Tugas Penemuan Hukum Prof Kalo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Negara Hukum Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang merupakan falsafah dan dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan cerminan dari jiwa bangsa Indonesia, haruslah menjadi sumber hukum dari semua peraturan hukum yang ada.Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia (baik formal maupun materil) seluruhnya bersumber pada Pancasila.1 Selain sebagai negara hukum yang berasaskan Pancasila dan menganut sistem civil law, Indonesia memiliki sumber hukum yang lebih dari satu, yaitu hukum Islam, hukum positif dan hukum adat yang menjadi ciri khas tersendiri dalam ranah hukum dunia. Berdasarkan perkembangan teori hukum adat pasca kemerdekaan Indonesia, keberadaan hukum Islam di Indonesia menjadi kuat, meski hukum Islam dan hukum adat sama-sama masuk dalam sistem hukum Indonesia.2 Oleh karena menganut sistem civil law, maka Indonesia memiliki kriteria yang dimiliki negara penganut sistem civil law, yaitu terdapat sistem kodifikasi, hakim tidak terikat pada stare decisis/presenden sehingga rujukan utama adalah undang-undang, dan peradilannya bersifat inkuisitorial (aktif dalam menemukan fakta hukum dan meneliti alat bukti).3 Oleh karena itu Indonesia sebagai Negara Hukum tentunya memiliki ketentuan- ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur setiap 1



Paisol Burlian, Hukum Tata Negara, (Palembang, Tunas Gemilang Press, 2018), hal.17 Ulya Kencana, Hukum Wakaf Indonesia, (Malang, Setara Press, 2017), hal. 178 3 Nurul Qomar, Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan, (Makasar , Penerbit Refleksi, 2010), hal 40 2



1



warga negaranya. termasuk peraturan yang mengatur mengenai hubungan hukum antar setiap individu baik laki- laki maupun perempuan. Di dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia hanya diakui dua jenis kelamin saja yaitu laki- laki dan perempuan. Hal ini dicantumkan tegas tentang laki- laki dan perempuan dalam Undang-undang Perkawinan yaitu Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan di dalam ketentuan mengenai isi kartu penduduk yang ditetapkan dalam Undang-undang Administrasi Kependudukan Undang- Undang Nomor 23 tahun 2006 bahwa dalam kolom jenis kelamin hanya ada 2 (dua) pilihan jenis kelamin yaitu laki- laki dan perempuan. Namun dewasa ini diantara penggolongan 2 (dua) jenis kelamin tersebut muncul orang-orang yang mempunyai kecenderungan berprilaku bertentangan dengan kodrat jeniskelamin yang dimilikinya. orang- orang inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan Waria atau Transgender. Seiring perkembangan teknologi, beberapa diantara kaum Transgender tersebut telah mengubah jenis kelaminnya yang kemudian disebut dengan Transeksual. Transeksual adalah seseorang yang jelas tidak mengidentifikasikan jenis kelamin dirinya seperti ketika lahir, melainkan mengidentifikasikan dirinya seperti lawan jenisnya. 4 Sehingga dilakukan Operasi Pergantian Kelamin atau Penyempurnaan Kelamin. Transeksual merupakan suatu kondisi dimana seseorang menunjukkan ketidaknyamanan terhadap keadaan anatomis tubuh dan memiliki keinginan untuk mengubah alat genitalnya melalui Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassignment Surgery).5 Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassigment Surgery) dilaksanakan dengan tujuan untuk mengubah alat kelamin pasien sehingga mirip dengan alat



Ann M. Kring, Sheri L. Johson, Gerald, John M.Neale, Abnormal Pshychology, (America, Wiley, 2010),hal. 396. 5 Ibid. 4



2



kelamin lawan jenisnya.6 Pada prakteknya beberapa Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassigment Surgery) dilakukan dengan alasan untuk mengubah alat kelamin transeksual walaupun sebenarnya alat kelamin mereka normal secara anatomis. 7 Dengan kata lain, kaum transeksual ini melakukan operasi untuk mengubah jenis kelamin bawaan lahirnya hanya mengikuti keinginan jiwanya meskipun dalam kenyataannya mereka sudah terlahir dengan kondisi jenis kelamin yang sempurna. Operasi Penggantian Kelamin (Sex Reassigment Surgery) yang dilakukan terhadap Transeksual berbeda dengan Operasi Penyempurnaan Kelamin yang dilakukan terhadap penderita hermaprodit atau kelamin ganda.8 Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat sosial juga sebagai makhluk yang bersifat individualis. Sebagai makhluk sosial berarti seseorang tidak dapat hidup sendirian, karena itu perlu adanya bantuan orang lain sebagai pemenuhan dirinya dalam proses interaksi dan kepentingan-kepentingan yang dimiliki manusia. Sebagai makhluk yang bersifat individualis berarti seseorang mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku yang berbeda dari orang lainnya yang menjadikan dirinya berbeda satu sama lain dalam hal kebutuhan dan kepentingan. Sifat dasar manusia yang individualis inilah maka manusia memiliki kehendak untuk mencapai kehidupan yang tentram dan damai, walaupun sebagai makhluk yang bersifat sosial manusia selalu berkeinginan berinteraksi dengan manusia lainnya. Oleh karena itu manusia selalu berkeinginan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya. Terbukti pada kenyataannya bahwa manusia membentuk dan membangun keluarga dengan melakukan perkawinan untuk sebuah keturunan.9 Fitri Fausiah dan Juliati Widury, Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, (Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2007), hal. 60 7 Ibid. 8 Siti Maesaroh, Operasi Transeksual dalam Kajian Hukum Islam, (Yogyakarta, Thafa Media, 2018), hal: 15-16 9 Dedi Ismatullah, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Bandung, Pustaka Setia, 2011), hal. 6



31.



3



Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, maka dalam penelitian hukum ini penulis menyusun penulisan makalah dengan judul: “Status Hukum Transeksual Terhadap Perubahan Jenis Kelamin Pasca Penetapan Pengadilan”



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Seorang Transeksual Yang Telah Memperoleh Penetapan Perubahan Status Oleh Pengadilan Negeri Menjadi Penemuan Hukum? 2. Bagaimana Status Hukum Transeksual Terhadap Perubahan Jenis Kelamin Pasca Penetapan Pengadilan?



BAB II PEMBAHASAN



4



A. Seorang Transeksual Yang Telah Memperoleh Penetapan Perubahan Status Oleh Pengadilan Negeri Menjadi Penemuan Hukum Penemuan hukum diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim, atau aparat hukum lainnya yang ditugaskan untuk menerapkan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkret. Sedangkan, penerapan hukum adalah konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das Sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit tertentu (das Sein). Penemuan hukum dalam arti ini oleh van Eikema Hommes disebut sebagai pandangan peradilan yang typis logicistic, di mana aspek logis analitis dibuat absolut, atau yang oleh Wiarda disebut penemuan hukum heteronom.10 Achmad Ali menyatakan menurut aliran ini, hakim diberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya untuk melakukan penemuan Hukum, dalam arti kata bukan sekedar penerapan undang-undang oleh hakim, tetapi juga mencakup memperluas dan membentuk peraturan dalam putusan hakim. Untuk mencapai keadilan yang setinggitingginya, hakim bahkan boleh menyimpang dari undang-undang demi kemanfaatan



masyarakat.11



Agar



putusan



yang



dijatuhkan



dapat



dipertanggungjawabkan, baik secara yuridis maupun secara moral, maka dalam menghadapi fakta konkret, hakim harus mampu menemukan hukumnya melalui interpretasi .12 Kegunaan dari penemuan hukum adalah mencari dan menemukan kaidah hukum yang dapat digunakan untuk memberikan keputusan yang tepat atau benar, dan secara tidak langsung memberikan kepastian hukum juga didalam masyarakat. Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa : Sudikno Mertukusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta, Liberty , 2004) hal. 37 11 Achmad Ali. 2002. Menguak Tabir Hukum, (Jakarta, Gunung Agung, 2002), hal. 138 12 Firdaus Muhammad Arwan, Hukum dan Keadilan Masyarakat, (Pontianak, Raja Grafindo, 2006), hal. 11 10



5



a.



Adakalanya pembuat Undang-undang sengaja atau tidak sengaja menggunakan istilah-istilah atau pengertian pengertian yanga sangat umum sifatnya, sehingga dapat diberi lebih dari satu pengertian atau pemaknaan;



b.



Adakalanya istilah, kata, pengertian, kalimat yang digunakan di dalam peraturan perundang-undangan tidak jelas arti atau maknanya, atau tidak dapat diwujudkan lagi dalam kenyataan sebagai akibat adanya perkembangan-perkembangan didalam masyarakat;



c.



Adakalanya terjadi suatu masalah yang tidak ada peraturan perudangundangan yang mengatur masalah tersebut. Dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan itulah seorang hakim atau



pengemban profesi hukum lainnya harus dapat menemukan dan juga menentukan apa yang dapat dijadikan hukum dalam rangka pembuatan keputusan hukum atau menyelesaikan masalah hukum yang sedang dihadapi. Hal ini dapat dilihat dari kasus perubahan kelamin pertama di Indonesia pada tahun 1973, seorang laki-laki bernama Iwan Robyanto Iskandar telah mengalami operasi kelamin menjadi wanita dang mengganti namanya menjadi Vivian Robiyanti Iskandar. Memang sebelum Iwan sudah ada operasi penggantian kelamin yang dilakukan oleh orang lainnya, namun tidak dikenal karena orang yang bersangkutan tidak menempuh jalur hukum. Riwayat kasus Vivian Rubianti ini dimulai pada 8 Mei 1973 Iwan Robyanto Iskandar berangkat ke Singapura. Selama di Singapura ternyata Iwan Robyanto Iskandar telah mengalami operasi pergantian kelamin. Sebagai bukti telah terjadinya operasi pergantian kelamin tersebut, Iwan mendapatkan surat pernyataan dari Prof. S.S. Ratnam tertanggal 18 Juni 1973 yang isinya bahwa Iwan Rubyanto Iskandar



6



telah mengalami operasi kelamin sehingga menjadi wanita. Setelah terjadi operasi pergantian kelamin, disinilah problem hukum terjadi. Perubahan status awal lakilaki tiba- tiba berubah menjadi wanita. Mula pertama paspor atas Iwan Rubyanto Iskandar dicabut oleh Kedutaan Besar Indonesia di Singapur karena Iwan bukan lagi laki-laki melainkan wanita. Sebagai gantinya karena pihak Kedutaan tidak dapat mengeluarkan Pasport, Iwan hanya diberikan surat “Keterangan Darurat” dimana diterangkan bahwa Vivian Rubiyanti adalah WNI dan keterangan ini hanya berlakusatu kali perjalanan dari Singapur ke Jakarta. Juga diterangkan disitu bahwa keterangan darurat tersebut harus diserahkan ke Kantor Imigrasi setempat. Sesampainya di Jakarta Vivian Rubiyanti melakukan upaya hukum untuk memperjuangkan haknya untuk memperoleh pengesahan sebagai status hukum wanita dan perubahan nama. Persoalan seorang laki-laki yang bernama Iwan Rubyanto Iskandar warga negara Indonesia setelah mengalami operasi pergantian kelamin dari laki-laki menjadi wanita memohon kepada Pengadilan Negeri agar status hukumnya di sahkan sebagai seorang wanita dan agar diberi izin mengganti namanya



menjadi



Vivian



Rubiyanti



Iskandar,



selanjutnyaagar



Pengadilan



menyampaikan putusannya kepada Pegawai catatan sipil supaya didaftarkan dan dicatat pada pinggir akta kelahiran yang bersangkutan tentang pergantian nama dan status hukum tersebut.



Persoalan hukum yang timbul adalah apakah perubahan kelaminyang sudah terjadi melalui operasi dari laki-laki menjadi wanita, dapat di sahkan statusnya menjadi wanita. Dan selanjutnya apakah hukum bisa merubah namanya dari nama Iwan Rubyanto Iskandar menjadi nama perempuan Vivian Rubiyanti Iskandar.



7



Hukum positif di Indonesia belum mengatur tentang pergantian jenis kelamin, apalagi perubahan status hukum dari laki-laki menjadi perempuan. Dalam putusan pengadilan Kasus Vivian Rubiyanti tersebut, pertimbangan hakim bahwa merupakan kenyataan sosial dalam hidup masyarakat dimana diantara dua jenis mahkluk hidup laki-laki dan perempuan, terdapat pula segolongan orang yang hidup diantaranya. Perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kedokteran khususnya telah memungkinkan pula seseorang itu disempurnakan jenisnya untuk dapat digolongkan sebagai laki-laki maupun perempuan. Dari aspek medis dilihat bahwa faktor kejiwaan khususnya ciri kepribadian wanita yang paling menentukan. Sehingga meskipun keadaan fisiknya adalah lakilaki tapi keadaan psikisnya adalah perempuan. Maka keadaan fisik laki-laki yang tidak normal tersebut dalam ilmu kedokteran dapat dirubah agar sesuai dengan keadaan psikisnya. Atas dasar medis ini juga hakim mengambil kesimpulan sungguhpun terjadi hal-hal yang kurang mendekati kesmpurnaan, tidaklah menghalangi ketetapan hakim didalam menentukan status ppemohon sebagai wanita. Kelemahan-kelemahan dari peraturan perundang-undangan inilah yang kemudian menimbulkan konsep penemuan hukum oleh hakim. Namun demikian, terdapat beberapa pandangan yang menyatakan bahwa penemuan hukum tidak diperkenankan hakim melakukan penemuan hukum. Gagasan penolakan ini lebih disebabkan oleh ketidakmungkinan dari apa yang disebut dengan kekosongan hukum. Hal ini merupakan pandangan dari positivisme Kelsen, yang menyatakan bahwa “tidak mungkin terdapat suatu kekosongan hukum dikarenakan jika tata hukum tidak mewajibkan para individu kepada suatu perbuatan tertentu, maka individu-individu tersebut adalah bebas secara hukum. sepanjang negara tidak



8



menetapkan apa-apa maka itu merupakan kebebasan pribadinya”. Berkebalikan dengan pandangan ini, justru kekosongan hukum sangat mungkin terjadi dan akan menimbulkan kebangkrutan keadilan dimana hukum tidak dapat memfungsikan dirinya di tengah-tengah masyarakat untuk menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat. Kebangkrutan keadilan, merupakan konsekuensi dari kondisi dimana hukum tidak dapat menyelesaikan suatu sengketa yang timbul di dalam masyarakat.



B. Status Hukum Transeksual Terhadap Perubahan Jenis Kelamin Pasca Penetapan Pengadilan. Hukum selalu hidup di tengah masyarakat sebagaimana ungkapan bahwa di mana ada masyarakat di situ ada hukum sehingga dinamika hukum akan selalu berjalan bersama perkembangan masyarakat tempat di mana hukum itu berada. Peraturan perundang-undangan yang dibentuk dalam suatu masyarakat tidak selamanya mampu untuk menjawab masalah-masalah yang ada bahwa hukum tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat. Oleh karena itu tidak jarang terjadi suatu perkara atau masalah yang ada ternyata belum diatur oleh suatu perundang-undangan atau telah diatur tapi tidak lengkap sehingga hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, memahami dan mengikuti nilai-nilai hukum yang berkembang sehingga putusannya selalu dirasakan adil oleh masyarakat. Peraturan perundang-undangan mempunyai banyak masalah antara lain tidak fleksibel, tidak pemah lengkap untuk memenuhi segala peristiwa hukum atau tuntutan hukum dan menimbulkan apa yang lazim disebut kekosongan hukum atau rechstvacuum. Barangkali yang tepat adalah kekosongan peraturan perundangundangan bukan kekosongan hukum.13 Setelah kasus Vivian Rubiyanti Iskandar putus berikut ini adalah beberapa kasus 13



Achmad Ali, Op Cit. hal. 70.



9



transeksual yang melakukan operasi pergantian kelamin di Indonesia antara lain yaitu:14 1) Kasus Henriette Soekotjo (Tahun1978) Terlahir sebagai laki-laki dengan nama Soekotjo, kemudian soekotjo meminta pengesahan statusnya menjadi wanita dan berganti nama menjadi Henriette Soekotjo. Pengadilan Negeri Surabaya pada bulan September 1978 telah mengabulkan permohonan Henriette Soekotjo untuk ditetapkan sebagai wanita, setelah ia menjalani operasi kelamin. Penetapan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut yang sidangsidangnya dipimpin oleh Hakim Ketua Sriati Widagdo, dengan hakim anggota Hadiprowoto, dan Sri Rahayu Santoso, merupakan Ketetapan Pengadilan yang kedua di Indonesia dalam hal perubahan status laki-laki menjadi wanita. 2) Kasus Dorce Gamalama (Tahun1988) Terlahir sebagai laki-laki dengan nama Dedi Yuliardi Ashadi di Solok, 21 Juli 1963. Kemudian Pada 3 Mei 1988, Dedi menjalani operasi perubahan jenis kelamin di Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya . Dedi mengajukan permohonan pergantian status perubahan jenis kelamin ke pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 24 Oktober 1988. Dedi Yuliardi Ashadi berubah nama menjadi Dorce Ashadi atau dikenal dengan nama panggung Dorce Gamalama. 3) Kasus Nadia Ilmira Arkadea (Tahun2010) Terlahir dengan jenis kelamin laki-laki dengan nama Agus Widoyo lahir di Semarang, 16 Agustus 1979 selanjutnya dia bertempat tinggal di Batang, Jawa Tengah. Agus berjuang mengubah jenis kelamin sejak tahun 2005. Operasi dilakukan selama 3 tahun. Pada tanggal 22 Desember, hakim mengabulkan permohonan perubahan jenis kelamin dan ganti nama Agus Widoyo menjadi Nadia Ilmira Arkadea, lewat putusan Pengadilan Negeri BatangNomor 19/Pdt/2009/PN.Btg. Putusan Pengadilan Negeri 14



Indah Purbasari,Hukum Islam Sebagai Hukum Positif di Indonesia, (Malang, Setara Press, 2017), hlm.15-16



10



Batang inilah yang sempat menjadi kontroversi dan dikecam oleh MUI sehingga akhirnya MUI mengeluarkan FatwaTentang Perubahan Dan Penyempurnaan Jenis Kelamin Nomor 03/Munas-VIII/MUI/2010 Tertanggal 27 Juli 2010, menyatakan bahwa Mengubah alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya yang dilakukan dengan sengaja, misalnya dengan operasi ganti kelamin, hukumnya haram. 4) Kasus Avika Warisman (Tahun2018) Terlahir dengan jenis kelamin laki- laki bernama Warisman. Pada tahun 2015, ia memutuskan melakukan operasi kelamin di RS Umum Soetomo. Dua tahun setelahnya, Avika mengajukan permohonan ganti identitas jenis kelamin di pengadilan Negeri Nganjuk namun ditolak. Setahun setelahnya, ia kembali mengajukan permohonan pergantian jenis kelamin ke Pengadilan Negeri Surabaya dan dikabulkan. Kasus perubahan jenis kelamin ini ditinjau dari segi hukumnya merupakan suatu yang sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan dalam masyarakat, karena peristiwa perubahan status ini merupakan persoalan baru dalam masyarakat. Hal ini belum diatur khusus oleh undang undang dikarenakan pembuat Undangundang waktu itu tidak atau belum memperkirakan terjadinya hal-hal seperti itu. Undang-undang hanya mengenal istilah laki-laki atau perempuan, dan merupakan kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat bahwa diantara dua jenis makhluk ilahi ini laki-laki dan perempuan terdapat pula segolongan orang yang hidup diantara kedua makhluk tersebutdiatas. Kepentingan persoalan hukum muncul setelah adanya perkembangan di bidang ilmu kedokteran yang disebut operasi kelamin. Kekosongan hukum ini menyebabkan dunia peradilan Indonesia membutuhkan pijakan hukum bagi hakim. Hal ini untuk menghindari disparitas hukum dalam putusan serupa.



11



Status hukum Transeksual pasca penetapan pengadilan tentang perubahan jenis kelamin terhadap Transeksual yang melakukan operasi pergantian jenis kelamin dan transeksual yang melakukan operasi penyempurnaan jenis kelamin terdapat perbedaan. Bahwa terhadap transeksual jika melakukan operasi penyesuaian jenis kelamin maka keabsahan perubahan identitasnya menurut hukum nasional adalah sah. Namun berbeda dengan status hukum transeksual yang melakukan operasi pergantian jenis kelamin jika menurut hukum nasional diakui keabsahannya ketika yang bersangkutan telah mendapatkan penetapandaripengadilan tentang pergantian jenis kelamin akan tetapi menurut hukum islam status hukumnya adalah sama dengan jenis kelamin semula seperti sebelum dilakukan operasi ganti kelamin, meski telah memperoleh penetapan pengadilan. Kemudian, Implikasi hukum dalam hukum perkawinan bagi transeksual pasca penetapan pengadilan tentang perubahan jenis kelamin terhadap Transeksual yang melakukan operasi pergantian jenis kelamin dan transeksual yang melakukan operasi penyempurnaan jenis kelamin juga terdapat perbedaan. Dengan adanya perubahan jenis kelamin baik berupa penyesuaian jenis kelamin ataupun pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang, maka secara langsung akan mempengaruhi status hukum atau kedudukannya dalam melakukan perkawinan. Dengan bergantinya jenis kelamin seseorang dari pria menjadi wanita ataupun sebaliknya maka kedudukan dan haknya juga akan berganti. Pengaturan mengenai tata cara pencatatan peristiwa penting lainnya dalam hal ini perubahan jenis kelamin dijelaskan di dalam pasal 97 Peraturan Presiden Indonesia No.25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka apabila terjadi peristiwa penting yaitu perubahan nama dan perubahan Jenis Kelamin harus adanya



12



penetapan pengadilan agar nantinya perubahan nama dan Perubahan Jenis Kelamin tersebut dapat dicatatkan di pencatatan Sipil. Kedua peristiwa penting tersebut wajib dicatatkan di Pencatatan Sipil agar sesuai dengan tujuan dari administrasi kependudukan yaitu untuk memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum mengenai status baru yang dimiliki oleh seseorang yang telah melakukan operasi perubahan kelamin. Hukum di Indonesia sendiri belum ada ketentuan yang jelas dan khusus mengatur mengenai dasar hukum atau tata cara seseorang dapat melakukan pergantian kelamin atau pengaturan khusus menegani kedudukan hukum seorang transgender dalam hukum Nasional. Semestinya dengan semakin meningkatnya globalisasi di dunia, masalah- masalah seperti ini semakin sering muncul, sudah banyak muncul kasus transeksual dan sudah banyak beberapa diantara kaum transeksual yang menuntut hak hukum serta kepastian status hukum dengan mengajukan permohonan ke pengadilan. Terkait dengan permohonan perubahan jenis kelamin terhadap kasus transeksual. Berdasarkan pasal 16 ayat (1) pengadilan dilarang atau tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih hukum yang mengatur itu tidak ada atau kurang jelas, dalam hal apabila memang tidak ada atau kurang jelas hukumnya hakim atau pengadilan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Caranya adalah berpedoman dengan ketentuan pasal 28 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2004, yakni hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.15 Bagi kaum transeksual yang telah menjalani operasi kelamin, menurut Ansyahrul, Pemuliaan Peradilan: Dari Dimensi Integritas Hakim, Pengawasan, dan Hukum Acara, (Jakarta:Mahkamah Agung, 2011), hal.134. 15



13



ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia maka status hukumnya berubah (dalam sisi jenis kelamin) jika permohonan untuk mengubah jenis kelaminnya tersebut disetujui oleh Hakim Pengadilan sesuai aturan dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Oleh karena itu, perubahan identitasnya sah dan terdaftar sesuai dengan dokumen kependudukannya sesuai aturan dalam UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Melalui penegasan tersebut, secara legal formal terbuka ruang penemuan hukum oleh hakim. Kewenangan penemuan hukum dibuka untuk memberikan penjelasan terhadap ketentuan undang-undang yang belum jelas atau melengkapi pengaturan normatif yang tidak lengkap dan dimungkinkan untuk mengisi kekosongan hukum dari suatu undang- undang. Ketidaklengkapan, Ketidakjelasan, dan Kekosongan Hukum ini merupakan konsekuensi dari sebuah realitas bahwa teks undang-undang yang tidak terlalu sempurna. Apalagi laju undang-undang statis dibandingkan dengan perkembangan masyarakat maka sifatnya sebatas moment opname sehingga harus dikontekstualisasikan oleh hakim. Dalam hal ini hakim harus menafsirkan atau menggali kandungan norma yang terdapat di dalam undangundang itu.16 Hasil dari pertimbangan tersebut, mungkin saja terjadi suatu putusan mengandung pertimbangan yang bagus sesuai UU, tetapi menimbulkan hasil yang buruk. Sebaliknya, mungkin juga suatu putusan yang mengandung pertimbangan yang kurang baik, tetapi justru memuaskan masyarakat. Pada akhirnya, bagaimanapun



isi



putusan



suatu



perkara,



selama



Hakim



memegang



independensinya, maka suatu putusan selalu dapat dipertanggungjawabkan.17 Ibid. Abdul Manan, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Praktek Hukum Acara, (Balikpapan, Rajawali,2002), hal. 69 16 17



14



BAB III KESIMPULAN



1. Masalah pergantian kelamin bukan semata-mata masalah kedokteran, melainkan adalah merupakan masalah yang kompleks yang mencakup segi-segi kedokteran, hukum dan moral. Mengingat akibat-akibatnya yang luas dibidang hukum maka



15



perlu dibuat suatu peraturan untuk memenuhi kebutuhan yang semakin sebesar dalam masyarakat. Dalam peraturan tersebut harus diatur persyaratan-persyaratan dan ketentuan-ketentuan tentang apa, bagaimana, siapa-siapa, dimana serta kapan operasi kelamin boleh dilakukan. 2. Implikasi hukum bagi transeksual pasca penetapan pengadilan tentang perubahan



jenis kelamin baik berupa penyesuaian jenis kelamin ataupun pergantian kelamin yang dilakukan oleh seseorang, maka secara langsung akan mempengaruhi status hukum atau kedudukannya dalam melakukan perkawinan. Dengan bergantinya jenis kelamin seseorang dari pria menjadi wanita ataupun sebaliknya maka kedudukan dan haknya juga akan berganti. Semakin meningkatnya globalisasi di dunia, masalah- masalah seperti ini semakin sering muncul, sudah banyak muncul kasus transeksual dan sudah banyak beberapa diantara kaum transeksual yang menuntut hak hukum serta kepastian status hukum dengan mengajukan permohonan ke pengadilan. Tetapi hakim atau pengadilan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya., yakni hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.



16