Tugas Filsafat [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB III



Bagian III. Issues in Science and Religion (Ian G. Barbour) Perbedaan Teologi dan Ilmu Menurut penulis (Ian G Barbour), agama dan pengetahuan sangat berbeda, dan seharusnya dipisahkan dan berdiri sendiri. Menurut Barbour, Isi dan subjeknya tidak punya persamaan dan cara pengetahuannya sangat berbeda. Apa yang menjadi ketertarikan teologi tidak menjadi ketertarikan ilmu. Pada prinsipnya teologi dan ilmu tidak dapat dibandingkan. Beberapa alasan telah menjelaskan untuk tidak melanjutkan pengungkapan perbedaan teologi dan ilmu, seperti penjelasan pada neo-orthodoxy, existentialism, dan analisa lingusitik. 1. Pengungkapan diri Tuhan versus Penemuan manusia (Neo-Orthodoxy) Seorang laki-laki yang sangat berpengaruh pada abad ke 20 Protestan adalah Karl Bath, Bath bersikeras bahwa Tuhan sealu “penuh” , suatu Tuhan yang berkuasa yang hanya bisa diketahui jika Ia memilih untuk mengungkapkan dirinya sendiri. Teologi memandang bahwa Tuhan lah yang menentukan semua yang terjadi di alam semesta. Tuhan adalah adalah Allah yang transenden dimana Tuhanlah



yang memiliki kehendak untuk



mengungkapkan dirinya sendiri pada manusia. Semua cerita tentang pengungkapan diri Tuhan ini ada dalam kitab suci. Namun kitab suci merupakan hasil karya manusia berdasarkan pengalaman yang dimilikinya, sehingga dokumen ini tidak dapat diartikan secara harafiah oleh manusia. Berbeda dengan ilmu yang menekankan pada penemuan manusia di alam semesta ini, yang berpusat pada ide dan kemampuan manusia dalam mengungkapkan sesuatu di dunia. Jadi, perbedaan antara metode teologi dan ilmu menurut neo-orthodoxy, berakar dari perbedaan antara obyek pengetahuan mereka. Objek teologi adalah Tuhan, sedangkan ilmu adalah manusia. Teologi setuju dengan ketranseden dan kemisteriusan Tuhan, yang secara radikal tidak seperti dunia dimana ilmu mempelajarinya.



Menurut Barbour, tidak ada titik temu antara ide ilmu dan teologi. Ilmu tidak dapat berkontribusi atau berkonflik dengan teologi. ilmuwan bebas untuk melakukan pekerjaan tanpa dipengaruhi dari teologian dan sebaliknya, untuk metode mereka dan obyek mereka secara total berbeda.



2. Keterlibatan subyektif versus detasemen obyektif (Existentialism) Pada eksistensialism, perbedaan antara metode dalam teologi dan ilmu pengetahuan terutama berasal dari perbedaan kontras antara lingkup kedirian pribadi dan lingkup objek impersonal. Eksistensialisme tidak hanya merupakan sistem ide tetapi juga sikap atau orientasi menemukan ekspresi yang sangat berbeda antara penulis teis dan ateis.



Dari banyak tema



existentialism- kecemasan, keputusasaan, rasa bersalah, kematian, kebebasan, kreatifitas,



dan



keputusan-.



Fokus



perhatian



di



sini



adalah



pada



epistemologinya, pendekatan pengetahuan yang berpusat pada subyek.



3. Variasi penggunaan bahasa (analisis linguiatik) Sebagai



tambahan



dari



penekanan



neo



orthodox



terhadap



pengungkapan, dan eksistensialis pada keterlibatan personal, perkembangan ketiga dari ilmu pengetahuan abad ke-20 telah berkontribusi terhadap perbedaan tajam pengetahuan dari agama : kebangkitan analisis linguistik, yang merupakan cara pandang dominan diantara filsuf Inggris dan Amerika. Ilmu memberikan bantuan dalam menyimpulkan data, dimana ilmu memberikan pemikiran dalam mengorganisasikan apa yang diobservasi dan membuat prediksi. Ilmuwan menggunakan konsep untuk memberi definisi operasional untuk sesuatu yang diobservasi. Aspek lain dari ilmu adalah ketertarikan baru dalam struktur bahasa yang logis. Dalam suatu tulisan, logika keilmuan digunakan dalam semua dalil. Tugas dari filsuf bukan untuk menjelaskan apapun tentang dunia (yang biasa ilmuwan lakukan) tetapi mengklasrifikasi bahasa dan konsep yang digunakan oleh berbagai ilmu. Dalam hal ini, ilmuwan melihat kalimat hanya



melakukan tugas (melaporkan data empirik), analisis linguistik dibuat dengan variasi fungsi yang disediakan bahasa. Dalam analisa linguistik, bagaimanapun bahasa keilmuan memiliki keterbatasan dan fungsi teknikal secara esensial yang selalu terikat dengan tipe yang diobservasi. Teori keilmuan adalah alat yang berguna untuk menyimpulkan data, membuat prediksi, atau mengkontrol proses, mereka tidak menghadirkan realitas. Ilmu setuju dengan regularitas di antara fenomena, dan tidak memiliki implikasi metafisika atau teologi yang lebih luas.



B. Parallels of Theology and Science 1. Similar Attitudes in Science and Religion (Liberal Theology) Kebangkitan teologi liberal pada abad ke 19 dalam pandangan Schleimacher sebagai intrepretasi



dari pengalaman agama dan dalam



konsentrasi pada pengalaman moral diantara pengikut Kant. Pergerakan ini berlanjut pada abad ke 20 dalam bentuk yang luas. Beberapa tema dalam teologi liberal menjadi penekanan yang merupakan ciri tetap dibandingkan dengan kelebihan dari Tuhan. Teologi liberal



merupakan proses memikirkan tentang keberadaan



Tuhan secara rasional. Teologi merupakan pendekatan rasional tentang agama atau Tuhan, bukan berdasarkan kewahyuan (revelation approach). Meletakkan persoalan pokoknya mengenai cara-cara sikap pandang di dalam ilmu dan religi yang arahnya ingin mengungkap keseiringan antara agama dan ilmu atau dengan kata lain mencari unsur-unsur kesetaraan. Timbul pertanyaan apa sisi kesetaraan agama dan ilmu? Yang bisa diungkap adalah masing-masing sebagai entitas yang mengandung kebenaran walaupun sifat kebenarannya berbeda (absolut vs tentative). Arah tujuannya adalah mencari hubungan benang merah lintas agama, sehingga memungkinkan terjadinya dialog antar agama atau penganut agama.



Teologi harus rasional dan empiris, dan harus menyediakan sebuah pandangan yang komprehensif dan konsisten berdasarkan pada interpretasi kritis dari seluruh pengalaman manusia. Kepercayaan agama dipertahankan secara pragmatis melalui konsekuensi dalamm kehidupan manusia dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Semangat dari para ilmuwan tentang keterbukaan dan sifat sementara dari ilmu yang ditemukan juga harus didasarkan pada teologi. Sehingga agama dan pengalaman moral menjadi pendukung utama dari temuan-temuan ilmiah yang harus diperhitungkan. Sikap moral dibutuhkan oleh ilmu pengetahuan sebagaimana kebajikan yang diajarkan dalam agama seperti kerendahan hati, kooperasi, keuniversalan, dan integritas. Sebaliknya dalam pandangan positif, kepentingan diberikan pada peran manusia dalam ilmu pengetahuan seperti pertimbangan personal ilmuwan, komitmen pada kebenaran, dan partisipasi dalam kelompok atau komunitas penyelidikan. Adanya tuntutan bahwa agama menggunakan cara yang sama dengan yang digunakan dalam ilmu pengetahuan, namun sebaliknya ilmu pengetahuan masuk dalam perkiraan dan komitmen moral tidak sebagaimana yang ada di agama. Jurang perbedaan antara agama dan ilmu pengetahuan sangat sempit jika dilihat dari kedua sisi. Interpretasi ini memberikan gambaran tentang ilmu pengetahuan yang menyerupai agama atau sebaliknya. 2. An Inclusive Metaphysical System (Process Philosophy) – Sebuah Sistem Inklusif Metafisika (Filosofi Proses)



Suatu usaha untuk mengikutkan pengetahuan dan agama dalam satu pandangan realitas adalah “filosofi proses” dari Alfred North Whitehead, filsafat proses, merupakan serangkaian konsep filosofis yang menekankan menjadi (becoming) ketimbang berada (being), perubahan ketimbang persistensi, hal-hal baru yang kreatif ketimbang pengulangan mekanis, dan peristiwa beserta proses ketimbang substansi. Dijelaskan oleh Whitehead : “bahwa komponen-komponen dasar dari realitas bukanlah sejenis substansi abadi (materi) atau dua jenis substansi



abadi (akal dan materi), melainkan satu jenis peristiwa dengan dua fase. Dalam fase objektif, satu peristiwa uniter bersifat reseptif dari masa silam, sedangkan dalam fase subjektif, ia bersifat kreatif ke arah masa depan. Setiap peristiwa adalah subjek bagi dirinya sendiri dan menjadi satu objek bagi subjek-subjek yang lain. Filsafat proses merupakan sebentuk monism karena dia memiliki ciri-ciri umum dari semua peristiwa yang terpadu. “dipolar” menunjukkan suatu pernyataan ontologis, bukan hanya suatu distingsi epistemologis, sebagaimana diusulkan oleh beberapa pendukung monism dua aspek. . “Filsafat proses” percaya pada ‘ajakan’ bukan ‘paksaan’, dan Tuhan memiliki analisis khas tentang kebetulan, kebebasan manusia, kejahatan, dan penderitaan dunia. Oleh karenanya Tuhan bukanlah pemaksa yang menjadikan-Nya penguasa Yang Mahakuasa tetapi Tuhan sebagai Pemimpin dan Pengilham komunitas wujud alam yang saling bergantung (atau terkait). “Filsafat proses” cenderung menekankan imanensi Tuhan di alam raya (tanpa mengabaikan transendensi), dengan begitu akan mendorong penghormatan yang lebih besar terhadap alam. Jadi, “sintesis sistematis”



merupakan



sintesa



integrasi



sains



dan



agama



yang



disistematisasikan melalui “filsafat proses”. Setiap peristiwa atau teori baru dapat dinyatakan sebagai produk masa lalu dari tindakan dan aksi Tuhan.. Menurut Whitehead, ada delapan macam kategori eksistensi, yaitu: kejadian aktual atau peristiwa, objek-objek abadi atau universal, neksus atau jaringan, bentuk subjektif, prehensi, proposisi, multiplisitas, dan kontras. Dalam filsafat organisme Whitehead, setiap kejadian adalah sebuah konkresensi, yaitu penyusupan objek-objek abadi dalam peristiwa aktual yang diikuti oleh valuasi dan berujung pada ketercapaian atau kepuasan. Semua peristiwa mempunyai sejenis kesadaran yang disebut prehensi. Baik atom atau bagian terkecil materi, maupun manusia, mempunyai karakteristik yang sama, yaitu prehensi, yang di dalamnya alam masuk menjadi pengalaman. Prehensi adalah aspek fundamental semua kejadian aktual. Eksitasi atom karena radiasi, respons ameba terhadap iritasi, foto tropisme tanaman terhadap sinar matahari, dan refleks hewan terhadap keanehan sekitarnya adalah bentuk-bentuk prehensi itu.



C. The Metodes of Science 1) Experience and Interpretation in Science – Pengalaman



dan



Interpretasi dalam Sains Terdapat banyak metode, yang digunakan dalam tahap-tahap berbeda dalam penyelidikan pada lingkungan dengan banyak variasi. Skema yang jelas, sistematik dari orang yang logis atau dari kuliah guru ilmu pasti mungkin dihilangkan dari prosedur ad hoc dan petualangan manusia terdepan dalam penelitian. Dalam kerangka kerja Galileo, Newton dan Darwin terlihat adanya kombinasi yang khas dari pengalaman dan unsur-unsur penafsiran.Unsur pengalaman terdiri atas pengamatan dan data sebagai hasil dari efek percobaan ilmiah.Sementara komponen penafsiran terdiri atas konsepkonsep, hukum, dan teori yang mengatur sisi teori itu sendiri. a) The Interaction of Experiment and Theory – Interaksi Eksperimen dan Teori Dalam istilah populer, ilmu pengetahuan digambarkan sebagai sebuah observasi yang paling tepat. Ilmuwan berurusan dengan “fakta murni” yang menghasilkan pengetahuan yang tak terbantahkan. Teori dikatakan sebagai rangkuman



data,



rangkuman



berbagai



pengalaman,



dan



cara-cara



menyenangkan dari klasifikasi data. Pada



satu



sisi



tidak



ada



fakta



yang



tidak



dapat



diinterpretasikan.Sekalipun dalam bentuk persepsi yang pada umumnya sulit untuk



digambarkan,



namun



kenyataanya



pola



totalnya



dapat



diinterpretasikan. Aktifitas ilmu pengetahuan tidak pernah berisi tentang mengkoleksi seluruh fakta secara sederhana. hubungan antara dua atau lebih konsep yang berdekatan dan dapat diobservasi disebut hukum .Hukum-hukum ini merepresentasikan langkah sistematik dari pengalaman dan merupakan upaya untuk menggambarkan hasil observasi terkait dengan pola-pola hubungan regular (umum).Teori merupakan upaya lanjut dari hasil observasi dan bersifat lebih komprehensif



yang menghubungkan jarak lebih besar dari fenomena dengan sifat umumnya yang lebih tinggi.Karena koheren, struktur konsep biasanya masuk dalam cara-cara



baru



untuk



melihat



fenomena,



dimana



perkembangannya



menggambarkan kreatifitas dan orisinalitas lebih tinggi. b) The Formation of Theories – Pembentukan Teori Bagaimanakah suatu teori terbentuk? Induktif ideal, yang disuarakan oleh Bacon, Hume dan Mill. Pengetahuan sebagai menggeneralisasikan dari berbagai eksperimen berbeda terhadap suatu pola universal, inilah yang kemudian dikenal dengan ideal induktif (the inductive ideal). Seringkali pengenalan asumsi baru atau konsep-konsep menghasilkan cara-cara baru yang mewakili sebuh fenomena tertentu.Istilah-istilah teori merupakan kontruksi mental yang mungkin disarankan oleh data, tetapi tidak pernah diberikan secara langsung – harus melalui sebuah proses. Suatu hal yang merupakan lawan terbalik dari induktif ideal adalah deduktif ideal (the deductive ideal). Cara ini dilakukan melalui proses dari alasan dengan cara terbalik, yaitu derifasi dari observasi yang terferifikasi dari teori-teori umum. Berbagai bentuk berbeda



dari pengoperasian mental dalam



penyelidikan ilmiah tidak dapat dikurangi pada jenis satu yang ideal .Dalam penurunan dari hukum-hukum empiris sederhana ilmuwan harus melakukan lebih banyak dari sekedar menyimpulkan data. c) Criteria for EvaluatingTheories–Kriteria untuk Menilai Teori Terdapat tiga kriteria untuk mengevaluasi



sebuah teori yaitu



persetujuan dengan observasi, hubungan internal antar konsep, dan kelengkapan dari teori. Kriteria pertama adalah relasi terhadap data yang direproduksi dalam komunitas ilmiah.Persetujuan empiris merupakan kepunyaan dari teori yang telah teruji atau diterima. Kriteria kedua adalah merujuk pada hubungan antar konsep teoritik. Konsisten dan koheren berarti tidak adanya kontradiksi secara logis dan



adanya “ hubungan beragam” antar konsep dalam struktur internal dari teori tertentu yang dipercaya adalah valid. Kesedehanaan (simplicity) menandakan jumlah terkecil dari asumsi independen Kriteria atau cara ketiga adalah berurusan dengan kelengkapan teori (comprehensiveness). Termasuk dalam kriteria ini adalah unsur generalisitas atau kemampuan untuk menunjukkan kesatuan yang penting dalam fenomena yang berbeda. Pada umumnya perluasan teori muncul dari perbaikan atau pengembangan sebuah teori yang ada sebelumnya.Contohya adalah pengembangan teori kinetic dari teori atau hukum Boyle. Suatu teori tidak ada yang dapat dibuktikan menjadi benar. Artinya bahwa kebenaran sebuah teori hanya sementara. Ketika ditemukan teori baru yang lebih baik maka secara otomatis teori yang lama tidak dapat dipakai kembali atau bahkan dianggap gugur.



d) Memahami Sebagai Tujuan Ilmu Pengetahuan Penulis menekankan, bahwa tujuan ilmu pengetahuan adalah memahami alam, dan bahwa konfirmasi empiris terhadap ramalan hanyalah satu elemen dalam pengujian sebuah teori. Sebaliknya, beberapa empiris menetapkan peran utama dalam prediksi yaitu koherensi dan kelengkapan yang kemudian dibenarkan hanya karena kontribusi mereka terhadap pencapaian kesepakatan dengan hanya melalui prakiraan dengan observasi. Tujuan ilmuwan adalah untuk menunjukkan bahwa, sebuah peristiwa (entah masa lalu atau masa depan) adalah turunan dari hukum/ketentuan umum (yaitu, bahwa peristiwa tersebut dapat disimpulkan dari ketentuan ditambah informasi tentang kondisi sebelumnya). Kepuasan intelektual yang diberikan teori adalah produk yang rasional produk komponen rasional maupun empiris. Untuk kekuatan penjelasan sebuah teori terletak pada gagasan yang membuat pola hubungan dapat dipahami.



2) Hubungan antara konsep ilmiah dengan kenyataan a) Teori sebagai Ringkasan Data (Positivisme) Konsep dan teori sebagai ringkasan data, perangkat mental penghemat tenaga untuk mengklasifikasi pengamatan. Konsep teoritis adalah formula untuk memberikan simpulan pengalaman. Hal ini menyebabkan berpikir sederhana, namun karena mereka tidak menentukan mana yang mampu mengarahkan pengamatan mereka tidak dianggap nyata. Semua konsep harus didefinisikan secara operasional dan diukur dengan prosedur laboratorium yang dapat ditentukan menurut Bridgman.



b) Teori sebagai Alat yang Berguna (Instrumentalism) Perkembangan dari filosofi Inggris dari positivisme logis ke dalam analisis linguistik digambarkan . Analisis tidak hanya terdiri dari satu set kesimpulan tetapi juga usaha untuk mengklarifikasi berbagai macam bahasa dan fungsinya dalam kehidupan manusia. Instrumentalisme merupakan pemikiran modern yang dikembangkan oleh filsuf di abad ke-20, berusaha untuk membuat logika tradisional lebih berguna dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor yang signifikan dari suatu hal yang bernilai sebagai suatu alat.Doktrin bahwa ide-ide atau teori adalah instrumen suatu tindakan dan kegunaannya menentukan kebenarannya. c) Teori sebagai Struktur Mental (Idealisme) Idealisme lebih jauh lagi dari instrumentalisme dalam menekankan kontribusi orang yang mengetahui dalam struktur suatu teori yang sepenuhnya berasal dari pikiran dalam kekacauan data. Idealism adalah istilah yang memiliki beberapa arti terkait. Idealis dipahami untuk mewakili dunia mungkin atau harus seperti itu , tidak seperti pragmatis, yang fokus pada dunia sebagaimana saat ini. Idealisme menegaskan imajinasi dan upaya untuk mewujudkan konsepsi mental kecantikan, standar kesempurnaan, disandingkan dengan naturalisme dan realisme estetika. Idealisme platonis menegaskan bahwa abstraksi yang lebih mendasar dengan realitas daripada hal-hal yang kita rasakan, sementara idealis subjektif



dan fenomenalis cenderung mengistimewakan pengalaman indrawi atas penalaran abstrak. Idealisme metafisik merupakan doktrin ontologis yang menyatakan bahwa realitas itu sendiri berwujud. Di sisi lain, idealis tidak setuju di mana aspek mental yang lebih mendasar Idealisme epistemologis adalah pandangan bahwa realitas hanya dapat diketahui melalui ide-ide, bahwa hanya pengalaman psikologis dapat ditangkap oleh pikiran.



d) Teori sebagai Representasi dari Dunia (Realisme) Berlawanan dengan positivisme, seorang realis menyadari bahwa kenyataan tidak dapat diobservasi. Berlawanan dengan instrumentalis, dia mengatakan bahwa konsep valid itu benar dan juga dapat berguna. Realisme adalah keyakinan bahwa beberapa aspek dari realitas kita adalah secara ontologis merupakan skema konseptual yang independen, persepsi, praktik linguistik, keyakinan. Realisme juga dalam hal ini menegaskan keberadaan pikiran-independen dari dunia yang terlihat, sebagai lawan skeptisisme dan solipsisme.Filsuf yang mengakui negara realisme bahwa kebenaran terdiri dalam korespondensi pikiran dengan realitas. Realisme kontras dengan idealisme , realis cenderung percaya bahwa apapun yang kita percaya sekarang adalah hanya perkiraan realitas dan bahwa setiap pengamatan baru membawa kita lebih dekat untuk memahami realitas.. Dalam arti kontemporer, realisme kontras dengan anti-realisme, terutama dalam filsafat ilmu.



D. Dari Ilmu Pengetahuan ke Kemanusiaan (From the sciences to the humanities) 1) Objektivitas dan Keterlibatan Pribadi Dalam Ilmu Pengetahuan a)Pengaruh dari Pengamat data Data ilmiah disebut objektif sebab mereka datang dari objek luar di dunia. Data berarti yang didapat yang bebas dari kepentingan lain. Perbedaan



antara berbagai strategi pengamatan menyangkut sejauh mana pengamat akan menjadi bagian dalam pengaturan yang akan dipelajari. Kesulitan pengambilan data adalah dapat terjadinya bias yang mengganggu



keobjektifan



data.



Berbagai



bias



dapat



terjadi



dan



mempengaruhi penilaian. Misalnya saja bias pengamatan dapat terjadi ketika pengamat



menekankan



kondisi



yang



sangat



mengharapkan



dapat



menemukan data dan tidak mampu melihat kondisi sebaliknya.



b) Penilaian personal terhadap ilmuwan Proses logis adalah tidak personal dan dapat dibuat oleh komputer. Beberapa aspek dari pengetahuan adalah karakter ini, terutama rekaman data, pengolahan data, klasifikasi dan manipulasi perhitungan. Sebagian besar pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam membuat keputusan yang baik terhadap ilmu yang dipelajari dapat melalui pengalaman pribadi ataupun berinteraksi dengan para ilmuwan lain. Banyak pengaruh pada penemuan ilmiah, seperti keingintahuan, intuisi dan kreativitas, di mana sebagian besar bertentangan dengan analisis yang rasional, meskipun demikian tetap menjadi salah satu alat yang ilmuwan gunakan dalam pekerjaan mereka. Di daerah tertentu dari ilmu pengetahuan, beberapa penjelasan yang berbeda dapat menjelaskan fakta-fakta yang tersedia sama baiknya, dengan masing-masing menunjukkan rute alternatif untuk penelitian lebih lanjut. c) Objektivitas sebagai alat uji intersubjektif (Objectivity as intersubjective testability) Subjek sebagaimana juga objektif berkontribusi terhadap penelitian ilmiah. Data tidaklah “ bebas dari pengamat” . Aspek pertama dari objektifitas adalah alat uji intersubjektif. Intersubjektivitas mengacu pada akal sehat, berbagi makna dibangun oleh orang-orang di dalam interaksi mereka satu sama lain dan digunakan sebagai upaya untuk menafsirkan makna unsur-unsur kehidupan sosial dan budaya.



Jika orang-orang berbagi akal sehat, maka mereka dapat mendefinisikan berbagai situasi. 2) Objektivitas Keterlibatan Pribadi Dalam Ilmu Sosial (Objectivity an personal involvement in the social science) a)Keterlibatan Personal dan Penelitian Manusia (Personal Involvement and The Study of Man ) Melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah memperoleh pengetahuan tentang obyek yang berkisar dari partikel dalam atom sampai dengan komposisi bintang dan galaksi. Lima cara formal yang berbeda untuk mengetahui atau mengorganisir pengetahuan: (1) humanistik; (2) ilmiah; (3) filosofis; (4) matematika; dan (5) teologis. Saat ini, dunia berubah dengan cepat dan manusia dipaksa untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan spiritual dengan cara holistik. Hal ini membuktikan betapa sulitnya karena tampaknya terdapat kekurangan dua hal penting, yaitu : mengintegrasikan



informasi



empiris



dan



model holistik untuk



landasan



metafisik



untuk



memahami hubungannya dengan alam.



b)Subjektivitas dan Objektifitas dalam Pengetahuan Sosial ( Subjectivity and Objectivity in the Social Science) Perdebatan objektivitas ilmu sosial telah sering digabungkan berbagai tesis yang terpisah : 1) Adanya fakta sosial yang independen terhadap konsep dan teoriteori ilmuwan dimana teori ini dimaksudkan untuk mengungkap terdapat objektiviitas di dunia sosial (ontologis objektivitas). 2)



Adanya teori atas fakta sosial yang cukup beralasan atas dasar



berbagai jenis alasan yang tepat (empiris dan teoritis kecukupan). (epistemic objektivitas) 3)



Fakta sosial yang independen dari kesadaran peserta.



4)



Penelitian ilmiah dapat bebas nilai dan kepentingan.



5)



Penelitian ilmiah cenderung berkumpul di sekitar konsensus



antara semua peneliti sebagai hasil lanjutan dari penelitian empiris dan teoritis.