Tugas k3 Gigi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kesehatan gigi dan mulut tidak bisa lepas dari profesi dokter gigi. Hal ini dikarenakan peran dokter gigi sangat besar dalam membantu seseorang dalam menjaga kesehatan gigi dan mulutnya, baik dalam usaha preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif. Di lain pihak, masih banyak masyarakat yang mengabaikan kesehatan gigi dan mulutnya. Fakta ini merupakan tantangan terbesar bagi seorang dokter gigi bila dibandingkan persebaran dokter gigi yang belum mencapai target di tambah lagi derajat kesehatan gigi dan mulut masyarakat masih rendah. Akan tetapi, pernakah kita berpikir apakah selama ini dokter gigi telah memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerjanya. Tentunya akan menjadi pertanyaan besar bagi kita, bila selama ini justru dokter gigilah yang kurang memperhatikan kesehatan dan keselamatannya selama menjalankan profesinya di ruang praktik. Mengingat kerja dokter gigi yang cukup berat dan perannya sangat penting, seorang dokter gigi harus pandai menghindari berbagai ancaman bahaya selama praktik. Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, Pasal 23 dijelaskan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diterapkan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan.3 Jika diperhatikan isi dari pasal tersebut maka jelaslah bahwa sangatlah perlu menerapkan prinsip-prinsip K3 pada praktek dokter gigi, mengingat semua pekerjaan dokter gigi tidak bisa lepas dari berbagai risiko ancaman bahaya kesehatan. Dampaknya tidak hanya pada pasien pengunjung saja, tetapi juga para dokter gigi sebagai praktisisi kesehatan dapat terkena.



1



Potensi bahaya pada praktik kedokteran gigi dapat dari berbagai aspek, mulai penyakit-penyakit infeksi hingga potensi bahaya seperti kecelakaan, radiasi, bahanbahan kimia yang berbahaya, gangguan psikososial dan ergonomi. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) perlu diterapkan, hal ini dikarenakan hampir seluruh penduduk memiliki potensi untuk mengalami cedera dan terkena penyakit. Dalam dunia kedokteran, dokter gigi berpeluang terkena atau bahkan menyebarkan agen penyebab penyakit dan bahan polutan ke masyarakat umum. Kontaminasi dapat melalui pakaian, kendaraan, atau alat yang sering di dipakai oleh dokter gigi. Kontrol infeksi merupakan salah satu cara dokter gigi menghindari potensi bahaya seperti infeksi penyakit menular (Hepatitis, HIV/AIDS, TBC, influenza dll). Kontrol infeksi dapat diterapkan dengan berbagai cara, seperti anamnesa pasien yang tepat, pemakaian sarung tangan, masker penutup mulut serta kacamata pelindung saat kerja, atau bekerja lebih asepsis, memperhatikan sterilisasi alat dan mencuci tangan (scrubbing-up) dengan benar. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi infeksi silang (cross infection) dari satu pasien ke pasien lainnya maupun ke dokter gigi langsung. Selain dari infeksi penyakit menular, potensi bahaya juga dapat dari kecelakaan seperti tertusuk alat-alat kedokteran gigi yang tajam (penggunaan alat scaler dan ekstraksi, hingga cedera saat membuka ampul anastesi). Bahaya terpapar bahan kimia seperti Hg (merkuri) melalui pernapasan maupun kontak dengan kulit, yang dapat berdampak pada syndrome Parkinson. Potensi bahaya terpapar sinar radiasi pada rontgen foto dan bahaya sinar dari light cure unit untuk kompos



2



1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimanakah gambaran penerapan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja di kalangan dokter gigi. 1.3 TUJUAN Untuk



mengetahui



gambaran



penerapan



prinsip-prinsip



kesehatan



dan



keselamatan kerja di kalangan dokter gigi. 1.4 MANFAAT Adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: 1. Diharapkan menjadi sumber informasi mengenai penerapan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja di kalangan dokter gigi. 2. Memberikan informasi tentang pentingnya menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja di kalangan dokter gigi di tempat kerja sehingga para praktisi di bidang kedokteran gigi dapat terhindar dari berbagai penyakit (terutamanya penyakit menular) dan cedera akibat kerja selama pelayanan perawatan. 3. Memberikan informasi tentang bagaimana cara menerapkan prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja di kalangan dokter gigi di tempat kerja 4. Diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bagi pembacanya.



BAB II PEMBAHASAN 2.1 KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) Sejak zaman dahulu, risiko pekerjaan sudah kita kenal bahkan sejak zaman prasejarah, tidak hanya saat berburu atau berperang tetapi juga untuk aktivitas yang lebih tenang seperti pembuatan api dengan menggunakan batu. Dengan risiko cedera tangan akibat terpukul atau tergesek batu. Pada dunia kesehatan khususnya kedokteran gigi, risiko akan penyakit atau cedara akibat kerja cukup tinggi. Pada prinsipnya seorang dokter gigi lebih mudah dan rentang tertular oleh penyakit infeksi menular ataupun cedera yang akibat instrumen/alat kedokteran gigi yang tajam. 2.1.1 Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja. Secara filosofi, K3 didefinisikan sebagai upaya dan pemikiran untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani ataupun rohani diri manusia pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya beserta hasil karyanya dalam rangka menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Secara keilmuan K3 didefinisikan sebagai ilmu dan penerapannya secara teknis dan teknologis untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dari sudut pandang ilmu hukum, K3 adalah upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja yang dan orang lain yang memasuki area kerja dalam keadaan sehat dan selamat serta sumber produksi dapat berjalan aman, efisien dan produktif.5 Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut World Health Organization (WHO) / International Labor Organization (ILO)3 adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi. Secara garis besar K3 merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi risiko kecelakaan dan



4



penyakit akibat kerja dan pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara kesehatan dan keselamatan kerja.6 Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada kedokteran gigi dapat diartikan sebagai upaya seorang dokter gigi untuk mengurangi risiko penyakit (menular) dan cedera selama pelayanan perawatan pada praktik dokter gigi. 2.1.2 Kesehatan kerja. Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan/kedokteran yang mempelajari bagaimana melakukan usaha preventif, kuratif dan rehabilitatif terhadap penyakit serta gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum dengan tujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial. 5 Secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktifitas kerja dikarenakan kesehatan kerja erat kaitannnya dengan lingkungan kerja dan pekerjaan. Kesehatan kerja dalam praktik dokter gigi ditujukan agar semua faktor risiko pekerjaan dan lingkungan kerja yang mempengaruhi kesehatan dokter gigi, serta semua penyakit dan gangguan kesehatan dapat dihindari selama pelayanan perawatan guna tercapainya derajat kesehatan bagi dokter gigi dan pasien pengunjungnya Program kesehatan kerja merupakan kegiatan dan upaya kesehatan dalam masyarakat pekerja guna mewujudkan kondisi pekerja uang sehat, efektif, efisien dan produktif sesuai dengan jenis pekerjaannya. Upaya penyelarasan antara kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri maupun orang di sekelilingya juga merupakan upaya kesehatan kerja.6 2.1.3 Keselamatan kerja. Keselamatan kerja merupakan sarana utama untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian yang berupa luka/cedera, cacat,



5



kematian, kerugian harta benda dan kerusakan peralatan (instrumen) dan lingkungan secara luas.5 Keselamatan kerja memberikan pekerja perlindungan menyangkut masalah keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja, perlakuan sesuai martabat manusia dan moral agama. Dengan demikian, para pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan aman guna meningkatkan hasil kerja dan produktifitas kerja. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Dalam UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, pasal 3 (1) ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja yang harus dipenuhi setiap orang atau badan yang menjalankan usaha, baik formal maupun informal, di manapun berada dalam upaya memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan semua orang yang ada di lingkungan kerja. Adapun syarat-syarat keselamatan kerja yang di maksudkan : 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan. 2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. 3. Memberi kesempatan dan jalan penyelamatan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang membahayakan. 4. Memberi pertolongan pada kecelakaan. 5. Memberi alat pelindung diri pada para pekerja. 6. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoron, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar radiasi, kebisingan dan getaran. 7. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik amupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan. 8. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. 9. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik. 10. Menyelanggarakan penyegaran udara yang cukup. 11. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban. 12. Menerapkan ergonomi ditempat kerja.



6



13. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang dan barang. 14. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat perlakuan dan penyimpanan barang. 15. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya. 16. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 2.1.4 Keselamatan kerja praktik dokter gigi. Berdasarkan syarat-syarat keselamatan kerja yang dipaparkan sebelumnya, maka dapat digunakan dalam praktik kedokteran gigi seperti: 1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, seperti tertusuknya tangan dengan jarum dan instrumen kedokteran gigi lainnya yang tajam. 2. Memberi alat pelindung diri pada dokter gigi, seperti pemakaian sarung tangan, masker, penutup kepala, atau celemek. 3. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoron, asap, uap, gas, aliran udara, cuaca, sinar radiasi, kebisingan dan getaran. 4. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan. 5. Memperoleh penerangan ruangan maupun area kerja pada pasien yang cukup dan sesuai. 6. Menyelenggarakan



suhu



dan



kelembaban



udara



yang



baik



serta



menyelanggarakan penyegaran udara yang cukup pada ruangan praktik. 7. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban ruang praktik. 8. Menerapkan ergonomi di tempat kerja seperti cara memposisikan tubuh dengan benar saat bekerja, maupun tata letak penempatan alat kedokteran gigi.



7



2.2 . PENYAKIT AKIBAT KERJA Hal ini tentunya berdampak pada tingkat penyakit akibat kerja yang di dapat para pekerja juga semakin tinggi. 2.2.1 Pengertian penyakit akibat kerja. Penyakit kerja kerja (Occupational Disease) adalah penyakit yang murni disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work related disease) merupakan penyakit yang timbul dikarenakan adanya interaksi antara faktor-faktor pekerjaan dengan faktorfaktor lain. Pada simposium yang diselengarakan oleh ILO di Linz mengenai Penyakit Akibat Kerja dihasilkan definisi sebagai berikut: 1. Penyakit kerja kerja (Occupational Disease) adalah penyakit yang mempunyai penyebab spesifik atau asossiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui 2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work related disease) adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, di mana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam perkembangannya penyakit yang mempunyai etiologi. 3. Penyakit yang mengenai populasi pekerja (disesases affecting working populations) adalah penyakit yang terjadi apada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerja yang buruk bagi kesehatan. Ada beberapa perbedaaan antara penyakit akibat kerja dengan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, diantaranya: 1. Penyakit akibat kerja: -



Faktor pekerjaan merupakan faktor etiologi yang predominan.



-



Berkaitan antara penyebab dan efek, antara potensi bahaya dan penyakit.



8



-



Faktor penyebab murni dari pekerjaan dan lingkungan kerja.



2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan: -



Faktor pekerjaan berinteraksi denan faktor-faktor lain sehingga timbul penyakit.



-



Faktor penyebab merupakan multifaktorial (penyebab ganda atau kompleks)



2.2.2 Potensi bahaya penyebab penyakit akibat kerja. Potensi bahaya yang ada di tempat kerja dapat mempengaruhi kesehatan bagi pekerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Untuk mempermudah pengendalian terhadap potensi bahaya



serta mencegah terjadinya



penyakit akibat kerja, perlu bagi seorang pekerja mengenal dan memahami potensi bahaya tersebut. 2.2.3 Potensi bahaya pada praktik dokter gigi. 1. Bahaya biologis. Seorang dokter gigi mempunyai risiko untuk terkena infeksi dan dapat pula menularkan infeksi dari pasien ke pasien lainnya atau lebih dikenal dengan nama infeksi silang. Infeksi dapat disebabkan oleh kontaminasi alat/instrumen kedokteran gigi dan tangan operator yang tidak steril, serta dapat melalui mulut dan saluran nafas bagian atas. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan selama perawatan diantaranya TBC, HIV/AIDS, influenza, dan infeksi hepatitis, dapat ditularkan melalui darah, saliva, maupun lesi dengan kontak tangan.8 2. Bahaya kimia. Bahan-bahan kimia di kedokteran gigi contohnya Hg (merkuri) yang dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh melalui cara: inhalation (melalui pernapasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), atau skin contact (melalui) kulit. 3. Bahaya fisik.



9



a. Bahaya Radiasi. Pada dasarnya radiasi tidak kasat mata, tidak mempunyai bau, warna, atau rasa. Namun namun diketahui dampak buruk yang ditimbulkannya seperti kanker, cacat tubuh, bahkan kematian. Contohnya bahaya sinar-X. Bahaya radiasi sinar-X dapat dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu efek somatik non-stokastik, efek somatik stokastik, dan efek genetik somatik. Efek somatik non-stokastik adalah efek radiasi di mana seseorang mengalami kerusakan dalam tubuhnya diakibatkan paparan radiasi dosis tertentu, yang berat ringannya sebanding dengan dosis yang diterima (misalnya katarak, kemerahan pada kulit). Efek somatik stokastik adalah efek radiasi yang terjadi tidak bergantung pada besaran dosis, namun bergantung pada kesempatan dan probabiilitasnya (seperti kanker). Serta efek genetik somatik adalah efek radiasi yang mungkin terjadi pada organ reproduksi sehingga merusak DNA, sperma, atau sel telur, sehingga terjadi mutasi gen dan kromosom, serta dapat mengakibatkan cacat pada keturunan.9 Bahaya dan sifat radiasi pengion yang merugikan:10 1. Dapat menimbulkan penurunan daya tahan tubuh yang menyebabkan komponen pertahanan rongga mulut terhadap kolonisasi bakteri dan jamur meningkat. 2. Dapat menimbulkan efek biologis tidak hanya terhadap sel-sel kanker tetapi juga sel-sel yang masih sehat. 3. Oleh karena tidak dapat dilihat oleh panca indera, maka orang yang terkena radiasi ionisasi tidak dapat menyadari bahaya radiasi tersebut. 4. Tidak dapat difokuskan pada daerah yang akan disinari. 5. Efeknya pada tubuh tidak segera terlihat dan bersifat kumulatif. Bahaya radiasi pertahanan rongga mulut antara lain:10 1. Berubahnya integrasi anatomik berupa meningkatnya permeabilitas. 2. Perubahan fisiologis secara spesifik dari komposisi protein saliva. 3. Terganggunya fungsi penelanan.



10



4. Berkurangnya sekresi saliva lebih dari 90% 5. Berubahnya sekretori Imunoglobulin A (sIgA) berupa berkurangnya aktifitas antimikroba saliva karena turunnya kadar sIgA saliva. 6. Terganggunya perubahan sel mukosa berupa menurunnya aktifitas antibiotik dalam lapisan basal. 4. Bahaya fisiologis. Dapat disebakan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik dan sesuai dengan aturan-aturan ergonomi dalam melakukan pekerjaan serta peralatan alat kerja; seperti sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan



dokter



gigi



ataupun



ketidakserasian



manusia



dengan



insturmen/mesin. Salah dampak kesalahan dalam memposisikan tubuh saat bekerja ialah Musculoskeletal Disorder (MSDs). Musculoskeletal Disorder (MSDs) adalah kelainan yang cukup penting dipermasalahkan mengingat gejalanya yang muncul lambat serta dampak yang diberikan bagi penderitanya cukup serius.



2.3. KECELAKAAN KERJA 2.3.1 Pengertian kecelakaan kerja. Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan tidak pula diharapkan terjadi. Sedangkan kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja di perusahaan, maksudnya kecelakaan dapat terjadi dikarenakan pekerjaan atau pada waktu melakukan kerja. Kecelakaan kerja sering kali dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Secara garis besar kecelakaan kerja memiliki karakteristik sebagai berikut:



11



1.



Tidak diduga semula karena kecelakana tidak terdapat unsur kesengajaan dan perencanaan.



2.



Tidak dinginkan dan diharapkan karena setiap kecelakaan akan menimbulkan kerugian baik fisik dan mental.



3.



Menimbulkan kerugian dan kerusakan, sehingga mengganggu produktifitas kerja. 2.3.2 Sebab kecelakaan kerja. Meskipun banyak teori yang mengemukakan tentang penyebab terjadinya



kecelakaan kerja akan tetapi secara umum penyebab kecelakaan kerja dapat di kelompokkan sebagai berikut: 1. Sebab Dasar. Sebab dasar merupakan sebagai atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian atau peristiwa kecelakaan. Sebab dasar meliputi beberapa faktor yang terdiri dari: a. Komitmen atau partisipasi dari pihak manajemen atau pimpinan perusahaan dalam upaya penerapan K3. b. Manusia (pekerja) itu sendiri. c. Kondisi tempat kerja, sarana dan lingkungan kerja. 2. Sebab Utama. Faktor dalam persyaratan K3 yang tidak dilaksanakan dengan benar merupakan sebab utama dari kejadian kecelakaan kerja. Sebab utama dari kecelakaan kerja terdiri dari: a. Tindakan Tidak Aman (unsafe action) atau Faktor manusia. Tindakan yang berbahaya dari tenaga kerja yang mungkin dilatarbelakangi oleh faktor: -



Kurangnya pengetahuan dan keterampilan.



-



Ketidakmampuan bekerja secara normal.



-



Ketidakfungsian tubuh karena cacat



12



-



Kelelahan dan kejenuhan.



-



Sikap dan tingkah laku yang tidak aman.



-



Kebingungan dan stress akibat prosedur kerja yang belum dapat dipahami.



-



Penurunan konsentrasi saat melakukan pekerjaan.



-



Sikap masa bodoh.



-



Kurangnya motivasi kerja.



-



Kurangnya kepuasan kerja.



-



Sikap cenderung mencelakai diri



b. Kondisi tidak aman (unsafe condition) atau faktor lingkungan. Yaitu kondisi tidak aman dari mesin, peralatan, pesawat, bahan, serta lingkungan tempat kerja, proses kerja, sifat kerja dan sistem kerja. Tidak hanya dilihat sebagai lingkungan fisik tetapi juga diperhitungkan faktor-faktor yang berkaitan dengan penyediaan fasilitas, pengaturan organisasi kerja, hubungan sesama pekerja, kondisi ekonomi dan politik yang bisa menggangu konsentrasi. 2.3.3.



Kecelakaan kerja di praktik dokter gigi.



Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi di praktik dokter gigi ialah: 1. Terpapar dan keracunan bahan-bahan berbahaya seperti Hg (merkuri). 2. Terpapar sinar radiasi seperti radiasi pesawat sinar-X atau sinar Gamma. 3. Gerakan yang dipaksa dan berulang-ulang, seperti saat membersihkan karang gigi 4. Luka gores maupun tertusuk oleh instrumen/alat kedokteran gigi. 2.4



PENERAPAN PRINSIP KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI PRAKTIK DOKTER GIGI



2.4.1



Proteksi diri terhadap infeksi silang. Pencegahan terhadap infeksi silang dapat dicapai dengan cara membersihkan



tangan sebelum dan sesudah perawatan gigi dan mulut. Namun hasil tindakan



13



pensucihamaan sangat bergantung pada faktor seperti faktor sifat dan dan banyaknya mikroorganisme, konsentrasi bahan kimia, waktu kontak, jumlah bahan organik pada benda tersebut serta suhunya. Pada umumnya untuk membersihkan tangan dlkukan dengan menggunakan sabun cair yang mengandung bahan germizit dan air selama 15 detik (bila menyentuh darah dan purulen dibersihkan selama 2-3 menit). Selain itu dapat pula digunakan etil alkohol 50-70% sebanyak 3 ml dengan digosok di tangan hingga kering. Berbagai macam cara dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi silang antara lain dengan pemakaian proteksi diri yaitu masker, kacamata pelindung, sarung tangan, baju praktek, maupun penutup kepala/rambut dan kebersihan lingkungan tempat kerja yang meliputi cara pembersihan alat dan lingkungan. Sehingga dengan adanya prosedur ini, maka rantai infeksi akan terputus, karena kesalahan sekecil apapun pada prosedur proteksi diri dapat menyebabkan perpindahan penyakit dari penderita ke penderita baru. 2.4.2



Penanganan terhadap amalgam (Hg) sebagai bahan restorasi. Bahan tambal amalgam yang mengandung Hg (merkuri) sampai kini masih



banyak dipakai. Selain karena mudah penggunaannya, harganya pun relatif tidak mahal. Namun, karena kandungan merkurinya, tambalan ini merupakan bahan yang kontroversial. Sejauh ini, tidak ada larangan penggunaan bahan tambal ini oleh institusi seperti FDI (Federation Dentaire International) atau ADA (American Dental Association). Demi keselamatan pasien dan personil kesehatan gigi, telah dikeluarkan tuntunan bagi para dokter gigi dan asistennya dalam menangani bahan tambalan tersebut: 1. Kenalilah gejala bahaya dan gejala dari keterpaparan terhadap Hg misalnya terjadinya sensitivitas dan neuropati. 2. Hati-hatilah dalam menangani tambalan amalgam. Hindari kontak kulit dengan merkuri atau amalgam yang baru tercampur. Pakailah masker, sarung tangan baju praktik hanya di tempat praktik.



14



3. Kenalilah sumber penguapan merkuri di tempat kerja misalnya cipratan Hg, penyimpanan sisa amalgam dan kapsul amalgam bekas pakai yang tidak tertutup rapat, kebocoran pada kapsul amalgam atau dispenser, proses triturasi, penambalan, pemolesan, dan pembongkaran tambalan amalgam, atau pemanasan instrumen yang telah terkontaminasi oleh amalgam. 4. Pedulilah terhadap penanganan limbah amalgam dan masalah yang berkaitan dengan lingkungan. 5. Buatlah tempat kerja yang berventilasi baik dan desain yang memudahkan pembersihan. Pertukaran udara segar harus maksimal. Jika ruangan memakai alat penyejuk udara, gantilah filter AC tersebut secara berkala. 6. Pantaulah keterpaparan Hg. Konsentrasi Hg pada urin hendaknya tidak melebihi 6,1 mikrogram per liter. Periksalah secara periodik kadar Hg di ruangan. Menurut ketentuan OSHA (Occupational Safety and Health Agency) dari Departemen Perburuhan Amerika Serikat kadar uap Hg maksimal adalah 50 mikrogram per meter kubik dalam masa kerja 8 jam per had untuk lebih dari 40 jam per minggu. 7. Gunakanlah amalgam dalam kapsul dan gunakan amalgamator dengan tutup yang baik. Amalgamator hendaknya memenuhi syarat spesifikasi ISO 7488. Jika memakai amalgam yang tidak dikapsulkan, minimalkanlah penyimpanan merkuri di dalam tempat kerja. 8. Simpanlah merkuri dalam tempat yang tidak mudah pecah, tertutup rapat, pada tempat dengan ventilasi baik, serta jauh dari sumber panas. 9. Hati-hatilah dalam menangani tambalan amalgam. Hindari kontak kulit dengan merkuri atau amalgam yang baru tercampur. Pakailah masker, sarung tangan baju praktik hanya di tempat praktik. 10. Gunakan alat penyedot (oral evacuation equipment) yang cukup kuat dan pakailah masker ketika membongkar dan memoles amalgam. Sistem penyedotan ini harus dilengkapi filter atau kotak penadah yang harus secara teratur dibersihkan atau diganti.



15



11. Buanglah alat atau bahan yang terkontaminasi Hg dalam kantong tertutup. Simpan kelebihan amalgam dalam kotak penyimpan tertutup yang berisi larutan fiksasi radiograf. Amalgam dapat didaur ulang; kirimkan amalgam sisa ini untuk didaur ulang ke perusahaan yang dapat dipercaya. 12. Janganlah sekal-kali membuang limbah yang terkontaminasi merkuri ke dalam tempat sampah yang akan dibakar (insinerasi). Insinerasi kapsul bekas hendaknya dihindari untuk mencegah penguapan Hg ke atmosfer. Deposisi Hg atmosfer ke tanah, danau atau sungai berisiko terjadinya bioakumulasi Hg dalam ikan atau mahluk air lainnya. 13. Bersihkan dengan cermat instrumen yang telah terkontaminasi amalgam atau merkuri sebelum sterilisasi atau desinfeksi panas. 14. Gunakan pemampat amalgam yang kepalanya halus, tidak lagi yang bergerigi agar mudah dibersihkan dari sisa merkuri sebelum disterilkan. 15. Jangan memasang karpet lantai. Gunakan penutup permukaan, dari lantai sampai ke dinding, yang tidak mengabsorbsi dan mudah dibersihkan. 2.4.3



Penanganan radiasi pengion.



Di bidang kedokteran gigi, penggunaan sumber radiasi seperti pesawat sinar-X harus diperhatikan. Namun masih banyak praktek pribadi yang menggunakan pesawat sinar-X yang belum sepenuhnya memenuhi persyaratan dan menaati peraturan yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional maupun Internasional. Dalam pemanfaatan sinar-X perlu berdasarkan pada prinsip ALARA (as low as reasonably achievable), yaitu dosis radiasi sekecil mungkin, tidak melampaui nilai batas dosis yang ditentukan oleh badan pengawas. Berdasarkan ketentuan International Commission on Radiological (IRCP) nilai batas dosis bagi pekerja radiasi untuk seluruh tubuh 50 mSv pertahun, sedangkan bagi masyarakat umum untuk seluruh tubuh 5 mSv pertahun.



Ruang yang digunakan untuk operasional pesawat sinar-X harus memenuhi:



16



1. Sinar diharapkan tidak menembus ruang lain dengan tebal dinding 20 cm beton atau 25 cm batu merah dengan kerapatan jenis 2,2 gr/cm 2 atau setara dengan 2 mm Pb. 2. Bila terdapat koridor atau sisi ruang radiasi maka harus diberi tanda bahaya radiasi. 3. Dinding di dalam ruangan radiasi harus dilapisi Pb (timbal hitam) setebal 2 mm, agar radiasi primer dan sekunder dapat diserap. Atau menggunakan protective barrier (sekat barier) berupa dinding yang dapat digeser atau dipindahpindahkakan yang dilapisi 2 mm Pb. 4. Desain antarruang dengan ruang radiasi dari pintu ruang radiasi, dibuat sedemikian rupa agar bebas sinar radiasi. 5. Penempatan pesawat sinar-X diatur sedemikian rupa agar arah sinar ke tempat yang aman (yaitu bebas penghuni). 6.



Menggunakan kaca tembus pandang berlabis Pb, untuk memungkinkan operator melihat selama pemeriksaan.



7. Lampu merah sebagai tanda radiasi yang dipasang di atas pintu, yang dapat menyala saat pesawat sinar-X digunakan. Pemaparan terhadap radiasi dan kontaminasi internal dapat terjadi tanpa disadari para pekerja radiasi. Karena itu untuk mendeteksi akibat yang ditimbulkannya perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan baik sebelum, selama maupun sesudah masa kerja. Pemeriksaan selama kerja harus dilakukan secara berkala minimal sekali setahun Upaya proteksi radiasi dalam praktek dokter gigi ada beberapa macam antara lain: 1. Apron Pb Celemek pelindung dan penahan radiasi dipakai untuk melindungi pasien dan operator. Celemek harus mengandung bahan yang ekivalen dengan Pb paling sedikit setebal 0,25 mm untuk menyerap radiasi sekunder dan kebocoran radiasi primer. 2. Posisi operator



17



Operator harus terlindungi selama penyinaran, dengan cara berdiri pada posisi sekurang-kurangnya 2 m dari pasien dan sumber radiasi, di antara 90º dan 135º dari arah bekas sinar radiasi primer. 3. Deteksi/pengukur radiasi Untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang diperoleh, pekerja harus menggunakan film badge atau pocket dosimeter. Sedangkan untuk ruangan dilakukan deteksi dengan menggunakan alat surveymeter. Prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja: suatu upaya mengindari diri dari risiko bahaya yang ada di praktik dokter gigi. Terdiri dari bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologis, bahaya fisiologis. Yang masing-masing terwakili oleh bahaya infeksi silang pada bahaya biologis, bahaya amalgam pada bahaya kimia, bahaya radiasi sinar-x pada bahaya fisik, serta kerja yang tidak ergonomi pada bahaya fisiologis. Upaya – upaya pencegahan kesehatan dan keselamatan kerja: 1. Upaya pencegahan bahaya infeksi silang: 1. Apakah dokter gigi tersebut telah divaksinasi terhadap hepatitis. 2. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan sarung tangan dan masker. 3. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan kacamata pelindung. 4. Apakah dokter gigi tersebut menggunakan larutan desinfektan saat mencuci tangan dan instrumen kedokteran gigi. 5. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan jas praktik saat bekerja. 6. Apakah dokter gigi tersebut telah terkena instrumen tajam dalam enam bulan terakhir. 7. Bagaimanakah dokter gigi tersebut melakukan sterilisasi. 8. Apakah tindakannya selama perawatan/pemeriksaan telah memenuhi prosedur.



2.



Upaya pencegahan bahaya Hg pada penambalan dengan amalgam:



18



1. Apakah dokter gigi tersebut berkontaklangsung dengan amalgam. 2. Apakah dokter gigi tersebut menyimpan amalgam di tempat tertutup. 3. Apakah dokter gigi tersebut menmbersihkan tumpahan amalgamnya. 4. Apakah dokter gigi tersebut menggunakan kapsul amalgam. 5. Apakah dokter gigi tersebut bekerja pada ruangan dengan ventilasi yang baik. 6. Apakah dokter gigi tersebut menggunakan water spray dan suction saat melepaskan tambalan amalgam. 7. Apakah dokter gigi tersebut telah mengecek kadar amalgam dalam darahnya dan tingkat uap amalgam dalam ruangannya secara berkala. 3.



Upaya pencegahan bahaya radiasi sinar-X saat foto radiografi:



1. Apakah dokter gigi tersebut memiliki perlengkapan radiografi sendiri. 2. Apakah dokter gigi tersebut mengambil semua radiografi sendiri. 3. Apakah dokter gigi tersebut mengenakan celemek apron saat mengambil radiografi. 4. Apakah dokter gigi tersebut berdiri 2 meter dari pasien dan sumber radiasi. 5. Apakah dokter gigi tersebut telah mengecek dosis radiografi dalam ruangan tempat pengambilan radiografi.



19



BAB IV PENUTUP 4.1.



KESIMPULAN Prinsip-prinsip kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu upaya



mengindari diri dari risiko bahaya yang ada di praktik dokter gigi. Terdiri dari bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya biologis, bahaya fisiologis. Yang masing-masing terwakili oleh bahaya infeksi silang pada bahaya biologis, bahaya amalgam pada bahaya kimia, bahaya radiasi sinar-x pada bahaya fisik. Proteksi diri terhadap infeksi silang. Pencegahan terhadap infeksi silang dapat dicapai dengan cara membersihkan tangan sebelum dan sesudah perawatan gigi dan mulut. Namun hasil tindakan pensucian tangan yang aman sangat bergantung pada faktor seperti faktor sifat dan dan banyaknya mikroorganisme, konsentrasi bahan kimia, waktu kontak, jumlah bahan organik pada benda tersebut serta suhunya. Pada umumnya untuk membersihkan tangan dilakukan dengan menggunakan sabun cair yang mengandung bahan germizit dan air selama 15 detik (bila menyentuh darah dan purulen dibersihkan selama 2-3 menit). Selain itu dapat pula digunakan etil alkohol 50-70% sebanyak 3 ml dengan digosok di tangan hingga kering. Penanganan terhadap amalgam (Hg) sebagai bahan restorasi. Demi keselamatan pasien dan personil kesehatan gigi, telah dikeluarkan tuntunan bagi para dokter gigi dan asistennya dalam menangani bahan tambalan, kenali bahaya dari amalgam, berhati – hati dalam pemakaian amalgam. Penanganan radiasi pengion. Di bidang kedokteran gigi, penggunaan sumber radiasi seperti pesawat sinar-X harus diperhatikan. Ruang yang digunakan untuk operasional pesawat sinar-X harus memenuhi syarat, penggunaan proteksi radiasi dalam praktek dokter gigi dengan pemakaian alat pelindung diri (APD).



4.2 SARAN 1. Dokter gigi sebaiknya lebih memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerjanya saat berpraktik. Agar terhidar dari bahaya kerja yang dapat muncul saat melakukan prosedur perawatan pada pasien. 2. Dokter gigi yang masih menggunakan bahan tambalan amalgam, diharapkan untuk mengecek sejak dini kadar merkuri (Hg) dalam darah dan jumlah uap merkuri (Hg) di ruang praktek mereka. 3. Pemakaian alat pelindung diri dalam prakter dokter gigi.



21



22