Tugas Peramalan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1



BAB I PENDAHULUAN



1.1.



Latar Belakang Peramalan organisme penggangu tanaman (OPT) adalah suatu kegiatan yang



diarahkan untuk mendeteksi atau memprediksi populasi atau serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkannya dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT komponen penting dalam strategi pengelolaan hama dan penyakit tanaman sebab dengan adanya peramalan dapat memberikan peringatan dini mengenai tingkat dan luasnya serangan. Tujuan peramalan OPT adalah menyusun saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip dan strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sehingga populasi atau serangan OPT dapat ditekan, tingkat produktivitas tanaman pada taraf tinggi, secara ekonomis menguntungkan dan aman terhadap lingkungan. Peramalan bagian penting dalam proses pengambilan keputusan, sebab efektif atau tidaknya suatu keputusan umumnya tergantung pada beberapa faktor yang tidak dapat kita lihat pada waktu keputusan itu diambil. Tujuan peramalan adalah untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi akibat suatu pengambilan keputusan. Peramalan dan pengambilan keputusan merupakan dasar dalam menyusun suatu bentuk perencanaan yang menjadi aktifitas kehidupan sehari-hari. Epidemi penyakit pada tanaman dapat menyebabkan kerugian yang besar dalam hasil budidaya tanaman serta mengancam untuk memusnahkan seluruh spesies, Epidemiologi penyakit tanaman sering dilihat dari pendekatan multidisiplin, yang membutuhkan biologis, perspektif statistik, agronomi dan ekologi. Biologi diperlukan untuk memahami patogen dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi tanaman dan bagaimana patogen yang dapat mempengaruhi itu (http:// yagipray. blogspot. com/2012/04 / laporan- peramalanhama-dan-penyakit.html, 2015).



1



2



Petanian merupakan sumber kehidupan yang paling utama untuk makhluk hidup. Produksi pertaniaan saat ini dapat mengalami penurunan kualitas dan kuantitas hal tersebut dipengaruhi oleh banyaknya serangan hama dan penyakit tanaman. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu adanya peran peramalan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang sesuai dengan prinsif dan stratege Pengendalian Hama Terpadu (PHT). 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana peran peramalan dan pengamatan terhadap prinsif dan strategi PHT? 1.3. Tujuan 1. Mengetahui pentingnya peran peramalan dan dan ambang ekonomi 2. Memahami pentingnya peran pengamatan dalam prinsif dan strategi PHT



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



3



2.1. Pengertian Pengamatan dan Ambang Ekonomi Pengamatan adalah proses pengambilan data dalam penelitian di mana peneliti atau pengamat melihat situasi penelitian. Pengamatan sangat sesuai digunakan dalam penelitian yang berhubungan dengan kondisi/interaksi belajar mengajar, tingkah laku, dan interaksi kelompok. Pengamatan harus dilakukan secara teliti dan berulang-ulang selama masa tertentu yang ditetapkan, untuk menemukan organisme pengganggu tumbuhan berbahaya pada bibit/benih tanaman yang dikenakan tindakan pengasingan. dengan maksud merasakan dan kemudian



memahami



pengetahuan



dari



sebuah



fenomena



berdasarkan



pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya. Ilmu pengetahuan biologi dan astronomi mempunyai dasar sejarah dalam pengamatan oleh amatir . (Moris, 1960). Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi hama berikutnya yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE (Economic Injury Level). Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau kerusakan oleh hama yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada biaya pengendalian (James, 1971). 2.2. Macam-macam Pengamatan Berdasarkan sifatnya, pengamatan dibedakan menjadi : a.



Pengamatan kualitatif,



Untuk mengetahui macam hama atau penyakit, lokasinya dan bagaimana keadaannya.



b.



Pengamatan kuantitatif



Untuk mengetahui lebih rinci tentang hama atau penyakit, berapa luas serangan dan intensitasnya (Zadoks, 1979). 3



4



Berdasarkan kekerapan (frekuensi)nya, pengamatan dibedakan menjadi : a.



Pengamatan tetap/ pengamatan kontinyu/ pengamatan regular



Pengamatan yang dilakukan terus menerus secara berkala atau dengan skala (interval) waktu tertentu pada suatu wilayah pengamatan tertentu. b.



Pengamatan Keliling/ insidental



Bertujuan untuk menutupi kekurangan yang terdapat pada pengamatan tetap, karena pada pengamatan tetap jumlah petak contoh sangat terbatas. Pengamatan kelilng adalah pengamatan untuk mengetahui terjadinya serangan hama atau timbulnya penyakit pada tempat-tempat tertentu yang dapat menjadi sumber hama atau penyakit. Pengamatan keliling dilakukan apabila bagian tanaman menunjukkan gejala yang patut dicurigai, atau adanya informasi dari sumber yang dapat dipercaya (Elliot,1977). Berdasarkan jumlah sampel (contoh) yang diamati, pengamatan dibedakan menjadi : a.



Pengamatan Global



Pengamatan yang dilakukan pada skala wilayah pengamatan yang cukup luas, tetapi dengan jumlah sampel yang reatif sedikit.Data atau informasi yang diperoleh biasanya masih sangat kasar atau masih kurang teliti. b.



Pengamatan Halus



Merupakan lanjutan dari pengamatan global yaitu apabila pengamatan global diperoleh data atau informasi yang menunjukkan adanya penyakit atau serangan hama yang cukup mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penambahan jumlah sampel yang diamati untuk meningkatkan ketelitian dari data atau informasi yang diperoleh (Elliot,1977).



2.3. Pengamatan dan Penilaian Serangga Hama Penilaian terhadap tingkat serangan hama dilakukan berdasarkan tingkat populasi hama maupun tingkat intensitas kerusakannya. Penentuan penlaian



5



terhadap tingkat serangan maupun kerusakan tersebut tidak akan dapat dilakukan tanpa didakan pengamatan. Adapun kriteria penilaiannya menjadi : a. Pertanaman sehat Dikatakan sehat apabila pertanaman mengalami serangan hama mulai tidak ada sama sekali sampai batas ambang ekonomi. b. Pertanaman dengan serangan/ kerusakan ringan. Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas ambang ekonomi sampai di bawah kerusakan 25 %. c. Pertanaman dengan serangan/ kerusakan sedang Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas kerusakan 25 % sampai di bawah 50 %. d. Pertanaman dengan serangan/ kerusakan berat Bila pertanaman mengalami serangan hama mulai batas 50 % sampai di bawah 85%. e. Pertanaman dengan serangan/ kerusakan puso Bila pertanaman mengalami kerusakan sama dengan atau lebih besar dari 85 %. (Nishida, 1970) 2.4. Pengamatan dan Penilaian Serangga Penyakit Penentuan penilain terhadap penyakit hanya dinyatakan dalam persen tanaman atau bagian tanaman yang sakit terhadap keseluuhan jumlah populasi tanaman atau bagian tanaman yang diamati. Dengan tanaman yang diamati hanya dinilai sebagai sakit atau sehat, tanpa memandang kerusakan yang terjadi. Namun untuk penilain intensitas penyakitlebih sulit ditentukan sebab apabila suatu penyakit menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tanaman, misalnya daun, dan buah, karena untuk masing-masing organ tanaman diperlukan suatu standar penilaian penyakit tertentu. Intensitas penyakit lebih sulit ditentukan bila penyakit menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tanaman, misalnya daun dan buah karena untuk masing-masing organ tanaman diperlukan suatu standar penilaian penyakit tertentu (Southwood, 1966).



6



2.5. Bentuk-bentuk Penyebaran dan Ciri-cirinya Secara garis besar penyebaran hama dalam ruang dibedakan menjadi tiga bentuk penyebaran yaitu : a.



Penyebaran secara acak Pada bentuk penyebaran ini kedudukan suatu individu serangga hama pada



suatu titik di dalam tidak di pengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain. Penyebaran acak terjadi pada tingkat awal dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh suatu hama, jadi baru terjadi pada tingkat imigrasi yang awal. Kalau sudah terjadi proses perkembangbiakan, proses tersebut belum berlangsung terlalu lama. Pada umumnya tingkat populasi juga masih rendah.Kalau oleh suatu sebab tertentu faktor mortalitas alami mengakibatkan tingkat kepadatan populasi menjadi tetap rendah, pada umumnya dengan tingkat kepadatan populasi tetap rendah, pada umumnya dengan tingkat kepadatan yang rendah tersebut penyebaran hama juga akan menunjukkan bentuk yang acak. Secara matematik bentuk penyebaran acak tersebut akan mengikuti bentuk penyebaran Poisson. Penyebaran ini memiliki ciri-ciri bahwa nilai keragaman kepadatan populasi hama besarnya sama dengan nilai rata-rata. b.



Penyebaran yang teratur Pada bentuk penyebaran teratur ini kepadatan populasi serangga hama hampir



merata. Oleh sebab itu hasil pengamatan kepadatan populasi pada setiap unit sample relatif akan sama. Bentuk penyebaran teratur secara matematik akan dicirikan dengan besarnya nilai keragaman akan lebih kecil daripada rata-ratanya. Hal ini disebabkan kepadatan populasi yang relatif homogen tersebut. c.



Penyebaran mengelompok Bentuk penyebaran ini seakan-akan merupakan kebalikan dari bentuk



penyebaran acak, dimana kedudukan dari suatu individu serangga hama pada suatu titik di dalam ruang akan dipengaruhi ataupun mempengaruhi kedudukan individu serangga hama lain yang ada pada titik yang lain. Pada umumnya penyebaran mengelompok terjai pada tingkat lanjut dari penghunian suatu lahan pertanaman oleh hama, jadi akan terjadi pada tingkat



7



imigrasi



yang



telah



berlanjut.



Disitu



sudah



terjadi



proses



terjadinya



perkembangbiakan, proses tersebut sudah berlangsung cukup lama. Pada umumnya tingkat kepadatan populasi akan tinggi (anonymous, 2011) 2.6. Teknik Pengambilan Contoh a.



Teknik Sampling Secara Acak Setiap anggota obyek yang diteliti mempunyai peluang atau kesempatan yang



sama untuk dipilih sebagai anggota sampel dengan harapan sampel yang diambil tidak terjadi bias atau sifat memihak. Teknik sampling secara acak dikenal ada beberapa cara, diantaranya adalah : 1. Sampling Acak Sederhana Dengan cara melakukan acak atau peluang yang sama terhadap sampel yang akan dipilih, dilakukan dengan cara yang sederhana. Misalnya dengan cara lotere, atau menggunakan table angka acak yang sudah tersedia. 2. Sampling Acak Kelompok Kesulitan yang kemungkinan terjadi pada saat penentuan sampel secara acak pada cara sampling acak sederhana disebabkan obyek yang sangat banyak. Untuk menyederhanakan pengacakan secara menyeluruh tersebut, dapat dilakukan dengan membagi obyek menjadi kelompok-kelompok tertentu atau mengurangi jumlah pemberian nomor.Pengacakan selanjutnya dilakukan terhadap kelompokkelompok yang sudah dibuat sehingga sampelnya adalah sampel kelompok.Dalam pelaksanaan pengamatan lapangan, yang dimaksud kelompok adalah suatu panjang baris tertentu. Misalnya satu meter baris tanaman atau kelompok tanaman dalam luas tertentu yang dinyatakan dalam satu meter persegi. 3. Sampling Acak Sistematik Merupakan cara penyederhanaan lebih lanjut dari kedua cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada cara ini, pengacakan hanya dilakukan sekali yaitu pada sampel yang pertama, selanjutnya sampel berikutnya ditentukan dengan menggunakan skala (interval) jarak tertentu. Seringkali cara sistematik ini dikombinasikan dengan cara kelompok, sehingga tersusun pengambilan contoh secara kelompok sistematik. Contohnya, diambil keloppok dengan luas 1 meter persegi dan letaknya ditentukan secara sistematik.



8



4. Sampling Acak Berlapis Dalam satu wilayah pengamatan didapatkan pertanaman dengan intensitas kerusakan yang berbeda-beda.Dalam hal seperti ini, sebaiknya pengambilan sampel tidak dilakukan dengan pengacakan secara langsung, tetapi sebelumnya wilayah kerusakan



pengamatan berat,



intensitas



kerusakan



kerusakannya.Misalnya,



sedang,



ringan



dan



wilayah



wilayah



yang



dengan masih



sehat.Kemudian dilihat proporsi luasnya baru kemudian pengambilan sampel dilakukan secara acak pada masing-masing wilayah dengan kategori kerusakan tersebut.Jumlah sampel yang diambil proporsional dengan luasnya masingmasing. 5. Sampling Acak Bertingkat Dilakukan survey terhadap wilyah tertentu misalnya suatu kabupten, untuk mengetahui terjadinya serangan hama, baik mengenai kepadatn intensitas serangan, luas serangan serta mengenai kepadatan populasinya.



Untuk



menetapkan sampai pada unit pengamatan, seringkali perlu dilakukan sampling secara acak bertingkat. (Southwood, T.P.E. 1966) b.



Teknik Sampling Terpilih Dalam melakukan pengamatan hama diperlukan cakupan wilayah



pengamatan yang cukup jelas, jadi sifat pengamatan ekstensif sehingga jumlah sampel yang diamati tentu relatif akan sedikit. Untuk memenuhi pengamatan yang bersifat ekstensif, maka sampel pengamatan yang jumlahnya hanya sedikit tersebut harus betul-betul diplih yang dapat mewakili keadaan secara umum.Hal ini dapat dilaksanakan apabila telah diketahui sifat-sifat atau kondisi obyek pengamatan secara umum. Sehingga sifat pengambilan sampel hanya ingin membuktikan apakah sifat-sifat umum dari hasil pendugaan tersebut terwujud pada sampel pengamatan , atau mungkin ingin mengetahui lebih lanjut tentang apa yang terdapat pada kondisi yang terlihat secara umum tersebut (Southwood, 1966) 2.7. Bentuk Penafsiran Tingkat Populasi Hama Bentuk penafsiran tingkat kepadatan populasi hama secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :



9



a.



Penafsiran populasi mutlak Dimana kegiatan penafsirannya yaitu mengadakan pengamatan langsung



terhadap suatu habitat hama dan melakukan perhitungan jumlah individu hama, mengadakan penyapuan terhadap tanaman atau bagian tanaman dari suatu unit habitat, menangkap hama yang ada pada suatu habitat b.



Penafsiran populasi relatif Tujuan pengamatan relatif ini adalah untuk mengetahui perubahan populasi



dari waktu kewaktu, atau perbedaan dari satu tempat dengan tempat yang lain. Di situ nilai mutlanya tidak perlu dipentingkan, tetapi yang terutama ingin diketahui adalah perubahan atau perbedaannya, sehingga hanya sifat relatifnya saja yang ingin diketahui. Metode yang biasa digunakan dalam pengamatan relatif ini adalah penggunaan jaring serangga atau penggunaan perangkap lampu, perangkap feromon atau jenis-jenis perangkap lain. Beberpa faktor yang mempengaruhi hasil penangkapan dengan metode relative, antara lain : 1) Kerapatan populasi hama 2) Aktivitas serangga 3) Respons dari serangga terhadap alat yang dipergunakan. 4) Kondisi cuaca, misalnya suhu, kelembaban dan angin. Metode relatif ini memberikan keuntungan dibandingkan dengan metode mutlak yaitu dengan sejumlah tenaga serta biaya tertentu akan dihasilkan data atau keterangan yang lebih banyak. c.



Indeks populasi



Pengamatan secara tidak langsung terhadap hasil dari kegiatan serangga hama, jadi terhadap sarang, hasil kotoran atau terhadap kerusakan tanaman oleh hama adalah termasuk dalam penafsiran indeks populasi. Dari penafsiran indeks populasi ini yang sangat umum dikerjakan untuk tujuan pengendalian hama adalah pengamatan terhadap kerusakan tanaman. Data mengenai tingkat kerusakan dapt dipergunakan untuk berbagai tujuan, antara lain : 1) Untuk menentukan status ekonomik suatu spesies hama.



10



2) Mengembangkan penentuan nilai ambang ekonomi. 3) Menilai efektivitas usaha pengendalian yang telah dilakukan Menilai tingkat ketahanan tanaman (Chester, 1959). 2.8. Macam-macam Perangkap 1.



Perangkap Cahaya Beberapa serangga tertentu memiliki sifat tertarik pada cahaya terutama



cahaya kuning. Sifat tersebut dapat kita manfaatkan untuk menarik perhatiannya dengan cara membuat perangkap yang berasal dari cahaya yang disekitarnya atau sekelilingnya menggunakan air, minyak tanah, oli dan lain sebagainya yang diharapkan mampu membunuh serangga tersebut. Adapun cahaya itu sendiri dapat bersumber dari lilin, lampu tempel/lentera atau minyak tanah, maupun lampu bohlam. Perangkap cahaya ini cocok untuk hama yang aktif pada malam hari seperti penggerek batang, ganjur, dan walang sangit. Prinsip kerja perangkap cahaya ini cukup sederhana yaitu dengan menarik serangga-serangga yang beterbangan menuju ke arah sumber cahaya kemudian disaat serangga tersebut mengerubunginya, mereka akan berputar-putar kemudian masuk kedalam perangkap yang telah kita pasang. Dengan demikian serangga yang telah terperangkap tersebut akan mati baik masuk kedalam air maupun menempel pada perekat. Dengan prinsip kerja seperti itu maka saat ini perangkap cahaya telah berkembang menjadi beberapa macam tergantung penggunaan sumber



cahaya



maupun



bentuk



perangkapnya.



Namun,



bagaimanapun



bentuk/ragam perangkap cahaya tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penggunaannya diantaranya : Pemasangan perangkap cahaya diusahakan ditempat yang lebih tinggi atau setinggi tanaman dan diletakkan di tengah-tengah lahan sawah dengan populasi/kepadatan perangkap yaitu 1 perangkap untuk 100 m2, bila jumlah serangga semakin banyak maka jumlah perangkap pun dapat diperbanyak. Sumber cahaya yang digunakan haruslah tahan satu malam penuh sehingga disarankan agar menggunakan dari listrik, lampu minyak atau accu. Sumber cahaya berupa lampu templek diletakkan pada papan yang diikat kuat agar tidak



11



jatuh. Bila perangkap tersebut digunakan saat musim penghujan, maka pada lentera diberikan pelindung dari seng maupun kaleng agar tidak kehujanan. 2.



Perangkap Warna Selain ada yang tertarik terhadap cahaya, serangga hama tertentu juga lebih



tertarik terhadap warna. Warna yang disukai serangga biasanya warna-warna kontras seperti kuning cerah.Keunggulan dari penggunaan perangkap warna ini adalah murah, efisien juga praktis. Namun perangkap ini hanya bisa digunakan pada hama siang hari saja. Prinsip kerjanya pun tidak jauh berbeda dengan perangkap cahaya dimana serangga yang datang pada tanaman dialihkan perhatiannya pada perangkap warna yang dipasang. Serangga yang tertarik perhatiannya dengan warna tersebut akan mendekati bahkan menempel pada warna tersebut. Bila pada obyek warna tersebut telah dilapisi semacam lem, perekat atau getah maka serangga tersebut akan menempel dan mati. 3.



Perangkap Aroma / Bau Aroma atau bau tertentu juga dapat menarik perhatian serangga.ereka tertarik



pada aroma yang dikeluarkan lawan jenisnya dengan zat tertentu saat akan melakukan kawin. Dengan mengetahui sifat serangga seperti itu maka telah dikembangkan



perangkap



aroma



dengan



menggunakan



atraktan.Atraktan



merupakan bahan pemikat yaitu suatu bahan kimia yang tergolong pestisida dimana bahan aktifnya bersifat memikat jasad sasaran yang biasanya khusus untuk serangga tertentu.Penggunaan perangkap aroma merupakan perangkap yang paling banyak digunakan petani terutama untuk pengendalian serangga lalat buah baik pada cabai, mangga dan lain-lain.Pada majalah ABDI TANI edisi lalu sedikit telah disinggung mengenai penggunaan atraktan Metil Eugenol dan Minyak Melaleuca Brachteata yang juga dapat digunakan sebagai sex feromon untuk menarik perhatian serangga lalat buah pada cabai. Sebenarnya cukup banyak macam perangkap yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama serangga namun apapun bentuk dan macam perangkap tersebut haruslah digunakan pada saat yang tepat yaitu : 



Setelah dilakukan pencangkulan untuk penangkapan serangga pertama dan sebelum terjadinya ledakan atau perkembangbiakan serangga tersebut



12







Untuk tanaman kacang-kacangan perlakuan kedua dapat dilakukan pada saat benih mulai muncul tunasnya, dan







Perlakuan berikutnya dilakukan pada saat tanaman akan berbunga atau berbuah,







Untuk perangkap cahaya diusahakan agar lama pemasangan perangkap dapat satu malam atau lebih. Dimana bila pada malam pertama serangga yang terperangkap hanya sedikit maka dapat dicoba pemasangan perangkap pada malam selanjutnya dan dapat dihentikan bila serangga yang terperangkap jumlahnya masih sedikit.Sebaliknya bila ternyata perangkap dipenuhi serangga, pemasangannya dapat dilakukan sampai beberapa malam.



 Papan perangkap harus selalu dikontrol terutama bagi perangkap yang menggunakan perekat. Usahakan segera dilakukan pergantian setiap dua minggu sekali atau jumlah serangga yang tertangkap banyak. Penggunaan media perangkap sebagai alat pengendali hama ini bukan saja sesuai dengan prinsip pengendalian hama terpadu yang lebih ditekankan pada pengendalian secara mekanis dan biologis, namun juga dari segi ekonomi lebih hemat dan praktis. Namun demikian, upaya pengendalian cara ini tidak akan secara langsung menghilangkan semua hama serangga karena perangkap sifatnya hanya mengurangi populasi hama dan dapat dijadikan kontrol bagi kita untuk melakukan pengendalian yang lebih tepat disaat terjadi serangan hama yang lebih besar misalnya dengan melakukan penyemprotan menggunakan insektisida. Implikasinya kita dapat lebih mengoptimalkan penggunaan insektisida sehingga lebih efektif karena digunakan tepat pada waktunya setelah terlihat jumlah hama yang ada melebihi ambang batas.



4. Perangkap kuning Jebakan ini didasari sifat serangga yang menyukai warna kuning mencolok. Musababnya warna itu mirip warna kelopak bunga yang sedang mekar sempurna. Permukaannya dilumuri lem sehingga serangga yang hinggap bakal lengket sampai ajal menjemputnya. Perangkap kuning ampuh memikat hama



13



golongan aphid, kutu, dan tungau. Itu juga dijadikan indikator populasi hama di sekitarnya. Saat jumlah hama yang tertangkap perangkap melebihi ambang yang ditentukan, misalnya 50 individu kutu putih/hari, maka saat itu perlu dilakukan penanggulangan serius dengan pestisida kimia maupun biologis. Umumnya perangkap berbentuk lembaran triplek, fiber, atau karton tebal berukuran 15 x 15 cm2 dan dilumuri vaselin, oli, atau minyak jelantah dengan kepadatan 60—100 perangkap/ha. 5. Feromon Jebakan itu dibuat dengan memanfaatkan kebutuhan komunikasi serangga pengganggu tanaman. Komunikasi itu dilakukan dengan hormon bernama feromon. Itu berguna untuk menunjukkan adanya makanan, memikat pejantan, menandai jejak, membatasi wilayah teritorial, atau memisahkan kelas pekerja, tentara, dan ratu. Yang sekarang banyak digunakan adalah feromon untuk menarik pasangan. Zat yang baunya mirip feromon betina disebut bahan atraktan dipasang pada perangkap yang ditempatkan di kebun. Serangga jantan akan tertarik dan masuk ke perangkap yang sudah diberi air atau lem. Makhluk sial yang tertipu itu pun menemui ajalnya. Sejak 2 tahun terakhir perangkap itu populer digunakan untuk memerangi lalat buah yang menjadimomok di perkebunan buah-buahan skala sedang sampai luas. Atraktan yang paling banyak dipakai adalah metil eugenol. Lahan 1 ha cukup dipasangi 8—10 perangkap lantaran aroma tajamnya bisa tercium dari jarak cukup jauh (Chester, 1959).



2.9. Faktor yang mempengaruhi Penyebaran Hama Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan OPT dalam garis besarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1) Faktor dalam adalah faktor yang berada dalam tubuh orgnisme seperti organ tubuh dan keadaan fisiologisnya.



14



2) Faktor luar adalah faktor yang berada di luar tubuh organisme yang mempengaruhinya langsung dan tidak langsung yaitu faktor fisik, biotik dan makanan. Faktor fisik dapat dibedakan menjadi unsur cuaca dan topografi suatu daerah merupakan faktor penghambat atau sekurang-kurangnya mempengaruhi penyebaran OPT. Hal ini disebabkan oleh perbedaan topografi yang menyebabkan terjadinya perbedaan faktor iklim dan secara tidak langsung menimbulkan perbedaan tumbuhan yang tumbuh. Faktor biotik adalah semua faktor yang pada dasarnya bersifat hidup dan berperan dalam keseimbangan populasi OPT. Termasuk dalam faktor biotik adalah parasit, predator, kompetisi dan resistensi tanaman.Faktor makanan adalah unsur utama yang menentukan perkembangan OPT. tersedianya inang(tanaman dan hewan) yang menjadi sumber makanan merupakan factor pembatas dalam menentukan taraf kejenuhan populasi (carryng Capacity) lingkungan atas OPT. Faktor cuaca mempunyai peranan penting dalam siklus kehidupan serangga. Dalam batas yang luas, cuaca mempengaruhi penyebarannya, kelimpahanya, dan sebagai salah satu faktor utama penyebab timbulnya serangan hama. Kelimpahan serangga berhubungan erat dengan perbandingan antara kelahiran dan kematian pada suatu waktu tertentu. Kelahiran dipengaruhi antara lain oleh cuaca, makanan dan taraf kepadatannya. Kematian terutama dipengaruhi oleh cuaca dan musuh alami. Kepadatan dapat mengakibatkan emigrasi yang dapat berarti sebagai kurangnya individu di suatu lokasi yang dianggap suatu kematian. Cuaca berpengaruh langsung terhadap tingkat kelahiran dan kematian, secara tidak langsung cuaca mempengaruhi hama melalui pengaruhnya terhadap kelimpahan organisme lain termasuk musuh alaminya. Organisme, khususnya serangga mempunyai daya menahan pengaruh faktor lingkungan fisik sehingga menjadi kebal. Organisme serangga dapat mengatasi keadaan yang ekstrem berupa adaptasi yang berhubungan dengan faktor genetis atau penyesuain yang sifatnya fisiologis. Serangga sesuai dengan sifatnya mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi



15



karena serangga juga mempunyai sayap, serangga dapat pindah menghindari tempat yang ekstrim mencari tempat yang lebih sesuai (Nishida, 1970). 2.10. Faktor yang Mempengaruhi Epidemiologi Tumbuhan a)



Berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan. Merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menurunnya epidemi,



karena dengan berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan memaksa sebagian penyebab penyakit (patogen) tidak mampu bertahan hidup sehingga jumlahnya semakin menurun dan hal ini menyebabkan suatu penyakit yang bersifat epidemik menjadi menurun. Contohnya yaitu Karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang semula menjadi penyakit yang epidemik mulai menurun stelah tanaman kopi tersebut di kurangi. b) Penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan yang tahan atau jenis tanaman yang lain. Faktor ini hampir sama dengan faktor di atas, karena dengan adanya penggantian kultivar tanaman yang rentan dengan tanaman yang tahan atau jenis tanaman yang lain secara langsung berpengaruh terhadap berkurangnya populasi tumbuhan yang rentan, sehingga penyebab penyakit tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat untuk memenuhi kebutuhannya dan akhirnya epidemi suatu penyakit menjadi menurun. Sebagai contoh yaitu penyakit karat kopi yang disebabkan oleh Hemileia vastatrix yang terjadi di Sri Langka antara tahun 1870 sampai 1889, menjadi berkurang setelah didaerah tersebut tidak lagi menanam kopi atau mengurangi penanaman kopi dan menggantinya dengan tanaman teh.



c)



Terjadinya populasi tumbuhan yang tahan Setelah terjadi epidemi suatu penyakit dalam kurun waktu yang cukup



lama membuat tanaman yang rentan menjadi musnah dan hanya tanaman yang mempunyai ketahanan resistensi alam yang mampu bertahan hidup. Kemudian tanaman yang tahan tersebut diperbanyak atau memperbanyak diri sehingga



16



terjadi peningkatan populasi tumbuahan yang tahan. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan angka tanaman yang terserang oleh suatu penyebab penyakit. Contohnya yaitu penyakit Lanas atau penyakit kolot basah yang disebabkan oleh jamur Phytopthora nicotianae menjadi menurun karena adanya populasi tanaman yang tahan antara lain tembakau Virginia DB 101, NC 95 dan sebagainya. d) Adanya upaya pengendalian penyakit Upaya pengendalian penyakit yang dilakukan secra meluas sangat berpengaruh terhadap menurunnya epidemi, karena dengan perlakuan tersebut membuat patogen banyak yang mati sehingga jumlah tanaman yang terserang menjadi berkurang atau walaupun terserang tetapi intensitas serangannya tidak parah. Sebagai contoh yaitu penyakit cacar daun teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans disetiap musim hujan ditekan dengan penyemprotan beberapa macam fungisida secara meluas, yang sudah umum dilakukan oleh para penanam. e)



Adanya pengendalian alami (Natural control) oleh jasad antagonis Salah satu faktor yang juga mempengaruhi menurunnya epidemi suatu



penyakit yaitu adanya pengendalian yang terjadi secara alami oleh jasad antagonis. Akhir-akhir ini banyak sekali penelitian yang menjadikan hal tersebut sebagai bahannya, karena hal tersebut dianggap sebagai pengendalian yang ramah lingkungan dan tidak memerlukan biaya yang banyak. Contoh pengaruh pengendalian alami terhadap menurunnya epidemi yaitu penyakit karat nyali (blister rust, Cronartium ribicola) pada tanaman pinus dapat dikendalikan oleh jamur Tuberculina maxima dengan cara merusak spora Cronartium (Nishida, 1970).



BAB III PEMBAHASAN



3.1. Pengertian pengendalian hama terpadu



17



Pengendalian Hama Terpadu adalah konsep pengendalian hama dan penyakit tanaman yang aman bagi lingkungan dan makhluk hidup. (Endah & Abidin, 2002) Pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hama yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan unsur-unsur alami yang mampu mengendalikan hama agar tetap berada pada jumlah dibawah ambang batas yang merugikan. (Juanda & Cahyono, 2005) 3.2.



Konsep-konsep Strategi PHT PHT merupakan suatu metodologi yang mengandung prinsip-prinsip dasar



yang menjadi pegangan para pengguna/petani menciptakan kondisi yang optimal bagi lingkungan tanaman sehingga hama tidak menjadi masalah. PHT berusaha mensinergikan antara komponen pengendalian yang sesuai untuk lingkungan tertentu sehingga hasil pengelolaan menjadi lebih baik. PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sasaran teknologi PHT adalah : 1. Produksi pertanian mantap tinggi, 2. Penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3. Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara ekonomi tidak



merugikan, 4. Pengurangan resiko pencemaran Lingkungan akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. PHT adalah upaya yang terencana dan terkoordinasi untuk melembagakan penerapan



prinsip-prinsip



PHT



oleh



petani



dalam



usahataninya



serta



memasyarakatkan pengertian-pengertian PHT dikalangan masyarakat umum dalam rangka pembangunan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 17 Tujuan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah : a. Menjamin kemantapan swasembada pangan. b. Menumbuhkan Kreativitas, dinamika dan kepemimpinan petani.



18



c. Terselenggaranya dukungan yang kuat atas upaya para petani dalam menyebarluaskan penerapan PHT sehingga dapat tercipta pemabngunan pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Komponen pengendalian yang menjadi acuan dalam PHT adalah pengendalian alami/hayati, cara bercocok tanam, varietas tahan, fisik/mekanik, pestisida selektif. Pestisida selektif sebagai komponen pengendali seyogianya digunakan sebagai langkah terakhir dan komponen pengendalian hayati/alami seharusnya mendapat perhatian pertama. 1. Sifat Dasar Pengendalian Hama Terpadu Sifat dasar pengendalian hama terpadu berbeda dengan pengendalian hama secara konvensional yang saat ini masih banyak dipraktekkan. Dalam PHT, tujuan utama bukanlah pemusnahan, pembasmian atau pemberantasan hama. Melainkan berupa pengendalian populasi hama agar tetap berada di bawah aras yang tidak mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi, melainkan pembatasan (containment). Program PHT mengakui bahwa ada suatu jenjang toleransi manusia terhadap populasi hama, atau terhadap kerusakan yang disebabkan oleh hama. Dalam keadaan tertentu, adanya invidu serangga atau binatang kemungkinan berguna bagi manusia. Pandangan yang menyatakan bahwa setiap individu yang ada di lapangan harus diberantas, tidak sesuai dengan prinsip PHT. Pengendalian hama dengan PHT disebut pengendalian secara multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik pengendalian yang dikenal. PHT tidak bergantung pada satu cara pengendalian tertentu, seperti memfokuskan penggunaan pestisida saja, atau penanaman varietas tahan hama saja. Melainkan semua teknik pengendalian sedapat mungkin dikombinasikan secara terpadu, dalam suatu sistem kesatuan pengelolaan. Disamping sifat dasar yang telah dikemukakan, PHT harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi. Dan penerapannya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi mahluk berguna, hewan, dan manusia, baik sekarang maupun pada masa yang akan datang. 2. Langkah-langkah Pengembangan PHT



19



Pengembangan sistem PHT didasarkan pada keadaan agroekosistem setempat. Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain. Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat petani setempat. Para ahli dan lembaga-lembaga internasional seperti FAO menyarankan langkah pengembangan PHT agak berbeda satu sama lain. Namun diantara saransaran mereka banyak persamaan. Perbedaannya terutama terletak pada penekanan dan urutan-urutan langkah-langkah yang harus ditempuh. 3.3.



Langkah-langkah Pengembangan PHT Menurut Smith dan Apple (1978), langkah langkah pokok yang perlu



dikerjakan dalam pengembangan PHT adalah sebagai berikut: 1. Mengenal Status Hama yang Dikelola Hama-hama yang menyerang pada suatu agroekosistem, perlu dikenal dengan baik. Sifat-sifat hama perlu diketahui, meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Pengenalan hama dapat dilakukan melalui identifikasi dan hasil analisis status hama yang ada. Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama yang ada bisa dikategorikan atas hama utama, hama kadangkala (hama minor), hama potensil, hama migran dan bukan hama. Dengan mempelajari dan mengetahui status hama, dapat ditetapkan jenjang toleransi ekonomi untuk masing-masing kategori hama. Satu jenis serangga dalam kondisi tempat dan waktu tertentu dapat berubah status, misal dari hama potensil menjadi hama utama, atau dari hama utama kemudian menjadi hama minor. 2. Mempelajari Komponen Saling Tindak dalam Ekosistem Komponen suatu ekosistem perlu ditelaah dan dipelajari. Terutama yang mempengaruhi dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Termasuk dalam langkah ini, ialah menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi mereka sebagai pengendali alami. Interaksi antar berbagai komponen biotis dan abiotis, dinamika populasi hama dan musuh alami, studi fenologi tanaman dan hama, studi sebaran hama dan lain-lain,



20



merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat. 3. Penetapan dan Pengembangan Ambang Ekonomi Ambang ekonomi atau ambang pengendalian sering juga diistilahkan sebagai ambang toleransi ekonomik. Ambang ini merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan penggunaan pestisida. Apabila ternyata populasi atau kerusakan hama belum mencapai aras tersebut, penggunaan pestisida masih belum diperlukan. 4. Pengembangan Sistem Pengamatan dan Monitoring Hama Untuk mengetahui padat populasi hama pada suatu waktu dan tempat, yang berkaitan terhadap ambang ekonomi hama tersebut, dibutuhkan program pengamatan atau monitoring hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik. Jaringan dan organisasi monitoring yang merupakan salah satu bagian organisasi PHT, perlu dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke pihak pengambil keputusan pengendalian hama dan sebaliknya. 5. Pengembangan Model Deskriptif dan Peramalan Hama Dengan mengetahui gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem lainnya, maka perlu dikembangkan model kuantitatif yang dinamis. Model yang dikembangkan diharapkan mampu menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, akan dapat diperkirakan dinamika populasi, sekaligus mempertimbangkan bagaimana penanganan agar tidak sampai terjadi ledakan populasi yang merugikan secara ekonomi. 6. Pengembangan Srategi Pengelolaan Hama Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama tetap berada di bawah aras toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT antara lain : 1. Memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut,



21



2. Mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik, 3. Penggunaan pestisida secara selektif. Srategi pengelolaan hama berdasarkan PHT, menempatkan pestisida sebagai alternatif terakhir. Pestisida digunakan, jika teknik pengendalian yang lain dianggap tidak mampu mengendalikan serangan hama. 3.4. Peranan Pengamatan dalam pengendalian hama dan Penyakit Terpadu Pengamatan merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan baik sebelum kegiatan pengendalian dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya kegiatan pengendalian dilakukan maupun sesudah pngendalian untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pengendalian yang dilakukan tersebut. Data atau informasi/ keterangan yang diperoleh dari hasil pengamatan dapat dipergunakan sebagai dasar untuk menentukan : a)



Perlu tidaknya pengendalian dilakukan



b) Metode pengendalian yang dipilih dan bagaimana cara melaksanakannya. c)



Tindakn apa dan bagaimana cara melakukannya serta yang harus diambil untuk mencegh meluasnya penyakit dan serangan hama (Elliot,1977).



3.5. Peran Peramalan dalam pengendalian hama dan Penyakit Terpadu Peramalan merupakan bagian itegerasi dari kegiatan pengam bilan keputusan terhadap pengendalian hama. Alasan utama bagi peramalan dan pengendalian hama yaitu adanya senjang waktu (Time lag) antara kesadaran antar peristiwa atau kebutuhan mendatang dengan peristiwa itu sendiri. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha untuk mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti, karena dalam menentukan sasaran dan tujuan berusaha menduga faktor-faktor lingkungan, lalu memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan pencapaian sasaran dan tujuan. Arti peramalan yang sesungguhnya adalah menduka atau memprediksi peristiwa dimasa depan dan bertujuan untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi akibat suatu pengambilan keputusan. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM) dalam operasionalnya memerlukan



22



kegiatan peramalan untuk membuat perencanaan ekosistem pertanian yang tahan terhadap gangguan OPT. Kerugian ekonomi yang dapat diselamatkan, yang digambarkan dengan peningkatn produktivitas tanaman adalah merupakan pendapatan (PAD=Pendapatan asli daerah ) yang diterima langsung oleh petani. Peramalan OPT yang dilakukan setelah tanam (Peramalan dalam musim) memberikan waktu kepada petani untuk melakukan kegiatan responsif pengendalian OPT seperti dengan menggunakan bahan pengendali alami (agens hayati atau parasitoid) yang telah disiapkan (aman terhadap lingkungan). Peramalan OPT juga dapat memberikan peluang kapan waktu tanam komoditi tertentu berdasarkan ramalan atau kemungkinan munculnya OPT, yang disinkronkan dengan nilai jual pasar tinggi, baik pada on-seoson off-seoson (Runs, M 2013).



BAB IV KESIMPULAN



Setelah menyusun makalah ini maka dapat diperoleh kesimpulan yaitu:



23



1.



Pengamatan memiliki peran penting dalam strategi PHT karena kegiatan yang harus dilakukan baik sebelum kegiatan pengendalian dilakukan untuk menentukan perlu tidaknya kegiatan pengendalian dilakukan maupun sesudah pngendalian untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pengendalian yang dilakukan tersebut.n pent



2.



Peramalan Memiliki peran penting dalam strategi pengembangan PHT Pengendalian Hama Terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM) dalam operasionalnya memerlukan kegiatan peramalan untuk membuat perencanaan ekosistem pertanian yang tahan terhadap gangguan OPT.



DAFTAR PUSTAKA Annisa, 2012. http://blog.ub.ac.id/annisaarahmawati/2012/06/26/pengendalian23 hama-terpadu-pht/. 17 Januari 2015



24



Anonymous, 2011. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporan-peramalanhama-dan-penyakit.html. 17 Januari 2015 Chester, 1959. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporan-peramalan-hamadan-penyakit.html. 17 Januari 2015 Elliot,1977. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporan-peramalan-hama-danpenyakit.html. 17 Januari 2015 Endah dan Abidin, 2002. Dalam http:// blog.ub. ac.id/ annisaa rahmawati /2012/ 06/26/pengendalian-hama-terpadu-pht/. 17 Januari 2015 James, 1971. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporan-peramalan-hama-danpenyakit.html. 17 Januari 20145 Juanda dan Cahyono, 2005. Dalam http:// blog.ub. ac.id/ annisaa rahmawati / 2012/ 06/26/pengendalian-hama-terpadu-pht/. 17 Januari 2015 Moris, 1960. Peramalan hama dan penyakit . http:// yagipray. blogspot. Com / 2012/04/laporan-peramalan-hama-dan-penyakit.html. 17 Januari 2015 Nishida, 1970. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporan-peramalan-hamadan-penyakit.html. 17 Januari 2015 Southwood, 1966. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporan-peramalanhama-dan-penyakit.html. 17 Januari 2015 Southwood, T.P.E. 1966. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporanperamalan-hama-dan-penyakit.html. 17 Januari 2015 Rums, M. 2013. Peran Peramalan terhadap Strategi Pengendalian Hama Terpadu. http://id.scribd.com. 17 januari 2015 Zadoks, 1979. http://yagipray.blogspot.com/2012/04/laporan-peramalan-hamadan-penyakit.html. 17 Januari 2015