Tugas 4 - KKG I - Datum Lokal Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS KERANGKA KONTROL GEODESI I Dosen : Aning Haryati ST, .,M.T.



Disusun Oleh :



Robbi Adi Rizki



4122.3.1913.0008



PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI FAKULTAS TEKNIK, PERENCANAAN DAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS WINAYA MUKTI BANDUNG 2021



1



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayahNya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Datum Lokal Yang Ada di Indonesia” dengan tepat waktu. Makalah “Datum Lokal Yang Ada di Indonesia”disusun guna memenuhi tugas , Ibu Aning Haryati, ST,MT pada Sistem Basis Data ( SBD ) di FTPA Universitas Winaya Mukti . Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang “Datum Lokal Yang Ada di Indonesia” Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada , Ibu Aning Haryati, ST,MT selaku dosen mata kuliah Kerangka Kontrol Geodesi ( KKG I ). Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.



Bandung, 27 Maret 2021



Robbi Adi Rizki



DAFTAR ISI



Kata Pengantar ................................................................................................I Daftar Isi ..........................................................................................................II BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................1 1.1 Latar Belakang .................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah ...........................................................................2 1.3. Tujuan .............................................................................................3 BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................3 2.1 Datum Lokal.....................................................................................4 2.2 Jaring Doppler ..................................................................................6 2.3 Datum Lokal Indonesia .....................................................................8 a. Datum Genoek ................................................................8 b. Datum Makassar/ Celebes ...............................................9 c. Datum Gunung Moncong Lowe ......................................9 d. Datum Bukit Rimpah.......................................................10 e. Datum Gunung Segara ....................................................10 f. Datum Gunung Serindung ...............................................11 g. Datum Indonesia 1974 (Padang) ......................................11 h. DGN-95 ..........................................................................13 i.



SRGI 2013 ......................................................................15



BAB III : KESIMPULAN................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................19



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Datum adalah sekumpulan parameter yang mendefinisikan suatu sistem koordinat dan menyatakan posisinya terhadap permukaan bumi. Datum horizontal digunakan sebagai referensi koordinat peta. Datum ini juga dikenal dengan datum geodesi, yang merupakan model matematika bumi untuk referensi perhitungan koordinat. Salah satu datum yang telah di adopsi secara internasional dan diterima sebagai datum paling popular adalah World Geodetic System 1984 (WGS 84). Indonesia pernah mempunyai beberapa datum sebagai sistem referensi pemetaan, antara lain Datum Genuk yang menggunakan model ellisoid Bessel 1841 yang ditentukan menggunakan metode triangulasi, Indonesia Datum 1974 menggunakan ellipsoid referensi SNI (Sferoid Nasional Indonesia) dengan pengamatan menggunakan metode Doppler. Sekarang, dengan kemajuan teknologi GPS, Indonesia menetapkan datum yaitu Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95). Datum ini ditentukan menggunakan pengamatan GPS dan menggunakan ellipsoid referensi WGS84.Berkaitan dengan batas maritim, datum geodesi menjadi perhatian serius mengingat belum adanya unifikasi dalam penggunaan datum pada penentuan batas. Meskipun koordinat titik-titik batas berhasil disepakati dan ditulis dalam perjanjian, koordinat ini akan cenderung tidak



akurat jika datum



geodesinya tidak disebutkan secara tegas dan eksplisit. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa koordinat yang sama, tetapi datum yang berbeda akan mengacu pada posisi yang berbeda di permukaan bumi. Permendagri Nomor



1



1 Tahun 2006 menyebutkan bahwa Peta Lingkungan Laut Nasional skala 1:500.000 digunakan dalam penentuan batas laut provinsi. Peta Lingkungan Laut Nasional ini masih menggunakan Indonesia Datum 1974 (ID74). Untuk itu perlu suatu model transformasi datum antara datum lokal ID74 ke datum global WGS 84. Datum geodesi diukur menggunakan metode manual hingga yang lebih akurat lagi menggunakan satelit. Tanpa datum, koordinat titik-titik batas tersebut sebenarnya sulit untuk ditentukan lokasinya di lapangan. Jika negara yang bertetangga mengasumsikan datum geodetik yang berbeda untuk nilai koordinat titik-titik batas, tentunya yang akan diperoleh adalah dua lokasi



yang berbeda untuk suatu titik



yang sama.



Berikut adalah parameter datum yang digunakan untuk pendefinisian koordinat, serta kedudukan dan orientasinya dalam ruang di muka bumi: 



Parameter utama, yaitu setengah sumbu panjang ellipsoid (a), setengah sumbu pendek (b), dan penggepengan ellipsoid (f).







Parameter translasi, yaitu yang mendefinisikan koordinat titik pusat ellipsoid (Xo,Yo,Zo) terhadap titik pusat bumi.







Parameter rotasi, yaitu (εx, εy, εz) yang mendefinisikan arah sumbusumbu (X,Y,Z) ellipsoid



1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Apa itu datum lokal. 2. Datum apa saja yang pernah di gunakan indonesia sebagai sistem referensinya.



2



1.3 Tujuan Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui apa itu datum lokal. 2. Untuk mengetahui datum yang pernah di gunakan indonesia.



3



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Datum Lokal



Datum lokal adalah datum geodesi yang paling sesuai dengan bentuk geoid pada daerah yang tidak terlalu luas. Datum lokal dibangun karena memiliki sistem referensi yang berbeda yg menyesuaikan dengan daerah cakupannya. Di indonesia khusunya, pada zaman dahulu daerah indonesia belum memiliki sistem referensi acauan datum untuk menentukan posisi suatu wilayah, sehingga dibuatlah datum lokal. Perbedaan datum lokal dan datum global adalah sistem referensinya, jika datum lokal hanya berlaku pada wilayah tertentu saja, sedangkan datum global berlaku secara global atau menyuluruh. Contohnya bila kita memberi koordinat yang menggunakan sistem referensinya menggunakan datum lokal ke datum global. Posisi koordinat yang diterima akan berbeda dikarenakan beda sistem referensinya. Dengan adanya keterbatasan teknologi penentuan posisi, awalnya masing masing Negara mempunyai referensi sendiri-sendiri, tidak ada upaya untuk melakukan penyatuan. Ellipsoid ditentukan dengan pendefinisian Best-fit untuk masing-masing wilayahnya. Sehingga ellipsoid yang dipakai di Negara A, berbeda dengan Ellipsoid yang dipakai di Negara B. Di Indonesia pun demikian, Menurut Schepers dan Schulte. 1931, dalam Subarya. 1996, Penentuan posisi dengan metoda triangulasi dimulai pada tahun 1862 yaitu jaring utama triangulasi di P.Jawa, dan selesai pada tahun 1880. Terdiri dari 114 titik, ditempatkan di puncak-puncak gunung, dengan tiga basis. Sistem koordinat triangulasi Jawa dihitung mengacu kepada elipsoid Bessel 1841, dengan lintang dan azimuth ditentukan titik triangulasi di Genoek, dan untuk hitungan 4



bujur, Batavia (sekarang Jakarta) sebagai meridian nol. Selanjutnya pada tahun 1883 jaring utama triangulasi Jawa diperluas ke P. Sumatera, sedemikian rupa hingga triangulasi Sumatera membentuk satu sistem dengan triangulasi Jawa. Pada periode tahun 1912-1918 jaring utama triangulasi Jawa diperluas ke Bali dan Lombok. Pada tahun 1911 pengukuran jaring utama triangulasi di Celebes (sekarang Sulawesi) dimulai. Sistem koordinat adalah Bessel 1841 ellipsoid, dengan lintang dan azimuth ditentukan di titik triangulasi di G..Moncong Lowe dan dalam penentuan bujur, Makasar sebagai meridian nol. Pilar-pilar triangulasi tersebut dibangun dan pengukurannya dengan menggunakan alat ukur optis, seperti Theodolite dan pita ukur, maka diperoleh jaringan Triangulasi yang masing-masing pulau memiliki Referensi sendiri, seperti Pulau jawa dan Pulau Sumatera Bagian Selatan mengacu pada Datum Genuk, Pulau Kalimantan mengacu pada Datum G. Sagara, Pulau Sulawesi mengacu pada G. Monconglowe, dll. Sampai pada tahun 1960-an, yaitu telah adanya satelit Doppler, usaha penyatuan referensi (datum) mulai dipelopori oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) (BAKOSURTANAL pada jaman itu), pilar pilar triangilasi tersebut diukur ulang dengan menggunakan satelit Doppler. Pada saat itu, Indonesia menggunakan Datum Padang sebagai referensi, namun datum yang dimiliki Indonesia belum menyatu dengan Negara lain. Dengan hasil pengukuran ini, Indonesia berhasil mendefinisikan referensi nasionalnya yaitu Indonesian Datum 1974 (ID74), dengan mengacu pada ellipsoid GRS-67 (Geodetic Reference System 1967).



5



Baru setelah Era GPS, tahun 1990-an, dilakukan pengukuran kembali disemua pilar, dan juga untuk keperluan survey dan pemetaan, dilakukan densifikasi pilar sampai pada orde 1 oleh BAKOSURTANAL dan orde turunannya oleh instansi lain seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dittopad, Swasta, dll. Dengan adanya teknologi GPS, sangat memungkinkan dilakukan penyatuan referensi di seluruh Dunia, yaitu sistem referensi Global. Pada saat itu, Indonesia Berhasil mendefinisikan referensi Nasionalnya, yaitu Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95) yang mengacu pada sistem referensi global yaitu ITRF 1992, epoch 1991.0. Sistem referensi nasional ini bertahan selama lebih kurang 2 dekade. Referensi ini bersifat statis, yaitu koordinat dianggap tidak berubah. 2.2 Jaring Kontrol Doppler Melalui beberapa tahapan pengembangan organisasi pemetaan di Indonesia yang berlangsung setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada tahu 1969 Presiden RI membentuk Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Fungsi pokok dari organisasi ini adalah memberi nasehat kepada Presiden mengenai hal-hal yang berkaitan dengan survei sumberdaya alam dan pemetaan wilayah Indonesia. Selain itu, Bakosurtanal bertanggung jawab atas pengadaan peta topografi sebagai peta dasar nasional termasuk topografi dasar laut, pengukuran batas dengan negara tetangga (baik di daratan maupun lautan), dan melakukan koordinasi survei hidrografi dan pemetaan laut. Pada awal dasawarsa 1970-an di Indonesia mulai digunakan metode penentuan posisi dengan teknik Doppler. Saat itulah merupakan dimulainya era geodesi satelit di Indonesia. Pada pengukuran dengan teknik Doppler, diamati dan diukur sinyal yang dipancarkan oleh satelit Navy Navigation Satellite System (NNSS) yang diterima oleh alat penerima (receiver) di permukaan bumi. Seperti yang dipaparkan di atas, sebelum tahun 1974 di wilayah Indonesia telah tersebar titik jaring kontrol geodesi yang dikenal sebagai titik triangulasi. 6



Titik ini digunakan untuk pemetaan topografi skala menengah dan kecil. Koordinat triangulasi tersebut dihitung berdasarkan datum geodesi relatif dengan parameter Elipsoid Referensi dari Bessel 1841. Terdapat banyak titik datum geodesi relatif, antara lain : 



Untuk triangulasi Pulau Jawa (1862-1880) dihitung berdasarkan datum G. Genuk.







Untuk triangulasi Pantai Barat Sumatera (1883-1896) dihitung berdasarkan datum Padang







Untuk



triangulasi



Sumatera



Selatan



(1893-1909)



dihitung



berdasarkan datum G. Dempo. 



Untuk triangulasi Pantai Timur Sumatera (1908-1916) dihitung berdasarkan datum Serati.







Untuk triangulasi Kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombok (19121918) dihitung berdasarkan datum G. Genuk.







Untuk triangulasi Pulau Bangka (1917) dihitung berdasarkan datum G. Limpuh







Untuk triangulasi Pulau Sulawesi (1909-1916) dihitung berdasarkan datum G. Moncong Lowe.







Untuk triangulasi Kepulauan Riau, Lingga (1935) dihitung berdasarkan datum G. Limpuh.







Untuk triangulasi Aceh (1931) dihitung berdasarkan datum Padang.







Untuk triangulasi Kalimantan Tenggara (1933-1936) dihitung berdasarkan datum G. Segara







Untuk triangulasi Kalimantan Barat (awal 1970-an) dihitung berdasarkan datum G. Serindung.



7



2.3 Datum Lokal Indonesia Dalam perjalanannya, Indonesia pernah mempunyai beberapa datum sebagai sistem referensi pemetaan. Berbagai datum tersebut antara lain Datum Genuk ( Pulau Jawa ) menggunakan model ellisoid Bessel 1841 yang ditentukan menggunakan metode triangulasi, Indonesia Datum 1974 menggunakan ellipsoid referensi SNI (Sferoid Nasional Indonesia) dengan pengamatan menggunakan metode Doppler. Sekarang, dengan kemajuan teknologi Satelit Global Positioning System (GPS) , Indonesia menetapkan datum yaitu Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang geosentrik. Datum ini ditentukan menggunakan pengamatan GPS dan menggunakan ellipsoid referensi WGS-84. 2.3 .1 Datum Genoek Pada tahun ( 1862 – 1880 ) Indonesia telah melakukan penentuan posisi di pulau jawa dengan metode triangulasi. Penentuan posisi ini menggunakan ellipsoid Bessel 1841, sebagai ellipsoid referensi, meridian Jakarta sebagai meridian nol, dan titik awal (lintang) beserta sudut azimutnya diambil dari triangulasi di puncak gunung Genoek (dikenal sbg datum Gonoek). Datum ini adalah datum geodetik yang pertama kali didefinisikan dan cocok untuk digunakan di Indonesia - daratan Jawa dan Bali, lepas pantai selatan Laut Jawa, Selat Madura dan Laut Bali bagian barat. Batavia mereferensikan elipsoid Bessel 1841 dan meridian utama Greenwich. Asal Batavia adalah Titik Fundamental: Bujur di Batavia Astro. Stasiun. Garis lintang: 6 ° 07'39.522 "S, garis bujur: 106 ° 48'27.790" E (dari Greenwich). Lintang dan azimuth di Genuk. Batavia adalah datum geodesi untuk pemetaan Topografi.



8



2.3 .2 Datum Makassar/ Celebes Pada 1911, pengukuran jaring triangulasi di Pulau Sulawesi dimulai. Ellipsoid yang digunakan adalah juga Bessel 1841, meridian yang melalui kota Makassar dianggap sebagai meredian nol, dan titik awal beserta sudut azimuthnya ditentukan dari titik triangulasi di gunung Moncong Lowe. Kemudian



dikenal



sebagai



datum



Makassar



(Celebes)



Datum Moncong lowe adalah datum geodetik yang pertama kali didefinisikan dan cocok untuk digunakan di Indonesia - Sulawesi barat daya. Makassar mengacu pada elipsoid Bessel 1841 dan meridian utama Greenwich. Asal Makassar adalah titik Fundamental: stasiun P1, Moncongloe. Garis lintang: 5 ° 08'41.42 "S, bujur 119 ° 24'14.94" E (dari Greenwich). Makassar merupakan datum geodesi untuk pemetaan Topografi. 2.3 .3 Datum Gunung Moncong Lowe Pada tahun 1911 pengukuran jaring utama triangulasi di Celebes atau Sulawesi dimulai. Titik Datum ditetapkan di Gunung Moncong Lowe. Pada titik datum ditetapkan bahwa lintang astronomis dan azimuth astronomis ke suatu titik sama dengan



9



lintang dan azimuth gcodctik di litik itu. Penentuan bujur ditetapkan di Makassar scbagai meridian nol. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Besscl 1841 Wilayah laut yang menggunakan datum Moncong Lowe mi adalah laut di sckitar Pulau Sulawesi. Pcla laul yang diterbukan secara resmi dan terus direfisi sampai sekarang untuk wilayah Sulawesi tclah ada sejak tahun 1901. 2.3 .4 Datum Bukit Rimpah Digunakan untuk kepulauan Bangka, Belitung dan sekitarnya. Datum ini menggunakan system referensi ellipsoid Bessel 1841 dan meridian utama Grenwich. Bukit Rimpah memiliki origin di 2°00'40.16"S, 105°51'39.76"E (Greenwich). Bukit Rimpah adalah datum geodetik untuk pemetaan topografi. 2.3 .5 Datum Gunung Segara Gunung Segara (Jakarta) adalah datum geodetik yang pertama kali didefinisikan dan cocok untuk digunakan di Indonesia - Kalimantan - wilayah pesisir timur darat termasuk pesisir delta Mahakam dan daerah landas lepas pantai .. Gunung Segara (Jakarta) merujuk pada elipsoid Bessel 1841 dan prime Jakarta meridian. Gunung Segara (Jakarta) asal Stasiun P5 (Gunung Segara) 0 ° 32'12.83 "S, 117 ° 08'48.47" E (dari Greenwich). Bujur 8 ° 20'20.68 "BT (Jakarta). Gunung Segara (Jakarta) merupakan datum geodesi untuk pemetaan Topografi.



10



2.3 .6 Datum Gunung Serindung Datum Gunung Serindung digunakan scbagai datum untuk pemctaan wilayah Kalimantan Barat. Pcngukuran triangulasi dimulai pada sckitar tahun 1958-1959, walaupun sebclumnya telah ada proses pemetaan yang dilalcukan oleh Belanda yaitu antara tahun 1886 sampai tahun 1895 (Ron, 1920). Seperti halnya datum Gcnuk dan datum Bukit Rimpah, pada datum Gunung Scrindung ini ditetapkan bahwa elipsoid refercnsi bcrimipit dengan geoid di titik datum. Pada tahun 1970 jaring triangulasi tcrsebut diperluas kc arah timur dan ke selatan olch DITTOP-AD (Hadi, 1975). Rencananya janng triangulasi tersebut dilanjutkan sampai bertemu dengan jaring triangulasi Kalimantan Timur, tetapi pengukuran hanya sampai ke dacrah Putussibau dan tidak sampai bertemu dengan jaring triangulasi di Kalimantan Timur. Pcngukuran triangulasi terhenti karcna lelah ada teknologi baru yang lebih praktis yaitu dengan Satelit Dopplcr. Elipsoid referensi yang digunakan adalah Bessel 1841. Wilayah laut yang menggunakan datum Gunung Serindung ini adalah daerah Kalimantan Barat. Walaupun dcmikian, untuk dacrah ini telah ada peta laut yang diterbitkan pada tahun 1 905 dan peta itulah yang terus direfisi sampai saat ini. 2.3 .7 Datum Indonesia 1974 (Padang) Tahun 1970-an, untuk keperluan pemetaan rupa bumi pulau Sumatera, BAKOSURTANAL menggunakan datum baru, datum Indonesia 1974 (Padang), yang menggunakan ellipsoid GRS-67 (a= 6,378,160.00; 1/f = 298.247), dikenal sebagai SNI (Speroid National Indonesia). Untuk menentukan 11



orientasi SNI di dalam ruang, ditetapkan suatu datum relatif dengan eksentris (stasiun Doppler) BP-A (1884) di Padang sebagai titik datum SNI. Untuk menghindari kontradiksi yang ada dan untuk mencapai kesatuan sistem, pada tahun 1974 Bakosurtanal menetapkan datum baru untuk kegiatan survei dan pemetaan di wilayah Indonesia, yaitu Datum Indonesia 1974 yang disingkat DI-74 atau yang lebih dikenal sebagai datum Padang Dengan menetapkan SNI bersinggungan dengan sistem NWL9D (sumbu koordinat kedua elipsoid didefinisikan paralel) di titik datum, maka koordinat BP-A Ecc pada sistem SNI diatas dikonversi ke koordinat kartesian (3-D) dengan memakai parameter SNI, sehingga dapat ditentukan pergeseran pusat sistem INS terhadap pusat sistem NWL9D dan pergeseran pusat sistem NWL9D terhadap pusat sistem INS. Selanjutnya pergeseran pusat kedua sistem tersebut satu sama lain, perdefinisi, ditetapkan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, bertujuan untuk penetapan datum tunggal geodesi di Indonesia, dan diberi nama Indonesian Datum 1974 atau Datum Indonesia 1974. Perwujudan DI-74 adalah diwakili oleh titik Doppler sebagai titik referensi dan kontrol pemetaan. Hingga tahun 1986 jumlah titik Doppler yang tersebar di Kepulauan Indonesia berjumlah 966 buah. Dengan berhasilnya penyelenggaraan jaringan titik Doppler yang digunakan sebagai kerangka kontrol horisontal, maka jaring kontrol horisontal di Indonesia telah berada dalam sistem atau datum yang sama. Namun demikian



12



perlu diketahui, bahwa sebagian dari titik Doppler ditentukan dengan cara penentuan posisi secara point positioning menggunakan data orbit satelit teliti (precise ephemeris), sedangkan sebagian lagi dengan metode translokasi yang menggunakan broadcast ephemeris. Oleh karena itu ketelitian dari jaringan Doppler tidak homogen. Sejak diberlakukan SNI pada tahun 1974, proyeksi peta yang digunakan adalah proyeksi Universal Transverse Mercator (UTM). Dengan demikian, Petapeta Rupa Bumi yang dihasilkan pada kurun waktu itu mengacu pada DI-74 dengan sistem proyeksi UTM. 2.3 .8 DGN-95 Seiring dengan perkembangan teknologi GPS, maka pada tahun 1996 Bakosurtanal mendefinisikan datum baru untuk keperluan survei dan pemetaan menggantikan ID74, yang disebut dengan Datum Geodesi Nasional 1995 atau disingkat dengan DGN 95. DGN95 merupakan sistem referensi geospasial yang bersifat statis, dimana perubahan nilai koordinat terhadap waktu sebagai akibat dari pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi, tidak diperhitungkan. Perubahan nilai koordinat terhadap waktu perlu diperhitungkan dalam mendefinisikan suatu sistem referensi geospasial untuk wilayah Indonesia. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia terletak diantara pertemuan beberapa lempeng tektonik yang sangat dinamis dan aktif, diantaranya lempeng Euroasia, Australia, Pacific dan Philipine. Wilayah Indonesia yang terletak pada pertemuan beberapa lempeng inilah yang menyebabkan seluruh objek-objek geospasial yang ada diatasnya termasuk titik-titik kontrol 13



geodesi yang membentuk Jaring Kontrol Geodesi Nasional, juga bergerak akibat pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi. Teknologi penentuan posisi berbasis satelit, seperti GPS (Global Positioning System) dan GNSS (Global Navigation Satellite System), saat ini telah berkembang dengan pesat sehingga



memungkinkan



untuk



digunakan



dalam



penyelenggaraan kerangka referensi geodetik nasional yang terintegrasi dengan sistem referensi global, serta mampu memberikan ketelitian yang memadai untuk memantau pergerakan lempeng tektonik dan deformasi kerak bumi yang berpengaruh terhadap nilai-nilai koordinat. Pada tahun 1996 ditetapkan penggunaan datum baru, DGN-95, untuk seluruh kegiatan survey dan pemetaan di wilayah RI yang dituangkan dalam SK Bakosurtanal HK.02.04/II/KA/96. DGN95 memiliki parameter ellipsiod a= 6.378.137,00 dan 1/f=298,257223563. Cara penentuan posisi dan pengolahan data dengan pengamatan Doppler untuk membangun jaringan kontrol geodesi di Indonesia tidak seragam karena sebagian tidak diproses dengan menggunakan broadcast ephemeris sedangkan sebagian lagi di proses dengan menggunakan precise ephemeris, sehingga dari segi ketelitian jaringan kontrol geodesi nasional belum seragam. Dengan digunakannya teknologi baru yaitu Global Positioning System (GPS), maka dibangunlah Jaringan Kontrol Geodesi Nasional (JKGN) orde nol yang tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia. Pengolahan data



14



sepenuhnya



menggunakan



precise



ephemeris



sehingga



posisigeodetik dalam jaringan ini mempunyai ketelitian yang seragam. Berdasarkan hasil pengukuran JKGN ini maka Ketua Bakosurtanal menetapkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN 1995 ) sebagai datum tunggal Indonesia menggantikan datum sebelumnya yaitu DI-1974. Datum ini menggunakan elipsoid referensi WGS 1984, serta merupakan datum geosentrik ( datum absolut).



2.3 .9 SRGI 2013 Pada 17 Oktober 2013, diluncurkannya Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013). SRGI adalah suatu terminologi modern yang sama dengan terminologi Datum Geodesi Nasional (DGN) yang lebih dulu didefinisikan, yaitu suatu sistem koordinat nasional yang konsisten dan kompatibel dengan sistem koordinat global. SRGI mempertimbangkan perubahan koordinat berdasarkan fungsi waktu, karena adanya dinamika bumi. Secara spesifik, SRGI 2013 adalah sistem koordinat kartesian 3-dimensi (X, Y,Z) yang geosentrik. Implementasi praktis di permukaan bumi dinyatakan dalam koordinat Geodetik lintang, bujur, tinggi, skala, gayaberat, dan orientasinya beserta nilai laju kecepatan dalam koordinat



15



planimetrik(toposentrik). Pemerintah Indonesia telah gencar dalam mengampanyekan perkembangan data geospasial. Aspek geospasial sudah dirasa penting dalam pengambilan keputusan. Keputusan dan kebijakan pemerintah yang mempertimbangkan aspek geospasial akan dapat diimplementasikan lebih efektif dan efisien. Pada tahun 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta pada tingkat ketelitian peta skala 1:50.000 telah ditetapkan adanya suatu peta dasar di wilayah Indonesia atau lebih dikenal dengan satu peta Indonesia. Kebijakan satu peta ini bertujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan informasi geospasial yang berdayaguna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi,



serta



penyelenggaraan



mendorong



pemerintahan



penggunaan dalam



IG



dalam



berbagai



aspek



kehidupan (BIG, 2018). Kebijakan satu peta diharapkan mampu meningkatkan kerjasama dan komunikasi antar instansi maupun sumber data geospasial di Indonesia. Dengan peningkatan kerjasama dan komunikasi antar instansi, maka akan menurunkan tingkat duplikasi pekerjaan pemetaan yang ada di Indonesia. Dalam mewujudkan kebijakan satu peta, maka salah satu langkah awal yang perlu dilakukan adalah dengan menyamakan sistem referensi yang digunakan atau menyamakan datum yang digunakan. Di Indonesia, telah ditetapkan referensi yang digunakan dalam mendukung kebijakan satu peta adalah Sistem Referensi Geospasial Indonesia (SRGI) 2013.



16



Penyamaan sistem referensi data geospasial dari berbagai sumber dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendefinisikan titik kontrol yang ada dalam SRGI 2013.



Tabel Perbedaan Sistem Referensi Geospasial : DGN 1995 dengan SRGI 2013



17



BAB III KESIMPULAN



Wilayah NKRI yang terletak di antara pertemuan beberapa lempeng tektonik yang sangat dinamis dan aktif membuat perubahan nilai koordinat terhadap waktu perlu diperhitungkan dalam mendefinisikan sistem referensi geospasial untuk wilayah Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan seluruh objek-objek geospasial yang ada di atasnya termasuk titik-titik kontrol geodesi yang membentuk Jaringan Kontrol Geodesi Nasional juga bergerak akibat pergerakan lepmpeng tektonik dan deformasi kerak bumi. Oleh karena itu, tidak mungkin hanya menggunakan satu datum dalam jangka waktu yang sangat lama. Seiring dengan perkembangan teknologi serta penentuan posisi berbasis satelit yang semakin teliti memungkinkan terjadinya pemutakhiran sisten referensi geospasial atau datum geodesi. Dan inilah yang menjadi alasan perubahan datum geodesi yang ada di Indonesia.



18



DAFTAR PUSTAKA 



Abidin, H.Z. 2007. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya, Cetakan Ketiga. Jakarta .PT.Pradnya Paramita.







Anyelir Dita Permatahati, Ir. Sutomo Kahar, M.Si , L.M Sabri, ST, MT.Transformasi Koordinat Pada Peta Lingkungan Laut Nasional Dari Datum 1D74 Ke WGS84 Untuk Keperluan Penentuan Batas Wilayah Laut Provinsi Jawa Tengah Dan Jawa Barat.







Badan Informasi Geospasial. Peraturan Kepala Kepala BIG No. 15 Tahun 2013.







Abidin, H.Z. (2001). Geodesi Satelit . PT Pradnya Paramita, Jakarta







Subarya. 2010. Informasi Geospasial Dasar, Masa lalu, Masa Kini dan Masa mendatang. Workshop SRGN I: Bandung.







Subarya, C dan Matindas, R.W. 1996. Datum Geodesi Nasional 1995 (Dgn–95) Yang Geosentrik: BAKOSURTANAL: BIG.







Syafi’i. 2013. Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 (SRGI 2013). Sosialisasi Internal SRGI: Cibinong-Bogor.



19