Tugas Bahasa Kawi 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS BAHASA KAWI



Oleh: KRISNA PERMANA PUTRA 1911021033 / 15 PBSA II A



PROGRAM STUDI SASTRA AGAMA DAN PENDIDIKAN BAHASA BALI FAKULTAS DHARMA ACARYA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR TAHUN AJARAN 2019/2020



Bab II Fonologi Bahasa Kawi



1.1 Pengertian dan Faedah Fonologi serta Sistem Ejaan Bahasa Kawi A. Pengertian Fonologi dan Faedah Fonologi Secara etimologis fonologi berasal dari dua kata Latin yaitu phone yang berarti “bunyi” dan logos yang berarti “ilmu”. Jadi fonologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari bunyi-bunyi suatu bahasa tertentu.. Fonologi juga merupakan bagian terkecil dari tata bahasa. Bahasa terdiri dari dua unsur yakni unsur bunyi dan makna. Kedua unsur ini tidak bisa saling meniadakan. Bunyi tanpa makna adalah suatu kegaduhan, keributan. Seperti bunyi desah angin, bunyi ember jatuh, dan lain-lain. Sebaliknya makna yang tidak diwadahi oleh bunyi, bukan pula bernama bahasa. Mengingat definisi bahasa adalah: Suatu sistem simbul-simbul bunyi bebas yang diucapkan dalam atau melalui mulut manusia, yang disetujui dan dipelajari bersama oleh masyarakat pendukungnya, untuk dipergunakan sebagai alat kerjasama atau berhubungan (Jendra, 1986:2). Manfaat ilmu bunyi (fonologi) dirangkum sebagai berikut. 1) Fonologi bermanfaat untuk berbicara dengan ucapan yang setepat-tepatnya dan sebaik-baiknya. 2) Fonologi bermanfaat untuk menyimak ucapan orang lain dengan baik dan tepat. a. Kita bisa mengetahui bahwa orang lain berasal dari Flores, Batak, Jawa, dan lain-lain, yang berdasarkan dialek. b. Kita mengetahui pula dari kelas sosial mana orang yang bersangkutan berasal, dengan memperhatikan lafal atau ucapan kata-katanya.



3) Fonologi bermanfaat untuk menulis ucapan orang lain dengan baik dan tepat. Menulis karangan dapat dilakukan dengan tulisan atau transkripsi: (1) ejaan/othografis, (2) fonetis, dan (3) fonemis. 4) Fonologi bermanfaat untuk menulis karangan dengan baik dan tepat. 5) Fonologi bermanfaat untuk menganalisis sistem fonem suatu bahasa dan tataran bahasa yang lebih tinggi yaitu morfologi dan sintaksis. Fonologi bahasa Kawi yang dikenal sekarang hanyalah dari bahan-bahan tertulis. Oleh karena itu, fonologi bahasa Kawi secara positif tidak diketahui, bagaimana ucapan kata-katanya atau ucapan kalimat bahasa itu. Kalau kita memyebutkan ucapan, lafal bunyi dan juga fonem vokal, diftong, dan dialek-dialek bahasa Jawa yang masih ada sekarang. Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Fonologi bahasa Kawi adalah bagian dari tata bahasa Kawi yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa Kawi. B. Sistem Ejaan Bahasa Kawi Bahasa Kawi sangat dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta, pengaruh itu tampak juga dalam cara mengeja. Misalnya dalam vokal panjang/dìrga (yang dilambangkan dengan huruf à, ì, ù). Bunyi beraspirat (bh, dh, kh, gh, ph, ch, th, dan sebagainya) serta bunyi desis (s, s, s). Bunyi-bunyi yang digambarkan oleh huruf-huruf tersebut bukan bunyi Jawa Kuno asli. Malahan kemudian hari banyak yang bersifat ke sansekertaan. Perhatikan bunyi-bunyi yang bergaris bawah berikut ini! Abha



= bunyi; kata; lubang; pintu



Akara



= kira-kira; selang



Awa



= terang;berkilauan



Ayam



= ingin



Bhakta



= bawa



Ambhakta



= membawa



Bhasa



= agak; setengah; sedikit



Daya



= daya upaya; tipu daya



Uni



= dahulu Kata-kata tersebut adalah bahasa Kawi asli yang ditulis menurut pola



sansekerta. Dalam pelajaran membaca naskah bahasa Kawi, bunyi panjang-pendek, aspirasi, dan lain-lain kadangkala boleh dinyatakan hanya untuk menjelaskan penulisannya, tetapi bukan untuk meniru ucapan bahasanya pada zaman dahulu. Ejaan fonem bahasa Kawi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Ejaan fonem vokal (Aksara Swara) 2) Ejaan fonem konsonan (Aksara Wyanjana) Di bawah ini contoh model ejaan bahasa Kawi dengan huruf latin dan huruf (aksara) Bali. Mengapa dengan aksara Bali? Karena bentuk aksara Kawi yang asli (sejauh diketahui) tidak diketemukan dalam penulisan naskah-naskah Kawi yang tersimpan di berbagai perpustakaan yang ada, sebagian besar ditulis dengan aksara Bali dan sedikit dengan aksara Jawa. Bentuk aksara Bali dengan Jawa pada prinsipnya tidak jauh berbeda. 1) Ejaan Fonem Vokal Fonem vokal dalam bahasa Kawi dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Vokal pendek (Swara hreswa) b. Vokal panjang (Swara dirgha)



a.



Vokal pendek



b. Vokal panjang



2) Ejaan Fonem Konsonan Ejaan fonem konsonan bahasa Kawi dapat dibagi menjadi lima warga, seperti pada tabel berikut.



1.



Aksara Kanthya (huruf kerongkongan)



2.



Aksara Talawya (huruf langit-langit)



3.



Aksara Murdhanya (huruf lidah)



4.



Aksara Dantya (huruf gigi)



5.



Aksara Ostya (huruf bibir)



6.



Aksara Ardha Swara (huruf setengah suara)



7.



Aksara Usma (huruf desis)



8.



Aksara Wisagra



Pasangan Aksara Wiyanjana



Sandangan Aksara Swara (Tanda-Tanda Aksara Swara)



Sandangan Aksara Lainnya



Dengan demikian kita dapat mengetahui sistem ejaan bahasa Kawi Bali dan Kawi Latin tersebut di atas, diharapkan nantinya akan lebih mudah untuk mentranslitrasi bahasa Kawi ke dalam Kawi Latin maupun ejaan bahasa Kawi dengan aksara Bali atau Jawa. 1.2 Distribusi Fonem Vokal dan Konsonan, Gugus Konsonan, Metatesis, serta Pola Persukuan Distribusi fonem adalah penyebaran fonem dalam suatu kata. Maksudnya apakah foonem tersebut dapat menduduki posisi awal, tengah, atau akhir. A. Distribusi Fonem Vokal Contoh: Perhatikan fonem vokal yang bergaris bawah di bawah ini.



Posisi Fonem



Awal



Tengah



Akhir



a



acala ‘gunung’



paran ‘tujuan’



eka‘satu’



ā



ākasa ‘langit’



upāya ‘akal’



ulā ‘ular’



i



ikan ‘ikan’



igit ‘gigit’



adi ‘pertama’







īr ‘tarik’



tīra ‘tepi’



nadī ‘sungai’



u



udan ‘hujan’



kusuma ‘bunga’



hayu ‘cantik’







urddha ‘tinggi’



ahuti ‘korban’



ilu ‘ikut’



ṛ/rȇ



res ‘takut’



pareng ‘bersama’



-



ṝ/rö



rop ‘diam’



-



wero ‘mabuk’



ḷ/lȇ



lepet ‘salah’



laler ‘lalat’



dele ‘diserang dari depan’



ḷ/lö



lok ‘susah’



-



lelo ‘lenggih’



e



emel ‘kotor’



desa ‘tempat’



ike ‘ini’



ai



airlangga ‘airlangga’



daiwa ‘takdir’



wai ‘air’



o



olan ‘ulat



lobha ‘loba’



lio ‘lihat



au



ausafha ‘obat’



kaurawa



-







ob ‘naung’



iwong ‘kacau’



rengo ‘dengar’







enah ‘tempat’



ibek ‘penuh’



pare ‘dekat’



Dengan melihat distribusi fonem vokal tersebut di atas maka dapat disimpulkan: 1.



Fonem-fonem yang dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir adalah: a, ā, i, ī, u, ū, ḷ, e, ai, o, ö, dan ȇ.



2.



Fonem-fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal dan tengah saja adalah r dan au.



3.



Fonem-fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal dan akhir adalah ṝ/rö dan ḹ/lö.



B. Distribusi Fonem Konsonan Contoh: Perhatikan fonem konsonan yang bergaris di bawah ini. Posisi Fonem



Awal



Tengah



Akhir



k



kadi ‘sebagai’



mekar ‘mekar’



anak ‘anak’



kh



khadga ‘pedang’



sukha ‘senang’



-



g



gading ‘kuning’



raga ‘nafsu’



gedog ‘tumbuk’



gh



ghosana ‘pengumuman’



sanggha ‘orang banyak’



-



nga



ngaran ‘nama’



sangka ‘asal’



dateng ‘datang’



c



catur ‘empat’



cacing ‘cacing’



-



ch



chaya ‘cahaya’



seccha ‘enak’



-



j



jagat ‘dunia’



panji ‘bendera’



-



jh



jhasa ‘ikan’



-



-







namut ‘kabur’



panca ‘lima’



-







tika ‘huruf’



nasta ‘gaib’



-



ṭh



sda



sda



-







dadat ‘robek’



jada ‘bodoh’



-



ḍh



sda



sda



-







-



tanda ‘tongkat’



-



t



tabeh ‘tabuh’



mata ‘mata’



dahat ‘sangat’



th



thani ‘pertanian’



natha ‘raja’



-



d



daga ‘berontak’



nadi ‘sungai’



lad ‘iris’



dh



dhari ‘wanita’



yudha ‘perang’



-



n



nada ‘suara’



nana ‘hancur’



olan ‘ulat’



p



pawana ‘angin’



upa ‘sekitar’



landep ‘tajam’



ph



phala ‘buah’



nisphala ‘sia-sia’



-



b



bala ‘kekuatan’



saban ‘dahulu’



halib ‘mustahil’



bh



bhaga ‘bagian’



lobha ‘loba’



-



m



mata ‘mata’



parama ‘tertinggi’



padem ‘mati’



y



yasa ‘jasa’



haywa ‘jangan’



apuy ‘api’



r



rabi ‘istri’



urma ‘gelombang’



ujar ‘kata’



l



laki ‘laki-laki’



kula ‘tepi’



rontal ‘lontar’



w



wukir ‘gunung’



wawa ‘bawa’



-







sata ‘seratus’



pisuna ‘fitnah’



-







sad ‘enam’



aksara ‘huruf’



-



s



saha ‘dengan’



pisuh ‘memaki’



arus ‘ombak’



h



habet ‘memecur’



maha ‘besar’



harih ‘bujuk’



Dengan melihat distribusi fonem konsonan di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1.



Fonem-fonem yang dapat menduduki posisi awal, tengah, dan akhir adalah: k, g, ng, t, d, n, p, b, m, y, r, l, s, dan h.



2.



Fonem-fonem yang dapat menduduki posisi awal dan tengah saja adalah: kh, gh, c, ch, j, n̄, ṭ, (ṭh), ḍ, (ḍh), th, dh, ph, bh, w, ṣ, s̀.



3.



Fonem yang tidak dapat menduduki posisi awal adalah: n.



4.



Fonem yang hanya dapat menduduki posisi awal saja adalah: jh.



1) Gugus Konsonan Yang dimaksud dengan gugus konsonan adalah konsonan yang dapat bergugus/berkelompok. Bahasa Kawi cukup banyak memiliki gugus konsonan. Konsonan yang dapat bergugus/berkelompok, yaitu: 1. Yang terjadi dari dua konsonan dalam satu pola suku kata. a. Gugus konsonan /gl, kl, sl, tl, wl, bl, ml/ Hanya beberapa fonem konsonan yang dapat membentuk konsonan dengan /l/. Contoh: glar ‘banteng’ b. Gugus konsonan /dr, bhr, br, gr, hr, jr, kr, pr, sr, sr, tr, wr/. Fonem-fonem konsonan yang dapat membentuk dengan konsonan /r/. Contoh: dres ‘cepat” c. Gugus konsonan /by, dy, gy, hy, ky, ly, ny, sy, ty, wy/. Fonem-fonem konsonan yang dapat bergugus dengan konsonan /y/. Contoh: byar ‘terbuka’ d. Gugus konsonan /dw, dhw, kw, lw, mw, nw, ngw, rw, sw, sw, tw, ww, yw/. Fonem-fonem konsonan yang dapat bergugus dengan konsonan /w/. Contoh: dwa ‘bohong’ e. Gugus konsonan selain daripada konsonan /l/, /r/, /y/, /w/, yaitu: /ngga, ngh, ngw, tk, tl, wk, wl. Contoh: nggan ‘mungkin’ 2. Yang terjadi dari tiga konsonan dalam satu pola suku kata adalah /str, kry/. Contoh:



stri ‘istri’ kryan ‘sang putri’



2) Metatesis (Metathesis) Metatesis juga termasuk perubahan bunyi. Secara etimologi metatesis berasal dari kata Meta ‘perubahan’ (meta adalah awalan atau prefik), Tithema ‘tempat’. Jadi metatesis adalah gejala perubahan bunyi bahasa akibat pertukaran atau perloncatan bunyi satu dengan yang lain dalam satu kata dengan tidak merubah arti. Metatesis bahasa Kawi dari segi kurun waktu dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Metatesis Sinkronis Metatesis Sinkronis adalah perubahan bunyi dengan cara pertukaran atau perloncatan bunyi di dalam satu kata dalam kurun waktu tertentu (sezaman). Contoh: lumaku – mlaku, lumumpat – mlumpat Pada kata dasar yang diawali dengan huruf /l/ mendapat infiks um sering terjadi metatesis. 2. Metatesis Diakronis Metatesis Diakronis adalah perubahan bunyi dengan cara pertukaran atau perloncatan bunyi di dalam satu kata yang terjadi dari masa lampau hingga sekarang (melalui proses sejarah). a. Perubahan bunyi /ȇ/ dan /ö/ menjadi /u/ Contoh: rȇngö (Jawa Kuno) menjadi rungu (Jawa sekarang) ‘dengar’ b. Perubahan bunyi /ya/ menjadi /e/ Contoh: ramya (Jawa Kuno) menjadi rame (Jawa sekarang) ‘ramai’ c. Perubahan bunyi /ö/ menjadi /ȇ/ Contoh: gong (Jawa Kuno) menjadi geng (Jawa sekarang) ‘besar’ d. Perubahan bunyi /ö/ menjadi /o/ Contoh:



malölö



(Jawa



Kuno)



menjadi



malolo



(Jawa



‘membelalak’ e. Perubahan bunyi /wa/ menjadi /o/ Contoh: bwat (Jawa Kuno) menjadi bot (Jawa sekarang) ‘berat’



sekarang)



f. Perubahan bunyi /kṣ/ menjadi /s/ Contoh: ksetra (Jawa Kuno) menjadi setra (Jawa sekarang) ‘tegal’ g. Perubahan bunyi /ngh/ menjadi /ng/ Contoh: tinghali (Jawa Kuno) menjadi tingali (Jawa sekarang) ‘lihat’ h. Perubahan bunyi /w/ menjadi /b/ Contoh: wagus (Jawa Kuno) menjadi bagus (Jawa sekarang) ‘bagus’ i. Perubahan bunyi /w/ menjadi /y/ Contoh: twas (Jawa Kuno) menjadi tyas (Jawa sekarang) ‘hati’ 3) Pola Persukuan Deretan fonem yang membentuk suku kata ataupun kata dalam tiap bahasa tidaklah selalu sama. Dalam bahasa Kawi deretan fonem yang membentuk struktur baris ke samping dalam suku kata tidak begitu rumit. Pola persukuan bahasa Kawi itu adalah: KVK



: sang



KVKV



: gawe



KKKVK



: kryan



VKKVKKV



: airlangga



KVKVKV



: nagara



1.3 Sandhi, Hukum Sandhi, dan Aturan Bunyi A. Sandhi dan Hukum Sandhi 1) Sandhi Di dalam bahasa Kawi Sandhi sudah merupakan istilah umum di kalangan pecinta bahasa Kawi. Kata Sandhi dalam bahasa Sansekerta berarti 'sambungan' atau ‘hubungan’. Kalau di dalam bahasa Kawi sandhi adalah gabungan atau hubungan dua bunyi sehingga menyebabkan berubahnya bunyi itu dari bentuk asalnya. Penggabungan bunyi ini dalam ilmu bahasa disebut Asimilasi. Sandhi dalam bahasa kawi dibagi menjadi dua bagian yaitu:



1. Sandhi dalam adalah suatu persandian yang terjadi dalam satu patah kata akibat proses afiksasi (penambahan imbuhan). Contoh: ma + ujar = mojar



ma + inget = menget



2. Sandhi luar adalah suatu persandian yang terjadi dalam dua patah kata atau lebih, dimana kata yang pertama diakhiri oleh vokal, sedangkan kata berikutnya diawali oleh vokal. Contoh: nguni + ikang = ngunīkang nara + indra



= narendra



2) Hukum Sandhi Penggabungan bunyi dalam proses sandhi ini ada hukum hukum dan aturan aturan tertentu.Aturan aturan ini sering disebut hukum sandhi.Adapun aturan aturan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Dua vokal yang sama digabung menjadi satu, namun berbunyi panjang. Contoh: a + a (ā) = a i + i (ī)



=i



u+ u (ū) = u



- ma + ajar



= mājar



- pari + ikang



= parīkang



- raghu + uttama



= raghuttama



2. Bunyi ȇ (pepet) digabung dengan bunyi hidup yang lain, bunyi ȇ tersebut luluh (hilang). Contoh: a + ȇ



=a



- wawa + ȇn



= wawan



i + ȇ



=i



- weli + ȇn



= welin



u+ ȇ



=u



- tuhu + ȇn



= tuhun



ö+ ȇ



= ö



- rengö + ȇn



= rȇngön



3. Bunyi a apabila diikuti bunyi lain daripada ȇ akan menjadi sebagai berikut: Contoh: a + i



=e



- ma + inak



= menak



a+u



=o



- ma + ujar



= mojar



a+o



=o



- paka + osadha



= pakosadha



a+e



=e



- pinaka + ekacatra = pinakecatra



4. Bunyi i, u, ȇ, dan ö apabila diikuti bunyi lain daripada ȇ akan menjadi sebagai berikut:



Contoh: i + a



= ya



- tanghi + a



= tanghya



u+ a



=wa



- tuhu + a



= tuhwa



u+ i



=wi



- sihku + iriya



= sihkwiriya



o+ a



= wa



- mangilo + a



= mangilwa



ö+ a



= wa



- karȇngö + an



= karȇngwan



i+u



= yu



- ri + ulah



= ryulah



3) Aturan Bunyi Perlu diketahui bahwa di dalam membaca naskah yang berbahasa Kawi baik, dalam bentuk prosa (gancaran) maupun puisi (tembang), dikenalnya bentuk panjang (dirgha) dan pendek (hrswa). Yang berguna untuk kepentingan 'guru' dan 'lagu'. Guru artinya suara panjang, dalam tulisan tulisan ejaan latin guru diberi tanda corek atau garis melintang. Lagu artinya suara pendek. Tanda Dirgha dalam bahasa kawi memiliki fungsi antara lain : 1. Tanda dirgha yang terdapat nama orang, fungsinya untuk menunjukan jenis kelamin perempuan. Contoh: Kośalyā Sumitrā Kekayī 2. Tanda dirgha berfungsi untuk menunjukan bentuk persandian, biasanya suara dirgha itu terjadi jika dua aksara disandikan menjadi satu. Contoh: Ka + ajar = Kājar Raghu + uttama = Raghūttama 3. Tanda dirgha berfungsi untuk menyatakan huruf r yang hilang. Contoh: ikū – ikur ‘ekor rāh – rarah ‘darah’ 4. Tanda dirgha berfungsi untuk menyatakn mempunyai atau memiliki. Contoh: srenggi dari srengga ‘taduk srenggi ‘mempunyai tanduk’ 5. Tanda dirgha berfungsi untuk menyatakan pasang pageh.



Contoh: tumut ‘mengikuti’ Sri ‘dewi Sri’ Alat ucap yang perlu untuk menghasilkan bunyi ujaran, yaitu: a. Udara: yang dialirkan ke luar dari paru paru. b. Artikulator (lidah): bagian dari alat ucap yang dapat digerakan untuk menimbulkan suatu bunyi. c. Titik Artikulasi: bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan sentuh dari Artikulator. Cara pemebentukan fonem vokal dan konsonan a. Vokal Secara kewargaan aksara atau daerah artikulasi, maka vokal dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok. 1. Kanthya, yaitu huruf yang keluar dengan mendekatkan lidah pada bagian langit-langit dekat kerongkongan. Misalnya: a, ā 2. Talawya, yaitu huruf yang keluar dengan mendekatkan gerak lidah ke tekak. Misalnya: i, ī 3. Ostya, yaitu huruf yang dihasilkan oleh bibir. Misalnya: u, ū 4. Murdhanya, yaitu huruf yang keluar dengan menggetarkan lidah didalam langit langit. Misalnya: ṛ, ṝ 5. Dantya, yaitu huruf yang keluar karena sentuhan lidah dengan gigi atas. Misalnya: ḷ, ḹ 6. Kanthya-Talawya, yaitu huruf yang dihasilkan oleh lidah di dalam 'Kantha' dan 'Talu'. Misalnya: ai, e



7. Kanthosthya, yaitu huruf yang dihasilkan didalam langit langit dan bibir. Misalnya: au, o



b. Konsonan Dengan memperhatikan bermacam macam faktor untuk menghasilkan konsonan maka kita dapat membagi konsonan atas dasar : 1. Berdasarkan artikulator dan titik artikulasi. 2. Berdasarkan macam halangan udara yang dijumpai mengalir ke luar. 3. Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar. 4. Berdasarkan jalan yang dilalui udara ketika keluar dari rongga rongga ujaran. Yang dibicarakan di sini hanya munculnya konsonan konsonan yang berdasarkan artikulator dan artikulasi. Penggolongannya ini dapat dibagi menjadi : 1. Konsonan Velar adalah bunyi dihasilkan oleh belakang lidah dan langit langit lembut. Contoh: k, kh, g, gh, ng 2. Konsonan Palatal adalah bunyi yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah dan langit langit keras. Contoh: c, ch, j, jh, n, ny 3. Konsonan Apiko-alveolar adalah bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah dan lengkung kaki gigi. Contoh: t, th, d, dh, n, r 4. Apiko-interdental adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah (apex) dan daerah antar gigi (dens).