Tugas Makalah Tari Jaranan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS MAKALAH TARI JARANAN/KUDA LUMPING 6 JANUARI 2016 ~ MUSTAJAB



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya “Tugas Makalah Tari Jaranan/Kuda Lumping” dapat penulis selesaikan dengan baik. Makalah ini disusun memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Musik dan Seni. Meski banyak kekurangan, penulis berharap makalah ini dapat memberi manfaat kepada para pembacanya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaiki penulisna-penulisan selanjutnya.



Ciamis,



Penulis



Mei 2013



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………… i DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………… ……… ii BAB I



PENDAHULUAN



…………………………………………………………………….. 1 1.



Latar Belakang ……………………………………………………………………… 1



2.



Rumusan Masalah …………………………………………………………………. 2



3.



Tujuan Pembahasan ……………………………………………………………….. 2



4.



Kegunaan Observasi ……………………………………………………………… 2



BAB II



LAPORAN HASIL



OBSERVASI……………………………………………….. 3



1.



Sejarah Kuda Lumping …………………………………………………………… 3



2.



Alur Cerita………………………………………………………………………… ….. 6



BAB III



PENUTUP



………………………………………………………………………………… 9 1.



Kesimpulan……………………………………………………………… …………… 9



2.



Saran……………………………………………………………………… ……………. 9



DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………… ……….. 10



BAB I PENDAHULUAN 1.



Latar Belakang



Gonjang-ganjing hak paten atas beberapa kesenian Indonesia yang diakui negara tetangga yakni Malaysia, membuat marah bangsa Indonesia. Isu tentang hak paten Tari Pendet yang selama ini menurut bangsa Indonesia merupakan tarian khas dari Bali dan Reog kesenian khas Ponorogo membuat orang Indonesia kebingungan, karena hal itu sudah kesekian kalinya Malaysia



secara hukum khususnya tentang hak paten selangkah lebih maju tentang seni budaya. Itu tidak terlepas dari minimnya perhatian pemerintah dan bangsa kita terhadap aset-aset budaya bangsa. Namun tentu saja bagi bangsa Indonesia, Malaysia dinilai telah melakukan kesalahan besar. Kesenian atau budaya apa lagi yang akan diakui oleh Malaysia? Dan apa yang bisa diperbuat bangsa Indonesia? Selain itu, peminat atau pecinta seni kuda lumping turun drastis saat ini, masyarakat Indonesia kurang peduli dalam melestarikannya, salah satu alasannya karena banyaknya budaya asing yang masuk di Indonesia. Maka dengan alasan-alasan tersebut kami, melakukan observasi tentang kesenian KUDA LUMPING guna memperkenalkan kembali tentang kesenian ini supaya lebih berkembang, lebih dikenal, lebih diminati dan tidak tergeser oleh budaya asing. Selain itu observasi merupakan bagian dari program akademik yang harus diselesaikan oleh siswa. Akhirnya semua kegiatan pada observasi akan dicantumkan dalam buku ini sebagai bentuk laporan observasi. 1.



Rumusan Masalah a.



Bagaimanakah sejarah Kuda Lumping?



b.



Bagaimanakah alur cerita kesenian Kuda Lumping?



c.



Apa pandangan masyarakat terhadap kesenian Kuda Lumping?



1.



Tujuan Pembahasan a.



Mengetahui sejarah kesenian Kuda Lumping



b.



Mengetahui alur cerita kesenian Kuda Lumping



c.



Mengetahui makna yang terkandung dalam kesenian Kuda Lumping



d.



Mengetahui pandangan masyarakat terhadap kesenian Kuda Lumping



1.



Kegunaan Observasi



Observasi merupakan salah satu program kuliah STKIP yang diharapkan para mahasiswa mendapatkan pengetahuan diantaranya : 1.



Mendapatkan ilmu mengenai tarian jaranan/kuda lumping, dalam makalah ini lebih ditekankan di bidang seni tari



2.



Memperdalam ilmu yang ditekuninya dengan lebih spesifik dan jelas



3.



Mendapatkan ilmu yang tidak didapatkan di kampus



4.



Mendapatkan pengalaman langsung



BAB II LAPORAN HASIL OBSERVASI 1.



Sejarah Kuda Lumping



Kuda Lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan menaiki kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang). Dalam memainkan seni ini biasanya juga diiringi dengan musik khusus yang sederhana karena hanya permainan rakyat, yaitu dengan gong, kenong, kendang dan slompret (alat musik tradisional). Tidak diketahui secara pasti mengenai asal-usul permainan ini, karena telah disebut oleh banyak daerah sebagai kekayaan budayanya. Hal ini terjadi karena si pencetusnya tidak



mematenkan permainan ini sehingga bisa dimainkan oleh siapapun. Di Jawa Timur saja seni ini akrab dengan masyarakat dibeberapa daerah, sebut saja Blitar, Malang, Nganjuk dan Tulungagung, disamping daerah-daerah lainnya. Jika dilihat dari model permainan ini, yang menggunakan kekuatan dan kedigdayaan, besar kemungkinan berasal dari daerah-daerah kerajaan di Jawa. Panggung rakyat dan perlawanan terhadap penguasa. Pada masa kekuasaan pemerintahan Jawa dijalankan dibawah kerajaan, aspirasi dan ruang bergumul rakyat begitu dibatasi, karena perbedaan kelas dan alasan kestabilan kerajaan. Dan dalam kondisi tertekan, rakyat tidaklah mungkin melakukan perlawanan secara langsung terhadap penguasa. Rakyat sadar bahwa untuk melakukan perlawanan, tidak cukup hanya dengan bermodalkan cangkul dan parang, namun dibutuhkan kekuatan dan kedigdayaan serta logistik yang cukup. Menyadari hal itu, akhirnya luapan perlawanan yang berupa sindiran diwujudkan dalam bentuk kesenian, yaitu kuda lumping. Sebagai tontonan dengan mengusung nilai-nilai perlawanan, sebenarnya kuda lumping juga dimaksudkan untuk menyajikan tontonan yang murah untuk rakyat. Disebut sebagai tontonan yang murah meriah karena untuk memainkannya tidak perlu menghadirkan peralatan musik yang banyak sebagaimana karawitan. Diplih kuda, karena kuda adalah simbol kekuatan dan kekuasaan para elit bangsawan dan prajurit kerajaan ketika itu yang tidak dimiliki oleh rakyat jelata. Permainan Kuda Lumping dimainkan dengan tanpa mengikuti pakem seni tari yang sudah ada dan berkembang dilingkungan ningrat dan kerajaan. Dari gerakan tarian pemainnya tanpa menggunakan pakem yang sudah mapan sebelumnya menunjukkan bahwa seni ini hadir untuk memberikan perlawanan terhadap kemapanan kerajaan.



Selain sebagai media perlawanan, seni Kuda Lumping juga dipakai oleh para ulama sebagai media dakwah, karena kesenian Kuda Lumping merupakan suatu kesenian yang murah dan cukup digemari oleh semua kalangan masyarakat, seperti halnya Sunan Kalijogo yang menyebarkan Islam atau dakwahnya lewat kesenian Wayang Kulit dan Dandang Gulo, beliau dan para ulama jawa juga menyebarkan dakwahnya melalui kesenian-kesenian lain yang salah satunya adalah seni kuda lumping. Bukti bahwa kesenian ini adalah kesenian yang mempunyai sifat dakwah adalah dapat dilihat dari isi cerita yang ditunjukan oleh karakter para tokoh yang ada dalam tarian Kuda Lumping, tokohtokoh itu antara lain para prajurit berkuda, Barongan dan Celengan. Dalam kisahnya para tokoh tersebut masing-masing mempunyai sifat dan karakter yang berbeda, simbul Kuda menggambarkan suatu sifat keperkasaan yang penuh semangat, pantang menyerah, berani dan selalu siap dalam kondisi serta keadaan apapun, simbol kuda disini dibuat dari anyaman bambu, anyaman bambu ini memiliki makna, dalam kehidupan manusia ada kalannya sedih, susah dan senang, seperti halnya dengan anyaman bambu kadang diselipkan ke atas kadang diselipkan ke bawah, kadang ke kanan juga ke kiri, semua sudah ditakdirkan oleh Yang Kuasa, tinggal manusia mampu atau tidak menjalani takdir kehidupan yang telah digariskanNya, Barongan dengan raut muka yang menyeramkan, matanya membelalak bengis dan buas, hidungnya besar, gigi besar bertaring serta gaya gerakan tari yang seolah-olah menggambarkan bahwa dia adalah sosok yang sangat berkuasa dan mempunyai sifat adigang, adigung, adiguno yaitu sifat semaunnya sendiri, tidak kenal sopan santun dan angkuh, simbul Celengan atau Babi hutan dengan gayanya yang sludar-sludur lari kesana kemari dan memakan dengan rakus apa saja yang ada dihadapanya tanpa peduli bahwa makanan itu milik atau hak siapa, yang penting ia kenyang dan merasa puas,



seniman kuda lumping mengisyaratkan bahwa orang yang rakus diibaratkan seperti Celeng atau Babi hutan. Sifat dari para tokoh yang diperankan dalam seni tari kuda lumping merupakan pangilon atau gambaran dari berbagai macam sifat yang ada dalam diri manusia. Para seniman kuda lumping memberikan isyarat kepada manusia bahwa didunia ini ada sisi buruk dan sisi baik, tergantung manusianya tinggal ia memilih sisi yang mana, kalau dia bertindak baik berarti dia memilih semangat kuda untuk dijadikan motifasi dalam hidup, bila sebaliknya berarti ia memlih semangat dua tokoh berikutnya yaitu Barongan dan Celengan atau babi hutan. 1.



Alur Cerita



Seni Kuda lumping merupakan jenis kesenian rakyat yang sederhana, dalam pementasanya tidak diperlukan suatu koreografi khusus serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya karawitan, gamelan untuk mengiringi seni kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari satu buah kendang, dua buah kenong, dua buah gong dan sebuah selompret, sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian semuanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu eling ingat pada sang pencipta. Secara filosofis masing-masing alat musik yang digunakan dalam mengiringi tari kuda lumping juga memiliki makna yang berbeda, kendang berbunyi ndang…ndang…tak…ndlab mempunyai makna yen wis titiwancine ndang-ndango mangkat ngadeb marang pengeran yang mempunyai arti kalau sudah waktunya cepatcepat bangun menghadap tuhanmu, dalam melakukan ibadah jangan suka ditunda-tunda kenong ……. Slompret ……. Gong ……..



Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional Kuda Lumping ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka. Umumnya, pertunjukan kuda lumping ini berisi beberapa tarian yaitu tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon Putri. Pada fragmen Buto Lawas, penari berwujud kepala raksasa berwajah seram (Buto) dan badan manusia. Fragmen selanjutnya adalah tari senterewe, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian ini menggambarkan tentang kehidupan manusia yang di dalamnya berisi keserasian, keseimbangan dan perbedaan/ perselisihan dalam hidup. Dalam perjuangannya meniti kehidupan , penari diganggu oleh perwujudan setan yang divisualisaskan dengan penari topeng (thethek melek) yang berwwajah menyeramkan, lucu, cantik yang gerakan tariannya sengaja mengecoh/ mengganggu para penari agar berbuat kesalahan. Selanjutnya, penari yang hanyut oleh penari topeng akan kesurupan (ndadi). Nah, pada bagian ini kadang-kadnag apresiasi pelaku seni terkadang kurang tepat, sehingga untuk menjiwai peran ini melibatkan pihak-pihak yang dapat membuat orang kesurupan lalu menghentikannya. Sebenarnya tidak harus ksurupan sungguhan tetapi cukup dengan ekspresi saja. Setelah itu ada bagian tari yang menggambarkan perwatakan manusia berkepala naga, sebuah symbol angkara murka diperankan dengan tari barong dan tari celengan yang mengandung maksud menggambarkan kehidupan di hari pembalasan. Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang



merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari Kuda Lumping.



1.



Pandangan Masyarakat



Banyak orang yang salah paham dalam memaknai seni Kuda Lumping, mereka beranggapan bahwa para pelaku seni kuda lumping adalah pemuja roh hewan seperti roh kuda, anggapan itu adalah salah, simbol kuda disini hanya diambil semangatnya untuk memotifasi hidup, sama halnya dengan suporter sepak bola di Indonesia, di kota Malang misalnya, mereka menganggap bahwa dirinya adalah Singo Edan, seporter bola di Surabaya mereka menamakan dirinya Bajol Ijo, bahkan Negara Indonesia sendiri menggunakan sosok hewan sebagai lambang Negara yaitu seekor burung Garuda, yang kesemuanya itu adalah nama-nama hewan, jadi merupakan hal yang salah bila kesenian Kuda Lumping dianggap kelompok kesenian yang mendewakan hewan. Sekelompok orang juga beranggapan bahwa kesenian Kuda Lumping dekat dengan kemusyrikan karena identik dengan kesurupan atau kalap, kemenyan, dupa dan bunga bungaan, anggapan bahwa kuda lumping dekat dengan kemusyrikan adalah tidak benar, justru para pelaku seni Kuda Lumping berusaha mengingatkan manusia bahwa di dunia ini ada dua macam alam kehidupan, ada alam kehidupan nyata dan alam kehidupan gaib. Hal ini telah dijelaskan dalam Alqur`an Surat An Nas dan manusia wajib untuk mengimaninya. Fenomena kalap atau kesurupan bisa terjadi dimana saja dan dapat menimpa siapa saja, baik dikalangan arena Kuda Lumping maupun tempat-tempat formal seperti sekolahan atau pabrik, hal itu tergantung pada kondisi fisik dan psikologis individu yang bersangkutan.



BAB III PENUTUP 1.



Kesimpulan



Kesenian Kuda Lumping merupakan salah satu aset budaya bangsa Indonesia yang didalamnya sarat akan filosofi hidup. Di Jawa Timur, kesenian ini telah akrab di beberapa daerah misalnya Blitar, Tulungagung, Malang, Nganjuk dan beberapa daerah lain. Namun seiring dengan banyaknya budaya asing yang masuk di Indonesia, kurangnya perhatian dan kepedulian pemerintah dan bangsa kita terhadap aset- aset budaya bangsa, maka seakan kesenian Kuda Lumping kurang berkembang, kurang diminati dan kurang dikenal oleh masyarakat. Dan bila kejadiannya kesenian – kesenian kita diakui/dicuri oleh negara lain, kita baru kebingungan. Oleh karena itu, sebelum ada pengakuanpengakuan budaya kita oleh negara-negara lain seharusnya kita lebih peduli terhadap budaya-budaya bangsa kita sedini mungkin termasuk kesenian Kuda Lumping ini.



1.



Saran



Dalam hal ini promosi sangat diperlukan agar kesenian Kuda Lumping lebih berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas, serta tidak dikalahkan oleh budaya-budaya asing. Maka kepedulian, perhatian dan tindakan nyata dari pemerintah dan masyarakat Indonesia terutama generasi muda sangat penting demi perkembangan dan kelangsungan hidup kesenian asli bangsa kita ini.



DAFTAR PUSTAKA



Google. http://lanangudik.blogspot.com/2009/12/kesenianjaranan.html



Kesenian Kuda Lumping KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Ilmu Pengetahuan Sosial II “Kesenian Tradisional Kuda Lumping” tepat pada waktunya. Adapun tujuan dibuatnya tugas makalah ini selain untuk mendapatkan nilai tugas juga dapat meningkatkan peran serta masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya dalam penanganan masalah pelestarian budaya tradisional. Banyak kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi dengan semangat dan kegigihan yang penulis lakukan serta dorongan, arahan, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik Penulis mengakui masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh kerena itu penulis harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih.



Hormat Saya



Rizky Arif Setio Aji ( 11 015 215



)



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR................................................................................



i



DAFTAR ISI...............................................................................................



ii



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang.................................................................................



1.2



Pokok Permasalahan........................................................................ 3



BAB II PEMBAHASAN 2.1



Sejarah Tarian Kuda Lumping.........................................................



4



1



2.2



Keunikan Tarian Kuda Lumping......................................................



6



2.3 Contoh Permainan Kuda Lumping.................................................. 2.4 Upaya Pelestarian Lumping......................................



9 Tari



Kuda



10



BAB III PENUTUP 3.1



Kesimpulan...................................................................................... 12



DAFTAR PUSTAKA..................................................................................



14



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah



Indonesia adalah Negara yang terdiri dari beribu-ribu pulau. Sehingga terdapat banyak ras dan suku bangsa yang mempunyai budaya tersendiri. Perbedaan budaya inilah yang menyebabkan Indonesia kaya akan banyak kebudayaan.Nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman dahulu umumnya banyak berbentuk tari-tarian. Sampai saat ini banyak kebudayaan jaman dahulu yang masih dilestarikan, namun banyak juga kebudayaan yang hilang akibat tidak adanya generasi penerus yang tidak mau melestarikannya. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran generasi muda untuk melestarikan warisan kebudayaan leluhur agar tidak hilang / punah.Seperti kebudayaan tradisional yang sampai sekarang masih dilestarikan yaitu tarian “ Kuda Lumping ”.



Permainan kesenian rakyat, tari kuda lumping, hingga kini masih tumbuh berkembang di banyak kelompok masyarakat di nusantara. Tarian tradisional yang dimainkan secara ”tidak berpola” oleh rakyat kebanyakan tersebut telah lahir dan digemari masyarakat, khususnya di Jawa, sejak adanya kerajaan-kerajaan kuno tempo dahulu. Awalnya, menurut sejarah, seni kuda lumping lahir sebagai simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan yang memiliki bala tentara. Di samping, juga sebagai media menghadirkan hiburan yang murah-meriah namun fenomenal kepada rakyat banyak.



Kini, kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Harus ada kesadaran dari kita untuk tetap melestarikan kebudayaan dari leluhur agar tidak punah atau diakui milik Negara lain. Kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya tarik yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada pertunjukan Kuda Lumping mengandung unsur magis yang dapat membuat pemainnya kesurupan dan melakukan atraksi seperti makan beling, di bacok tidak mempan dan lainnya. Keunikan inilah yang harus kita jaga dan harus ada kesadaran dari kita untuk tetap melestarikan kebudayaan dari leluhur agar tidak punah atau diakui milik Negara lain. Seperti budaya-budaya warisan leluhur lainnya yang di klaim Negara lain misalnya



1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia



10. Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia 11. Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia 12. Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia 13. Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia 14. Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia 15. Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia 16. Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia 17. Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia 18. 19. 20. 21.



Kain Ulos oleh Malaysia Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia



Negara lain saja tertarik kepada budaya kita dan mengakui sebagai miliknya , mengapa kita yang mempunyai budaya tersebut tidak mau melestarikannya. Kita seharusnya menjaga apa yang diturunkan dari nenek moyang kita karena itu akan menjadi ciri khas dari bangsa kita. 1.2 Pokok Permasalahan



Masalah yang harus dipecahkan secara baik-baik dan benar sesuai prosedur,



dan



masalah



yang



akan



disusun harus



benar-benar



dirumuskan dan dipikirkan secara matang-matang. Berdasarkan latar belakang



masalah



diatas



kita



dapat



merumuskan



hal/pokok permasalahan dalam susunan makalah ini. Ialah sebagai berikut yang akan menjadi uraian dan sekaliugs menjadi bahasan pada bab selanjutnya. 1.



Siapakah penemu tarian kuda lumping?



2.



Mengapa Kesenian tradisional kuda lumping hampir saja punah ?



3.



Mengapa Tarian kuda lumping di akui Negara lain ?



4.



Apa yang membuat tarian kuda lumping masih bertahan sampai saat ini?



5.



Bagaimanakah cara melestarikan tarian kuda lumping ?



.



BAB II PEMBAHASAN



2.1 Sejarah Tarian Kuda Lumping



Kuda lumping adalah seni tari dengan alat-alat yang unik seperti kuda tiruan, dan terbuat dari bambu yang dianyam serapi dan mengandung nilai seni yang tinggi. Sejarah kuda lumping mungkin sangat sulit bagaimana dan dimana asal-usul dari kuda lumping itu. Hingga saat ini kita tidak tahu siapa atau kelompok masyarakat mana yang mencetuskan (menciptakan) kuda lumping pertama kali.



Faktanya, kesenian kuda lumping dijumpai di banyak daerah dan masing-masing mengakui kesenian ini sebagai salah satu budaya tradisional mereka. Termasuk, disinyalir beberapa waktu lalu, diakui juga oleh pihak masyarakat Johor di Malaysia sebagai miliknya di samping Reog Ponorogo. Fenomena mewabahnya seni kuda lumping di berbagai tempat, dengan berbagai ragam dan coraknya, dapat menjadi indikator bahwa seni budaya yang terkesan penuh magis ini kembali ”naik daun” sebagai sebuah seni budaya yang patut diperhatikan sebagai kesenian asli Indonesia. Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan . Di Jawa Timur, seni ini akrab dengan masyarakat di beberapa daerah, seperti Malang, Nganjuk, Tulungagung, dan daerah-daerah lainnya. Tarian ini menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Gamelan untuk mengiringi tari kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari Kendang, Kenong, Gong, dan Slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking. Sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta. Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan energic dan terlihat kompak dengan para penari lainnya. Panggung rakyat merupakan wujud perlawanan terhadap penguasa pada masa kekuasaan pemerintahan Jawa dijalankan dibawah kerajaan, aspirasi dan ruang bergumul rakyat begitu dibatasi, karena perbedaan kelas dan alasan kestabilan kerajaan. Dan dalam kondisi tertekan,



rakyat tidaklah mungkin melakukan perlawanan secara langsung terhadap penguasa. Rakyat sadar bahwa untuk melakukan perlawanan, tidak cukup hanya dengan bermodalkan cangkul dan parang, namun dibutuhkan kekuatan dan kedigdayaan serta logistik yang cukup. Menyadari hal itu, akhirnya luapan perlawanan yang berupa sindiran diwujudkan dalam bentuk kesenian, yaitu kuda lumping. Sebagai tontonan dengan mengusung nilai-nilai perlawanan, sebenarnya kuda lumping juga dimaksudkan untuk menyajikan tontonan yang murah untuk rakyat. Disebut sebagai tontonan yang murah meriah karena untuk memainkannya tidak perlu menghadirkan peralatan musik yang banyak sebagaimana karawitan. Dipilih kuda, karena kuda adalah simbol kekuatan dan kekuasaan para elit bangsawan dan prajurit kerajaan ketika itu yang tidak dimiliki oleh rakyat jelata. Permainan Kuda Lumping dimainkan dengan tanpa mengikuti pakem seni tari yang sudah ada dan berkembang dilingkungan ningrat dan kerajaan. Dari gerakan tarian pemainnya tanpa menggunakan pakem yang sudah mapan sebelumnya menunjukkan bahwa seni ini hadir untuk memberikan perlawanan terhadap kemapanan kerajaan.



Kesenian kuda lumping



Kuda lumping juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradisional Jawa menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang di anyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dengan cat dan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda, akan tetapi beberapa penampilan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut. Jaran Kepang merupakan bagian dari pagelaran tari reog. Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, Indonesia, tarian ini juga diwariskan oleh kaum Jawa yang menetap di Sumatera Utara dan di beberapa daerah di luar Indonesia seperti di Malaysia. Kuda lumping adalah seni tari yang dimainkan dengan properti berupa kuda tiruan, yang terbuat dari anyaman bambu atau kepang. Tidak satupun catatan sejarah mampu menjelaskan asal mula tarian ini, hanya riwayat verbal yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Konon, tari kuda lumping merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda. Ada pula versi yang menyebutkan, bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang



dibantu oleh Sunan Kalijaga, melawan penjajah Belanda. Versi lain menyebutkan bahwa, tarian ini mengisahkan tentang latihan perang pasukan Mataram yang dipimpin Sultan Hamengku Buwono I, Raja Mataram, untuk menghadapi pasukan Belanda. Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan. Seringkali dalam pertunjukan tari kuda lumping, juga menampilkan atraksi yang mempertontonkan kekuatan supranatural berbau magis, seperti atraksi mengunyah kaca, menyayat lengan dengan golok, membakar diri, berjalan di atas pecahan kaca, dan lain-lain. Mungkin, atraksi ini merefleksikan kekuatan supranatural yang pada zaman dahulu berkembang di lingkungan Kerajaan Jawa, dan merupakan aspek non militer yang dipergunakan untuk melawan pasukan Belanda.