Tugas Responsi Dokter Muda [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS RESPONSI DOKTER MUDA BAGIAN/SMF KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH FK UNUD OKTOBER 2013 Nama Dokter Muda



: Komang Aditya Yudistira



NIM



: 0902005046



Dokter Supervisor



: dr. Ni Luh Putu Ratih Vibriyanti Karna, Sp.KK



1. Dermatitis Venenata Dermatitis venenata merupakan gambaran spesifik yang disebabkan oleh secret/debris serangga terutama genus Paedrus, serta getah tumbuhan dengan bentuk lesi linier. Kulit yag terkena penyakit ini akan menjadi merah dan melepuh, disertai rasa panas seperti terbakar. Kelenjar hemolympha pada Paedrus ini mengandung paedrine yang akan mengenai kulit apabila serangga ini remuk akibat reflex menyingkirkan serangga ini. Paedrine ini dapat memicu epidermal necrosis dan acantholysis sehingga timbul dermatitis. Serangga ini sebenarnya tifak menyengat dan tidak menggigit, apabila serangga tersebut tidak remuk, maka paedrine yang tersimpan dalam hemolympha tidak berbahaya bagi manusia. Gejala dari dermatitis venenata :  Tidak ada gejala prodromal (lesu, lemas, nafsu makan menurun)  Lesi muncul tiba-tiba di pagi hari  Pada awalnya terlihat eritema kemudian pada sore harinya sudah menjadi vesikel atau bahkan nekrosis



2. Prinsip Pemilihan Obat Topikal Prinsip pemilihan sediaan obat topical adalah sebagai berikut :  Secara umum pada kulit yang tidak berambut, dapat dipakai sediaan salep, krim, emulsi. Krim dipakai pada lesi yang kering dan superficial. Salep dipakai pada lesi yang tebal (kronis)  Pada daerah berambut, losion dan gel merupakan pilihan yang cocok  Pada lipatan kulit, formulasi bersifat oklusif seperti salep, emulsi W/O dapat menyebabkan maserasi sehingga harus dihindari



 Pada daerah yang mengalami ekskoriasi, formulasi berisi alcohol dan asam salisilat sering mengiritasi sehingga harus dihindari  Sediaan cairan dipaki untuk kompres pada lesi basah, mengandung pus, berkrusta 3. Pemilihan Obat Steroid Topikal Pemilihan steroid topical yang paling sesuai untuk diberikan pada situasi tertentu tergantung pada jenis penyakit yang akan diobati, tingkat keparahannya, baguan tubuh yang diserang, dan usia pasien. Pada umumnya, dermatitis yang berat mendapatkan pengobatan dengan steroid yang poten, sedangkan kelainan yang ringan dengan steroid yang lemah. Pada dermatitis kronis dimana dapat terjadi eksaserbasi secara periodic, steroid yang berpotensi ringan sampai sedang dapat dipakai bila penyakit dalam keadaan tidak aktif, dan preparat ang poten bila keadaan memburuk. Absorpsi steroid topical melalui kulit dan potensi untuk dapat menimbulkan efek lokal yang tidak diharapkan berbeda-beda, tergantung pada keadaan setempat. Perbedaan-perbdeaan ini tergantung pada ketebalan stratum korneum, adanya oklusi, misalnya pada bagian lipatan dimana permukaan kulit dalam keadaan aposisi dan aliran darah (vaskularitas) pada tempat tersebut. Sebagian besar dermatosis pada wajah hendaknya menggunakan steroid topical yang ringan, walaupun pada beberapa keadaan seperti lupus eritematosus discoid diperlukan preparat yang poten. Penyakit kulit yang terdapat pada aksila, lipat paha dan daerah bawah payudara hendaknya juga diobati dengan steroid yang ringan. Sebaliknya untuk dermatosis pada telapak tangan dan telapak kaki dimana stratum korneum sangat tebal, diperlukan steroid yang poten dan biasanya jauh lebih baik lahi bila dipakai oklusi dengan politen untuk meningkatkan penetrasi. 4. Penggolongan Obat Kortikosteroid Penggolongan menurut USA system The USA system menggunakan 7 kelas, yang diklasifikasikan oleh kemampuan mereka untuk menyempitkan kapiler. Kelas I adalah yang terkuat atau superpotent. Kelas VII adalah yang paling lemah dan paling ringan.



Group I Sangat poten dan kuat potensinya 600 kali lebihkuat dibandingkan hydrocortisone







Clobetasol propionate 0.05% (Dermovate)







Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene)







Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate, Halox)







Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon)



Group II 



Fluocinonide 0.05% (Lidex)







Halcinonide 0.05% (Halog)







Amcinonide 0.05% (Cyclocort)







Desoximetasone 0.25% (Topicort)



Group III 



Triamcinolone acetonide 0.5% (Kenalog, Aristocort cream)







Mometasone furoate 0.1% (Elocon ointment)







Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate)







Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone)



Group IV 



Fluocinolone acetonide 0.01-0.2% (Synalar, Synemol, Fluonid)







Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort)







Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid)







Flurandrenolide 0.05% (Cordran)







Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort A ointment)







Mometasone furoate 0.1% (Elocon cream, lotion)



Group V 



Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort,kenacort-a vail, cream, lotion)







Fluticasone propionate 0.05% (Cutivate cream)







Desonide 0.05% (Tridesilon, DesOwen ointment)







Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar, Synemol cream)







Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort cream)



Group VI 



Alclometasone dipropionate 0.05% (Aclovate cream, ointment)







Triamcinolone acetonide 0.025% (Aristocort A cream, Kenalog lotion)







Fluocinolone acetonide 0.01% (Capex shampoo, Dermasmooth)







Desonide 0.05% (DesOwen cream, lotion)



Group VII Kelas terlemah dari steroid topikal. Memiliki permeabilitas lipid yang lemah, dan tidak dapat menembus membran mukosa baik.







Hydrocortisone 2.5% (Hytone cream, lotion, ointment)







Hydrocortisone 1% (Many over-the-counter brands)



5. Efek Samping Pemberian Steroid Topikal Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striaeatrofise, telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,hipopigmentasi, dermatitis peroral.



Efek samping dapat terjadi apabila : 



Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.







Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Denganini efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yanglebih lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan



Efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat: 



Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran darikonvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretino intopikal secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.







Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Inimenyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akanmenyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermalyang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ininantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usiakulit prematur.







Efek Vaskular Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkanvasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darahyang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.







Ketergantungan atau Rebound: sindrom penarikan kortikosteroid adalah kejadian sering terlihat, juga disebut “Sindrom Kulit Merah”. Penghentian total steroid adalah wajib dan, sementara reversibel, dapat menjadi proses yang berkepanjangan dan sulit diatasi







Terlalu sering menggunakan steroid topikal dapat menyebabkan dermatitis. Penarikan seluruh penggunaan steroid topikal dapat menghilangkan dermatitis.







Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah mata yang telah dikaitkan dengan steroid topikal.







Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata tetapi juga dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko glaukoma, katarak, retinopati serta efek samping sistemik







Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah dosis berulang tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi. Pemulihan biasanya terjadi setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan terapi seperti 3 hari, 4 hari libur, atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off terapi.







Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus kelamin, dan granuloma infantum gluteale.







Penggunaan jangka panjang mengakibatkan Scabies Norwegia, sarkoma Kaposi, dan dermatosis yang tidak biasa lainnya.







Jamkhedkar Preeta dkk tahun 1996 pernah melakukan studi untuk mengevaluasi keamanan dan tolerabilitas fluticasone ini dalam terapi eksim dan psoriasis. Fluticasone propionate



0.05% dibandingkan dengan krim betamethasone valerate 0,12%. Ada 107 pasien yang menyelesaikan studi, 61 menderita psoriasis dan 46 menderita eksim. 



Secara efikasi dan afinitas, fluticasone propionate maupun betamethasone valerate menunjukkan hasil yang setara. Penipisan kulit, setelah dilakukan ultrasound atau biopsi tidak signifikan dibandingkan placebo dalam terapi lebih dari 8 minggu, dengan sekali terapi sehari. Fluticasone propionate sama sekali tidak menimbulkan efek samping sistemik berupa supresi HPA-axis.







Studi untuk menilai efek samping penggunaan fluticasone propionate, dalam hal ini supresi HPA-axis, dilakukan oleh Hebert dkk dari University of Texas-Houston Medical School. Studi dilakukan pada anak-anak (3 bulan-6 tahun) penderita dermatitis atopik skala luas, yakni hampir 65% permukaan kulit mendapat terapi. Penilaian studi adalah absennya supresi adrenal dengan pemberian fluticasone propionate 0,05%. Ternyata tidak ada perbedaan signifikan dalam kadar kortisol rata-rata, sebelum dan setelah terapi. Pada pasien usia 3 bulan, fluticasone tidak berimbas pada fungsi HPA axis serta tidak menyebabkan penipisan kulit meskipun diberikan fluticasone secara ekstensif.







Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewanmenunjukkan penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat daridokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaankortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak.