Tugas Makalah - Penerimaan & Pengelolaan Perikatan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH



Perencanaan Audit Laporan Keuangan Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Audit dan Assurans Dr. R. Wedi R. Kusumah, S.E., M.Si., Ak., CA.



Disusun oleh : Ningsih



NPM. 51621120040



Zakiah Annisha



NPM. 51621120041



Wahyudi Jaya. K



NPM. 51621120066



PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG 2022



KATA PENGANTAR



Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Audit dan Asurans dengan judul makalah “Perencanaan Audit Laporan Keuangan”. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya.



Bandung, Maret 2022



Tim Penulis



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Audit laporan keuangan dilakukan untuk menilai dan menentukan apakah laporan



keuangan telah disajikan oleh manajemen perusahaansesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (terdiri dari laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan posisi keuangan dan laproan arus kas), serta menentukan tingkat kesesuaian dengan kriteria/ketentuan yang telah ditetapkan dan memastikan bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji material yang berpengaruh terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. Auditor harus memutuskan tujuan audit yang tepat dan bukti-bukti yang harus dikumpulkan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk melakukan ini, auditor harus mengikuti proses audit, yang merupakan metodologi untuk mengatur jalannya proses audit dan memastikan bahwa bukti audit yang dikumpulkan cukup dan sesuai dengan tujuan audit. Menurut Arens, Elder, Beasley, & Hogan (2017) proses audit terdiri dari 4 (empat) tahapan utama, yaitu: 1.



Tahap 1: Merencanakan dan merancang pendekatan audit berdasarkan prosedur penilaian risiko.



2.



Tahap 2: Lakukan pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi.



3.



Tahap 3: Melakukan prosedur analitis substantif dan pengujian rincian saldo.



4.



Tahap 4: Selesaikan audit dan keluarkan laporan audit. Standar pekerjaan lapangan mengharuskan audit direncanakan dengan sebaik-



baiknya. Perencanaan audit sangat penting karena ini mengatur urutan setiap tahapan, mulai dari perencanaan awal sampai pada pengembangan rencana dan pelaksanaan program audit. Akan tetapi, sebelum melakukan tugas sebagai auditor yaitu memeriksa laporan keuangan suatu perusahaan dan memberikan opininya, auditor perlu menjalankan suatu prosedur penerimaan perikatan audit.Penerimaan perikatan audit adalah penerimaan



penugasan auditor (dalam jabatannya sebagai partner) untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan klien. Seorang partner membutuhkan berbagai pertimbangan dalam menerima suatu perikatan audit karena terdapat banyak risiko di dalam mengaudit dan mengeluarkan opini atas suatu laporan keuangan. Penerimaan perikatan audit merupakan tahap paling awal dari audit laporan keuangan sebelum masuk ke tahap perencanaan. Dalam tahap ini, auditor harus mengambil keputusan untuk menerima (atau menolak) kesempatan untuk menjadi auditor dari klien baru atau untuk melanjutkan sebagai auditor bagi klien yang sudah ada. Petunjuk penerimaan perikatan audit yang dimaksud dapat dilihat pada Standar Pengendalian Mutu (SPM) Nomor 1 dan Standar Audit (SA) Nomor 210. Banyaknya risiko yang akan dihadapi oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dari suatu perikatan audit menyebabkan setiap KAP harus berhati-hati dalam memilih kliennya. Ketika KAP menerima suatu perikatan audit, maka KAP tersebut harus mampu menanggung segala risikonya. Oleh karena itu setiap KAP harus mematuhi dan menerapkan setiap Standar Audit yang telah ditetapkan untuk meminimalkan risiko yang dapat terjadi ketika mengaudit suatu perusahaan. 1.2.



Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah: 1.



Apa yang dimaksud dengan penerimaan perikatan audit?



2.



Bagaimana prosedur dalam penerimaan perikatan?



3.



Apa yang dimaksud dengan analisis risiko dalam penerimaan perikatan audit?



4.



Bagaimana pengelolaan sumber daya manusia dalam proses perencanaan audit?



5.



Bagaimana penggunaan spesialis dalam proses audit?



6.



Apa yang dimaksud dengan surat perikatan audit?



7.



Bagaimana pengelolaan perikatan audit?



8.



Bagaimana perlunya pengendalian mutu dalam proses audit?



9.



Bagaimana kepemimpinan dalam proses audit?



1.3.



Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1.



Menjelaskan penerimaan perikatan audit;



2.



Menjelaskan prosedur dalam penerimaan suatu perikatan audit;



3.



Menjelaskan mengenai analisis risiko pada proses penerimaan perikatan audit;



4.



Menjelaskan bagaimana pengelolaan sumber daya manusia dalam proses audit;



5.



Menjelaskan bagaimaan penggunaan spesialis dalam proses audit;



6.



Menjelaskan mengenai surat perikatan audit;



7.



Menjelaskan mengenai pengelolaan perikatan audit;



8.



Menjelaskan seberapa besar diperlukannya suatu pengendalian mutu dalam proses audit;



9.



Menjelaskan bagaimana kepemimpinan dalam proses audit.



BAB II PEMBAHASAN



2.1.



Penerimaan Perikatan



2.1.1.



Pengertian Perikatan (verbintenis) adalah hubungan hukum antara dua pihak di dalam



lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu (kreditur) berhak atas suatu prestasi, dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi prestasi itu. Oleh karena itu, dalam setiap perikatan terdapat “hak” di satu pihak dan “kewajiban” di pihak yang lain. (Riduan Syahreni, 2009 dalam Setiawan, 2015). Menurut Subekti (1979) dalam Setiawan (2015), perikatan dikatakan sebagai hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sementara ituSari, Hastuti, & Ratnawati (2020) menyebutkan bahwa perikatan (engagement) adalah kesepakatan dua pihak untuk mengadakan suatu ikatan perjanjian. Perikatan merupakan suatu kesepakatan kedua belah pihak. Dalam hal audit maka kedua belah pihak ini adalah pihak auditor dan perusahaan yang biasanya diwakili oleh manajemen perusahaan. Sebelum melaksanakan audit, maka harus ada sebuah kesepakatan yang harus dibuat dan disetujui bersama. Manajemen atau klien menyerahkan laporan keuangan kepada auditor dan auditor menyanggupi audit laporan keuangan sesuai dengan kompetensinya. Penerimaan perikatan audit dinyatakan dalam surat perikatan audit. 2.1.2.



Tahapan Dalam Penerimaan Audit Dalam memutuskan apakah suatu perikatan audit dapat diterima atau tidak,



auditor menempuh suatu proses yang terdiri dari 6 (enam) tahap, yaitu antara lain: 1.



Mengevaluasi integritas manajemen a.



Pertimbangan atas hal-hal signifikan yang mungkin timbul dan implikasinya dalam melanjutkan hubungan perikatan.



b.



Komunikasi dengan pemberi jasa akuntansi professional kepada klien, baik yang sekarang maupun yang terdahulu.



2.



c.



Meminta keterangan dari personil KAP atau pihak ketiga lainnya.



d.



Pencarian latar belakang melalui berbagai sumber.



Mengidentifikasi kondisi khusus dan risiko luar biasa a.



Menilai apakah terdapat kondisi yang memerlukan revisi terhadap ketentuan perikatan audit dan apakah perlu untuk mengingatkan entitas yang bersangkutan tentang ketentuan perikatan audit yang masih berlaku.



b.



Mengidentifikasi apakah terdapat alasan yang memadai untuk melakukan perubahan dalam ketentuan perikatan audit.



c.



Mengidentifikasi apakah kerangka pelaporan keuangan yang akan diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan dapat diterima.



d.



Memperoleh persetujuan dari manajemen bahwa manajemen mengakui dan memahami tanggung jawabnya.



e.



Mengidentifikasi apakah terdapat pembatasan ruang lingkup audit oleh manajemen.



f. 3.



Menilai apakah terdapat pertimbangan lainnya dalam penerimaan perikatan audit.



Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit a.



Pemahaman dan pengalaman praktik atas perikatan audit.



b.



Pemahaman standar profesi serta ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.



c.



Keahlian teknis (bidang teknologi dan informasi) dan keahlian tertentu (bidang akuntansi atau audit).



4.



d.



Pengetahuan industri yang relevan dengan bidang usaha klien.



e.



Kemampuan menggunakan pertimbangan profesional.



f.



Pemahaman tentang kebijakan dan prosedur pengendalian mutu KAP.



Menilai independensi. a.



Memperoleh informasi yang relevan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi hubungan yang menciptakan ancaman terhadap independensi.



b.



Mengevaluasi informasi tentang pelanggaran yang teridentifikasi apakah menciptakan pelanggaran terhadap independensi.



c.



Melakukan Tindakan yang tepat untuk menghilangkan atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima.



5.



Keputusan untuk menerima atau menolak. a.



Perubahan atas ketentuan perikatan audit dapat diterima atau tidak terdapat perubahan ketentuan perikatan audit.



b.



Tidak terdapat pembatasan ruang lingkup audit.



c.



Kerangka pelaporan keuangan klien yang diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan diterima.



d.



Manajemen menyetujui tanggung jawabnya.



e.



Pertimbangan lainnya dalam penerimaan perikatan telah disetujui bersama manajemen atau tidak terdapat pertimbangan lainnya dalam penerimaan perikatan.



6.



Membuat surat perikatan. Surat perikatan audit (audit engagementletter) adalah surat persetujuan antara auditor dengan kliennya tentang syarat-syarat pekerjaan audit yang akan dilaksanakan oleh auditor. Bentuk danisi surat perikatan audit dapat bervariasi di antara klien, namun surat tersebut umumnya berisi: a. Tujuan audit atas laporan keuangan. b. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan. c. Lingkup audit, termasuk penyebutan undang-undang, peraturan, pernyataan dari badan professional yang harus dianut oleh auditor. d. Bentuk laporan atau bentuk komunikasi lain yang akan digunakan oleh auditor untuk menyampaikan hasil perikatan. e. Fakta bahwa audit memiliki keterbatasan bawaan bahwa kekeliruan dan kecurangan material tidak akan terdeteksi. f. Pengaturan reproduksi laporan keuangan auditan. g. Kesanggupan auditor untuk menyampaikan informasi tentang kelemahan signifikan dalma pengendalian intern yang ditemukan oleh auditor dalam auditnya. h. Akses ke berbagai catatan, dokumentasi dan informasi lain yang diharuskan dalam kaitannya dengan audit.



i. Dasar yang digunakan oleh auditor untuk menghitung fee audit dan pengaturan penagihannya.



Auditor dapat pula memasukkan hal berikut ini dalam surat perikatan auditnya: a. Pengaturan berkenaan dengan perencanaan auditnya. b. Harapan untuk menerima penegasan tertulis dari manajemen tentang representasi yang dibuat dalam hubungannya dengan audit. c. Permintaan kepada klien untuk menegaskan bahwa syarat-syarat perikatan telah sesuai dengan membuat tanda penerimaan surat perikatan audit. d. Penjelasan setiap surat atau laporan yang diharapkan oleh auditor untuk diterbitkan bagi kliennya.



2.2.



Analisis Risiko Salah satu tahap yang penting dalam proses penerimaan perikatan adalah analisis



risiko. Identifikasi risiko merupakan pondasi dari suatu audit. Identifikasi risiko merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari prosedur yang dilaksanakan auditor untuk memahami entitas dan lingkungannya. Tanpa pemahaman mendalam tentang entitas, auditor akan mengabaikan faktor risiko tertentu. Perusahaan asurans atau KAP akan melakukan sebuah analisis risiko sebelum menerima klien. Hal ini sebagian untuk menentukan berapa biaya jasa audit yang mereka kira sesuai untuk perikatan tersebut (semakin tinggi risiko klien, semakin besar manfaat yang diinginkan oleh perusahaan asurans dari melakukan perikatan) dan sebagian lagi juga untuk meletakkan dasar bagi pemahaman risiko yang terkait dengan perikatan tersebut apabila periaktan diambil dan jumlah pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko asurans ke tingkatan yang dapat diterima untuk perikatan tersebut. Bisa jadi bahwa sebuah perikatan terlalu berisiko bagi perusahaan untuk mengambil risikonya.(Ikatan Akuntan Indonesia, 2020)



Tujuan dari tahap penilaian risiko adalah mengidentifikasi sumber-sumber risiko, dan kemudian menilai apakah risiko-risiko ini mungkin menjadi sebab salah saji yang material dalam laporan keuangan. Arens, Elder, Beasley, & Hogan (2017) menyebutkan ada 3 (tiga) macam risiko yang secara signifikan mempengaruhi pelaksanaan dan biaya audit. Banyak perencanaan awal dari kesepakatan audit dimulai dengan mengumpulkan informasi untuk membantu auditor menilai risiko-risiko ini. Tiga macam risiko tersebut adalah diantaranya: 1. Risiko audit yang dapat diterima (acceptable audit risk) Risiko audit yang dapat diterima adalah ukuran seberapa besar kesalahan atau salah saji laporan keuangan yang dapat diterima oleh auditor setelah audit selesai dan opini dikeluarkan. Ketika auditor memutuskan risiko rendah untuk risiko audit yang dapat diterima, artinya auditor ingin lebih yakin bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji material. Risiko nol berarti kepastian dan risiko 100 persen berarti ketidakpastian. 2. Risiko bisnis klien (clientbusinessrisk) Risiko bisnis klien adalah risiko kegagalan entitas dalam mencapai tujuannya atau melaksanakan strateginya. Risiko bisnis dapat timbul dari faktor-faktor seperti perubahan yang signifikan dari kondisi industri seperti perubahan peraturan atau dari kesalahan dalam penentuan strategi. Misalnya, auditor dapat mengidentifikasi penurunan kondisi ekonomi yang berdampak buruk pada penjualan dan kolektibilitas piutang. 3. Risiko salah saji material (theriskof material misstatement) Risiko salah saji material adalah risiko yang terdapat dalam laporan keuangan berupa salah saji material karena kecurangan atau kesalahan sebelum audit yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh auditor terutama terkait dengan penentuan opini atas kewajaran pelaporan keuangan. Memilai risiko-risiko audit di atas merupakan bagian penting dari perencanaan audit karena membantu menentukan prosedur audit dan jumlah bukti yang perlu dikumpulkan, serta tingkat pengalaman staf yang dibutuhkan untuk penugasan. Misalnya, jika auditor mengidentifikasi risiko salah saji material untuk nilai persediaan karena



masalah penilaian, bukti tambahan akan diperlukan untuk penilaian persediaan dan staf yang lebih berpengalaman akan ditugaskan untuk melakukan pengujian di area ini.



2.3.



Sumber Daya Manusia



Dalam Standar Pengendalian Mutu No. 1 (SPM 1) Paragraf 29 – 31 menyatakan bahwa: 1. KAP harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai bahwa KAP memiliki jumlah personil yang cukup dengan kompetensi, kemampuan, dan komitmen terhadap prinsip etika profesi yang diperlukan untuk: a. Melaksanakan perikatan sesuai dengan standar profesi, serta ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku; b. Memungkinkan KAP atau rekan perikatan untuk menerbitkan laporan yang tepat dengan kondisinya. 2. KAP harus melimpahkan tanggung jawab atas setiap perikatan kepada seorang rekan perikatan dan harus menetapkan kebijakan dan prosedur yang mengatur halhal sebagai berikut: a. Identitas dan peran dari rekan perikatan tersebut dikomunikasikan kepada anggota manajemen kunci klien dan pihak klien yang bertanggung jawab atas tata Kelola; b. Rekan perikatan memiliki kompetensi, kemampuan, dan wewenang yang tepat untuk melaksanakan fungsinya; dan c. Tanggung jawab sebagai rekan perikatan ditetapkan secara jelas dan dikomunikasikan kepada rekan perikatan tersebut. 3. Setiap KAP juga harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk menugaskan personil yang tepat dengan kompetensi yang dibutuhkan, serta memiliki kemampuan untuk: a. Melaksanakan perikatan sesuai dengan standar profesi, serta ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku; dan



b. Memungkinkan KAP atau rekan perikatan untuk menerbitkan laporan yang sesuai dengan kondisinya.



2.4.



Penggunaan Spesialis Dalam Proses Audit



2.4.1.



Definisi Standar audit (SA) 620 Paragraf 6 menyatakan bahwa spesialis atau pakar auditor



adalah individuatau organisasi yang memiliki keahlian dalam suatu bidang selain akuntansi dan audit, yang pekerjaannya dalam bidang tersebut digunakan oleh auditor untuk membantu auditor tersebut dalam memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat. Seorang pakar auditor dapat merupakan seorang pakar internalnya (seorang rekan atau staf, termasuk staf temporer dari KAP atau jaringan KAP auditor tersebut) atau seorang pakar ekternal. Dalam paragraf yang sama bagian c juga disebutkan bahwa pakar manajemen adalah individu atau organisasi yang memiliki keahlian dalam suatu bidang selain akuntansi dan audit, yang pekerjaannya dalam bidang tersebut digunakan oleh entitas untuk membantu entitas dalam penyusunan laporan keuangan. Contoh pakar auditor diantaranya: 



Juru hitung persediaan dengan spesialisasi tertentu.







Penilaian asset seperti tanah, bangunan, pabrik, pekerjaan seni, batu berharga, persediaan, dan instrument keuangan yang rumit.







Pengukuran kuantitas atau kondisi fisik suatu asset, seperti mineral yang disimpan dalam tumpukan, mineral di bawah tanah dan cadangan minyak bumi serta sisa umum pabrik.







Pengukuran pekerjaan yang sudah selesai dan yang masih harus dikerjakan untuk kontrak-kontrak dalam penyelesaian.







Penentuan nilai dengan Teknik khusus seperti penilaian aktuari.







Analisis atas masalah kepatuhan perpajakan yang rumit dan luar biasa.







Pendapat hukum untuk menginterpretasikan perjanjian, statute dan peraturan.



2.4.2.



Penentuan Kebutuhan Seorang Pakar Auditor Seorang pakar auditor mungkin diperlukan untuk membantu auditor dalam satu



atau lebih hal berikut: 



Pemerolehan suatu pemahaman tentang entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya.







Pengidentifikasian dan penilaian risiko-risiko kesalahan penyajian material.







Penentuan dan penerapan respons menyeluruh untuk menilai risiko di tingkat laporan keuangan.







Desain dan pelaksanaan prosedur audit lanjutan untuk merespons risiko yang telah dinilai pada tingkat asersi, yang terdiri dari pengujian pengendalian atau prosedur substantif.







Pengevaluasian kecukupan dan ketepatan bukti audit yang diperoleh dalam perumusan suatu opini atas laporan keuangan.



2.5.



Surat Perikatan Audit Surat perikatan audit (engagementletter) adalah surat persetujuan antara auditor



dengan kliennya tentang syarat-syarat pekerjaan audit yang akan dilaksanakan oleh auditor. Surat perikatan audit sudah harus dibuat sebelum perencanaan pemeriksaan (audit plan) disusun baik klien maupun auditor berkepentingan untuk mengirim surat perikatan, lebih baik sebelum dimulainya perikatan, untuk menghindari salah paham berkenaan dengan perikatan yang dibuat. Dalam SA 210Paragraf 10 disebutkan bahwa ketentuan perikatan audit yang disepakati harus dicatat dalam surat perikatan audit atau bentuk kesepakatan tertulis lain yang sesuai dan harus mencakup: (a)



Tujuan dan ruang lingkup audit atas laporan keuangan;



(b)



Tanggung jawab auditor;



(c)



Tanggung jawab manajemen;



(d)



Identifikasi kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dalam penyusunan laporan keuangan;



(e)



Pengacuan pada bentuk dan isi laporan yang akan diterbitkan oleh auditor; dan



(f)



Suatu pernyataan bahwa terdapat kondisi tertentu yang bentuk dan isi laporannya mungkin berbeda dengan yang diharapkan.



2.6.



Pengelolaan Perikatan



2.6.1.



Pengendalian Mutu Dalam perikatan jasa profesional, KAP bertanggung jawab untuk mematuhi



SPAP. Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, KAP wajib mempertimbangkan integritas stafnya dalam menentukan hubungan profesionalnya; bahwa KAP dan para stafnya akan independen terhadap kliennya sebagaimana diatur oleh Kode Etik Profesi Akuntan Publik; dan bahwa staf KAP kompeten secara profesional, objektif, dan akan menggunakan



kemahiran



profesionalnya



dengan



cermat



dan



seksama



(dueprofessionalcare). Oleh karena itu, KAP harus memiliki sistem pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian perikatan profesional dengan SPAP. Menurut Standar Professional Akuntan Publik (2011:16000.1), Kantor Akuntan Publik wajib memiliki sistem pengendalian mutu dan menjelaskan unsur-unsur pengendalian mutu dan hal terkait dengan implementasi secara efektif. KAP juga harus memahami tentang kebijakan dan prosedur pengendalian mutu KAP (SA 220 : A11). Tuannakota (2012) menyebutkan tujuan KAP menetapkan dan memelihara suatu sistem pengendalian mutu ialah untuk memberikan asurans kepada kliennya atas kinerja auditor. Tujuan tersebut dibagi menjadi tujuan KAP dan tujuan auditor, yaitu: •



Tujuan KAP menetapkan dan memelihara suatu sistem pengendalian



mutu adalah untuk memberikan assurans yang layak bahwa : a) KAP dan personalianya mematuhi standar profesional serta kewajiban hukum / ketentuan



perundang-undangan



yang berlaku dan kewajiban yang ditetapkan



regulator. b) Laporan yang diterbitkan KAP atau partnernya, sudah tepat sesuai dengan situasi yang dihadapi. •



Tujuan auditor adalah



mengimplementasi



prosedur



pengendalian mutu



tingkat penugasan yang memberikan assurans yang layak bahwa:



pada



a)



Auditnya sudah mematuhi standar profesional serta kewajiban hukum / ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan kewajiban yang ditetapkan regulator.



b) Laporan auditor yang telah diterbitkan, sudah tepat dalam situasi yang dihadapi. Kebijakan dan prosedur pengendalian mutu ditetapkan oleh KAP tergantung dari berbagai faktor seperti, ukuran, karakteristik operasi dan pertimbangan biaya-manfaat (ISQC 1, par 4). Secara detail dalam SPM 1 (2013), menyebutkan bahwa sistem pengendalian mutu terdiri dari 6 (enam) elemen yaitu: (1)



Tanggung jawab kepemimpinan KAP atas mutu: merumuskan prosedur dan



kebijakan yang dapat mengakui pentingnya mutu dengan mendukung budaya internal saat melaksanakan suatu perikatan, dan dalam kebijakan tersebut pimpinan KAP harus bertanggung jawab atas mutu KAP secara keseluruhan (SPM 1, 2013). (2)



Ketentuan etika profesi yang berlaku: Merumuskan prosedur dan kebijakan



yang dapat meyakinkan bahwa KAP dan personelnya telah mematuhi semua ketentuan etika profesi yang berlaku (SPM 1, 2013). (3)



Penerimaan dan keberlanjutan hubungan dengan klien dan perikatan



tertentu: merumuskan prosedur dan kebijakan dalam penerimaan dan keberlanjutan hubungan dengan klien dan perikatan tertentu, yang dapat memberikan keyakinan memadai bahwa KAP hanya akan menerima atau melanjutkan hubungan dengan klien dan perikatan, jika (a) KAP memiliki kompetensi, sumber daya, dan waktu untuk melaksanakan perikatan, (b) KAP dapat mematuhi ketentuan etika profesi, dan (c) KAP telah mempertimbangkan integritas klien, dan tidak memiliki informasi yang dapat mengarahkan KAP untuk menyimpulkan tidak memadainya integritas klien tersebut (SPM 1, 2013). (4)



Sumber daya manusia: Merumuskan prosedur dan kebijakan yang dapat



memberikan keyakinan yang memadai bahwa KAP telah memiliki total personil yang cukup atas kemampuan, kompetensi, dan komitmen terhadap prinsip etika profesi untuk: (1) Melaksanakan perikatan sesuai dengan standar profesi, serta ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, dan (2) Menerbitkan laporan yang tepat dengan kondisinya (SPM 1, 2013).



(5)



Pelaksanaan perikatan: Merumuskan prosedur dan kebijakan yang dapat



memberikan keyakinan memadai bahwa perikatan dilaksanakan sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta telah mengeluarkan laporan yang sesuai dengan kondisinya. Prosedur dan kebijakan tersebut yaitu: (a) Hal yang relevan untuk mendukung konsistensi atas kualitas pelaksanaan perikatan, (b) Tanggung jawab atas penyeliaan, dan (c) Tanggung jawab atas penelaahan (SPM 1, 2013). (6)



Pemantauan: merumuskan suatu proses pemantauan yang didesain untuk



memberikan keyakinan bahwa prosedur yang berkaitan dengan sistem pengendalian mutu sudah relevan dan memadai. Proses pemantauan tersebut harus: (a) Mencakup evaluasi dan pertimbangan berkesinambungan atas sistem pengendalian mutu KAP, (b) Memberikan tanggung jawab terhadap proses pemantauan hanya kepada rekan atau individu lain di dalam KAP atau di luar KAP yang memiliki wewenang dan pengalaman yang cukup dan tepat, dan (c) Mensyaratkan tidak boleh terlibatnya mereka yang melaksanakan perikatan atau menelaah pengendalian mutu perikatan dalam inspeksi perikatan (SPM 1, 2013).



2.6.2. Perlunya Pengendalian Mutu Untuk memberi keyakinan memadai (reasonableassurance) bahwaKPA dan personelnya mematuhi standar profesi dan peraturan perundang-undangan, Laporan yang disampaikan oleh KPA atau rekan perikatan sesuai dengan keadaan (ISQC 1, par 11). Ketentuan SPM dirancang supaya dapat mencapai tujuan di atas, dan KPA mempertimbangkan perlu tidaknya tambahan ketentuan dalam mencapai tujuan tersebut (ISQC 1, par 15). keunggulan dari melakukan prosedur pengendalian mutu dalam perusahaan termasuk: a. Standar dari seluruh pekerjaan audit yang diselesaikan tinggi dan konsisten b. Auditor yang teregister dianggap sebagai profesional yang mengikuti standar c. Mutu dari pekerjaan yang diselesaikan dapat diukur dengan sebuah standar e. Individu di dalam perusahaan tahun kalai pekerjaan yang telah mereka selesaikan dapat diterima.



2.6.3. Kepemimpinan Dalam melaksanakan pengendalian mutu dimulai dari kepemimpinan yang mempunyai komitmen kuat terhadap standar etika tertinggi (Tuannakota, 2012). Tuannakota (2012) menjelaskan pemberian audit dan jasa terkait lain yang bermutu, sangat penting, hal ini dikarenakan untuk memastikan kepatuhan terhadap standar profesi dan mengembangkan dan mempertahankan reputasi profesional. Salah satu standar profesi menyatakan bahwa Auditor wajib merencanakan dan melaksanakan audit dengan skeptisisme profesional dengan menyadari bahwa mungkin ada situasi yang menyebabkan laporan keuangan disalahsajikan secara material (ISA 200.15). Oleh karena itu KAP memiliki peran dalam membantu auditor untuk menumbuhkan skeptisisme profesional yang tepat (IAPI, 2014). Gaya kepemimpinan KAP atau “Toneatthe top” memberikan pesan yang konsisten tentang pentingnya kontrol kualitas mutu atas audit, dimana auditor dalam setiap perikatan wajib bertanggung jawab atas mutu yang ditugaskan kepada rekan yang bersangkutan dengan menyediakan dan memelihara pedoman pengendalian mutu KAP dan semua piranti praktis lainnya yang diperlukan, serta pedoman yang diperlukan untuk mendukung mutu perikatan. Komitmen rekan terhadap tujuan ini merupakan suatu keharusan jika KAP ingin berhasil dalam mengembangkan dan memelihara pengendalian mutu, gaya kepemimpinan yang buruk menimbulkan kesan tidak profesional, mendorong pemberian layanan yang buruk, berpotensi tuntutan hukum, sanksi regulator, kehilangan reputasi, dan tentunya akan berdampak pada kualitas hasil audit (Permana & Satyawan, 2018).



2.7.



Contoh Kasus



PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk - Ernst Young Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menilai, PT Ernst Young Indonesia (EY) melanggar UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik, karena perusahaan jasa konsultasi keuangan ini telah melakukan audit investigasi terhadap Laporan Keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) Tahun Buku 2017. Penilaian itu disampaikan Anggota Majelis Kehormatan IAI, Anton Silalahi di Jakarta, Senin (8/4). "Audit investigasi itu termasuk jasa asurans. Dan, itu merupakan tugas akuntan publik sebagaimana tercantum di UU Akuntan Publik," kata Anton. Anton memandang, keputusan Erns Young yang melakukan audit investigasi terhadap Laporan Keuangan AISA Tahun Buku 2017 tersebut telah melanggar UU Akuntan Publik. "Itu hanya Delik Biasa dan bukan Delik Aduan. Tetapi memang, sayangnya ada penyidik yang kurang paham UU Akuntan Publik," imbuhnya.Lebih lanjut Anton menjelaskan, pada Pasal 3 UU Akuntan Publik menyebutkan bahwa akuntan publik memberikan jasa asurans yang meliputi jasa audit informasi keuangan historis, jasa review atas informsi keuangan historis dan jasa asurans lainnya. Sehingga, ujar Anton, jasa asurans hanya dapat diberikan oleh akuntan publik. "Audit investigasi itu juga jasa asurans. Sayangnya, EY itu bukan akuntan publik," ujarnya. Sebagaimana diketahui, Ernst Young Indonesia berafiliasi dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Sungkoro Surja. Sementara itu, menurut Anton, pada Pasal 57 ayat (2) menyebutkan bahwa setiap orang yang bukan akuntan publik, tetapi menjalankan profesi akuntan publik dan bertindak seolah-olah sebagai akuntan publik, maka bisa dipidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda maksimal Rp500 juta. "Ernst Young (Indonesia) itu melakukan hal yang tidak patut dan melanggar UU Akuntan Publik," ujar Anton. Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membantah yang menyebutkan bahwa AISA telah salah menunjuk Kantor Akuntan Publik untuk melakukan audit investigasi terhadap Laporan Keuangan AISA Tahun 2017.



Menurut Direktur Utama BEI, Inarno Djajadi, pada pekan lalu BEI sudah melakukan dengar pendapat dengan AISA (manajemen baru), terkait dugaan terjadinya laporan keuangan ganda yang dilakukan oleh manajemen lama AISA Lebih lanjut inarno menegaskan, AISA tidak salah menunjuk KAP terkait pelaksanaan audit investigasi terhadap dugaan laporan keuangan ganda. "Tidak salah tunjuk," kata Inarno di Gedung BEI Jakarta, Selasa (2/4) ketika ditanya mengenai kemungkinan AISA telah salah menunjuk auditor investigasi.Perlu diketahui, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa ( RUPS -LB) AISA pada akhir 22 Oktober 2018 mengamanatkan agar manajemen AISA melakukan audit investigasi dengan menunjuk KAP dan/atau Konsultan Hukum Independen. Pada pelaksanaannya, AISA menunjuk Ernst Young Indonesia. Pada Selasa, 26 Maret 2019, AISA menyampaikan keterbukaan informasi melalui BEI mengenai "Laporan atas Investigasi Berbasis Data" yang dilakukan Ernst Young. Investigasi tersebut didasari dugaan adanya laporan keuangan ganda yang dilakukan oleh manajemen lama AISA .



BAB III PENUTUP



3.1.



Kesimpulan



3.2.



Saran



DAFTAR PUSTAKA



Adityasih, T. (2017, Januari 16). Sistem Pengendalian Mutu Dalam Kantor Jasa Akuntansi. Retrieved from Ikatan Akuntansi Indonesia: http://www.iaiglobal.or.id/v03/files/file_publikasi/IAI-PengendalianMutu(Final).pdf Arens, A. A., Elder, R. J., Beasley, M. S., & Hogan, C. E. (2017). Auditing and Assurance Services An Integrated Approach Sixteenth Edition Global Edition. England: Pearson Education.



https://www.indopremier.com/ I.A.I. (2019). Audit dan Assurans. Retrieved from Ikatan Akuntansi Indonesia: http://iaiglobal.or.id/v03/files/modul/aa Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2013). Standar Pengendalian Mutu Nomor 1. Jakarta: Institut Akuntan Publik Indonesia. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2021). Standar Profesional Akuntan Publik No. 200 (Revisi 2021). Jakarta: Institut Akuntan Publik Indonesia. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2021). Standar Profesional Akuntan Publik No. 210 (Revisi 2021). Jakarta: Institut Akuntan Publik Indonesia. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2021). Standar Profesional Akuntan Publik No. 220 (Revisi 2021). Jakarta: Institut Akuntan Publik Indonesia. Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2021). Standar Profesional Akuntan Publik No. 620 (Revisi 2021). Jakarta: Institut Akuntan Publik Indonesia. Permana, H. S., & Satyawan, D. M. (2018). Pengaruh Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Mutu Kap Terhadap Kualitas Hasil Audit. Jurnal Akuntansi AKUNESA , 4 - 9. Sari, R. P., Hastuti, S., & Ratnawati, D. (2020). Pemeriksaan Akuntansi Berbasis International Standards On Auditing (ISA). Surabaya: Scopindo Media Pustaka. Setiawan, I. O. (2015). Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika. Tuanakotta, T. M. (2012). Audit Berbasis ISA (International Standards on Auditing). Jakarta: Salemba Empat.