Tugas Pokok PPIC Industri Farmasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

1. PPIC (Product Planning and Inventory Control) Pengertian PPIC Production Planning and Inventory Control (umumnya disingkat dengan PPIC) adalah bagian dari kegiatan manajemen produksi dan persediaan. Tujuan dari kegiatan PPIC adalah untuk dapat melakukan perencanaan produksi dan persediaan. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan sumber secara efektif serta dapat melakukan pengendalian produksi dan persediaan dengan melakukan penyesuaian dari perencanaan yang telah dibuat dengan kegiatan produksi sehari-hari. Permasalahan yang harus dihadapi dalam PPIC antara lain adalah : penyesuaian apa (dilakukan pada level sistem manufaktur), berapa banyak, kapan, siapa serta bagaimana penyesuaian harus dilakukan. Dalam arah pengembangan sistem perencanaan dan pengendalian produksi, Bedworth menggambarkan PPIC sebagai aliran material dan informasi fungsi pengendalian produksi dalam kegiatan perencanaan sumber daya manufaktur pada perusahaan.



Tujuan Pokok PPIC: Kegiatan PPIC dimulai dari kegiatan Perencanaan Produksi yang telah mempertimbangkan Perencanaan Produk dan Penjualan, Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya dan Perencanaan Finansial. Kegiatan ini umumnya dilakukan pada awal perusahaan mulai melakukan kegiatannya dalam berproduksi untuk mengetahui strategi berproduksi yang sesuai untuk diterapkan perusahaan dengan mempertimbangkan keterbatasan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki perusahaan termasuk rencana penjualan dan produk yang dilakukan perusahaan. Kegiatan Perencanaan Produksi ini akan dilakukan peninjauan kembali apabila terjadi perubahan cukup radikal dari rencana produk dan penjualan perusahaan ataupun kondisi finansial dan sumber daya yang dimiliki perusahaan.



Gambaran Skema Kerja PPIC Jangka Panjang dan Jangka Menengah:



Fungsi pokok PPIC - Fungsi perencanaan Menentukan sasaran dan langkah-langkah untuk mencapai sasaran - Fungsi pengendalian Alat manajemen untuk memastikan bahwa pelaksanaan telah sesuai dengan rencana



PPIC Sebagai Fungsi Perencanaan 1. Perencanaan produksi 2. Perencanaan pengadaan material 3. Pengendalian produk jadi Yang terkait langsung dengan proses produksi (bahan awal, produk ruahan dan produk jadi) agar produksi dapat berjalan lancar, efektif dan efisien Tugas PPIC - Menerima order dari marketing dan membuat rencana produksi sesuai order yang diterima -



Memenuhi permintaan sample dari Marketing dan memantau proses pembuatan sample sampai terkirim ke pelanggan.



-



Membuat rencana pengadaan bahan berdasarkan forecast dari marketing dengan memperhatikan kondisi stock dengan menghitung kebutuhan material produksi menurut standard stock yang ideal.



-



Memonitor semua inventory baik untuk proses produksi, stock yang ada di gudang maupun yang akan didatangkan sehingga proses produksi dan penerimaan order bisa berjalan lancar dan seimbang.



-



Menyusun jadwal proses produksi pada waktu, routing & quantity yang tepat sehingga barang bisa dikirim tepat waktu dan sesuai dengan permintaan pelanggan.



-



Menjaga keseimbangan lini kerja di produksi agar tidak ada mesin yang overload sementara mesin lain menunggu order.



-



Menginformasikan ke bagian marketing jika ada masalah di proses produksi yang menyebabkan delay delivery.



-



Aktif berkomunikasi dengan semua pihak yang terkait sehinggga diperoleh informasi akurat dan up to date.



-



Bertanggung jawab untuk mengatur dan menata SDM, serta keberadaan alat-alat inventory yang ada merupakan tanggung jawabnya



-



Bertanggung jawab atas kegiatan perencanaan, pengendalian produksi, pengendalian persediaan bahan baku, kemasan, produk jadi dan distribusi



-



Monitor inventory yang ada agar kegiatan produksi dan penjualan dapat berjalan dengan lancar



-



Menghitung standar tenaga kerja setiap tahun berdasarkan data lapangan



-



Menghitung standar yield berdasarkan realisasi produksi setiap tahun



-



Sebagai juru bicara perusahaan dalam hal kerjasama dengan perusahaan



-



Bertanggung jawab untuk mengkoordinasi kegiatan distribusi



Fungsi PPIC - Mensinergiskan kepentingan marketing dan manufacturing - Mengintegrasikan atau memadukan pihak-pihak dalam organisasi, marketing, produksi, personalia dan keuangan agar bekerja dengan baik sehingga dapat memenuhi harapan konsumen Kegiatan elemen-elemen dengan PPIC (Bagian pemasaran) - Permintaan sales - Informasi order - Jenis, jumlah, waktu - Lokal, ekspor, toll manufacturing 1. Bagian produksi - Kapasitas produksi - Jumlah dan standar tenaga kerja - Standar yield - Waktu proses - Perawatan mesin-mesin produksi



2. Bagian pengadaan - Kualitas bahan dari supplier - Ketersediaan bahan/kontinuitas - Ketepatan waktu kedatangan - Harga bahan dan pesanan minimum 3. Bagian pengiriman - Pemilihan sarana transportasi - Penentuan kemasan akhir - Ketepatan waktu - Jaminan kuantitas dan kualitas 4. Bagian pengawasan mutu - Data-data kualitas dan standar kualitas - Untuk pemeriksaan (bahan awal, proses, produk jadi) 5. Bagian personalia - Tersedianya SDM yang memadai baik kualitas/kuantitas - Pendidikan dan pelatihan bagi personil - Kesejahteraan dan ketenagakerjaan 6. Bagian keuangan - Standar cost - Ketersediaan Mekanisme Kerja PPIC 1. Sistem Perencanaan - Perencanaan produksi (job order, contoh produk)



Dibuat dalam skala tahunan, kuartal, bulanan berdasarkan estimasi sales bagian marketing dan evaluasi data-data delivery atau adanya job order - Berpedoman pada rencana induk produksi - Berdasarkan komposisi produk; jenis bahan (bahan baku, pembantu pengemas) jumlah bahan (kg, liter, meter, biji) waktu pengadaan dan pemakaian, pembelian minimal yang dipersyaratkan. - Berdasarkan sumber bahan: local, impor, nilai atau jumlah stock minimum, kebutuhan total bahan yang digunakan jadwal pemasaran, penerimaan, pemakaian (diperhitungkan dengan batasan waktu sesuai fakta dan data pengalaman) - Berdasarkan standar ratio stock Agar stock minimal tidak terlalu besar atau terlalu kecil perlu ditentukan skala indeks sebagai dasar untuk memudahkan kontrol 2. Sistem Pengadaan Persediaan dapat dibedakan atas lima kategori yaitu bahan mentah (raw material), komponen, barang setengah jadi (work in process), bahan pembantu dan barang jadi (finished good) (Handoko, 2002; 334):



a. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan barang-barang berwujud mentah. Persediaan ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para Supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.



b. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased paris), yaitu persediaan barangbarang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi produk.



c. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.



d. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.



e. Persedian barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam bentuk produk dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.



3. Sistem Pengontrolan (Tipe pengontrolan) - Ketat : untuk barang-barang yang harganya mahal, cek pemakaian barang, jumlah reject maupun vield - Normal : untuk barang-barang yang harganya tidak terlalu mahal dilakukan secara normal dan umum - Periodik : untuk barang yang harganya murah dilakukan secara periodic dengan mencocokkan stock dengan kondisi nyata 4. Sistem Pengendalian - Mempelajari order dari bagian marketing dan mempersiapkan kebutuhan produksi - Mengumpulkan data dan analisa kegiatan produksi, hasil produksi, kapasitas dan perkiraan inventory - Mengorganisasikan fakta-fakta untuk menyusun rencana tentang; estimasi penjualan untuk kebutuhan material, prosedur perencanaan dan pengendalian persedian, mengembangkan standar yield dan tenaga kerja - Merencanakan rencana pengendalian



- Melakukan modifikasi perencanaan 5. Sistem Pengadministrasian Dilakukan secara komputerisasi dengan sistem online - Secara perorangan Untuk keperluan diwork shop masing-masing missal hasil untuk memasukkan data, menghitung kebutuhan material, menghitung hasil proses, mengevaluasi hasil proses mengelolah data, menganalisa dsb. - Secara gabungan Semua pihak yang tergabung dalam program gabungan. Entry data di work shop masing-masing, hasil proses digabung secara otomatis oleh komputer pusat data sehingga tampilan data bias dilihat atau dikontrol. Fungsi Persediaan Produksi Effesiensi produksi dapat ditingkatkan dengan melalui pengendalian persediaan. Effesiensi ini dapat dicapai bila fungsi persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi persediaan diantaranya fungsi independensi, fungsi ekonomis, fungsi antisipasi, dan fungsi fleksibilitas (Baroto, 2002 : 53). a. Fungsi Independensi. Persediaan bahan diadakan agar departemen – departemen dan proses individual terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula pasokan dari pemasok. Agar proses proses produksi dapat berjalan tanpa tergantung pada kedua hal (independen), maka persediaan harus mencukupi. b. Fungsi ekonomis. Seringkali dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atas



sesuai permintaan. Jumlah produksi optimal ditentukan oleh biaya set up dan biaya penyimpanan, bukan jumlah permintaan, sehingga timbullah persediaan. c. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau pasokan. Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasarkan pengalaman data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories). Disamping itu, perusahaan sering menghadapi ketidak pastian jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang selama periode tertentu. Dalam hal ini perusahaan memerlukan persediaan ekstra yang disebut dengan persediaan pengaman (safety stock) . d. Fungsi Fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri dari beberapa tahapan proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahapan proses operasi, maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk tidak akan dihasilkan untuk sementara waktu. Sediaan barang setengah jadi pada situasi ini akan merupakan faktor penolong untuk kelancaran proses operasi. Biaya Persediaan Persediaan merupakan keseluruhan biaya operasi atas sistem persediaan. Biaya persediaan didasarkan pada parameter ekonomis yang relevan dengan jenis biayanya, meliputi biaya pembelian, biaya pemesanan, biaya simpan, dan biaya kekurangan persediaan (Yamit,2005 : 8). a. Biaya Pembelian (Purchase Cost) Biaya pembelian adalah harga per unit apabila item dibeli dari luar, atau biaya produksi per unit apabila diproduksi dalam perusahaan. Biaya per unit akan selalu menjadi bagian dari biaya item dalam persediaan. Untuk pembelian item dari luar, biaya per unit adalah harga beli ditambah biaya pengangkutan. Sedangkan untuk item yang



diproduksi di dalam perusahaan, biaya per unit adalah termasuk biaya tenaga kerja, bahan baku dan biaya overhead pabrik. b. Biaya Pemesanan (Order Cost/ Setup Cost) Biaya pemesanan adalah biaya yang berasal dari pembelian pesanan dari supplier atau biaya persiapan (setup cost ) apabila item diproduksi di dalam perusahaan. Biaya ini diasumsikan tidak akan berubah secara langsung dengan jumlah pemesanan. Biaya pemesanan dapat berupa : biaya membuat daftar permintaan, menganalisis suplier, membuat pesanan pembelian, penerimaan bahan, inspeksi bahan, dan pelaksanaan proses transaksi. Sedangkan biaya persiapan dapat berupa biaya yang dikeluarkan akibat perubahan proses produksi, pembuatan skedul kerja, persiapan sebelum produksi dan biaya pengecekan kualitas. c. Biaya Simpan (Carrying Cost/Holding Cost) Biaya simpan adalah biaya yang dikeluarkan atas investasi dalam persediaan dan pemeliharaan maupun investasi sarana fisik untuk menyimpan persediaan. Biaya dapat berupa : biaya modal, pajak, asuransi, pemindahan persediaan, keusangan atau kerusakan dan semua biaya yang dikeluarkan untuk memelihara persediaan. d. Biaya Kekurangan Persediaaan (Stockout Cost) Biaya kekurangan persediaan adalah konsekuensi ekonomis atas kekurangan dari luar maupun dari dalam perusahaan. Kekurangan dari luar terjadi apabila pesanan konsumen tidak dapat terpenuhi. Sedangkan kekurangan dari dalam terjadi apabila departemen tidak dapat memenuhi kebutuhan departemen yang lain. Biaya kekurangan dari luar dapat berupa backorder, biaya kehilangan kesempatan penjualan, dan biaya kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan. Biaya kekurangan dari dalam perusahaan dapat berupa penundaan pengiriman maupun idle kapasitas. Jika terjadi kekurangan atas permintaan suatu item, perusahaan harus melakukan backorder atau mengganti dengan item lain atau membatalkan pengiriman. Dalam situasi seperti ini bukan



kerugian penjualan yang terjadi tetapi penundaan dalam pengiriman. Untuk mengatasi masalah ini secara khusus perusahaan melakukan pembelian darurat atas item tersebut dan perusahaan akan menanggung biaya tambahan (extra cost) untuk pesanan khusus yang dapat berupa biaya pengiriman secara cepat dan tambahan biaya pengepakan.



Parameter Kinerja PPIC - CDI (Coverage in Days Inventory) yaitu besarnya persediaan yang dapat untuk mengover kebutuhan industri (dalam satuan hari kerja). CDI = (Jumlah persediaan x jumlah hari kerja dalam 1 bulan) / omset penjualan perbulan. Semakin kecil nilai CDI = kinerja semakin baik, karena jumlah persediaan tidak terlalu besar. - Servis level (%), yaitu prasentase pemenuhan permintaan obat jadi (penjualan) oleh bagian produksi. Servis level = (jumlah pesanan) / jumlah yang diproduksi x 100%. Semakin tinggi nilai level (100%) PPIC = kinerja semakin baik karena dapat memenuhi permintaan marketing (40). III.7 Pengadaan Bahan Baku (Bahan Awal) Semua bahan yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang berubah maupun tidak berubah yang digunakan dalam pengelolaan obat. Bahan (zat) tambahan adalah bahan baku zat aktif yang berfungsi : 



Membantu proses pembuatan obat







Melindungi, meningkatkan stabilitas obat berbagai penyakit







Membantu identifikasi produk







Meningkatkan keamanan dan efektivitas obat atau penyimpanan akan penggunaan



Pemeriksaan Bahan Baku meliputi : 



Pemeriksaan surat jalan PO/PR







Label, nama bahan, nomor batch/lot







Nama pabrik produk







Kadaluarsa







Kondisi wadah (tutup, segel)







Pemeriksaan laboratorium







Analisis (identifikasi, kadar) Berikut daftar harga bahan baku yang dibeli dari pemasok :



Tabel 1. Total Harga Bahan Pembuatan Ekstrak No.



Nama Bahan



1.



Propolis



Jumlah Bahan 30 kg



2.



Etanol 70%



300 L



Harga



Total



Rp. 235.000/ 1 Rp.7.050.000 kg sarang lebah Rp. 25.000/ 1 L Rp.7.500.000 Jumlah Total Rp.14.550.000



Tabel 2. Total Harga Formula Fitosom Ekstrak Propolis No.



Nama Bahan



1.



Fosfatidikolin



Jumlah Bahan 6000 g



2.



Aseton



3000 mL



Harga



Total



Rp. 911.980/ 1 Rp. 5.471.880 kg Rp. 88.500/ 1 L Rp. 265.500 Jumlah Total Rp. 5.737.380



Tabel 3. Total Harga Bahan Produk Perbatch No.



Nama Bahan



1. 2. 3.



Asam stearat Cetyl alkohol Vaselin



Jumlah Bahan 5.500 g 5.500 g 33.000 g



4. 5. 6.



Stearyl alkohol Gliserin Propilenglikol



1.650 g 5.500 g 11.000 g



Harga Rp. 25.000/ 1kg Rp. 32.500/ 1 kg Rp. 50.000/ 120 gram Rp. 80.000/ 1 kg Rp. 45.000/ 1L Rp. 50.000/ 1 L



Total Rp. 137.500 Rp. 178.750 Rp. 33.416 Rp. 132.000 Rp. 197.190 Rp. 531.000



7. 8. 9 10. 11.



Chremophor® WO7 Metil paraben Propil paraben α-tokoferol Purified water



6.600 g



Rp. 39.000/ 1 L



Rp. 244.647



220 g 22 g 55 g 42.570 g



Rp. 35.000/ 1 kg Rp. 282.000/ 1 kg Rp. 5000/ 1g Rp. 9000/ 1 L Jumlah Total



Rp. 7.700 Rp. 6.204 Rp. 25.000 Rp. 367.686 Rp. 1.854.889



Jumlah total harga dari Tabel 1 + Tabel 2 + Tabel 3 : Tabel 1 + Tabel 2 + Tabel 3 Rp.14.550.000 +Rp. 5.737.380 +Rp. 1.854.889



Jumlah Total Rp. 22.142.269



Prosedur penerimaan bahan baku dan bahan kemas yaitu Bagian PPIC mengirim permintaan pembelian (PP) kebagian purchasing. Kemudian bagian pembelian akan mengirim PO ke supplier, sedangkan kopian PO akan dikirimkan ke bagian gudang. Pada saat pengiriman barang dari pemasok, surat jalan yang dibawa oleh supplier diperiksa kesesuaiannya oleh pihak gudang dengan PO yang berisi jenis, jumlah, dan tanggal kebutuhan barang dan suplai yang disetujui. Jika sesuai, maka barang yang diterima akan disimpan digudang karantina dan diberi label karantina yang berwarna kuning dan dibuatkan BPB yang mencantumkan nama barang, nomor kontrol, nomor kode, jumlah barang dan nama pemasok. BPB terdiri dari 4 rangkap, yang asli diberikan kepada bagian Accounting untuk proses pembayarannya. BPB juga diserahkan ke bagian QC, setelah QC menerima BPB dari gudang, maka QC akan melakukan sampling dan menganalisa sampel. Setelah itu baru didapatkan hasi apakah barang yang masuk tersebut akan direlease (berwarna hijau) yang kemudian disimpan digudang bahan baku atau bahan kemas atau direject(berwarna merah) yang kemudian disimpan di ruang tertenti sebelum diberitahukan dan dikembalikan kepada pemasok untuk mendapat gantinya.



Pengadaan Bahan baku oleh PPIC Peraturan-peraturan mengenai impor bahan baku : a. Pengimporan bahan baku obat hanya dapat dilakukan oleh Pedagang Besar Farmasi Penyalur Bahan Baku Obat yang memiliki ijin impor. b. Yang berhak memasukkan bahan baku obat ke dalam wilayah Indonesia adalah Industri farmasi atau Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang memiliki ijin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c.



Pemasukan bahan baku obat oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar Bahan baku Farmasi selain harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang impor, juga harus mendapat persetujuan pemasukan bahan baku obat dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan



d. Persetujuan pemasukan bahan baku obat diberikan atas dasar permohonan e. Setiap permohonan hanya berlaku untuk satu kali pemasukan. f.



Permohonan diajukan oleh Industri Farmasi atau Pedagang Besar Bahan Baku Farmasisecara tertulis kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.



g. Proses persetujuan pemasukan bahan baku obat diberikan dalam waktu selambatlambatnya 1 (satu) hari kerja. h. Permohonan impor bahan baku, harus dilengkapi dengan: -



Surat permohonan yang ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab



-



Sertifikat analisa yang sah dari produsen untuk setiap bets bahan baku obat yang



dimasukkan i.



Semua pemasukan bahan baku obat harus didokumentasikan dengan baik sehingga mudahdilakukan pemeriksaan dan penelusuran kembali serta setiap saat dapat diperiksa oleh petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan sesuai dengan format Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.00.05.3.2522 Tahun 2003.



Pemeriksaan Bahan baku oleh PPIC Pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi masing-masing. 1. Bahan Baku. a. Setiap bahan baku hendaklah diuji terhadapspesifikasi yang telah ditentukan, sepertiidentitas, kemurnian dan persyaratan lainyang telah ditetapkan. b. Hanya bahan baku yang memenuhi syaratyang dapat digunakan untuk proses produksi.



c. Bahan baku yang tidak memenuhi syarathendaklah dipisahkan penyimpanannya sertadiberi label “DITOLAK”. d. Bahan baku yang ditolak hendaklah segeradikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan di tempat, untuk mencegah terjadinya kekeliruan. Pengujian Bahan Baku maupun Sampel Untuk Memastikan Mutu Menggunakan Standart Good Laboratories Practice / ISO 17025 Jenis Pengujian-pengujian yang perlu dilakukan terhadap bahan baku adalah sebagai berikut: 1. Uji Organoleptis yang terdiri dari Warna, Bau, Rasa 2. Uji Sifat Fisika Kimia yang terdiri dari Pemerian, Kelarutan, pH , Titik didih dan titik lebur 3. Uji Mikroba Uji mikroba dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku hingga sediaan jadi, dan untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu. 4. Uji Strerilitas Uji ini dapat digunakan untuk menetapkan apakah bahan baku steril memenuhi persyaratan seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Mengingat kemungkinan adanya bahan kontaminan dari lingkungan. 5. Uji Batas a. Aluminium Prosedur ini disediakan untuk menunjukkan bahwa kandungan dari aluminium (Al) tidak melebihi batas yang diberikan dalam monografi. zat diberi label dimaksudkan untuk digunakan dalam hemodialisis. b. Arsen (As)



Prosedur ini dimaksudkan untuk menentukan adanya sesepora arsen. Kandungan arsen pada bahan baku tidak boleh melebihi batas yang tertera dalam masingmasing monografi. c. Besi (Fe) Uji batas besi digunakan untuk menunjukan bahwa kandungan besi, dalam bentuk besi (III) atau besi (II) tidak melebihi dari batas besi yang tertera pada masingmasing monografi. d. Dioksin Uji batas berikut diberikan sebagai prosedur umum, bila tertera pada monografi masing-masing. Untuk penetapan cemaran 1,4-dioksin secara kromatografi gas. e. Klorida dan Sulfat Uji batas Cl dan S merupakan prosedur umum menetapkan batas klorida dan sulfat yang tertera pada masing-masing monografi. f.



Logam Berat Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa cemaran logam dengan ion sulfide menghasilkan warna pada kondisi penetapan dan tidak melebihi batas logam berat yang tertera pada masing-masing monografi, dinyatakan dalam % (bobot) timbal dalam bahan yang diuji.



g. 4-Epianhidro-tertrasiklin Cara uji dengan kromatografi ini digunakan untuk menunjukkan kandungan 4epianhidrotetrasiklin sebagai hasil uraian tetrasiklin tidak melebihi batas yang tertera pada masing-masing monografi. 6. Uji Bahan Tambahan dalam Vaksin dan Imunoserum Fenol kecuali dinyatakan lain dalam monografi. Vaksin dan imunoserum yang mengandung fenol sebagai pengawet tidak lebih dari 0,25%, Formaldehida bebas tidak lebih dari 0,02%, bila ditetapkan dengan prosedur dalam Farmakope. 7. Uji Bahan Partikulat



Bahan partikulat merupakan zat asing, tidak larut dan melayang, kecuali gelembung gas yang tidak sengaja ada dalam larutan parenteral. Kandungan bahan partikulat dalam sediaan larutan harus sesuai dengan persyaratan pada masing-masing monografi. (USP, 2006; FI IV, 1995) Bahan baku yang sudah diuji kelengkapan dokumen dan sudah dinyatakan sesuai, maka dilakukan pencatatan proses pengujian ulang terhadap bahan baku. Proses pengujian yang dilakukan sesuai dengan pengujian yang dilakukan pada sampel bahan baku. Untuk menghindari tercampurnya bahan baku maka perlu dilakukan proses dokumentasi dan pelabelan mengenai status bahan baku yang mencakup data sebagai berikut: a. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan; b. Nomor bets/ kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan; c. Status bahan (misal: karantina, sedang diuji, diluluskan, ditolak); d. Tanggal daluarsa atau tanggal uji ulang bila perlu. (CPOB, 2012) Setelah sampel bahan baku lolos uji, unit pelayanan melakukan pembelian skala besar sesuai kebutuhan Industri. Pada proses penerimaan bahan baku skala besar perlu adanya pendokumentasian bahan yang datang, meliputi: a. Nama Perusahaan b. Nama Bahan/ Pengemas c. Nomer Batch d. Tanggal penerimaan e. Jumlah Bahan f. Nama Pemasok g. Paraf penerima bahan h. Tanda tangan Kepala Gudang Bahan



Setelah sampel bahan baku sesuai dengan yang diinginkan, maka bagian pengadaan akan memesan bahan tersebut. Setelah bahan baku datang, maka dilakukan pengujian kelengkapan dokumen dan kualitas bahan. a. Mencocokkan barang datang dengan surat pesanan b. Expired date, memastikan barang yang datang tidak kadaluarsa. c. Pemeriksaan secara visual kualitas kemasan, produk (utuh, warna, dan bau), memastikan tidak terjadi perubahan selama proses pengiriman. d. Suhu waktu datang, untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas e. memastikan stabilitas tidak berubah selama proses pengiriman barang hingga barang datang f. Untuk menjamin keseragaman dan keutuhan bets, pengawasan dalam proses hendaklah dilakukan dengan mengambil contoh yang mewakili setiap bets. g. Produk yang akan diproses ulang harus diberi penandaan dan ditempatkan di area karantina sampai mendapatkan persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu. h. Produk yang ditolak harus diberi tanda “DITOLAK” dan diawasi untuk dilakukan pemusnahan.



Contoh Label Bahan baku 1) Status Bahan Karantina Nama Industri : KARANTINA Nama Bahan



:



Jumlah Bahan :



Tanggal Penerimaan



No. Batch



Tanggal Pengambilan



ED bahan



No. Wadah



Nama Pemasok



Tanggal Pengujian



2) Status Bahan Sedang diuji Nama Industri : SEDANG DIUJI Nama Bahan



:



Jumlah Bahan :



Tanggal Penerimaan



No. Batch



Tanggal Pengambilan



ED bahan



No. Wadah



Nama Pemasok



Tanggal Pengujian



3) Status Bahan Diluluskan Nama Indutri :



Bagian Pengawasan Mutu



LULUS UJI Nama Bahan :



No. Batch



Pemasok



No. Laporan Penerimaan :



:



No. Sertifikat Analisis : Tanggal Uji Ulang : Paraf Penguji



4) Status Bahan Ditolak



ED bahan



:



:



Nama Indutri :



Bagian Pengawasan Mutu



DITOLAK Nama Bahan :



No. Batch



Pemasok



No. Laporan Penerimaan :



:



No. Sertifikat Analisis :



ED bahan



:



:



Tanggal Uji Ulang : Paraf Penguji



2. Bahan Pengemas. a. Bahan pengemas hendaklah memenuhi spesifikasi yang ditetapkan misalnya kesesuaian jenis bahan, berat, fungsi dan desain. b. Cacat fisik yang kritis dan yang berdampak besar terhadap kualitas produk hendaklah diperhatikan. 3. Produk Antara dan Produk Ruahan. Setelah hasil pengujian didapat, unit pengadaan harus melakukan pengecekan hasil uji dengan buku acuan standar yang berlaku sesuai dengan Negara masing- masing. Untuk Indonesia, salah satu acuan yang biasa digunakan yaitu Farmakope Indonesia. Unit pengadaan juga harus melakukan pencatatan pencatatan hasil pengujian dan mencakup sekurang-kurangnya data berikut: a. nama bahan atau produk, dan bentuk bahan baku; b. nomor bets, produsen dan/atau pemasok; c. referensi ke spesifikasi yang relevan dan prosedur pengujian;



d. hasil uji, termasuk observasi, kalkulasi, dan referensi ke sertifikat analisis; e. tanggal pengujian; f. paraf analis yang melakukan pengujian; g. paraf orang yang melakukan verifikasi pengujian dan kalkulasi; h. pernyataan yang jelas tentang pelulusan atau penolakan atau status lain, tanggal dan tanda tangan dari personil penanggung jawab. 4. Produk Jadi. a. Tiap bets produk hendaklah dilakukan pengujian sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. b. Bets produk yang tidak memenuhi spesifikasi produk jadi yang ditetapkan diberi penandaan “DITOLAK”. c. Produk yang tidak memenuhi spesifikasi hendaklah diselidiki secara menyeluruh dan penyebab kegagalan harus ditentukan. Proses lebih lanjut harus mendapatkan persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu. d. Produk yang akan diproses ulang harus diberi penandaan dan ditempatkan di area karantina sampai mendapatkan persetujuan dari Bagian Pengawasan Mutu. e. Produk hasil proses ulang harus memenuhi semua spesifikasi dan persyaratan mutu lain 104 yang ditetapkan sebelum diluluskan untuk didistribusikan. f. Produk yang ditolak harus diberi tanda “DITOLAK” dan diawasi untuk dilakukan pemusnahan. Perbedaan bahan baku sintetik dan bahan baku tradisional Bahan baku tradisional adalah bahan berasal dari alam seperti tumbuhan, mineral dan hewan yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan



pengalaman. sedangkan bahan baku sintetik adalah bahan baku yang diolah secara modern dan sudah diuji klinis dan ilmiah Alur pemesanan bahan baku kriteria pemilihan pemasok bahan baku, yaitu: 1. Pemasok telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan (telah terdaftar) 2. Pemiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku 3. Pemasok telah terakreditasi sesuai dengan persyaratan CPOB dan ISO 9000 4. Pemasok memiliki reputasi yang baik 5. Pemasok dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab PBF tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian 6. Pemasok selalu mampu dan dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemasok bahan baku Pengendalian stok bahan yang ada digudang dilakukan oleh PPIC. Setiap produk yang diproduksi telah memiliki bill of material tersendiri sebagai dokumen yang mengandung informasi bahan-bahan baku dan bahan kemas yang dibutuhkan untuk proses produksi untuk setiap produk. Berdasarkan bill of material tersebut dibuat suatu laporan yang mengandung informasi tentang jenis bahan yang akan dibeli (laporan requirement), jumlah dari bahan tersebut dan waktu disaat bahan tersebut dibutuhkan. Laporan requirement material tersebut kemudian diberikan kedepartemen purchasing. Laporan tersebut akan ditinjau oleh purchasing akan dibuat ratingnya berdasarkan kualitas dan harga dari bahan. Hasil tinjauan tersebut akan diberikan kembali kedepartemen PPIC dan berdasarkan hasil rating maka PPIC akan membuat



permohonan pembelian (PP) dan purcashing akan membuat purcashing order (PO) kepemasok. Bahan awal berupa zat aktif maupun zat tambahan yang datang dari pemasok diterima oleh petugas gudang. Pihak gudang akan memeriksa kelengkapan dokumen antara lain berupa a. surat jalan, b. Purchasing Order (PO), c. sertifikat analisis bahan (CoA) dari bahan awal tersebut serta tampilan fisik, kesesuaian label dengan bahan dan kondisi bahan awal. Bila kelengkapan dokumen telah tersedia dan pemeriksaan secara fisik telah memenuhi syarat, maka gudang akan membuat BPB (Bukti Penerimaan Barang). BPB terdiri dari 4 rangkap yang kesemuanya diberikan kepada QC untuk dilakukan analisa dan untuk setiap bahan awal dibuat nomor kontrol oleh warehouse. Pada nomor kontrol terdapat kode RA (Raw Active) untuk zat aktif dan RT (Raw Tambahan) untuk eksipien. Nomor kontrol itu sendiri merupakan nomor BPB sesuai dengan urutan bahan yang datang pada bulan tersebut. Setelah bahan awal dianalisa dan mendapatkan status dari departemen QC, maka rangkap ketiga dari BPB akan diberikan kepada departemen QC. Pihak QC akan melakukan pemeriksaan kesesuain antara BPB dengan label bahan awal, kesesuaian antara CoA dengan label bahan awal dan kesesuain antara CoA yang datang dengan CoA pada kedatangan sebelumnya. Data-data tersebut kemudian didokumentasikan pada form checklist kedatangan barang. Jika disetujui maka QC bahan awal mengeluarkan form pengambilan sampel.Bila dokumen yang telah lengkap tersebut



diterima dan disetujui, maka pihak QC akan melakukan analisa mutu terhadap bahan tersebut. Izin Produksi (PMK No.006 ttg Industri dan Usaha Obat Tradisonal) Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional. Untuk memperoleh izin pendirian IOT diperlukan persetujuan prinsip yang diberikan oleh Direktur Jenderal. Persetujuan prinsip diberikan kepada pemohon untuk



dapat



melakukan



persiapan-persiapan



dan



usaha



pembangunan,



pengadaan,



pemasangan/instalasi peralatan dan lain-lain yang diperlukan pada lokasi yang disetujui dan berlaku selama 3 (tiga) tahun. Persetujuan prinsip batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun atau melampaui



jangka



waktu



perpanjangannya



pemohon



tidak



melaksanakan



kegiatan



pembangunan secara fisik. Persyaratan untuk memperoleh persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terdiri dari:



a. surat permohonan; b. fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;



c. susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas; d. fotokopi KTP/Identitas Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas; e. pernyataan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;



f. fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan; g. fotokopi Surat Izin Tempat Usaha; h. Surat Tanda Daftar Perusahaan; i.



fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan;



j.



fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;



k. persetujuan lokasi dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; l.



Rencana Induk Pembangunan (RIP) yang mengacu pada pemenuhan CPOTB dan disetujui Kepala Badan;



m. asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari Apoteker penanggung jawab; n. fotokopi surat pengangkatan Apoteker penanggung jawab dari pimpinan perusahaan; o. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA); dan p. jadwal rencana pendirian bangunan industri dan pemasangan mesin/peralatan Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Izin 1) Persyaratan izin IOT dan izin IEBA terdiri dari a. surat permohonan; b. persetujuan prinsip; c. daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan; d. daftar jumlah tenaga kerja beserta tempat penugasannya; e. diagram/alur proses produksi masing-masing bentuk sediaan obat tradisional dan ekstrak yang akan dibuat; f.



fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;



g. rekomendasi pemenuhan CPOTB dari Kepala Badan dengan melampirkan Berita Acara Pemeriksaan dari Kepala Balai setempat; dan h. Rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. 2) Dalam hal terjadi perubahan data setelah persetujuan prinsip diterbitkan, maka perubahan data tersebut harus disetujui oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kepala Badan yang berkaitan dengan Rencana Induk Pembangunan (RIP).



Cara Permohonan izin produksi adalah sebagai berikut : 1.



Permohonan izin produksi diajukan oleh pemohon kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas, dan Kepala Balai setempat



2.



Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Dinas setempat melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif.



3.



Paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Balai setempat melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB untuk izin produksi industri kosmetika Golongan A dan kesiapan pemenuhan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB untuk izin produksi industri kosmetika Golongan B.



4.



Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif dinyatakan lengkap, Kepala Dinas setempat wajib menyampaikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan.



5.



Paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat wajib menyampaikan analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala Badan dengan tembusan kepada Kepala Dinas dan Direktur Jenderal



6.



Paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima analisis hasil pemeriksaan, Kepala Badan memberikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal



7.



Apabila dalam 30 (tigapuluh) hari kerja setelah tembusan surat permohonan diterima oleh Kepala Balai dan Kepala Dinas setempat, tidak dilakukan pemeriksaan/evaluasi, Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi Kepada Direktur



Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan, Kepala Dinas setempat dan Kepala Balai setempat 8.



Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima rekomendasi dari Kepala Dinas dan Kepala Badan atau setelah menerima surat pernyataan , Direktur



Jenderal menyetujui, menunda atau menolak Izin Produksi Surat Permohonan Persetujuan Prinsip Industri Obat Tradisional



Pemberian No. Registrasi dan No. Batch Pabrik (Pemohon)



Pendaftaran template online di http://www.pom.go.id



Verifikasi data : User ID & Password



Loket notifikasi kosmetika



Pembayaran di bank (min. 10 hari setelah masuknya surat perintah bayar)



Surat Perintah Bayar secara online (email)



Verifikasi data kembali



ID PRODUK (tanda terima permihonon pengajuan permohonan notifikasi



Tidak ada surat penolokan dari BPOM (artinya pengajuan diterima)



No Notifikasi (Berlaku tiga tahun)



Notifikasi kembali



Alur Permintaan No Notifikasi ke BPOM



Contoh cara pengajuan notifikasi : (64)



No registrasi : NA18192001801 Keterangan : N: kode notifikasi, A: kode benua, 18: kode negara, 19:tahun produksi, 20: kode produk, 01801: no registrasi No batch :190901198 Ket : 19:tahun produksi, 09: bulan produksi, 01198: no urut produk Expired Date USP mendefinisikan tanggal kadaluarsa sebagai tanggal yang ditempatkan produsen pada wadah dan label dari produk obat yang menunjukkan jangka waktu produk diperkirakanakan tetap dalam spesifikasi yang telah disetujui identitasnya, kekuatan, kualitas, dan kemurnian jika disimpan di bawah kondisi yang ditentukan pada kemasan. Tanggal kadaluarsa membatasi waktu sediaan dapat disalurkan atau digunakan, didasarkan pada studi ilmiah stabilitas yang dilakukan oleh produsen dan biasanya dinyatakan dalam bulan dan tahun sebagaimana tercantum pada label pada wadah produsen. Ini berarti bahwa produk tersebut dapat digunakan atau disalurkan



sampai hari terakhir dari bulan dantahun yang dinyatakan, jika persyaratan penyimpanan dan penanganan telah dipenuhi. Tujuan dari penentuan tanggal kadaluarsa adalah untuk menjamin bahwa produk/ obatyang diproduksi oleh suatu industri itu masih memenuhi dari segi keamanan dan kekuatanhingga tanggal kadaluarsa tersebut. Waktu kadaluarsa merupakan gambaran dari stabilitas obat dalam penyimpanan. Stabilitas obat merupakan kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Kestabilan obat dapa tdilihat dari beberapa hal dengan suatu perubahan dalam penampilan fisik seperti warna, bau, rasadan tekstur. Sedangkan dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak bisa dibuktikan sendiri dan hanya bisa dibuktikan melalui analisis kimia. III.6 Pengemasan Pengemasan dalam dunia farmasi mempunyai peran penting, sebab suatu sediaan tidak akan berarti apabila pengemasannya buruk atau tidak sesuai dengan bentuk sediaan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan rusaknya bahan yang dikemas baik karena faktor fisik (penyimpanan) maupun faktor kimia (stabilitas bahan yang dikemas). Pada umumnya pengemasan berfungsi untuk menempatkan bahan atau hasil pengolahan atau hasil industri dalam bentuk yang memudahkannya dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi sampai ke tangan konsumen. Secara garis besar fungsi pengemasan adalah sebagai berikut : 1. Mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga ke konsumen, agar produk tidak tercecer, terutama untuk cairan, pasta atau butiran. 2. Melindungi



dan



mengawetkan



produk, seperti



melindungi



dari



sinar



ultraviolet,



panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk.



3. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat pada kemasan. 4. Meningkatkan efisiensi, misalnya : memudahkan penghitungan (satu kemasan berisi 10, 1 lusin, 1 gross dan sebagainya), memudahkan pengiriman dan penyimpanan. Hal ini penting dalam dunia perdagangan. 5. Melindungi pengaruh buruk dari luar, melindungi pengaruh buruk dari produk di dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam, atau produk berbahaya seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi produk-produk lain di sekitarnya. 6. Memperluas pemakaian dan pemasaran produk, misalnya penjualan kecap dan sirup mengalami peningkatan sebagai akibat dari penggunaan kemasan botol plastik. 7. Menambah daya tarik calon pembeli. 8. Sarana informasi dan iklan. 9. Memberi kenyamanan bagi pemakai



Klasifikasi kemasan berdasarkan struktur sistem kemas (kontak produk dengan kemasan): a) Kemasan primer, yaitu kemasan yang langsung mewadahi atau membungkus bahan pangan. Misalnya kaleng susu, botol minuman. b) Kemasan sekunder, yaitu kemasan yang fungsi utamanya melindungi kelompokkelompok kemasan lain. Misalnya kotak karton untuk wadah susu dalam kaleng, kotak karton untuk wadah strip obat dan sebagainya. c) Kemasan tersier, kuartener yaitu kemasan untuk mengemas setelah kemasan primer, sekunder atau tersier. Kemasan ini digunakan untuk pelindung selama pengangkutan. Misalnya botol yang sudah dibungkus, dimasukkan ke dalam kardus kemudian dimasukkan ke dalam kotak dan setelah itu ke dalam peti kemas.



Dalam hal material, tidak semua bahan dapat berfungsi sebagai pengemas demikian pula persyaratan dan spesifikasi bahan pengemas untuk keperluan yang satu berbeda dengan yang lain. Beberapa persyaratan bahan pengemas adalah : 



Memiliki permeabilitas terhadap udara (oksigen dan gas lain) yang baik







Harus bersifat tidak toksik dan tidak bereaksi (inert), sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan atau menimbulkan perubahan warna, flavor dan citarasa produk yang dikemas







Harus mampu menjaga produk yang dikemas agar tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap pengaruh panas, kotoran dan kontaminan lain







Harus mampu melindungi produk yang dikemasnya dari kerusakan fisik dan gangguan dari cahaya (penyinaran)







Harus mudah dibuka dan ditutup dan dapat meningkatkan kemudahan penanganan, pengangkutan dan distribusi







Harus mampu menjelaskan identifikasi dan informasi dari bahan yang dikemasnya, sehingga dapat membantu promosi atau memperlancar proses penjualan. Sediaan krim dikemas sama seperti sediaan salep yaitu dalam botol atau tube



disesuaikan dengan persyaratan bahan pengemas.



III.7



PRODUKSI Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tahap produksi sediaan kapsul



berdasarkan CPOTB adalah : PENIMBANGAN DAN PENYERAHAN



1. Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian terhadap pengeluaran bahan dan produk tersebut untuk produksi, dari gudang, area penyerahan, atau antar bagian produksi adalah sangat penting.



2. Cara penanganan, penimbangan, penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah tercakup dalam prosedur tertulis.



3. Semua pengeluaran bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan termasuk bahan tambahan yang telah diserahkan sebelumnya ke produksi hendaklah didokumentasikan dengan benar.



4. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan.



5. Untuk menghindarkan terjadi kecampur-bauran, kontaminasi silang, kehilangan identitas dan keragu-raguan, maka hanya bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terkait dari satu bets saja yang boleh ditempatkan dalam area penyerahan. Setelah penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan awal, produk antara dan produk ruahan hendaklah diangkut dan disimpan dengan cara yang benar sehingga keutuhannya tetap terjaga sampai saat pengolahan berikutnya.



6. Sebelum penimbangan dan penyerahan, tiap wadah bahan awal hendaklah diperiksa kebenaran penandaan, termasuk label pelulusan dari bagian pengawasan mutu.



7. Kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat ukur yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau ditakar.



8. Untuk tiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan pembuktian kebenaran identitas dan jumlah bahan yang ditimbang atau diukur oleh dua orang personil yang independen, dan pembuktian tersebut dicatat.



9. Ruang timbang dan penyerahan hendaklah dijaga kebersihannya. 10. Kegiatan penimbangan dan penyerahan hendaklah dilakukan dengan memakai peralatan yang sesuai dan bersih.



11. Bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang diserahkan hendaklah diperiksa ulang kebenarannya dan ditandatangani oleh supervisor produksi sebelum dikirim ke area produksi.



12. Sesudah ditimbang atau dihitung, bahan untuk tiap bets hendaklah disimpan dalam satu kelompok dan diberi penandaan yang jelas. PENGOLAHAN



1. Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum dipakai. 2. Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan atau berurutan di dalam ruang yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi campur baur atau kontaminasi silang.



3. Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Sebelum kegiatan pengolahan dimulai hendaklah diambil langkah untuk memastikan area pengolahan dan peralatan bersih dan bebas dari bahan awal, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang akan dilakukan.



4. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan.



5. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dijustifikasi dan dilaporkan.



6. Wadah dan tutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, produk antara dan produk ruahan hendaklah bersih dan dibuat dari bahan yang tepat sifat dan jenisnya untuk melindungi produk atau bahan terhadap kontaminasi atau kerusakan.



7. Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara hendaklah diberi label dengan benar yang menunjukkan tahap pengolahan. Sebelum label ditempelkan, semua penandaan terdahulu hendaklah dihilangkan.



8. Semua produk antara dan produk ruahan hendaklah diberi label dengan benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.



9. Semua pengawasan selama-proses yang dipersyaratkan hendaklah dicatat dengan akurat pada saat pelaksanaannya.



10. Hasil nyata tiap tahap pengolahan bets hendaklah dicatat dan diperiksa serta dibandingkan dengan hasil teoritis.



11. Dalam semua tahap pengolahan perhatian utama hendaklah diberikan kepada masalah kontaminasi silang.



12. Batas waktu dan kondisi penyimpanan produk dalam-proses hendaklah ditetapkan. 13. Untuk sistem komputerisasi yang kritis hendaklah disiapkan sistem pengganti manakala terjadi kegagalaN. BAHAN DAN PRODUK KERING



1. Untuk mengatasi masalah pengendalian debu dan kontaminasi silang yang terjadi pada saat penanganan bahan dan produk kering, perhatian khusus hendaklah diberikan pada desain, pemeliharaan serta penggunaan sarana dan peralatan. Apabila laik hendaklah dipakai sistem pembuatan tertutup atau metode lain yang sesuai.



2. Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak lubang pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi dari produk atau proses lain. Sistem penyaringan udara yang efektif atau sistem lain yang sesuai hendaklah dipasang untuk menyaring debu. Pemakaian alat penghisap debu pada pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan.



3. Perhatian khusus hendaklah diberikan untuk melindungi produk terhadap kontaminasi serpihan logam atau gelas. Pemakaian peralatan gelas sedapat mungkin dihindarkan. Ayakan, punch dan die hendaklah diperiksa terhadap keausan atau kerusakan sebelum dan setelah pemakaian.



4. Hendaklah dijaga agar tablet, kapsul atau partikel serbuk tidak ada yang terselip atau tertinggal tanpa terdeteksi di mesin, alat penghitung atau wadah produk ruahan. Pencampuran dan Granulasi



1. Obat tradisional yang mengandung komponen dengan khasiat terapeutik yang diketahui sering kali distandardisasi (yakni ditetapkan terhadap kandungan tertentu dari komponen tersebut). Metode yang digunakan dalam standardisasi hendaklah didokumentasikan.



2. Jika ditambahkan bahan lain untuk mencapai tujuan standardisasi perlu menspesifikasi jumlah yang ditambahkan dalam suatu rentang. Pencampuran suatu bahan dari beberapa bets yang berbeda (contoh: sebelum ekstraksi) atau pencampuran beberapa lot sediaan sejenis boleh dilakukan. Untuk menjamin penelusuran kembali maka catatan hendaklah disimpan. Proses pencampuran hendaklah dikendalikan dan didokumentasikan dengan baik dan, bila berlaku, bets campuran hendaklah diperiksa kesesuaiannya terhadap spesifikasi yang telah ditentukan. Pencampuran bets hendaklah hanya dilakukan bila homogenitas campuran bisa dijamin. Proses-proses ini hendaklah didokumentasikan dengan baik.



3. Bets obat tradisional yang hasil ujinya di luar spesifikasi hendaklah tidak dicampur dengan bets lain dengan tujuan untuk pemenuhan spesifikasi kecuali untuk standardisasi kandungan komponen dengan efek terapeutik yang diketahui. Sebelum pencampuran hendaklah dipastikan bahwa setiap bets dibuat dengan menggunakan proses yang ditetapkan, masingmasing telah diuji memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dan ditemukan memenuhi spesifikasi yang sesuai.



4. Jika ada parameter fisis tertentu yang kritis, maka proses pencampuran bets hendaklah dibuktikan keseragamannya. Pembuktian hendaklah mencakup pemeriksaan parameter kritis (misalnya bulk density dan tap density) yang kemungkinan terpengaruh oleh proses pencampuran.



5. Tanggal daluwarsa bets campuran hendaklah ditetapkan berdasarkan tanggal pembuatan bets tertua dari komponen campuran tersebut.



6. Mesin pencampur, pengayak dan pengaduk hendaklah dilengkapi dengan sistem pengendali debu kecuali digunakan sistem tertutup.



7. Parameter operasional yang kritis (misalnya waktu, kecepatan dan suhu) untuk tiap proses pencampuran, pengadukan dan pengeringan hendaklah tercantum dalam Dokumen Produksi Induk, dan dipantau selama proses berlangsung serta dicatat dalam Catatan Bets.



8. Kantong filter yang dipasang pada mesin pengering fluid bed tidak boleh dipakai untuk produk yang berbeda tanpa pencucian lebih dahulu. Untuk produk yang berrisiko tinggi atau yang dapat menimbulkan sensitisasi hendaklah digunakan kantong filter khusus bagi masingmasing produk. Udara yang masuk ke dalam alat pengering ini hendaklah disaring. Hendaklah dilakukan tindakan pengamanan untuk mencegah kontaminasi silang oleh debu yang keluar dari alat pengering tersebut.



9. Pembuatan dan penggunaan larutan atau suspensi hendaklah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga risiko kontaminasi atau pertumbuhan mikroba dapat diperkecil. Pengisian Kapsul Keras



1. Cangkang kapsul hendaklah diperlakukan sebagai bahan awal. Cangkang kapsul hendaklah disimpan dalam kondisi yang dapat mencegah kekeringan dan kerapuhan atau efek lain yang disebabkan oleh kelembaban.



2. Persyaratan Mesin hendaklah dilengkapi dengan fasilitas pengendali debu yang efektif dan ditempatkan sedemikian rupa untuk menghindari campur baur antar produk. Tiap mesin



hendaklah ditempatkan dalam ruangan terpisah. Kecuali mesin tersebut digunakan untuk produk yang sama atau dilengkapi sistem pengendali udara yang tertutup maka dapat ditempatkan dalam ruangan tanpa pemisah. Penandaan Tablet Salut dan Kapsul



1. Hendaklah diberikan perhatian khusus untuk menghindari campur baur selama proses penandaan tablet salut dan kapsul. Bilamana dilakukan penandaan pada produk atau bets yang berbeda dalam saat yang bersamaan hendaklah dilakukan pemisahan yang memadai.



2. Tinta yang digunakan untuk penandaan hendaklah yang memenuhi persyaratan untuk bahan makanan.



3. Hendaklah diberikan perhatian khusus untuk menghindari kecampurbauran selama proses pemeriksaan, penyortiran dan pemolesan kapsul dan tablet salut.



4.



Bahan awal



4.1.



Air Air merupakan salah satu bahan baku yang utama di dalam industri kosmetik. Oleh



karena itu air harus mendapat perhatian khusus baik dalam sistem pembuatan, penyimpanan maupun pendistribusian. Sumber Air dapat diperoleh dari Air tanah (sumur) ataupun Perusahaan pengolahan air bersih. Air dari kedua sumber di atas harus diproses lebih lanjut agar dapat digunakan dalam proses produksi. Pencucian dan sanitasi peralatan yang digunakan dalam sistem pemrosesan air, haruslah dilaksanakan secara rutin dengan suatu Prosedur Operasional Baku (POB). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kontaminasi yang dapat mempengaruhi kualitas air. Pemilihan cara sanitasi sangat tergantung dari jenis instalasi yang ada dan dapat dilakukan dengan menggunakan uap panas (steam) atau dengan bahan kimiawi.



Bila digunakan suatu bahan kimiawi, haruslah diupayakan agar sisa bahan kimiawi tidak tertinggal di dalam air tersebut pada saat akan dipakai. Kualitas Air air yang dipergunakan tergantung dari peruntukannya yaitu dapat dilihat pada tabel berikut : No. 1.



3.



Fungsi Air untuk proses produksi produk krim, shampo, sabun, dan conditioner. Air untuk produk sediaan bayi dan sediaan sekitar mata. Air untuk pembersihan /pencucian



4.



Air untuk pembilasan akhir



5.



Air untuk sanitasi



2.



Standar Sekurang-kurangnya kualitas air minum yang sesuai dengan standar baku nasional Kualitas air murni menurut standar farmakope Air bersih yang kualitasnya tidak perlu setingkat dengan air untuk proses produksi. Harus menggunakan air yang sama kualitasnya dengan air untuk proses produksi. Uap air panas



Pemeriksaan kualitas air secara lengkap hendaklah dilakukan secara berkala sesuai POB yang ada. Hendaklah dilakukan juga pemeriksaan air setiap akan digunakan, misalnya pemerian/organoleptis, pH, dan konduktivitas serta harus dilakukan pencatatan untuk monitoring. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sendiri atau dengan laboratorium eksternal. Selain itu, pembersihan tangki penyimpan dan sistem perpipaan dilakukan secara berkala sesuai dengan POB yang ada. Setiap terjadi penyimpangan terhadap sistem yang ada, harus segera ditindaklanjuti serta dilakukan koreksi dan pencegahan. Khusus untuk parameter mikrobiologi dilakukan pemeriksaan rutin secara kuantitatif dan kualitatif. Dikenal beberapa tingkatan pembuatan air murni untuk produksi, yaitu



1. Pra-desinfeksi (misalnya dengan klorinasi), flokulasi/ koagulasi (misalnya dengan aluminium). 2. Penyaringan/filtrasi menggunakan saringan multimedia (gravel-sand-carbon) sampai ukuran 10 mikron, penyaringan kembali dengan saringan berukuran 2 mikron. 3. Penghilangan kesadahan (softening column). 4. Deionisasi/demineralisasi, Sistem ini dapat berupa suatu rangkaian resin penukar kation, resin penukar anion atau gabungan antara resin penukar anion dan kation (mixed beds). 5. Sistem distilasi dilakukan dengan cara pemanasan dan kondensasi uap air. 6. “Reversed Osmosis” (RO) dilakukan dengan menggunakan suatu membran semi permeabel. 7. Sistem Ultra Violet.



4.2



Verifikasi Bahan Setiap bahan awal harus memiliki spesifikasi yang jelas baik dari segi keamanan,



kemanfaatan maupun konsistensi mutu semua pasokan bahan awal hendaklah diverifikasi secara fisik, identitas pemasok, jenis dan jumlah kemasan, kondisi kemasan (bocor, rusak, kotor, dan lain-lain, tersedianya sertifikat analisis dari produsen bahan awal. Bahan awal harus dikarantina segera setelah kedatangan sampai bahan tersebut diluluskan untuk dipergunakan dalam proses produksi. Setiap Bahan awal harus diberi



penandaan identitas/status pada setiap kemasan bahan awal agar dapat memudahkan dalam pelacakan sampai ke produk jadi. 4.3



Pencatatan Bahan Semua bahan yang diterima harus mempunyai catatan yang lengkap yaitu nama



bahan awal, nama produsen bahan awal, nama pemasok, tanggal penerimaan, jumlah bahan awal, nomor bets, nama penerima, tanggal kedaluwarsa (bila ada), nomor faktur dan lokasi penempatan di gudang. Wadah dari bahan awal yang sudah dilakukan pengambilan contoh, harus diberi penandaan yang berisi antara lain: tanggal pengambilan dan pelaksana pengambilan contoh. 4.4



Penyiapan Bahan untuk Produksi Tahap awal dari produksi sediaan krim antiaging ekstrak propolis dengan sistem



penghantaran fitosom dimulai dengan penyiapan bahan baku. Manager produksi akan memberikan dokumen catatan pengolahan bahan baku (CPB) serta bon Permintaaan Bahan Baku (BPBB) ke supervisor bagian penimbangan yang selanjutnya akan diteruskan supervisor gudang bahan baku dengan menyertakan Bon Permintaaan Bahan Baku Intern (BPBI). Selanjutnya, gudang bahan baku akan menyiapkan bahan-bahan tersebut dan kemudian diserahkan kembali kebagian penimbangan (supervisor penimbangan). 5. Penimbangan dan Pengukuran Syarat dari ruang penimbangan untuk produksi sediaan kosmetik: 1. Hendaklah terpisah, lokasi dapat di gudang atau di ruang produksi, 2. Selalu dalam keadaan bersih, kering dan terawat, sebelum,selama dan setelah aktivitas penimbangan.



3. Disediakan alat pengumpul debu (dust collector), alat pengisap debu (vacuum cleaner) atau alat lain (bahan penyerap khusus) untuk mengatasi pencemaran bila terjadinya tumpah atau kebocoran bahan baku. 4. Disediakan area/ruang transit (staging area) yang terpisah dengan area/ruang penimbangan. 5. Semua kegiatan di area penimbangan harus mengikuti POB yang ada.



Gambar Desain Area Penimbangan Bahan PT. BOSS Pharm Alat penimbangan yang digunakan haruslah mempunyai kapasitas, ketepatan dan ketelitian yang sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang dan timbangan yang digunakan selalu dalam kondisi baik dan bersih. Timbangan harus dikalibrasi secara



berkala dan diberi label status Kalibrasi serta instruksi kerja penimbangan yang berisi tentang cara penimbangan, kapasitas dan ketelitian timbanga diletakkan di dekat timbangan tersebut. Perusahaan kami menggunakan timbangan jenis METTLER TOLEDO BBA236 dengan kapasitas, ketepatan serta ketelitian yang beragam dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas dalam penimbangan dan meminimalisir kesalahan dalam penimbagan yang dilakukan.



Gambar Spesifikasi Timbangan yang digunakan di PT. BOSS Pharm yaitu Timbangan METTLER TOLEDO BBA236 Pada saat proses penimbangan, bahan baku yang boleh berada di ruang penimbangan adalah bahan baku yang akan ditimbang. Bahan baku yang akan ditimbang harus mempunyai label identitas yang jelas serta sudah berstatus diluluskan. Penimbangan dilakukan sesuai dengan POB Penimbangan dan hanya dilakukan oleh



personil yang terlatih dan berkompeten serta diberi tugas untuk melakukan penimbangan. Personil penimbangan harus menggunakan perlengkapan kerja yang sesuai dengan kondisi dan jenis bahan baku. Untuk setiap penimbangan harus dilakukan pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang ditimbang oleh personil yang berbeda. Hasil penimbangan bahan baku untuk satu bets, hendaklah diletakkan di atas satu kelompok palet dan diberi penandaan identitas nama produk dan nomor bets yang jelas. Wadah penimbangan yang dipilih hendaklah tertutup, disesuaikan dengan volume dan sifat dari bahan yang ditimbang. Untuk bahan yang rentan terhadap kontaminasi mikroba hendaklah digunakan peralatan dan wadah yang sudah disanitasi. Penggunaan wadah antara (wadah untuk menampung sebagian bahan dari drum untuk diambil guna penimbangan) harus dihindari selama penyiapan proses penimbangan



untuk



menghindari kontaminasi bahan. Jika tidak memungkinkan, wadah antara yang digunakan harus bersih dan tertutup serta diberi label identitas dan status yang sama dengan aslinya. Wadah penimbangan harus bersih dan diberi label identitas. Didalam melakukan semua aktivitas penimbangan harus dicatat. Hasil penimbangan harus dicek ulang oleh personil yang berbeda sebelum proses pencampuran dimulai. Bila di dalam satu bets produksi digunakan beberapa nomor bets bahan baku, hendaklah dicatat setiap nomor bets beserta jumlah masing-masing bahan yang digunakan. Bahan yang sudah ditimbang harus diberi label identitas yang jelas dan lengkap yang berisi antara lain : nama bahan baku/kode, nomor bets bahan baku, berat netto, tara, tanggal penimbangan, paraf penimbang, paraf personil lain yang melakukan cek ulang dan bila diperlukan simbol keamanan untuk bahan baku berbahaya dan beracun.



Gambar Proses Penimbangan Bahan di PT. BOSS Pharms : (A) Pengambilan Bahan Baku dari Gudang, (B) Penyiapan Bahan Baku dan (C) Penimbangan Bahan Baku.



6.



Prosedur dan Pengolahan CE K IPC



Gambar. Alur Produksi Sediaan Krim Anti aging Ektrak Propolis Sebelum memualai proses produksi, semua bahan yang akan digunakan dipastikan telah mempunyai label yang jelas. Bila suatu label hilang atau tidak jelas, maka



bahan baku tersebut hendaklah diidentifikasi oleh Bagian Pengawasan Mutu sebelum digunakan. POB Pengolahan dibuat untuk ukuran bets dan alat produksi yang tertentu yang disetujui oleh Bagian Produksi dan Bagian Pengawasan Mutu. Kondisi ruang pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan sampai tingkat yang disyaratkan. Sebelum pengolahan dimulai ruang pengolahan hendaklah dibebaskan dari bahan produk atau dokumen yang tidak diperlukan dan semua peralatan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Operator hendaklah memahami semua tahapan kegiatan yang akan dilaksanakan Pengawasan selama pengolahan dilakukan di area produksi oleh personil produksi dan atau pengawasan mutu. Semua kegiatan pengawasan selama pengolahan, mulai dari pemeriksaan kebenaran dan kesesuaian bahan, peralatan, pencampuran, pengontrolan suhu, homogenitas, pH, kekentalan dan lain-lain harus dicatat pada Catatan Pengolahan Bets atau pada formulir khusus. Proses Pengolohan dimulai dengan pengolahan bahan baku propolis menjadi ekstrak etanol propolis, dimana tahap-tahap yang dilakukan akan diuraikan sebagai berikut :



Pembuatan Ekstrak Tabel Bahan Pembuatan Ekstrak No. Bahan



Jumlah



1



Propolis



30 kg



2



Etanol 70 %



300 L



Propolis disimpan terlebih dahulu dalam lemari es atau freezer selama 2 jam. Proses ektraksi dilakukan dengan mencampurkan propolis dengan cairan ekstraksi etanol didalam extractor dengan bantuan agitator untuk mempercepat proses ekstraksi. Proses ini dilakukan selama 6 jam. Selanjutnya ekstrak etanol propolis dipindahkan dari extractor ke storange tank. Didapatkan Hasil ekstrak etanol propolis sebanyak 6000 g.



Gambar Alat-alat yang digunakan dalam proses ekstraksi propolis : (A) Extractor 600 to 1300 Idco, (B) Agitator Cyanabloc VMI, (C) Storange Tank Rancangan Formula Fitosom Ekstrak Etanol Propolis No.



Bahan



Jumlah



1 2



Ekstrak Etanol Propolis Fosfatidikolin



6000 g 6000 g



3



Aseton



3000 ml



Pembuatan : Fosfatidilkolin didispersikan dalam aseton sebelumnya dan diaduk dengan Planetary Mixer Miralles. Kemudian Ekstrak Etanol Propolis dan Fosfatidilkolin yang telah dilarutkan dengan aseton tersebut dicampurkan didalam spray drying selama 1 jam hingga berbentuk koloidal. Didapatkan hasil Fitosom Ekstrak Etanol Propolis sebanyak



10200 g. Artinya dalam hal kesetaraan kandungan ekstrak propolis dengan Fitosom Ekstrak Etanol Propolis adalah :



Gambar Penyiapan dan pembuatan phytosom dengan menggunakan metode spray drying di PT. BOSS Pharm dengan Spray Dryer Buchi B-290.



Pada pembuatan formula dengan sistem penghantaran fitosom, hal lain yang perlu diperhatikan adalah nilai efisiensi penjerapan (EP). Nilai EP menunjukkan berapa jumlah bahan obat yang dapat terjerap dalam vesikel fitosom. Nilai EP dapat dihitung dengan cara :



EP (%) =



Kadar Fenolik Fitosom Ekstrak Etanol Propolis Kadar Fenolik Ekstrak Etanol Propolis



x 100 %



Berdasarkan, perhitungan didapatkan hasil bahwa besar dari nilai efisiensi penjerapan (EP) yaitu 97,1 %. Sehingga perhitungan kesetaraan sebelumnya 170 mg Fitosom Ekstrak Etanol Propolis (FEP) setara dengan 100 mg ekstrak propolis tidak lagi



sesuai karena jumlah ekstrak yang terjerap dalam vesikel fitosom tidak 100 %. Kesetaraan berdasarkan nilai efisiensi penjerapan adalah Jumlah ekstrak yang terjerap dalam 170 mg FEP =



97,1 100



x 100 mg = 97,1 mg



Sehingga, untuk mengetahui jumlah FEP yang didalamnya terjerap 100 mg ekstrak propolis, dapat dihitung dengan : (59) X mg FEP = X mg FEP =



97,1 100 97,1 100



x Y mg = 100 mg EP x 103,4 mg = 100 mg EP



176mg FEP = 100 mg EP



Selanjutnya dalam tahap produksi adalah pembuatan krim, yaitu : 1. Peleburan Fase Minyak (stearil alkohol, asam stearat, setil alkohol, propil paraben, dan mineral oil) dengan heating tank 2. Pelarutan Fase Cair (metil paraben, propilenglikol dan gliserin) dengan heating tank 3. Selanjutnya fase air dituang ke dalam fase minyak bersama-sama dengan cremophor W07, diaduk dengan dihomogenkan dengan Vacuum Emulsifying Mixer Tank hingga terbentuk massa krim 4. Kemudian, tahap terakhir adalah massa krim dicampurakan dengan phytosome ekstrak etanol propolis (EEP) dan α-tokoferol, kemudian dihomogenkan dengan Planetary Mixer Miralles selama 1 jam.



Gambar Alat-alat yang digunakan dalam tahap pembuatan krim antiaging ekstrak propolis dengan sistem penghantaran fitosom : (A) heating tank, (B) Vacuum Emulsifying Mixer Tank, dan (C) Planetary Mixer Miralles.



6.



Pelabelan dan Pengemasan Peralatan/mesin pengemasan harus selalu dalam keadaan baik dan bersih



sebelum digunakan, ditandai dengan adanya label bersih. Sebelum digunakan, lini pengemasan harus dibersihkan dari bahan pengemas dan produk sebelumnya misalnya label/etiket, wadah, produk jadi ataupun barang-barang lain yang tidak ada kaitannya dengan proses pengemasan yang akan dilakukan. Hal ini untuk mengurangi kontaminasi silang dan campur baur. Selama proses pengemasan dan pelabelan harus dilakukan pengambilan contoh secara acak untuk pemeriksaan bobot dan penampilan serta untuk pemeriksaan kualitas meliputi pemerian/organoleptik, fisika, kimia dan mikrobiologi. Contoh yang diambil hendaklah mewakili satu periode pengemasan yang dilaksanakan, dengan cara mengambil contoh secara berkala. Setelah terbentuk massa krim, massa krim tersebut kemudian ditimbang dan dikirim ke ruang karantina untuk dilakukan pengujian oleh bagian quality control (QC).



Setelah bagian QC, menyatakan massa krim telah lulus pengujian akan dibuat Dokumen Bon penerimaan Bahan Kemas (BPBK) yang akan diserahkan ke supervisor pengemasan untuk selanjutnya dilakukan pengemasan primer.



Gambar Wadah Primer Sediaan Krim Massa Krim yang telah kedalam Wadah Pot krim kemudian dikirim ke ruang karantina sebagai produk ruahan dan dilakukan cek IPC oleh bagian quality control (QC). Setelah bagian QC, menyatakan telah lulus pengujian, supervisor pengemasan akan menjalankan tahan untuk selanjutnya yaitu pengemasan sekunder. Desain kemasan sekunder untuk produk sediaan krim antiaging ektrak propolis oleh PT. BOSS Pharm adalah sebagai berikut: WADAH SEKUNDER (BOX :



ETIKET



BROSUR



Produk yang telah dimasukkan ke dalam wadah akhir tetapi belum diberi label hendaklah dipisahkan dan diberi tanda untuk menjaga agar tidak tercampur dengan produk lain. Pada akhir pengemasan dan pelabelan, hendaklah dilakukan penghitungan kembali (rekonsiliasi) produk akhir yang diperoleh, sisa komponen wadah dan tutup, pembungkus dan lain-lain. Rekonsiliasi ini dicatat pada Catatan Pengemasan Bets. Hanya produk yang berasal dari satu bets pengemasan saja yang boleh ditempatkan pada satu palet. Sisa bahan pengemas dikembalikan ke gudang, disertai catatan perincian jumlah yang dipakai ataupun ditolak. Untuk yang ditolak hendaklah diproses



lebih lanjut sesuai dengan POB. Setiap bahan yang sudah diberi kode bets, tetapi tidak digunakan,



harus



dilakukan



pencatatan



dan



dikembalikan



ke



gudang



untuk



dimusnahkan. Setelah rekonsiliasi, produk tersebut hendaklah dikarantina sambil menunggu pelulusan dari Bagian Pengawasan Mutu yang selanjutnya akan disimpan dalam gudang obat jadi (39). Produk Jadi, Karantina, dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi. Semua label yang berkaitan dengan produk jadi harus kelihatan dengan jelas. Produk yang sudah diluluskan oleh Bagian Pengawasan Mutu dicatat pada kartu stok produk jadi. Bila produk tidak lulus uji, harus segera diberi tanda sebagai produk ditolak dan dipisahkan secara fisik untuk ditindaklanjuti sesuai dengan POB.