakukan pelelangan lahan dan bangunan oleh pihak bank herwelis kemudian melayangkan gugatan terhadap putusan pengadilan negari makassar.” Silahkan analisis kasus tersebut di atas kemudian kemukakan pendapat anda terhadap proses penyelesaian sengketa yang ditempuh pihak perbankan, putusan verstek oleh pengadilan serta gugatan herwelis terhadap putusan pengadilan?



Jawab: Penyelesaian sengketa perbankan syariah melalui mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan seperti musyawarah, mediasi, dan arbitrase syariah merupakan langkah yang tepat dan layak untuk diapresasi. Pada kasus diatas, dimana pihak perbankan telah memenangkan gugatan penyitaan lahan di pengadilan dimakassar. Dimana putusan tersebut tidak dihadiri tergugat. Saat melakukan pelelangan pada lahan tersebut dimana pengusah bernama Herwelis melayangkan gugatan terhadap putusan pengadilan negari makassar. Dalam hal ini banyak kasus gugatan terhadap pelaksanaan lelang, yang menjadi petitum penggugat adalah perbuatan melawan hukum. Tuntutan tersebut yang diajukan oleh penggugat dalam gugatannya pada intinya adalah gugatan perbuatan melawan hukum.



Menurut Wirjono Prodjodikoro, perbuatan melawan hukum adalah tidak hanya perbuatan yang langsung melanggar hukum, melainkan juga perbuatan yang secara langsung melanggar kesusilaan, keagamaan, dan



sopan santun yang secara tidak langsung juga melanggar



hukum. Dalam pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa: “tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.” Berdasarkan rumusan pasal tersebut, suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur yaitu: 1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig); 2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian; 3. Perbuatan itu harus itu dilakukan dengan kesalahan; 4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal. Dalam hal ini berbuat sesuatu ataupun pasif yaitu tidak berbuat sesuatu padahal dia mempunyai kewajiban hukum untuk melakukannya, kewajiban mana timbul dari hukum yang



berlaku,



sehingga terhadap perbuatan melawan hukum, tidak ada unsur



persetujuan atau kata sepakat atau tidak ada unsur causa yang diperbolehkan sebagaimana yang terdapat dalam kontrak. bersangkutan dan



Perbuatan yang dilakukan semata-mata kehendak pribadi yang



melawan hukum, melanggar kesusilaan, kesopanan, keagamaan yang



berakibat kerugian pada pihak lain dan dalam skala luas menimbulkan kegoncangan pada individu/masyarakat. Jadi, gugatan lelang terkait perbuatan melawan hukum yang dilakukan Herwelis telah mengalami perluasan makna yang lebih kompleks. Sebagai bentuk antisipasi atas potensi gugatan atas pelaksanaan lelang oleh perbankan telah mengeluarkan regulasi terutama terkait penetapan nilai limit yang diharapkan dapat meminimisir gugatan tersebut. Sumber : Jurnal Hukum Diktum, Volume 8, Nomor 2, Juli 2010/ Kitab Undang-Undang Hukum Perdata/ Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum.