Tugas Akhir Filsafat (Membangun Filsafat Sendiri) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS AKHIR FILSAFAT ILMU Disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Filsafat Ilmu Dosen Pengampu: Prof. Dr. Marsigit, M.A.



Oleh : Aprisal



(16709251019)



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016



1. Refleksikan filsafat diri anda! Selama mengikuti perkuliahan filsafat ilmu bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A. begitu banyak ilmu yang saya dapatkan. Saya yang pertamanya beranggapan bahwa filsafat itu hanya sebagai ilmu yang tersendiri, terisolir dari ilmu-ilmu lain dan hanya sebatas pemikiran manusia saja yang kebanyakan mengandung kontradiksi, ternyata cakupan filsafat begitu sangat luas terutama dalam kehidupan manusia dan mempunyai segudang manfaat bagi orang-orang yang benar-benar memahami hakekat filsafat yang sesungguhnya. Maka dari itu, sebelum saya merefleksikan filsafat saya sendiri, saya ingin megucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya buat Prof.Dr.Marsigit,M.A yang telah mengarahkan dan membimbing kami dalam memahami dan membangun filsafat kami sendiri. Filsafat merupakan akar dari segala ilmu pengetahuan. Hal ini tergambar dari pembahasan yang ada di dalam filsafat yaitu segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Demikian juga filsafat berlaku untuk siapa saja, karena filsafat lahir dari hasil olah pikiran manusia. Namun demikian filsafat yang dipahami oleh orang lain bisa jadi berbeda dengan filsafat yang kita pahami. Hal ini disebabkan karena secara umum filsafat itu adalah dirimu dan diriku. Artinya pandangan orang lain tentang suatu objek bisa jadi berbeda dengna pandangan kita terhadap objek yang sama. Di kalangan para filsuf pun tidak ada definisi secara tegas tentang apa itu filsafat. Para filsuf mempunyai pandangan tersendiri, pandangan yang berbeda mengenai arti, objek, metode, tujuan, dan nilai filsafat. Namun demikian dilihat dari terminologi bahasa, filsafat mempunyai arti yang cukup indah yaitu cinta kebijaksanaan. Merujuk pada pada arti tersebut (cinta kebijaksanaan) memang sesuai dengan apa yang terkandung dan yang menjadi pembahasan dalam filsafat. Hal ini dikarenakan dalam belajar filsafat kita dituntut untuk mempelajarinya secara keseluruhan bukan hanya sepotong-sepotong. Selain itu dalam mempelajari filsafat, manusia diajarkan untuk senantiasa untuk menggapai kebenaran yang sejati dalam hidupnya. Tetapi hal tersebut sangatlah sulit, karena kebenaran sejati pada hakikatnya adalah milik Allah SWT semata, sedangkan manusia hanya berusaha untuk menjadi yang terbaik dengan segala kemampuannya di hadapan



Allah SWT dan sebagai pecinta kebijksanaan. Pythagoras menegaskan bahwa “cukuplah seorang menjadi mulia ketika ia menginginkan hikmah dan berusaha untuk mencapainya”. Filsafat bukanlah sekedar ilmu untuk dipahami tetapi juga untuk diterapkan dalam kehidupan. Hal ini karena filsafat juga dapat berfungsi sebagai ilmu refleksi. Ilmu refleksi artinya dengan berfilsafat manusia harus menggunakan pemikiran yang jernih dan hati yang bersih untuk merefleksikan, menginstropeksi dirinya, dan mereview hasil pemikirannya yang dianggap berguna dan akan memberikan manfaaat bagi dirinya pada khususnya dan bagi masyarakat sekitar pada umumnya. Dalam berfilsafat sesuai dengan apa yang selalu disampaikan Prof. Dr. Marsigit, M.A karena filsafat lahir dari pengamatan yang kemudian diolah dalam pikiran, maka sebelum seseorang mengembarakan pikirannya maka mereka harus terlebih dahulu menetapkan hatinya sebagai komandan. Artinya jangan sampai dari hasil pemikiran-pemikiran kita justru melahirkan sesuatu yang tidak bermanfaat bahkan merugikan orang lain. Untuk itulah hati menjadi hakim atau penimbang terhadap segala tindakan yang akan kita lakukan. Hal ini sejalan dengan hadist Rasulullah SWA yang artinya “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim). Telihat bahwa dalam menjalani kehidupan khususnya dalam berfilsafat kedudukan hati menjadi sangat penting. Filsafat bagi orang-orang yang mempelajarinya ibarat pisau yang bermata dua. Filsafat dapat memberi dampak yang baik begitupun sebaliknya dapat memberi dampak yang buruk. Filsafat dapat menjadikan seseorang begitu hormat, begitu menghargai orang lain dan filsafat juga dapat menjadikan seseorang tidk hormat dan memandang rendah orang lain. Filsafat menjadikan seseorang menjadi pribadi yang tidak baik, karena mereka yang mempelajari filsafat tidak secara keseluruhan, tidak ikhlas, dan hanya mengandalkan pemikirannya saja. Padahal di sisi lain orang yang mengandalkan pemikirannya saja hanya bisa memahmi separuh dunia. Sementara itu, filsafat dapat menjadi segudang manfaat bagi



mereka



yang



mempelajari



filsafat



secara



keseluruhan,



ikhlas,



dan



mengkorelasikan antara hati dan pikirannya. Filsafat dapat menjadikan pribadi seseorang menjadi pribadi yang rendah hati, menghargai orang lain, hormat pada pada orang lain. Mempelajari filsafat dengan hati yang ihklas dan sungguh-sungguh tentunya akan menuntut usaha yang serius dan kerja yang terus menerus. Hal ini tergambar sepanjang sejarah bahwa filsafat telah menjadi saksi dari kerendahan hati para filsuf yang tidak mengklaim diri mereka sebagai orang yang mampu mengetahui segala-galanya, melainkan sekedar sebagai para pencari dan pecinta kebijaksanaan. Oleh karena itu filsafat terkait erat dengan pengamatan dan pemikiran rasional. Dengan demikian seorang filssuf adalah orang-orang yang sadar (terjaga) dan membuka pandangannya terhadap segala hal yang ada di dalam eksistensi sambil berusaha untuk memahaminya, sementara orang lain menghabiskan hidupnya dalam keadaan tertidur. Namun demikian tentunya dalam berfilsafat juga terjadi perbedaan pendapat di antara para filsuf. Dalam filsafat juga dikenal kontradiktif. Kontradiksi meliputi yang ada dan yang mungkin ada, bila tidak mau mengalami kontradiksi maka hidup anda diabaikan saja, segeralah berkemas-kemas meninggalkan dunia dan menuju akhirat untuk mendapatkan kebenaran yang sebenarnya, mendapatkan kebenaran yang identitas. Dalam menjalani kehidupan tentunya seseorang tidak terlepas dari peranannya. Kadangkala seseorang dapat berperan sebagai subjek dan kadangkala berperan sebagai objek. Tetapi banyak orang di sekitar kita ingin menjadi subjek. Hal ini dikeranakan oleh banyak alasan. salah satu godaan menjadi seorang subjek adalah determine terhadap objek. Determine terhadap



objek



dapat



berarti



bahwa



subjek



memaksakan



kehendak terhadap objek atau dengan kata lain berusaha mengatur kehidupan orang lain sesuai dengan kemauan sendiri, padahal apa yang kita pikirkan baik terhadap orang tersebut belum tentu baik untuk kehidupan orang tersebut. Karena



sesungguhnya orang yang paling berbahaya adalah orang yang memaksakan kehendak kepada orang lain. Contohnya dalam lingkungan keluarga, orang tua yang secara keras memaksakan kehendaknya untuk memilih salah satu jurusan di perguruan tinggi misalnya, namun di sisi lain anak yang bersangkutan merasa kurang cocok atau tidak menemukan pashion nya di jurusan tersebut. Hal ini tentunya akan berdampak yang tidak bagi



bagi



sang



anak.



Anak



tersebut



akan



menjalani



perkuliahannya secara tidak ikhlas dan hanya setengah hati, sehingga pada akhirnya hal ini tidak hanya akan membunuh bakat sang anak tetapi juga hasilnya tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tuanya. Selama perkuliahan filsafat salah satu pelajaran yang sangat saya pahami adalah menumbuhkan sikap kekonsistenan dan rasa ikhlas dalam belajar. Mungkin sepele dalam bagi orang lain tetapi ini membuat apa yang kita raih dalam belajar bisa dikatakan mencapai hasil yang maksimal. Misalnya dalam pembuatan komen dengan standar tertentu, tentunya membutuhkan waktu untuk memahami isi dari setiap postingan dan kemudian mahasiswa berusaha untuk memberikan tanggapan. Apabila hal tersebut dilakukan hanya sekejap waktu atau dalam istilah mahasiswa disebut SKS (sistem kebut semalam) tidak akan mencapai hasil yang maskimal. Apabila dikerjakan dengan sistem SKS, mungkin kebanyakan dari mereka akan menghalalkan segala cara untuk mencapai target tersebut, misalnya copy paste yang menunjukkan mereka tidak ikhlas dalam belajar filsafat dan termakan oleh jebakan mereka sendiri. Dan terakhir ingin saya sedikit refleksikan adalah bagaimana filsafat dalam pandangan agama. Teringat salah satu pernyataan Prof. Dr. Marsigit, M.A bahwa kehidupan dalam pandangan filsafat berstruktur berhirarki, memilki wadah dan isi. Di kehidupan dunia



struktur yang paling sesuai adalah struktur yang menempatkan spiritual ditempat yang paling tinggi. Artinya segala sesuatu yang kita amati dan pelajari adalah dalam rangka upaya untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta. Filsafat lahir dari hasil olah pikiran, dan agama adalah korelasi antara pikiran dengan hati. Artinya sesuatu yang dapat dipikirkan secara logis dan dibenarkan



oleh



hati.



Maka



demikian



filsafat



dan



agama



mempunyai hubungan yang esensial. Hal ini telihat dengan munculnya pandangan filsuf-filsuf muslim, yang berfilsafat untuk dapat



menopang



keberagamaan produktif,



keimanan.



tidak



kreatif,



Di



sisi



melarang



dan



inovatif.



lain,



seseorang



keimanan untuk



Ajaran-ajaran



dan



berpikir



dalam



islam



khususnya menganjurkan kita untuk membangun basis keimanan di atas dasar raionalitas. Islam senantiasa mendorong kita untuk menggunakan akal dan pikiran. Banyak ayat dalam Al Qur an yang memerintahkan untuk mengembangkan potensi tersebut seperti QS Al- Alaq ayat 1-5, QS. An-Nahl: 78, Al-A’Araf:185, dan sebagianya. Bahkan Ibnu Rusyd berpendapat bahwa berfilsafat merupakan sebuah kewajiban agama bagi umat Islam. Dia menyatakan bahwa “ filsafat adalah kawan akrab sekaligus saudara sesusuan syari’ah (agama)”. 2. Uraikan aplikasi filsafat pada bidang pekerjaan anda! Objek kajian filsafat adalah semua yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat adalah akar dari semua cabang ilmu pengetahuan tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Filsafat adalah hasil olah pikir sedangkan pendidikan adalah usaha sadar untuk



memperoleh



kehidupan



pengetahuan



sehari-harinya.



Implikasi



yang



bermanfaat



filsafat



dalam



bagi dunia



pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran adalah guru yang mempelajari filsafat akan mudah memahami karakteristik



setiap siswa sehingga memudahkan guru dalam menyampaikan pelajaran kepada siswa.



Selain itu filsafat juga dapat menjadi



pertimbangan bagi para pemangku kebijakan untuk menetukan arah



pendidikan



suatu



negara.



Misalnya



yang



seering



disampaikan dalam perkuliahan bahwa penerapan kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik dalam filsafat lahir dari pandangan positivisme Auguste Comte. Namun demikian, pandangan positivisme menimbulkan pro dan kontra karena pandangan positivisme dianggap tidak sesuai dengan budaya pendidikan timur khususnya di Indoensia. Hal ini karena dalam salah satu pandangan postivisme yang tidak mengakui adanya peranan Tuhan dalam kehidupan di dunia. Kembali ke dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika,



filsafat



mengetahui



hakekat



mengetahui



tujuan



mempunyai



peranan



pembelajaran



pembelajaran



antara



matematika,



matematika,



dan



untuk untuk untuk



mengetahui tata cara menyampaikan matematika kepada siswa. Selain



itu



kepercayaan



dengan guru



belajar tentang



filsafat



dapat



meningkatkan



matematika,



pembelajaran



matematika dan mengajarkan matematika. Keyakinan guru terhadap matematika merupakan keyakinan secara sadar yang tertanam dalam lubuk hati mengenai konsep-konsep, makna, aturan-aturan, gambaran mental dan preferensi dalam disiplin ilmu matematika (Thompson, 1992, h.132) dan juga termasuk halhal yang dipertimbangkan seorang guru untuk mencapai tujuan yang diinginkannya melalui program matematika, perannya dalam pembelajaran, peranan siswa, perkiraan aktivititas di dalam kelas, pendekatan dan penekanan pembelajaran yang diinginkan, prosedur matematika yang legitimate dan hasil yang dapat diterima dalam pembelajaran matematika. Menurut Jeanne Ellis Ormrod 2009 (dalam Podomi, Pivi Alpia, dkk : 2012) : keyakinan seorang guru



terhadap kemampuannya sendiri dalam membantu siswa di dalam proses pembelajaran disebut sebagai self efficacy guru. Guru harus memiliki self efficacy yang tinggi akan kemampuan dalam membantu para siswa sukses. Siswa lebih mungkin meraih level yang tinggi, jika guru memiliki keyakinan dapat membantu siswa menguasai berbagai topik di kelas. Keyakinan guru-guru akan kemampuan mereka bisa juga berbentuk self efficacy kolektif, yaitu ketika guru, sebagai kelompok, yakin bahwa mereka bisa memberikan sumbangan yang berarti bagi prestasi anak didiknya. Hal ini akan berdampak pada para siswa, sehingga siswa pun akan ikut memiliki self efficacy yang tinggi pula untuk membangkitkan motivasi siswa dalam mencapai level kesuksesan yang lebih tinggi. Selanjutnya mengenai keyakinan guru dalam pembelajaran matematika. Ada dua filosofi besar yang mempengaruhi guru dalam proses pembelajaran yaitu filosofi absolutis dan filosofi fallibilist (Toumasis; 320;1997). Teori mengajar dalam pandangan absolutis; guru Mengajarkan konsep, teorema, pembuktian, koreksi; Guru mengajarkan pendekatan materi dari buku; Hubungan guru dan siswa otoriter; dan Guru memberi tekanan dalam praktek keterampilan, kerja keras, kedisiplinan, dan latihan soal yang terus menerus. Sedangakan teori mengajar dalam pandangan fallibilis Guru memberi dorongan, fasilitas dan perencanaan dan stuktur eksplorasi; Guru adalah manager dalam sumber pembelajaran dan fasilitator dalam membentuk konsep; Diskusi antar siswa dan siswa dengan guru; dan Guru membutuhkan banyak waktu dalam menciptakan dan keaktifan belajar, membimbing, menanya, klasifikasi dan mendengarkan. Dalam buku Teaching Secondary Scool Mathematics, dari hasil penelitian Malone (2005) menyimpulkan bahwa keyakinan guru matematika berdampak pada praktek pembelajaran di kelas, dilihat dari mengajarnya, pembelajarannya, penilaiannya dan bisa dilihat dari potensi siswa, kemampuan dan watak. Keyakinan guru terhadap matematika dan penguasaan isi materi diharapkan akan dapat membantu proses pembelajaran matematika yang lebih efektif, efisien dan sesuai dengan tuntutan zaman.