Tugas Etik Keperawatan Urindo [PDF]

  • Author / Uploaded
  • anita
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STUDI KASUS DENGAN ASPEK ETIK DAN LEGAL DALAM KEPERAWATAN DI RS X



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membelahak-haknya. Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan. Selain dari pada itu penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. Terjadinya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan ke paradgima sehat yang lebih holistic yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai focus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada pada posisi kunci dalam reformasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan keperawatan (Gillies, 1994), Swansburg dan Swansburg, 1999) dan hampir semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh perawat. Hasil penelitian Direktorat Keperawatan dan PPNI tentang kegiatan perawat di Puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005) dan 60% tenaga kesehatan adalah perawat yang bekerja pada berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam sehari, 7 hari seminggu, merupakan kontak pertama dengan sistem klien.



B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Memahami konsep legal etik keperawatan. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui dan memahami definisi etika keperawatan b. Mengetahui dan memahami isi dari prinsip–prinsip legal dan etis keperawatan c. Mengetahui dan memahami masalah legal dalam keperawatan d. Mengetahui dan memahami landasan aspek legal keperawatan e. Mengetahui dan memahami aplikasi aspek legal dalam keperawatan f. Mengetahui dan memahami contoh kasus terkait dengan etik dan legal beserta penyelesaiannya.



BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Legal Etik             Pengertian Etika keperawatan (Nursing Ethic) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan. Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalahmasalah kesehatan tentu harus juga bisa diandalkan. International Council of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang Professional, Ethical and Legal Practice, bidang Care Provision and Management dan bidang Professional Development “Setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama, yaitu kompetensi yang diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan yang penting kepada masyarakat”. (Budi Sampurna, Pakar Hukum Kesehatan UI 2006) Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional.



2.2 Isi Prinsip – Prinsip Legal Dan Etis a. Autonomi ( Otonomi )             Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.



b. Beneficience ( Berbuat Baik )             Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang,dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. c. Justice ( Keadilan )             Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai inidirefleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapiyang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. d. Nonmal eficience ( Tidak Merugikan ) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. e. Veracity ( Kejujuran )             Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. f. Fidellity (Metepati Janji)             Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. g. Confidentiality ( Kerahasiaan )             Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. h. Accountability ( Akuntabilitas )       Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.



 i. Informed Consent             “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin.  Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.



2.3 Masalah Legal Dalam Keperawatan        Hukum dikeluarkan oleh badan pemerintah dan harus dipatuhi oleh warga negara. Setiap orang yang tidak mematuhi hukun akan terikat secara hukum untuk menanggung denda atau hukuman penjara. Beberapa situasi yang perlu dihindari seorang perawat : a) Kelalaian        Seorang perawat bersalah karena kelalaian jika mencederai pasien dengan cara   tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diharapkan ataupun tidak melakukan tugas dengan hati-hati sehingga mengakibatkan pasien jatuh dan cedera. b) Pencurian        Mengambil sesuatu yang bukan milik anda membuat anda bersalah karena mencuri. Jika anda tertangkap, anda akan dihukum. Mengambil barang yang tidak berharga sekalipun dapat dianggap sebagai pencurian. c) Fitnah        Jika anda membuat pernyataan palsu tentang seseorang dan merugikan orang tersebut, anda bersalah karena melakukan fitnah. Hal ini benar jika anda menyatakan secara verbal atau tertulis. d) False imprisonment        Menahan tindakan seseorang tanpa otorisasi yang tepat merupakan pelanggaran hukum atau false imprisonment. Menggunakan restrein fisik atau bahkan mengancam akan melakukannya agar pasien mau bekerja sama bisa juga termasuk dalam false imprisonment. Penyokong dan restrein harus digunakan sesuai dengan perintah dokter.



e) Penyerangan dan pemukulan        Penyerangan artinya dengan sengaja berusahan untuk menyentuh tubuh orang lain atau bahkan mengancam untuk melakukannya. Pemukulan berarti secara nyata menyentuh orang lain tanpa ijin.Perawatan yang kita berikan selalu atas ijin pasien atau informed consent. Ini berarti pasien harus mengetahui dan menyetujui apa yang kita rencanakan dan kita lakukan. f) Pelanggaran privasi        Pasien mempunyai hak atas kerahasiaan dirinya dan urusan pribadinya.Pelanggaran terhadap kerahasiaan adalah pelanggaran privasi dan itu adalah tindakan yang melawan hukum. g) Penganiayaan        Menganiaya pasien melanggar prinsip-prinsip etik dan membuat anda terikat secara hukum untuk menanggung tuntutan hukum. Standar etik meminta perawat untuk tidak melakukan sesuatu yang membahayakan pasien. Setiap orang dapat dianiaya, tetapi hanya orang tua dan anak-anaklah yang paling rentan. Biasanya,pemberi layanan atau keluargalah yang bertanggung jawab terhadap penganiayaan ini. Mungkin sulit dimengerti mengapa seseorang menganiaya ornag lain yang lemah atau rapuh, tetapi hal ini terjadi. Beberapa orang merasa puas bisa mengendalikan orang lain. Tetapi hampir semua penganiayaan berawal dari perasaan frustasi dan kelelahan dan sebagai seorang perawat perlu menjaga keamanan dan keselamatan pasiennya.



2.4 Landasan Aspek Legal Keperawatan   Landasan aspek legal keperawatan adalah undang-undang keperawatan Aspek legal Keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktik profesi perawat yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di dalam suatu institusi dan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau berkelompok.             Kewenangan itu, hanya diberikan kepada mereka yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki kewenangan. Seperti juga kemampuan yang didapat secara berjenjang, kewenangan yang diberikan juga berjenjang. Kompetensi dalam keperawatan berarti kemampuan khusus perawat dalam bidang tertentu yang memiliki tingkat minimal yang harus dilampaui. Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang diatur oleh Departemen Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan kedokteran atau kesehatan tertentu diserahkan kepada profesi masing- masing.



2.5 Aplikasi Aspek Legal Dalam Keperawatan             Hukum mengatur perilaku hubungan antar manusia sebagai subjek hukum yang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam kehidupan manusia, baik secara perorangan maupun berkelompok, hukum mengatur perilaku hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lain, antar kelompok manusia, maupun antara manusia dengan kelompok manusia. Hukum dalam interaksi manusia merupakan suatu keniscayaan (Praptianingsih, S., 2006).             Berhubungan dengan pasal 1 ayat 6 UU no 36/2009 tentang kesehatan berbunyi : “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.”             Begitupun dalam pasal 63 ayat 4 UU no 36/2009 berbunyi “Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu”. Yang mana berdasarkan pasal ini keperawatan merupakan salah satu profesi/tenaga. kesehatan yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang membutuhkan Pelayanan keperawatan di rumah sakit meliputi : proses pemberian asuhan keperawatan, penelitian dan pendidikan berkelanjutan. Dalam hal ini proses pemberian asuhan keperawatan sebagai inti dari kegiatan yang dilakukan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian-penelitian yang menunjang terhadap asuhan keperawatan, juga peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang diperoleh melalui pendidikan dimana hal ini semua bertujuan untuk keamanaan pemberian asuhan bagi pemberi pelayanan dan juga pasien selaku penerima asuhan.             Berdasarkan undang-undang kesehatan yang diturunkan dalam Kepmenkes 1239 dan Permenkes No. HK.02.02/Menkes/148/I/2010, terdapat beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan keperawatan. Adapun kegiatan yang secara langsung dapat berhubungan dengan aspek legalisasi keperawatan : 1) Proses Keperawatan 2) Tindakan keperawatan 3) Informed Consent             Untuk melindungi tenaga perawat akan adanya tuntutan dari klien/pasien perlu ditetapkan dengan jelas apa hak, kewajiban serta kewenangan perawat agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan tugasnya serta memberikan suatu kepastian hukum, perlindungan tenaga perawat. Hak dan kewajiban perawat ditentukan dalam Kepmenkes 1239/2001 dan Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor Y.M.00.03.2.6.956



BAB III PEMBAHASAN



3.1 Studi Kasus Tn. P adalah seorang ayah dari 2 anak berusia 44 tahun.Tn. P mengeluh sering demam, diare dan menderita sariawan yang tidak sembuh-sembuh sudah hampir 2 bulan, berat badan turun lebih dari 5 Kg. Tn P tidak menganggap serius penyakitnya sehingga dia hanya berusaha minum obat warung dan belum sembuh juga akhirnya keluarganya membawa Tn. P ke RSUP S. Tn. P meminta kepada Ners W untuk segera memberitahu hasil pemeriksaannya. Dari hasilpemeriksaan yang dilakukan Tn. P positif menderita HIV/AIDS. NersW yang merawat Tn.P kebetulan sudah bekerja selama 10 tahun di bangsal B20 ini. Tn.P meminta Ners W untuk tidak memberitahukan mengenai penyakit ini kepada istri pasien ataupun kepada keluarganya. Tn.P takut ditinggalkan istrinya dan dikucilkan keluarganya. Ners W mengalami dilemma etik dimana di satu sisi dia harus memenuhi permintaan pasien namun di sisi lain Ners W memahami bayaha penularan HIV/AIDS yang rentan terjadi pada keluarga. Atas pertimbangan pencegahan penularan HIV/AIDS Ners W akhirnya memberitahu kondisi Tn.P kepada istri dan keluarganya. Respon istri sangat terkejut dan tidak bisa menerima kenyataan, dia mempersalahkan suami dan berniat meninggalkan suaminya. Dengan keadaan seperti ini Tn.P merasa terpojok dan mempersalahkan Ners W yang telah memberitahu sakitnya kepada istri dan keluarga. Tn.P tidak terima dan ingin menuntut Ners W yang tidak bisa menjaga rahasianya. 3.2 Analisa Kasus Prinsip etika mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku yang beretika dan dalam pengambilan keputusan etis. Prinsip etika berfungsi untuk membuat secara spesifik apakah suatu tindakan dilarang, diperlukan atau diizinkan dalam suatu keadaan. Pada kasus Tn.P ners W perlu mempertimbangkan prinsipprinsip etika sebelum mengambil suatu keputusan. Permintaan Tn.P untuk merahasiakan penyakitnya merupakan privasi pasien yang harus dihormati.



Kerahasiaan (confidentiality) merupakan bagian dari privasi, seseorang bersedia untuk menjaga kerahasiaan informasi. Confidentiality adalah sesuatu yang professional dan merupakan kewajiban yang etis dalam menggunakan penggalian pengetahuan pasien untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien dan bukan untuk tujuan lain seperti menggosip dan kepentingan orang lain. Perawat harus mempertahankan kerahasian data tentang pasien baik secara verbal maupun informasi tertulis. Pada kasus Tn.P menjaga kerahasian data pasien adalah sesuatu yang khusus dan penting dalam perawatan pasien HIV/AIDS. Meskipun pada



kenyataannya,



masyarakat memberikan label/stigma kepada setiap orang yang HIV/AIDS.



Setiap



pelanggaran



terhadap



prinsip



didiagnosis



confidentiality



seperti



memberitahukan data pasien, diagnosis pasien, gejala yang muncul dan hasil pengobatan tanpa mendapat persetujuan dari pasien akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Seperti yang terjadi pada Tn.P dampak dari ners W yang memberitahukan diagnosis kepada istrinya, membuat Tn.P ditinggalkan oleh istrinya ini tentunya akan berdapak pada kehidupan dan kulitas hidup Tn.P. 3.3 Pengambilan Keputusan Etis Pengambilan keputusan oleh Ners W untuk memberitahukan diagnosis Tn.P pada istri seharusnya mempertimbangkan akibat dari tindakan yang diambil. Tahapan yang bisa dipertimbangkan oleh Ners W dalam pembuatan keputusan adalah: Mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah/isu. 3.3.1



Tentukan fakta atas situasi tersebut.



3.3.2



Identifikasikomponenetika.



3.3.3



Identifikasi orang-orang yang terlibat dan siapa saja yang perlu dilibatkan.



3.3.4



Nyatakanmasalah/isu/dilema secara jelas sedapat mungkin.



Klarifikasi dan evaluasi. 3.3.5



Berusaha menjelaskanisu/dilema dengan mempertimbangkan prinsip etik yang



bertentangan dengan isu. Ini akan menjelaskan dasar



alamiah suatu dilema.



3.3.6



Empat pertanyaan yang berguna untuk menentukan fakta sebuah situasi klinis, yaitu indikasi hidup dan hal-hal lain yang terkait (keluarga, finansial, agama, jarak tempat tinggal, dan lain-lain).



3.3.7



Kode etika profesi dari penyedia jasa kesehatan yang terlibat langsung



harus



dipertimbangkan



dan



diidentifikasi



nilai



konfliknya. 3.3.8 3.3.9



Identifikasi dan cari nilai sosial dan kultural. Pertimbangkan kebutuhan akan legalitas untuk menentukan komplain terhadap hukum dan kebijakan yang berlaku.



3.3.10 Identifikasi dan pertimbangan nilai dan kepercayaan pihak yang terlibat tidak. 3.3.11 Bertentangan dengan nilai NOR-MAN Regional Health Authority. 3.3.12 Identifikasi nilai konflik yang aktual dan potensial. Pada langkah ini informasi sebelumnya dipertimbangkan sebagai data baru. 3.4 Tindakan dan pertimbangan. 3.4.1



Identifikasi tindakan apa saja yang dapat dilakukan, analisis konsekuensi dan hasilnya.



3.4.2



Jelaskan secara garis besar tanggung jawab peserta.



3.4.3



Buat keputusan dan bertindak.



3.4.4



Evaluasi hasil keputusan dan buat amandemen yang sesuai.



Kasus yang terjadi pada Ners W, tidak mempertimbangkan tahapan tersebut dalam mengambil keputusan, sehingga dia melakukan pelanggaran prinsip etika, yaitu tidak dapat menjaga kerahasian pasien. 3.5 Pelanggaran yang dilakukan dari tinjauan kode etik perawat Dasar hukum pelanggaran kode etik keperawatan dalam hal tidak menjaga rahasia pasien : 



Permenkes RI No.HK.02.02./Menkes/148/I/2013 pasal 12 bagian (c): perawat wajib menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangundangan.







Permenkes No.1239/Menkes/Per/XI/2001 pasal 16: a. Menghormati hak pasien b. Merujuk kasus yang dapat ditangani c. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.







PP 32/1996 pasal 22 ayat (1): bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk: a. Menghormati hak klien b. Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien







Keputusan



Musyawarah



Nasional



IV



PPNI



No.



08/Munas



IV/PPNI/1989 Tentang Ikrar perawat Indonesia no.5 : kami perawat Indonesia memegang teguh segala rahasia yang berhubungan dengan tugas, kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 3.6 Pelanggaran kode etik keperawatan yang dilakukan telah Ners W Hak pasien memperoleh informasi tentang diagnosis penyakitnya sudah didapatkan oleh pasien. Tetapi ners W melanggar hak pasien tentang hak mendapat privasi selama pemeriksaan kesehatan dan pengobatan. Ners W tidak bisa menjaga kerahasiaan informasi diagnosis penyakit pasien dari keluarganya. Perawat berhak mendapatkan informasi secara lengkap dari pasien dan keluarga tentang keluhan kesehatan dan perawat juga mempunyai kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien kecuali diminta keterangan oleh pihak berwenang. Hubungan antara perawat dan pasien, perawat harus benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus melindungi hak tersebut , salah satunya adalah hak untuk menjaga privasi pasien.



3.7 Penyelesaian Pelanggaran Etika Perawat Perawat yang melakukan pelanggaran etika akan dirujuk oleh bagian keperawatan kepada komite etik untuk menyelesaikan permasalahannya dengan aturan profesi atau penyelesaian berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia apabila pelanggaran yang dilakukan berat, yang dapat mengancam hilangnya nyawa seseorang. Pada kasus Ners W, perawat akan mendapatkan teguran dari atasan kemudian mendapatkan pembinaan dari majelis kode etik. Majelis kode etik mengani kasus Ners W berdasarkan standar pelayanan, wewenang profesi dan kode etik profesi keperawatan. Apanila ners W terbukti melakukan pelanggaran maka akan mendapatkan pembinaan dan sanksi berupa sanksi sosial atau sanksi administratif. Sanksi sosial dapat berupa tidak digunakannya jasa perawat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sanksi administratif berupa pencabutan Surat ijin praktik perawat (SIPP). 3.8 Sanksi Pelanggaran Etika Perawat Sanksi admisnistratif pada perawat yang melakukan tindakan pelanggaran (Taadi, 2013): a.



Permenkes



RI



No.HK.02.02./Menkes/148/I/2013 Pasal 13: (1).



Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan organisasi profesi.



(2).



Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.



Pasal 14: (1). Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan tindakan administratif kepada perawat yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktek dalam peraturan ini. (2). Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. Teguran Lisan, b. Teguran tertulis, c. Pencabutan Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP).



BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN Aspek Legal Etik Keperawatan adalah Aspek aturan Keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang diatur dalam undang-undang keperawatan. Aspek legal keperawatan  adalah suatu aturan keperawatan  dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya. Aspek legal keperawatan meliputi kewenangan berkaitan  dengan izin melaksanakan praktik profesi, sehingga tidak terlepas dari UndangUndang dan Peraturan tentang praktek Keperawatan. Fungsi hukum dari aspek legal dalam praktik keperawatan merupakan suatu pedoman atau kerangka dalam menjalankan praktik keperawatan. Dengan hukum tersebut, perawat dapat menentukan batas – batas kewenangan serta hak dan tanggung jawab sebagai perawat. Tanggung jawab (responsibilitas) adalah eksekusi terhadap tugas- tugas yang berhubungandengan peran tertentu dari perawat. Tanggung gugat (akuntabilitas) adalah mempertanggungjawabkan perilaku dan hasil ± hasilnya termasuk dlam lingkup peran profesional seseorang sebagaimana tercermin dalam laporan pendidik secara tertulis tentang perilaku tersebut dan hasil ± hasilnya. Terhadap dirinya sendiri, pasien, profesi, sesama karyawan dan masyarakat. Perawat memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat kepada pasien, sehingga aspek legal keperawatan sebagai pedoman perawat perlu dijalankan dengan sebaik-baiknya. Praktik keperawatan yang aman memerlukan pemahaman tentang batasan legal yang ada dalam praktik perawat. Sama dengan semua aspek keperawatan, pemahaman tentang implikasi hukum dapat mendukung pemikiran kristis perawat. Perawat perlu memahami hukum untuk melindungi hak kliennya dan dirinya sendiri dari masalah. Perawat tidak perlu takut hukum, tetapi lebih melihat hukum sebagai dasar pemahaman terhadap apa yang masyarakat harapkan dari penyelenggara pelayanan keperawatan yang profesional. Asuhan keperawatan dilaksanakan dengan menjunjung nilai-nilai profesional, salah satunya adalah prinsip etika keperawatan. Prinsip Etika meliputi kejujuran, Otonomi, Justice, Nonmaleficence, Beneficience, Confidentiality. Apabila seorang perawat melakukan pelanggaran pada prinsip etik tersebut dapat dikenankan sanksi. Sanksi admisnistratif pada perawat yang melakukan tindakan pelanggaran : Permenkes RI No.HK.02.02./ Menkes/ 148/I/2013 Pasal 13 ayat 1, 2 dan pasal 14 ayat 1 dan 2. Pada saat menghadapi masalah yang menyangkut etika, perawat harus mempunyai kemampuan yang baik untuk pasien maupun dirinya. Apabila seseorang melanggar kode etik profesi, organisasi profesi dapat memberikan pembinaan, sanksi administratif (pencabutan SIPP) atau mengeluarkan anggota tersebut. Peraturan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan adalah: 1. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 2. UU No.44 tentang Rumah Sakit 3. PP 32/1996 pasal 22 ayat (1) 4. PP No. 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan 5. Kode Etik Perawatan



4.2 SARAN a. Perlunya kehatian-hatian seseorang tentunya keperawatan dalam melakukan suatu tindakan agar tidak terjadi sesuatu yang dapat menyababkan kejadian yang fatal akibatnya. b. Adanya berbagai pendekatan yang bersifat persuasif, konsultatif dan partisipatif semua pihak (Stake Holder) yang terkait dalam penyelenggaran Praktik Keperawatan berorientasi kepada pelayanan yang bermutu. c. Perlu adanya peraturan perundang-undangan dibidang keperawatan yang diselenggarakan oleh tenaga keperawatan dapat mengayomi dan bersikap mendidik sekaligus bersifat menghukum yang mudah dipahami dan dilaksanakan, karena penyelenggaraan praktik keperawatan menyangkut berbagai pihak sehingga yang terkait hendaknya bersifat proaktif dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut d. Setelah mengatahui perkembangan UU yang mengatur tentang praktek keper awatan, sebagai calon perawat atau mahasiswa keperawatan harus meningkatkan mutu belajar agar memiliki kemampuan berpikir rasional dalam menyalankan tugas sebagai perawat profesional. e. Perawat harus memahami hak dan tanggung jawab perawat yang tertuang dalam kode etik profesi, sehingga pelanggaran dapat diminimalkan. Selain itu juga harus paham tentang peraturan yang dapat dijadikan landasan hukum bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.



DAFTAR PUSTAKA



Affan, U. (2013, Juni 10). PembentukanKarakterManusia. Retrieved, http://www.untajiaffan.com/2022/11/pembentukan-karakter-manusia.html



from



Fry, S.T & Johnstone. 2002. Ethics in nursing practice. Oxford: blackwell Gold, Chambers &Dvorak. 1995. Ethical dilemmas in the lived experience of nursing practice. Nursing ethics, 2(2) p:373-385. Jahn, Warren. T. 2011. Professional ethics: beyond the clinical competency. Journal of chiropractic medicine, p:225-226. J. guwandi. 2010. Sekitar gugatan malpraktik medik. Balai penerbit: fakultas kedokteran universitas indonesia Purba, J. M., &RrPujiastuti,S.E (2009). Dilema Etik dan Pengambilan Keputusan Etis dalam Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. Suhaemi, M. E. (2003). Etika Keperawatan: Aplikasi pada Praktik. Jakarta: EGC. Taadi. 2013. Hukum kesehatan: sanksi dan motivasi bagi perawat. Jakarta : EGC