4 0 849 KB
LAPORAN PRAKTIKUM Kl203 KIMIA ANALITIK DASAR
GRAVIMETRI: PENENTUAN KADAR Fe SEBAGAI Fe2O3 Tanggal: Awal: 29 September 2021 Akhir: 29 September 2021 Dosen Pengampu: Dra. Wiwi Siswaningsih, M.Si Drs. Asep Suryatna, M.Si
Nama: Muhammad Syahrur Royhan NIM: 2000041
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2021
1.
Tujuan 1) Mengidentifikasi prinsip-prinsip penentuan kadar Fe secara gravimetri. 2) Menentukan kadar Fe sebagai Fe2O3.
2.
Dasar Teori Prinsip dasar penetapan kadar besi dengan cara gravimetri adalah pengubahan besi menjadi bentuk senyawa yang mengendap, yang mempunyai rumus kimia tertentu. Salah satu pereaksi pengendap yang seringkali digunakan adalah senyawa hidroksida. Langkah penting dalam analisis ini adalah mengubah bentuk besi (II) menjadi besi (III) hidroksida dalam keadaan panas. Langkah terakhir adalah mengubah besi (III) hidroksida menjadi bentuk senyawa yang mudah ditimbang, yaitu bentuk oksidanya melalui proses pemijaran. (Tim Praktikum Kimia Analitik Dasar, 2021) Metode Gravimetri adalah metode kuantitatif yang didasarkan pada penentuan massa senyawa murni yang secara kimia terkait dengan analit. Metode analisis gravimetri didasarkan pada pengukuran massa dengan neraca analitik, gravimetri yang menghasilkan
data
yang
sangat
akurat
dan
presisi.
Dalam
gravimetri
presipitasi/pengendapan, analit diubah menjadi endapan yang sedikit larut. Endapan ini kemudian disaring, dicuci bebas dari pengotor, diubah menjadi produk dengan komposisi yang diketahui dengan perlakuan panas yang sesuai, dan ditimbang. (Skoog, D. A., dkk, 2014: 281) Analisis gravimetri presipitasi/pengendapan harus memiliki beberapa atribut penting. Pertama, endapan harus memiliki kelarutan rendah, kemurnian tinggi, dan komposisinya diketahui jika massanya mencerminkan massa analit secara akurat. Kedua, endapan harus dalam bentuk yang mudah dipisahkan dari campuran reaksi. Untuk memperoleh keberhasilan pada analisis secara gravimetri, maka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: unsur atau senyawa yang ditentukan harus terendapkan secara sempurna, bentuk endapan yang ditimbang harus diketahui dengan pasti rumus molekulnya dan endapan yang diperoleh harus murni dan mudah ditimbang. (Harvey, David, 2000: 235) Umumnya pengendapan dilakukan pada larutan yang panas sebab kelarutan bertambah dengan bertambahnya temperatur. Pengendapan dilakukan dalam larutan encer yang ditambahkan pereaksi perlahan-lahan dengan pengadukan yang teratur, partikel yang terbentuk lebih dahulu berperan sebagai pusat pengendapan. Untuk
memperoleh pusat pengendapan yang besar suatu reagen ditambahkan agar kelarutan endapan bertambah besar. (Nurhadi, 2003: 26) Pemisahan endapan dari larutan tidak selalu menghasilkan zat murni. Kontaminasi endapan oleh zat lain yang larut dalam pelarut disebut kopresipitasi. Hal ini berhubungan dengan adsorpsi banyak terjadi pada endapan gelatin dan sedikit pada endapan mikrokristal, misalnya AgI pada perak asetat dan endapan BaSO4 pada alkali nitrat. Pengotoran dapat juga disebabkan oleh postpresipitasi, yaitu pengendapan yang terjadi pada permukaan endapan pertama. Hal ini terjadi pada zat yang sedikit larut kemudian membentuk larutan lewat jenuh. Zat ini mempunyai ion yang sejenis dengan endapan primernya, misalnya seperti pengendapan CaC2O4 dengan adanya Mg. MgC2O4 akan terbentuk bersama sama dengan CaC2O4. Lebih lama waktu kontak, maka lebih besar endapan yang terjadi. (Saptoraharjo, 2013: 35) Analisis gravimetri dapat berlangsung baik, jika persyaratan berikut dapat terpenuhi: 1. Komponen yang ditentukan harus dapat mengendap secara sempurna (sisa analit yang tertinggal dalam larutan harus cukup kecil, sehingga dapat diabaikan), endapan yang dihasilkan stabil dan sukar larut. 2. Endapan yang terbentuk harus dapat dipisahkan dengan mudah dari larutan (dengan penyaringan). 3. Endapan yang ditimbang harus mempunyai susunan stoikiometrik tertentu (dapat diubah menjadi sistem senyawa tertentu) dan harus bersifat murni atau dapat dimurnikan lebih lanjut. (Vogel, 1995)
3.
Alat dan Bahan 3.1 Alat – alat No.
Nama Alat
Ukuran
Jumlah
1.
Cawan krus
-
1 buah
2.
Neraca analitik
-
1 buah
3.
Gelas kimia
400 mL
1 buah
4.
Kaki tiga
-
1 buah
5.
Pipet tetes
400 mL
1 buah
6.
Kaki tiga
-
1 buah
7.
Segitiga porselen
-
1 buah
8.
Pembakar bunsen
-
1 set
9.
Desikator
-
1 buah
10.
Pipet volume
10 mL
1 buah
11.
Gelas ukur
10 mL
1 buah
12.
Kasa
-
1 buah
13.
Plat tetes
-
1 buah
14.
Batang pengaduk
-
1 buah
15.
Furnische
-
1 buah
16.
Botol semprot
-
1 buah
17.
Corong
-
1 buah
18.
Ball pipet
-
1 buah
3.2 Bahan No. Nama Bahan 1. 2.
3.
4.
Larutan Fe3+
Rumus Kimia
Wujud
Warna
Jumlah
Fe3+
Cair
Kuning
Secukupnya
HNO3
Cair
NH3
Cair
HCl
Cair
K4Fe(CN)6
Cair
H2O
Cair
Pb(CH3COO)2
Cair
-
Padat
Asam nitrat pekat Amonia pekat Larutan asam klorida 0,1 M
Tidak berwarna Tidak berwarna Tidak berwarna
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
Larutan kalium 5.
heksasianoferat
Kuning
Secukupnya
(III) 6.
9.
10.
Aquades Larutan timbal asetat 0,2M Kertas saring bebas abu
Tidak berwarna Tidak berwarna Putih
Secukupnya
Secukupnya
Secukupnya
3.3 Spesifikasi Bahan No. Nama Zat 1.
Larutan Fe2+
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Warna: Kuning
Rumus Molekul: Fe2+;
Massa Molar: 56 g/mol
Korosif terhadap logam;
Densitas: Titik Didih: Titik Lebur: Bahaya
Penanggulangan/ Pencegahan
Berbahaya jika tertelan;
Pakai pelindung mata; jika
menyebabkan iritasi
terkena kulit cuci dengan
kulit; menyebabkan
sabun dan air; bila terkena
kerusakan mata
mata bilas dengan air beberapa menit
No. 2.
Nama Zat
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Asam nitrat
Warna: Tidak berwarna
Rumus Molekul: HNO3;
pekat
Massa Molar: 24,31
Tidak cocok dengan basa
g/mol
kuat dan serbuk metal.
Densitas: 1 g/cm3 Titik Didih: 100 °C Titik Lebur: 0 °C Kelarutan dalam air: larut Bahaya Menyebabkan iritasi kulit
Penanggulangan/ Pencegahan Bersihkan kulit secara seksama menggunakan sabun; Gunakan sarung tangan, proteksi mata dan pakaian;
No.
Nama Zat
3.
Amonia pekat
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Warna: Tidak berwarna
Rumus Molekul: NH3;
Massa Molar:
Stabil dibawah suhu
163,94 g/mol
normal; Kontak dengan
Densitas: -
asam menyebabkan
Titik Didih: - 34,9 °C
evolusi panas
Titik Lebur: - 33,4 °C Kelarutan dalam air: Bahaya
Penanggulangan/ Pencegahan
Sentuhan dengan gas cair
Jika inhalasi, pindah ke
dapat menyebabkan
udara yang segar dan
cedera (radang dingin)
dalam posisi istirahat yang
yang dikarenakan
nyaman untuk bernafas;
pendinginan penguapan
Jika bersentuhan dengan
yang cepat; Terkena mata kulit segera lepaskan baju dapat membuat
yang terkontaminasi; Jika
penglihatan kabur
terkena mata bilas dengan air selama 15 menit.
No.
Nama Zat
4.
Asam Klorida
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Warna: Tidak
Rumus Molekul: HCl;
Berwarna(larutan)/Putih
Kelarutan dalam airnya
(padatan)
tercampur penuh; Stabil
Massa Molar:
dalam kondisi suhu ruang
36,46 g/mol Densitas: 1,18 g/cm3 Titik Didih: 110 °C Titik Lebur: −27,32 °C Titik Nyala: Tidak Terbakar. Bahaya
Penanggulangan/ Pencegahan
Menyebabkan gangguan
Cuci dan bilas
pada kulit dan mata berat
menggunakan sabun dan air; Bilas secara hati-hati
dengan air selama beberapa menit. No. 5.
Nama Zat
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Larutan kalium Warna: kuning
Rumus Molekul:
heksasianofera
Massa Molar: 422,39
K4Fe(CN)6; Larut dalam
t (III)
g/mol
air; Stabil di bawah suhu
Densitas: -
dan tekanan normal.
Titik Didih: Titik Lebur: Kelarutan dalam air: larut Bahaya Dapat menyebabkan
Penanggulangan/ Pencegahan Gunakan sarung tangan
iritasi, mata, serta saluran dan pakaian pelindung; pernapasan; Kontak kulit
Hindari kontak dengan
yang lama atau berulang
kulit, mata, dan pakaian;
dapat menyebabkan
Cuci tangan setelah selesai
dermatitis.
bekerja; Segera pindah ke udara yang segar.
No. 6.
Nama Zat Aquades
Sifat Fisika
Sifat Kimia
Warna: Tidak Berwarna
Rumus Molekul: H2O;
Massa Molar: 18.02
Pelarut polar
g/mol Densitas: 0.998 g/cm³ Titik Didih: 100 °C Titik Lebur: 0 °C Titik Nyala: Tidak terbakar. Bahaya Tidak berbahaya No.
Nama Zat
Sifat Fisika
Penanggulangan/ Pencegahan Tidak berbahaya Sifat Kimia
7.
Larutan timbal
Warna: tidak berwarna
Rumus Molekul:
asetat
Massa Molar: 325,29
Pb(CH3COO)2; Larut
g/mol (anhidrat); 379,33
dalam air; Stabil di bawah
g/mol (trihidrat)
suhu dan tekanan normal.
Densitas: Titik Didih: Titik Lebur: Kelarutan dalam air: larut Penanggulangan/
Bahaya
Pencegahan
Dapat menyebabkan
Dapatkan instruksi special
kerusakan organ, sangat
sebelum menggunakan,
beracun pada kehidupan
Hindarkan pelepasan ke
perairan dan jangka
lingkungan.
panjang.
4.
Prosedur, Hasil dan Pengamatan Prosedur Botol timbang Ditimbang botol timbang menggunakan neraca analitik. Dimasukkan 0,4 gram sampel
Hasil dan Pengamatan Tersedia di: https://www.youtube.com/watch?v=k ZmFZS8cX_I.
m sampel : 0,4061 gram
m cawan krus kosong (1): 32,1116
cuplikan (Fe) lalu ditimbang kembali Dibuat larutan cuplikan besi menggunakan 25 mL aquades. Cawan krus
gram
Dipanaskan cawan krus sampai pijar.
gram
Didinginkan dalam desikator Diimbang cawan krus hingga memperoleh berat yang tetap (selisih penimbangan < 3.10-4 g)
m cawan krus kosong (2) : 32,1106
rata2 cawan krus : 32,1111 gram
+ H2O(tb): Membuat larutan cuplikan
Gelas kimia Dipipet dan memasukkan 10 mL larutan cuplikan. Ditambahkan 10 mL HCl 1:1 dan 1-2 mL HNO3 pekat.
Dididihkan larutan sampai
+ HCl(tb) : Menjadi sedikit putih keruh (untuk melarutkan endapan)
berwarna kuning Diencerkan larutan hingga 200 mL Dipanaskan hingga mendidih Menambahkan tetes demi tetes
ammonia 1:1 hingga semua Fe
+ HNO3(tb) : Menjadi berwarna kuning keruh (sebagai oksidator)
mengendap Dididihkan campuran selama 1 menit kemudian disaring Dicuci endapan dengan aquades Diteteskan 2-3 tetes aquades untuk mencuci endapan
Dididihkan : Warna kuning semakin jelas
Diuji keberadaan ion Cl dengan Pb(CH3COO)2 ke dalam tabung reaksi (keberadaaan ion Cl ditandai dengan endapan putih) Diulangi pencucian hingga endapan bebas klorida Dikeringkan kertas saring dan endapan Diabukan dan memijarkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya di atas Bunsen
Diencerkan : Warna kuning menjadi lebih muda
Dilakukan pemijaran dalam
Dipanaskan : Warna kuning menjadi lebih tua
furnace (T=600°C) Dilakukan pendinginan dalam desikator Ditimbang beberapa kali sampai beratnya konstan Hasil
+ NH4OH(tb) : Muncul endapan coklat kemerahan Fe(OH)3 dan larutan menjadi jernih, serta berbau ammonia (tetes demi tetes sambil diaduk secara perlahan dalam keadaan panas)
Dididihkan (1 menit) dan didigenst (30-60 menit) : Memaksimalkan/menyempurnakan endapan
Disaring menggunakan kertas saring
+ Pb(CH3COO)2 / AgNO3(tb) pada larutan hasil saring : Muncul endapan putih PbCl2 / AgCl2 (ion Cl dari HCl)
+ H2O (tb) : Memperjelas endapan
Dikeringkan: Endapan menjadi kering
Dipijarkan dengan Bunsen:
Dipijarkan dengan furnace (T=600°C):
m cawan + endapan : 32,1933 gram
m cawan kosong : 32,1111 gram
m endapan Fe2O3 : 0,0822 gram
5.
Perhitungan dan Persamaan Reaksi Perhitungan: 1) Menghitung massa endapan Fe2O3 m cawan + endapan = 32,1933 gram m cawan kosong = 32,1111 gram m endapan Fe2O3 = 32,1933 gram – 32,1111 gram m endapan Fe2O3 = 0,0822 gram 2) Menghitung faktor gravimetri 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 =
2 × 𝐴𝑟 𝐹𝑒 𝑀𝑟 𝐹𝑒2 𝑂3
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 =
2 × 55,85 𝑔/𝑚𝑜𝑙 159,7 𝑔/𝑚𝑜𝑙
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐺𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 = 0,7 3) Menghitung kadar Fe sebagai Fe2O3 Dik: - m endapan Fe2O3 = 0,0822 gram - Faktor gravimetri = 0,7 - m sampel = 0,4061 gram Dit: %Fe = ? Jawab: %𝐹𝑒 =
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 × 𝑚 𝐹𝑒2 𝑂3 𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
%𝐹𝑒 =
0,7 × 0,0822 × 100% 0,4061
%𝐹𝑒 = 14,17% 4) Menghitung massa Fe pada Fe2O3 𝑚 𝐹𝑒 = 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑣𝑖𝑚𝑒𝑡𝑟𝑖 × 𝑚 𝐹𝑒2 𝑂3 𝑚 𝐹𝑒 = 0,7 × 0,0822 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚 𝐹𝑒 = 0,0575 𝑔𝑟𝑎𝑚 Persamaan Reaksi: 1) Ditambah asam klorida (HCl) Fe2+(aq) + 2HCl(aq) → Tidak bereaksi 2) Ditambah asam nitrat (HNO3) Fe2+(aq) + HNO3(aq) + 3H+(aq) → Fe3+(aq) + NO(g) + 2H2O(l)
3) Ditambah ammonia (NH4OH) Fe3+(aq) + NH4OH(aq) Fe(OH)3(s) + NH4+(aq) 4) Setelah dipijarkan 2Fe(OH)3(s) → Fe2O3(s) + 3H2O(l)
6.
Pembahasan Gravimetri adalah metode analisis berdasarkan atas pengukuran massa analit atau senyawa yang mengandung analit. Analisis gravimetri adalah analisis kuantitatif untuk menentukan kadar suatu zat dengan menghitung jumlah endapan. Dalam suatu analisis gravimetri, analit secara fisik dipisahkan dari semua komponen sampel dan juga pelarutnya. Gravimetri terbagi menjadi beberapa metode, diantaranya yaitu metode pengendapan, metode penguapan, elektrogravimetri, dan termogravimetri. Pada percobaan kali ini metode gravimetri yang digunakan adalah metode gravimetri pengendapan. Prinsip metode gravimetri dengan cara pengendapan yaitu dengan mengubah komponen-komponen yang diinginkan menjadi bentuk yang sukar larut seperti endapan. Begitu pula halnya dengan percobaan kali ini, yakni percobaan gravimetri penentuan kadar Fe sebagai Fe2O3. Percobaan gravimetri ini dilakukan berdasarkan prinsip gravimetri metode pengendapan dimana percobaan kali ini bertujuan untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip penentuan kadar Fe secara gravimetri, serta menentukan kadar Fe sebagai Fe2O3. Prinsip dasar penetapan kadar besi dengan cara gravimetri ini adalah pengubahan besi menjadi bentuk senyawa yang mengendap, yang mempunyai rumus kimia tertentu. Salah satu pereaksi pengendap yang seringkali digunakan adalah senyawa hidroksida. Langkah penting dalam analisis ini adalah mengubah bentuk besi (II) menjadi besi (III) hidroksida dalam keadaan panas. Langkah terakhir adalah mengubah besi (III) hidroksida menjadi bentuk senyawa yang mudah ditimbang, yaitu bentuk oksidanya melalui proses pemijaran. Percobaan ini dimulai dengan menimbang botol timbang kosong dan botol timbang yang sudah dimasukkan 0,4061 gram sampel cuplikan (Fe) menggunakan neraca analitik. Setelah ditimbang, sampel tersebut dilarutkan menggunakan 25 mL aquades agar menjadi sebuah larutan cuplikan. Kemudian untuk persiapan tahap selanjutnya, dipanaskan cawan krus hingga memijar dan menimbang berat cawan krus kosongnya setelah didinginkan menggunakan desikator sebanyak dua kali pengulangan. Sehingga didapat hasil penimbangan cawan krus yang pertama sebesar 32,1116 gram dan hasil
penimbangan cawan krus kedua yaitu sebesar 32,1106 gram. Hasil penimbangan ini kemudian dihitung rata-ratanya menjadi 32,1111 gram. Selisih antara penimbangan cawan krus pertama dan kedua dapat ditoleransi karena nilainya sangat kecil, yakni sebesar 0,001 gram. Pendinginan menggunakan desikator disebabkan karena desikator selain untuk menurunkan dan menstabilkan suhu cawan krus, di dalamnya juga terdapat silika gel yang berfungsi untuk menyerap uap air yang menempel pada cawan krus maupun pada endapan yang ada di dalamnya. Sehingga berat cawan krus akan konstan karena tidak menyerap uap air dari luar. Jika pendinginan cawan krus dilakukan di luar maka beratnya tidak akan konstan karena akan menyerap air dari udara bebas. Setelah itu, langkah berikutnya dilanjut dengan memipet 10 mL larutan cuplikan yang sudah dibuat dan kemudian ditambahkan dengan HCl 1:1 dan 1-2 mL HNO3 pekat, serta mendidihkan campuran tersebut menggunakan pembakar bunsen. Penambahan HCl ini dilakukan bertujuan agar proses pelarutan Fe dalam garamnya tidak mengalami hidrolisis sehingga dilarutkan dalam suasana asam agar Fe2+ tidak mudah teroksidasi dengan oksigen dan atmosfer, dengan kata lain HCl berfungsi untuk menetralkan larutan. Sedangkan penambahan HNO3 pekat digunakan untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ karena HNO3 merupakan oksidator kuat. Selain itu, HNO3 juga dapat meningkatkan konsentrasi larutan sehingga proses pengendapan dapat terjadi dengan mudah. Berdasarkan hasil pengamatan, penambahan HCl menyebabkan larutan cuplikan agak sedikit keruh namun masih dapat dikatakan tidak berwarna atau jernih. Sedangkan penambahan HNO3 pekat menyebabkan larutan berubah warna menjadi warna kuning. Sehingga persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut. Fe2+(aq) + 2HCl(aq) → Fe2+(aq) + 2Cl-(aq) + H2(g) (penambahan HCl) Fe2+(aq) + HNO3(aq) + 3H+(aq) → Fe3+(aq) + NO(g) + 2H2O(l) (penambahan HNO3) Setelah kedua zat tersebut ditambahkan pada larutan cuplikan, kemudian campuran tersebut dididihkan atau dipanaskan dengan tujuan untuk menguapkan air agar reaksi oksidasi berlangsung lebih cepat serta untuk memperbesar konsentrasi larutan sehingga tampak terjadi perubahan warna larutan dari kuning seulas menjadi kuning pekat yang berbau menyengat. Perubahan warna menjadi kuning pekat ini menandakan telah terbentuknya Fe3+. Kemudian, setelah dididihkan dan Fe2+ telah teroksidasi menjadi Fe3+ lalu diencerkan dengan 100 mL (boleh juga 200 mL) aquades. Hal ini perlu dilakukan
karena sebelum pengendapan berlangsung harus dalam kondisi suhu yang tinggi, sehingga harus dipanaskan terlebih dahulu, maka harus ditambahkan pelarut agar saat pemanasan larutan tidak habis dan saat ditambahkan pereaksi pengendap akan dihasilkan endapan yang banyak. Dengan kata lain, pengenceran ini bertujuan untuk memaksimalkan atau menyempurnakan proses pengendapan agar endapan yang dihasilkan banyak. Selain itu, pengenceran juga dapat memperluas permukaan dalam larutan, sehingga reaksi dapat berlangsung lebih mudah. Apabila larutan cuplikan tidak diencerkan, maka ukuran partikel endapan akan terlalu kecil karena konsentrasi yang besar. Sehingga partikel endapan yang terlalu kecil ini akan sulit disaring karena dapat lolos melewati pori-pori kertas saring. Seperti yang sudah diuraikan di atas, bahwa setelah pengenceran akan ada penambahan pereaksi pengendap yaitu larutan NH4OH dalam keadaan panas. Penambahan NH4OH menyebabkan larutan cuplikan mengendap membentuk endapan coklat kemerahan serta larutan menjadi tidak berwarna. Penambahan NH4OH berlebih dapat mengendapkan ion Fe3+ dan ion Fe2+ (yang tidak ikut terendapkan) menjadi endapa Fe(OH)3 yang dapat mempengaruhi massa endapan yang dihasilkan. Penambahan ammonia dilakukan secara tetes demi tetes agar proses pengendapan dapat lebih mudah diamati. Selain itu, seperti yang sudah diulas sebelumnya bahwa proses pengendapan ini dilakukan pada keadaan panas guna mempengaruhi kelarutannya, sehingga
ketika
didinginkan
maka
endapan
yang
terbentuk
akan
lebih
sempurna/banyak. Terbentuknya endapan Fe(OH)3 yang berwarna coklat kemerahan terjadi karena harga Ksp nya sangat kecil yaitu 3,8 x 10-38. Penetesan ammonia dilakukan hingga semuanya mengendap. Proses penetesan ini akan menghasilkan bau menyengat yang berasal dari ammonia itu sendiri. Persamaan reaksi untuk penambahan NH4OH dapat dituliskan sebagai berikut. Fe3+(aq) + NH4OH(aq) Fe(OH)3(s) + NH4+(aq) Setelah larutan didinginkan, maka langkah selanjutnya adalah menyaring campuran tersebut menggunakan kertas saring tanpa abu. Penggunaan kertas saring tanpa abu bertujuan agar pada saat proses pemijaran endapan, kertas saring tidak akan membentuk abu sehingga tidak akan mempengaruhi massa endapan yang dapat mengganggu hasil analisis. Penyaringan dilakukan secara perlahan dari gelas kimia dengan bantuan batang pengaduk agar cairannya tidak berceceran kemana-mana. Pada saat penyaringan, larutan didiamkan beberapa saat agar Fe(OH) 3 dapat mengendap dengan sempurna. Setelah proses penyaringan selesai, endapan yang
terdapat dalam kertas saring kemudian dicuci menggunakan akuades dengan tujuan agar endapan dapat terbebas dari ion klorida dan pengotor lainnya yang terlarut bersama titrat. Penggunaan aquades untuk mencuci endapan dikarenakan aquades merupakan pelarut universal yang larut dengan ion Cl- dan tidak akan bereaksi dengan endapan. Kemudian, untuk menguji apakah endapan masih terdapat ion klorida atau tidak, dapat dilakukan penambahan dengan larutan AgNO3 atau Pb(CH3COO)2. Apabila pada titrat muncul endapan putih AgCl atau PbCl2, artinya masih terdapat kandungan ion klorida pada endapan. Sehingga perlu dilakukan kembali pencucian endapan Fe(OH)3 menggunakan aquades hingga benar-benar bersih dari ion klorida ataupun pengotor lainnya. Setelah endapan dibiarkan beberapa saat hingga benar-benar mengendap, langkah berikutnya adalah mengabukan dan memijarkan kertas saring beserta endapannya dalam cawan krus yang sudah diketahui massanya di atas pembakar Bunsen. Pemijaran ini dilakukan hingga kertas saring tanpa abu terpijar dan hilang. Selanjutnya, dilakukan pemijaran menggunakan furnace pada temperatur 600℃ guna menguapkan kandungan air yang masih ada pada endapan. Kemudian, setelah melalui proses pengabuan dan pemijaran dapat dilakukan pendinginan menggunakan desikator. Pemijaran dan pendinginan ini dapat dilakukan 1 kali atau lebih selama masing-masing ± 1-2 jam. Hasil pengamatan dari proses pemijaran ini adalah endapan Fe2O3 berwarna coklat yang kemudian ditimbang massanya menggunakan neraca analitik beserta cawan krusnya (32,1933 gram). Sehingga, karena cawan krus kosongnya sudah diketahui beratnya yakni sebesar 32,1111 gram, maka dapat dihitung berat endapan Fe2O3 tersebut dan mendapatkan massa sebesar 0,0822 gram. Berdasarkan hasil perhitungan yang didapat dalam penentuan kadar Fe sebagai Fe2O3 adalah sebesar 14,17% dan massa Fe yang didapat yaitu sebesar 0,0575 gram. Adapun persamaan reaksinya yaitu sebagai berikut. 2Fe(OH)3(s) → Fe2O3(s) + 3H2O(l) Berdasarkan hasil uraian penjelasan di atas dapat diringkas maupun disimpulkan bahwasanya pada percobaan ini analisis gravimetri Fe sebagai Fe2O3 menggunakan prinsip dimana senyawa yang diinginkan diubah menjadi bentuk yang sukar larut seperti endapan. Kemudian pada penambahan HCl berfungsi untuk melarutkan besi dalam sampel dan memberikan suasana asam, penambahan HNO3 berfungsi untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+, penambahan ammonia berfungsi membentuk endapan Fe(OH)3 berwarna coklat kemerahan, pencucian menggunakan aquades berfungsi untuk membebeaskan ion klorida dan pengotor lainnya pada endapan, dan pemijaran
dilakukan untuk menguapkan kandungan air pada endapan Fe(OH)3 dan mendapatkan endapan Fe2O3.
7.
Pertanyaan Setelah Praktikum 1) Hitung kadar Fe dalam cuplikan milligram per liter (ppm)! Jawab: Dik: - m Fe = 0,0575 gram = 5,75 miligram - V sampel = 10 mL = 0,01 L Dit: Kadar Fe dalam ppm? Jawab: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒 (𝑝𝑝𝑚) =
𝑚 𝐹𝑒 (𝑚𝑔) 𝑉 (𝐿)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒 (𝑝𝑝𝑚) =
57,5 𝑚𝑔 0,01 𝐿
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒 (𝑝𝑝𝑚) = 575 𝑝𝑝𝑚 = 575 𝑚𝑔/𝐿
8.
Kesimpulan 1) Prinsip dasar penetapan kadar besi dengan cara gravimetri adalah pengubahan besi menjadi bentuk senyawa yang mengendap, yaitu endapan Fe(OH)3. Salah satu pereaksi pengendap yang seringkali digunakan adalah senyawa hidroksida. Langkah penting dalam analisis ini adalah mengubah bentuk besi (II) menjadi besi (III) hidroksida dalam keadaan panas (melalui proses oksidasi). Langkah terakhir adalah mengubah besi (III) hidroksida menjadi bentuk senyawa yang mudah ditimbang, yaitu bentuk oksidanya (Fe2O3) melalui proses pemijaran. 2) Kadar Fe sebagai Fe2O3 yaitu sebesar 14,17%
9.
Daftar Pustaka Global
Safety
Management.
Safety
Data
Sheet.
[Online]:
https://beta-
static.fishersci.com/. [25 September 2021] Harvey, David. (2000). Modern Analytical Chemistry. USA: McGraw-Hill Merkmillipore.
Lembar
Data
Keselamatan
https://www.merckmillipore.com. [25 September 2021] Nurhadi, Agus. (2003). Dasar Kimia Analitik . Jakarta: UI Press
Bahan.
[Online]:
Saptorahardjo. (2003). Kimia Analitik. Jakarta: UI Press. Skoog, D.A., dkk. (2014). Fundamentals of Analytical Chemistry 9th Edition. Belmont: Brooks/Cole Cengage Learning. Svehla, G. (1985). Vogel: Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka Tim Praktikum Kimia Analitik. (2021). Prosedur Praktikum Kimia Analitik Dasar. Bandung: UPI