Tugas Pdsa Ok Kelompok 2 Fix [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

QUALITY IMPROVEMENT MENGGUNAKAN METODE PDSA (MK: MANAJEMEN MUTU KEPERAWATAN)



DISUSUN OLEH :



DAMERIA EMBUN KURNIATY



2018-01-024



ESTHER LENNY



2018-01-025



FRANSISCA ANDAYANI



2018-01-26



IGNATIA MARIA SHANTI



2018-01-029



IMELDA



2018-01-030



PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SINT CAROLUS JAKARTA 2019



KATA PENGANTAR



Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya karena saya dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalah ini adalah merupakan tugas dari MK Manajemen Mutu Keperawatan. Dalam menyusun makalah ini, penulis diharapkan mampu melakukan analisa terhadapa pemasalahan terkait mutu pelayanan untuk meningkatkan quality improvement di sebuah pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit E. Pembuatan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan, baik materi maupun moral dari pihak-pihak tertentu. Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Asnet Leo Bunga, SKp, M. Kes selaku Koordinator Mata Kuliah Manajemen Mutu Keperawatan. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pembaca.



Jakarta, 22 Juni 2019 Hormat saya,



Penulis



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang



Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Rumah sakit sebagai salah satu institusi yang berkontribusi dan memberikan pelayanan kesehatan baik kepada orang sehat maupun orang sakit dengan pelayanan yang bermutu. Mutu pelayanan menjadi indikator pelayanan yang berkualitas dari suatu rumah sakit yang dapat memberikan kepuasan bagi pasien maupun tenaga kesehatan khususnya perawat. Perawat merupakan salah satu tenaga yang paling besar kontribusinya baik kuantitas maupun kualitas dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Pelayanan kepada pasien yang diberikan perawat harus memperhatikan keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di Rumah Sakit (RS). Keselamatan pasien merupakan sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, dapat meminimalkan risiko serta dapat mencegah cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan yang tidak seharusnya (Rahayu, 2017). Upaya pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien di rumah sakit didorong dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien. Terdapat enam sasaran keselamatan pasien (SKP) yang menjadi panduan untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. SKP terdiri dari: 1) Ketepatan identifikasi pasien, 2) Peningkatan komunikasi yang efektif, 3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, 4) Kepastian tepat lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, 5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan 6) Pengurangan risiko pasien jatuh. Keenam SKP tersebut merupakan indikator standar dasar yang utama dalam penilaian Akreditasi Rumah Sakit versi 2012. Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional



Keselamatan



Pasien



Rumah



Sakit (PerMenKes



RI Nomor



1691/MenKes/PER/VIII/2011). Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu



sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, mengidentifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah cedera



yang disebabkan



oleh



kesalahan



terjadinya



akibat melaksanakan suatu



tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (PerMenKes RI Nomor 1691/MenKes/PER/VIII/2011). Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan (Nursalam, 2011). Insiden keselamatan pasien terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), terdapat 30- 70% kejadian tersebut yang dapat dicegah dan diperkirakan. Rumah Sakit E selalu berupaya memantau dan meningkatkan mutu pelayanan serta keselamatan pasien di rumah sakit. Indikator sasaran keselamatan pasien mengacu pada standar Quality Improvement dan Patient Safety dalam akreditasi Joint Commission International (JCI). Indikator tersebut terdiri dari: 1) Ketepatan identifikasi pasien melalui kepatuhan pemasangan gelang identitas pasien sesuai dengan standar, 2) Komunikasi efektif pada pelaksanaan konfirmasi komunikasi antara perawat dan dokter per telepon (read back), 3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai melalui kepatuhan melaksanakan penempatan obat high alert, 4) Kepastian tepat lokasi, tepatprosedur, tepat-pasien operasi dengan pelaksanaan surgical safety check list, 5) Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dengan kepatuhan cuci tangan dan 6) Pengurangan risiko pasien jatuh dengan tidak adanya kejadian pasien jatuh. Rumah Sakit E menunjukan indikator yang tidak dapat memenuhi standar, yaitu indikator komunikasi efektif. Komunikasi efektif saat handover atau handoff, khususnya terhadap pasien dengan tingkat kritis lebih, perlu diperhatikan untuk mencegah KTD. Komunikasi diidentifikasi sebagai penyebab terbesar terjadinya KTD sebesar lebih dari 70%. Pentingnya mengidentifikasi perbaikan proses dalam meningkatkan capaian indikator mutu dengan menggunakan pendekatan PDSA (plan-dostudyact). PDSA dapat mengidentifikasi penyebab masalah capaian indikator mutu



dan menganalisis perencanaan, evaluasi serta implementasi perencanaan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Siklus PDSA menggunakan empat tahap pendekatan. 1). Plan adalah mengidentifikasi tahap perubahan untuk perbaikan; 2). Do adalah tahap menguji perubahan yang telah dilakukan; 3). Study adalah tahap meneliti keberhasilan perubahan; 4). Act adalah tahap mengidentifikasi adaptasi dan menginformasikan siklus baru. Plan Do Study Action atau disebut dengan PDSA sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas mutu kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya artikel yang telah



dipublikasikan beberapa negara maju dan berkembang yang menggunakan PDSA untuk menyelesaikan masalah kesehatan. Penggunaan Siklus PDSA mempunyai



intervensi yang kompleks dan dipengaruhi oleh konteks lokal. Intervensi yang kompleks menyebabkan pelaporan atau dokumentasi yang dilakukan tidak lengkap. Hasil sistematika review jurnal menunjukkan bahwa dari 73 artikel yang masuk kriteria inklusi sebanyak 47 artikel yang melaporkan siklus PDSAnya secara rinci, kurang dari 20% artikel yang melaporkan penggunaan siklus berulang, dan 15% yang melaporkan perkembangan penggunaan siklus PDSA. Penilaian ini dilakukan berdasarkan kerangka teoritis yang dikembangkan oleh Michael dan tim untuk menilai penerapan siklus PDSA. Bagian keperawatan sebagai unit yang paling luas, wajib melakukan PDSA dalam memberikan perawatan yang berkualitas dengan memperhatikan salah satunya keamanan pasien serta kepuasan pasien dan perawat.



B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mampu mengidentifikasi dan menganalisa dengan framework PDSA terhadap kefektifan komunikasi dengan metode SBAR untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan (Quality improvement). 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran permasalahan mutu pelayanan; komunikasi efektif. b. Menganalisa



permasalahan



yang



terjadi



di



bidang



keperawatan;



komunikasi SBAR. c. Menganalisa masalah komunikasi efektif dengan framework PDSA dalam QI.



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A. QUALITY IMPROVEMENT 1. Definisi Menurut Yoder dan Wise (2011) manajemen mutu (Quality Management) mengacu pada filosofi yang mendefinisikan budaya perawatan kesehatan kepuasan pelanggan, inovasi, dan karyawan keterlibatan. Demikian pula, peningkatan kualitas (Quality Improvement) mengacu pada proses inovasi yang berkelanjutan, pencegahan kesalahan, dan pengembangan staf yang digunakan oleh lembaga yang mengadopsi filosofi manajemen kualitas 2. Metodologi PDSA a. Definisi National Health Service (NHS) menyatakan bahwa PDSA adalah model untuk perbaikan/ improvement yang menyediakan kerangka kerja untuk pengembangan, pengujian dan menerapkan perubahan yang mengarah ke peningkatan. Hal ini didasarkan pada metode ilmiah dan memoderasi dorongan untuk mengambil tindakan segera dengan kebijaksanaan belajar yang cermat. Menggunakan siklus PDSA memungkinkan kita untuk menguji perubahan dalam skala kecil, membangun pola pembelajaran dimulai dari siklus



ini



kearah



diimplementasikan.



yang Ini



lebih



memberi



terstruktur



sebelum



semuanya



kesempatan



kepara



pemangku



kepentingan untuk melihat apakah perubahan yang diusulkan akan berhasil dan merupakan suatu metode yang ampuh untuk belajar dari ideide yang berhasil dan tidak berhasil. Dengan metode ini, proses perubahan lebih aman dan minimal risiko bagi pasien dan staf. b. Kapan menggunakan model PDSA Model PDSA digunakan ketika merencanakan perbaikan atau perubahan apa pun dalam proses kerja, penting untuk mengetahui apa yang ingin Anda capai, bagaimana Anda akan mengukur peningkatan dan secara eksplisit tentang ide yang akan diuji. Anda mungkin tidak mendapatkan hasil yang Anda harapkan sehingga lebih aman dan lebih



efektif



untuk



menguji



peningkatan



dalam



skala



kecil



sebelum



menerapkannya secara menyeluruh. c. Bagaimana menggunakan model PDSA Kerangka kerja ini mencakup tiga pertanyaan kunci untuk dijawab sebelum menguji konsep perbaikan dan proses untuk menguji ide perubahan. Pertanyaan utama: a) Apa yang ingin kita capai? (Pernyataan tujuan). Tim perlu menetapkan tujuan yang jelas dan fokus dengan target yang terukur. Tujuan-tujuan ini memerlukan kepemimpinan klinis dan harus fokus pada masalah yang menjadi perhatian, baik pada pasien juga staf. Tujuan juga harus relevan dengan lamanya proyek dan berani dalam berinovasi. Contoh pernyataan tujuan dari layanan kanker: Untuk meningkatkan akses, kecepatan diagnosis, kecepatan memulai pengobatan dan perawatan pasien untuk orang yang diduga menderita kanker usus. Hal ini akan dicapai dengan:  Memperkenalkan sistem membuat janji/ booking sebelum datang ke layanan kesehatan. Target: lebih dari 95% pasien  Mengurangi waktu tunggu dari rujukan GP ke pengobatan definitif pertama yaitu kurang dari 15 minggu.  Memastikan bahwa lebih dari 80% pasien menjadi pembahasan/ diskusi oleh tim multidisiplin. b) Bagaimana kita tahu jika perubahan itu merupakan peningkatan? Apakah ukuran/ indikator keberhasilan yang akan digunakan? Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda perlu mengukur hasil seperti pengurangan waktu tunggu. Jika kita melakukan perubahan, ini harus memengaruhi tindakan dan menunjukkan perubahan dari waktu ke waktu apakah hal itu mengarah pada perbaikan berkelanjutan. Langkah-langkah dalam model ini adalah alat untuk belajar dan menunjukkan peningkatan, bukan untuk penilaian/ judgement. Setiap tim proyek harus mengumpulkan data untuk menunjukkan apakah perubahan menghasilkan peningkatan, melaporkan kemajuan setiap bulan pada grafik deret waktu/ timetable yang dikenal sebagai run chart.



c) Perubahan apa yang dapat kita lakukan yang akan merupakan peningkatan? (Mengubah konsep/ teori untuk diuji cobakan). Ada banyak perubahan potensial yang bisa dilakukan tim Anda. Namun, bukti dari literatur ilmiah dan program perbaikan sebelumnya menunjukkan bahwa sejumlah kecil perubahan kemungkinan besar akan menghasilkan peningkatan.



Sumber: National Health Service (NHS) Pendekatan ini tidak biasa dalam pelayanan kesehatan karena secara tradisional, ide-ide baru sering diperkenalkan tanpa pengujian yang memadai. Empat tahap siklus PDSA adalah: Plan- Rencanakan - perubahan yang akan diuji atau diterapkan Do- Kerjakan - melakukan tes/ pengujian atau perubahan Study- Studi- sebelum memulai membuat kesepakatan perihal hasil yang terukur, mengumpulkan data sebelum



dan



setelah perubahan



merefleksikan dampak perubahan dan apa yang telah dipelajari



dan



Act- Bertindak - rencanakan siklus perubahan berikutnya atau implementasi penuh.



3. Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1 (SNARS-1) Berdasarkan SNARS edisi 1 rumah sakit perlu memiliki program dalam peningkatan mutu pelayanan pasien di rumah sakit dan menjamin keselamatan pasien yaitu dengan membuat komite/tim peningkatan mutu dan keselamatan pasien (PMKP). Kegiatan yang dilakukan komite ini adalah melakukan pengelolaan kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien; pemilihan, pengumpulan, analisis dan validasi data indikator mutu; pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien; pencapaian dan mempertahankan perbaikan dan manajemen risiko. Salah satu standar yang mengatur kegiatan analisis indikator mutu pada SNARS edisi satu, tertuang pada standar PMKP 7.1 yang menjelaskan bagaimana proses analisa data merupakan salah satu kegiatan untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen rumah sakit. Selanjutnya komite PMKP akan menentukan metode analisis yang akan dilakukan oleh setiap unit. Salah satu saran yang ditentukan dari SNARS edisi 1 adalah dengan metode PDSA.



B. SBAR (Stuation-Background-Assessment-Recomendation) 1. Definisi Keselamatan pasien merupakan salah satu indikator mutu pelayanan di Rumah Sakit. Keselamatan pasien adalah sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, dapat meminimalkan risiko, serta dapat mencegah cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan yang tidak seharusnya (Rahayu, 2017). Upaya pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien di rumah sakit didorong dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 11 tahun 2017 tentang keselamatan pasien. Terdapat enam sasaran keselamatan pasien (SKP) yang menjadi panduan untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. SKP terdiri dari: 1) Ketepatan identifikasi pasien, 2) Peningkatan komunikasi yangefektif, 3) Peningkatan keamanan obat yangperlu diwaspadai, 4) Kepastian tepat lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, 5) Pengurangan



risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan 6) Pengurangan risiko pasien jatuh. Keenam SKP tersebut merupakan indikator standar dasar yang utama dalam penilaian Akreditasi Rumah Sakit SNARS edisi 1. Sasaran kedua dari SKP yaitu komunikasi efektif, hal ini menjadi perhatian agar dalam komunikasi antar profesi yang terjadi adalah tepat waktu,



akurat,



jelas



dan



mudah



dipahami oleh



penerima,



sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahpahaman. Komunikasi



efektif



ini terjadi dengan menggunakan suatu format baku agar komunikasi menjadi terstandar dan berlangsung secra efektif dan efesien. Salah satu format baku yang dipergunakan adalah format SBAR. National Health Service (NHS) menyatakan bahwa SBAR adalah bentuk



komunikasi



yang



mudah



digunakan



dan



terstruktur



yang



memungkinkan terjadinya informasi ditransfer secara akurat antara individu. SBAR terdiri dari pertanyaan cepat standar di empat bagian untuk memastikan bahwa staf berbagi informasi ringkas dan fokus. Ini memungkinkan staf untuk berkomunikasi secara asertif dan secara efektif, mengurangi kebutuhan akan pengulangan dan kemungkinan kesalahan. Sebagai struktur dibagikan, ini juga membantu staf mengantisipasi informasi yang dibutuhkan oleh kolega dan mendorong keterampilan penilaian. Menggunakan SBAR meminta staf untuk merumuskan informasi dengan tingkat detail yang tepat.



2. Kapan menggunakan SBAR SBAR membantu menyediakan struktur untuk interaksi yang memberi kemudahan baik untuk pemberi informasi (komunikan) dan juga untuk penerima informasi. Hal ini membantu komunikan dengan memastikan telah memformulasikan pola SBAR dalam pikiran mereka sebelum komunikasi dimulai. Bagi penerima, mereka mengetahui pola ini juga, tidak akan terjadi menginterupsi pemberi informasi dengan pertanyaan sebelum pola SBAR selesai dilakukan. SBAR dapat digunakan dalam komunikasi apa pun tetapi dapat sangat efektif dalam mengurangi penghalang komunikasi yang efektif di berbagai disiplin ilmu dan antara perbedaan tingkat staf. Ketika staf menggunakan tehnik SBAR dalam pelaksanaan pelayanan klinis, mereka membuat rekomendasi yang memastikan alasan komunikasinya menjadi



jelas. Tetapi ada kemungkinan bagian rekomendasi ini membuat staf tidak nyaman sangat, misalnya mereka yang ada belum berpengalaman atau yang perlu berkomunikasi dengan seseorang yang lebih senior dari mereka. Penggunaan SBAR memberikan kejelasan dalam komunikasi dan mencegah proses menduga atau mengasumsikan bahwa orang lain mengerti. Tehnik SBAR telah disarankan sebagai alat untuk memfasilitasi komunikasi yang efektif antara layanan kesehatan profesional. Tehnik ini sudah banyak diterapkan pada saat serah terima antar shif keperawatan karena tehnik ini menyediakan kerangka kerja untuk mengkomunikasikan kondisi pasien dan telah terbukti memfasilitasi pertukaran informasi dan menjadi strategi yang efektif untuk meningkatkan kerja tim (Nagammal. S., et all, 2017) SBAR dapat digunakan di mana saja, termasuk: 1) Rawat inap atau rawat jalan, 2) Komunikasi mendesak atau tidak mendesak, 3) Percakapan antara dokter, baik secara langsung atau melalui telepon – khususnya berguna dalam komunikasi perawat ke dokter dan juga membantu dalam komunikasi dokter ke dokter, 4) Percakapan dengan teman tim kerja – proses serah terima antar shift, 5) Komunikasi antara berbagai disiplin ilmu, 6) Sebagai eskalasi saat terjadi kondisi pasien yang mengkhawatirkan, 7) Ketika pasien berpindah/ transfer (transfer internal/ eksternal).



3. Bagaimana menggunakan tehnik SBAR S – situasi 



Identifikasi diri Anda dari RS/ unit tempat Anda menelepon.







Identifikasi pasien dengan nama dan alasan Anda menelepon.







Jelaskan temuan Anda.



B - latar belakang 



Berikan alasan masuk (admission) pasien







Jelaskan riwayat medis yang signifikan







Informasikan kepenerima informasi tentang latar belakang pasien: diagnosis masuk, tanggal masuk, prosedur sebelumnya, obat saat ini, alergi, hasil laboratorium terkait dan hasil diagnostik lain yang



relevan. Untuk proses bagian ini Anda harus mengumpulkan informasi dari file/ catatan pasien. A – pengkajian/ penilaian 



Tanda-tanda vital.







Kondisi klinis pasien.







Tanda dan gejala, kekhawatiran.



Anda perlu berpikir kritis ketika memberi tahu penerima tentang pengkajian mengenai situasi pasien. Ini berarti Anda telah mempertimbangkan apa yang mungkin menjadi alasan yang mendasari kondisi pasien Anda. Anda tidak hanya telah meninjau temuan Anda dari pengkajian Anda, tetapi Anda juga telah mengkonsolidasikannya dengan indikator objektif lainnya, seperti hasil laboratorium. R - rekomendasi Akhirnya, apa rekomendasi Anda? Artinya, apa yang Anda inginkan terjadi pada akhir pembicaraan. Setiap saran yang diberikan pada telepon perlu diulang kembali untuk memastikan keakuratan. 



Jelaskan apa yang Anda butuhkan - spesifik tentang permintaan dan kerangka waktu.







Membuat saran.







Perjelas capaian/ harapan.



Situation (S)



Background (B)



 Selamat pagi Dokter, saya ………… perawat RS………ruangan ………….  Melaporkan pasien nama Tn A mengalami penurunan pengeluaran urine 40 cc/24 jam, mengalami sesak napas.  Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 15 Juni 2019, program HD hari Senin-Kamis  Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang kateter, pemberian oksigen 3 liter/ menit 15 menit yang lalu.  Obat injeksi diuretik 3 E 1 amp  TD 150/80 mmHg, RR 30 E/menit, Nadi 100 E/menit, edema ekstremitas bawah dan asites  Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3,



ureum 237 mg/dl  Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki. Assessment (A)



 Saya pikir masalahnya gangguan pola nafas dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih  Pasien tampak tidak stabil



Recommendation  Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen (R) NRM  Apa advise dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?  Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?  Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM?  Apakah advise dokter? Perlukah peningkatan diuretik atau syringe pump?  Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?



2.



JURNAL 1. Improved Communication for Safer Patient Care: The Implementation of SBAR Peneliti: Amanda Dowden (2017). Metode: Kuasi eksperimen Penelitian dilakukan di Zuckerberg San Francisco General (ZSFG) Urgent Care Center (UCC) dibuka pada tahun 1999 yang bertujuan meringankan beban kasus non-emergent dari departemen gawat darurat. Tujuan dari penelitian perbaikan ini adalah untuk meningkatkan konsistensi komunikasi antara staf departemen gawat darurat melalui standar SBAR saat serah terima pasien antara RN dan perawat pelaksana. Proses ini diakhiri dengan penilaian penggunaan SBAR antara RN dan perawat pelaksana melalui observasi, dan pemahaman staf yang dilihat dalam hasil penilaian survei pra dan pasca perubahan. Dengan bekerja pada proses, peneliti mengantisipasi konsistensi yang lebih besar saat serah terima pasien untuk



Perawat pelaksana, relatif meningkatkan penilaian kepuasan staf sikap pada kerja tim dan komunikasi, relatif meningkatkan keselamatan pasien terhadap kerja sama tim, intra departemen, saling hormat, dan komunikasi Langkah penelitian melakukan identifikasi penyebab dan akibat dengan menggunakan diagram tulang ikan. Diagram tersebut digunakan untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi, termasuk varians dalam staf gaya komunikasi, dan hirarki peran seperti yang digambarkan dalam diagram dibawah ini :



Langkah lainnya melakukan analisis SWOT disusun untuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.



Model PDSA akan digunakan untuk menguji proyek implementasi SBAR. Sebuah model perubahan yang efektif, model PDSA sering digunakan dalam meningkatkan kualitas pasien perawatan, berfokus pada membuat perawatan kesehatan lebih aman, lebih berpusat pada pasien, efektif, efisien, dan merata Selama fase perencanaan siklus PDSA, sebuah kebutuhan penilaian dan analisis sistem mikro dilakukan untuk menetapkan tujuan berdasarkan layanan dan kebutuhan pasien. Selama tahap ini data dikumpulkan dari survei staf dan dinilai secara berurutan untuk mengidentifikasi masalah dengan pemberian perawatan, khususnya dalam hal ini terkait dengan komunikasi kontinuitas. Berikut merupakan gambaran pelaksanaan PDSA pada penelitian tersebut



Terjadi peningkatan respons survei staf terhadap pemahaman dan komunikasi SBAR, tingkat kenyamanan dalam menjelaskan SBAR, Umpan balik staf positif karena hubungannya dengan peningkatan kualitas pelayanan perawatan pasien. Hasil survei kesekamatan pasien meningkat (100%). Penerapan proyek perubahan dengan menggunakan metode PDSA, mendukung keberhasilan penerapan SBAR di satu unit gawat darurat (51%). Proyek Implementasi SBAR akan berlanjut untuk semua departemen dalam rumah sakit, sebagai bagian dari langkah peningkatan kualitas yang bertujuan untuk meningkatkan asuhan perawatan pasien, komunikasi dan kerja tim. Dalam jangka panjang, upaya yang diharapkan dalam meningkatkan komunikasi di tiap departemen akan berdampak pada skor kepuasan staf secara positif.



2. Jurnal “Reducting inpatient falls in a 100% single room elderly care evvironment: evaluation of the impact of a systematic nurse training programme on fall risk assessment (FRA) Penelitian dilakukan oleh Singh dan Okeke pada tahun 2014 di Aneurin Bevan University Health Board (Wales, UK) dengan menilai kejadian pasien jatuh akibat tingginya tingkat kejadian yang dilaporkan di rumah sakit tersebut. Penelitian bertujuan untuk mengurangi angka kejadian tersebut dengan menggunakakn metodologi Plan-Do-Study-Act dan FRA. FRA adalah instrumen keperawatan untuk menilai dan mengurangi beberapa faktor yang menimbulkan risiko jatuh di rumah sakit. Semua pasien rawat inap di atas usia 65 harus memiliki penilaian risiko jatuh diselesaikan pada saat pasien masuk rumah sakit. Perawat diberikan pendidikan dan pelatihan untuk menilai faktor risiko kejadian jatuh. Pre-pelatihan data dasar mengungkapkan memadai jatuh penilaian dan tingkat penyelesaian rendah alat FRA. Selanjutnya, data yang pasca-pelatihan menunjukkan perbaikan sesuai dengan semua aspek dari FRA. Bersamaan dengan pelatihan perawat, sebenarnya kejadian jatuh / 1000 pasien-tidur-hari turun secara signifikan dari baseline 18,19 ± 3,46 (Nov 2011-Maret 2013) ke 13,36 ± 2,89 (p