Tumor Tonsil [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUMOR TONSIL



PENDAHULUAN National Cancer Institute di Amerika Serikat, melaporkan bahwa pada tahun 1991 terdapat 6 juta penderita tumor ganas. Dari seluruh tumor ganas tersebut, insiden karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa ialah sebanyak 600.000 penderita. Tercatat pula jumlah penderita tumor ganas kepala dan leher sebanyak 78.000 orang, lebih dari 75% adalah karsinoma sel skuamosa.1 Dari semua karsinoma sel skuamosa kepala dan leher primer, karsinoma orofaringeal adalah keganasan ketiga yang paling umum dengan tonsil menjadi lokasi yang paling umum dari keganasan orofaring.2 Sebagian besar kanker tonsil terkait dengan paparan dari human papillomavirus (HPV). Alkohol dan penggunaan tembakau juga merupakan faktor risiko utama untuk perkembangan kanker tonsil. Tumor ganas tonsil lebih banyak diderita pria daripada wanita.2 Pada pasien yang lebih tua, ukuran tonsil yang asimetris (dikenal juga sebagai hipertrofi tonsil asimetris) dapat menjadi indikator tonsil yang terinfeksi virus atau tumor seperti limfoma atau karsinoma sel skuamosa.1



ANATOMI Faring adalah suatu tabung fibro-muscular yang meluas mulai dari basis cranii sampai pada tepi caudal cartilago cricoidea, yaitu setinggi vertebra cervicalis ke 6, dan melanjutkan diri menjadi esophagus. Tabung ini mempunyai ukuran panjang kira-kira 12,5 cm dengan diameter pada ujung cranialis kurang lebih 5 cm dan ujung caudalis kira-kira 2,5 cm (berbentuk kerucut). Faring berfungsi meneruskan aliran udara dari cavum nasi menuju ke laring dan makanan dari cavum oris menuju ke esophagus. Bagian cranialis selalu berada dalam keadaan terbuka yang memungkinkan udara dengan bebas masuk



1



kedalam laring, yang berada pada dinding anterior faring. Bagian caudalis berbentuk flat anterior-posterior yang hanya membuka bilamana dilalui oleh bolus makanan.3 Dinding lateral faring mengadakan perlekatan berturut-turut dari cranial ke caudal pada lamina pterygoideus medialis, sisi lingua, permukaan dalam mandibula, os hyoideum, cartilago thyreoidea dan cartilago cricoidea. Tuba auditiva bermuara ke dalam cavum pharyngis dan berada pada bagian cranilais dinding lateral pharynx. Ke arah lateral faring mempunyai hubungan dengan pembuluh-pembuluh darah besar dan nervus pada regio colli, dan juga pada processus styloideus bersama dengan otot yang melekat padanya. 3 Dinding posterior faring mengadakan perlekatan pada basiocciput dan terletak di sebelah ventral ke enam corpus vertebrae cervicalis bagian atas (V.C. 1–6) dan dipisahkan dari corpus vertebrae tersebut oleh ligamentum longitudinale anterius, otot-otot prevertebralis dan fascia prevertebralis. Antara dinding



posterior



faring



dan



fascia



prevertebralis



terdapat



spatium



retropharyngealis yang berisi jaringan ikat dan lymphonodus retropharyngealis sehingga pharynx bebas bergerak terhadap columna vertebralis. 3,4 Cavum pharyngis dibagi oleh palatum molle menjadi bagian cranial, disebut nasofaring, dan bagian caudal yang terdiri atas orofaring (dibelakang cavum oris) dan laringofaring (dibelakang laring). 3,4



2



Gambar 1: Anatomi faring 4 Nasofaring Merupakan bagian yang paling luas dari cavum pharyngis. Terletak di belakang cavum nasi dan cranialis dari palatum molle (palatum molle dapat



3



dianggap membentuk lantai nasopharynx). Ruangan ini dapat dipisahkan sama sekali dari oropharynx dengan mengangkat palatum molle ke arah dinding posterior pharynx. ke arah anterior berhubungan dengan cavum nasi dengan melalui choanae. Bagian ini semata-mata dilalui oleh udara respirasi. Pada setiap dinding lateral nasopharynx terdapat muara dari tuba auditiva (tuba pharyngotympanica). Lubang ini terletak ssetinggi concha nasalis inferior dan dibatasi di sebelah postero-superior oleh torus tubarius, yaitu suatu penonjolan yang disebabkan oleh pars medialis dari tuba auditiva. Di sebelah dorsal dari tonjolan ini terdapat recessus pharyngeus (rosenmuelleri) yang berjalan vertikal. Pada ostium pharyngeum tubae auditivae terbentuk labium anterius dan labium posterior, dan labium posterius melanjutkan diri ke caudal pada plica salpingopharyngealis, yaitu suatu plica yang dibentuk oleh membrana mucosa yang membungkus m.salpingo pharyngeus.4 Di bagian cranialis dinding posterior nasopharynx terdapat tonsilla pharyngea, yang bertumbuh sampai usia anak 6 tahun, lalu mengalami retrogresi. Bilamana terjadi hypetrophi maka nasopharynx dapat tertutup dan memberi gangguan respirasi. Di sebelah dorsal tuba auditiva terdapat kumpulan jaringan lymphoid yang membentuk tonsilla tubaria. Pembesaran dari tonsilla ini dapat menekan tuba auditiva dan menghalangi aliran udara yang menuju ketelinga bagian tengah. Pembesaran dari tonsilla pharyngea dan tonsilla tubaria akan membentuk adenoid.4 Orofaring Terletak di sebelah dorsal cavum oris, di sebelah caudal dari palatum molle dan di sebelah cranialis aditus laryngis. Mempunyai hubungan dengan cavum oris melalui isthmus oropharyngeum (= isthmus faucium). Batas lateral isthmus faucium dibentuk oleh arcus palatoglossus, yang melekat dari palatum molle menuju ke sisi lidah (kira-kira di bagian posterior pertengahan lidah). Di sebelah posteriornya lagi terdapat arcus palatopharyngeus yang berasal dari tepi posterior palatum molle menuju ke caudo-dorsal mencapai dinding lateral



4



pharynx. Arcus palatopharyngeus, arcus palatopharyngeus dan bagian posterior sisi lingua membentuk fossa tonsillaris yang ditempati oleh tonsilla palatina. 3,4 Laringofaring Bagian ini berada di sebelah dorsal larynx. Ke arah cranialis berhubungan dengan oropharynx (hubngan bebas) dan ke arah caudalis melanjutkan diri menjadi oesophagus. Aditus laryngis terletak pada dinding anterior laryngopharynx. Facies posterior dari cartilago arytaenoidea dan cartilago cricoidea membentuk dinding anterior laryngopharynx.3,4 Rongga Mulut Rongga ini dibagi oleh gigi-geligi bersama dengan processus alveolaris dan gingiva menjadi vestibulum oris dan cavum oris proprius. Kedua ruangan ini satu sama lain dihubungkan oleh suatu celah yang terdapat diantara gigi moler II dengan ramus mandibulae. 3,5 Vestibulum oris di sebelah luar dibatasi oleh bibir dan pipi. Lubang di sebelah ventral disebut apertura oris. Labium superius et inferius melekat pada gingva di linea mediana dengan perantaraan suatu lipatab mucosa yang disebut frenulum labii superioris dan frenulum labii inferioris. Saluran keluar kelenjar parotis bermuara dihadapan gigi Molar II atas. Labium oris dibentuk



oleh



lapisan cutaneus, otot, kelenjar dan mucosa. Di antara lapisan otot dan kelenjar terdapat suatu arteri yang berjalan melingkar, yang dibentuk oleh ramus labialis superior et inferior yang dipercabangkan oleh a.facialis (pulsasinya dapat diraba). Pipi dibentuk juga oleh 4 lapisan yang sama dengan bibir ditambah lagi oleh jaringan lemak buccalis (buccal pad of fat), kelenjar molaris dan fascia bocco-pharyngealis. 3,5 Cavum oris proprius disebut juga cavum buccalis, berada di bagian dalam dari arcus dentalis dan ke arah dorsal melanjutkan diri menjadi oropharynx. Dibatasi di sebelah cranialis (atap) oleh palatum durum dan bagian anterior dari palatum molle. Dinding caudal (lantai) dibentuk oleh 2/3 bagian



5



anterior lingua dan refleksi membranan mucosa dari permukaan inferrior dan lateral lingua yang menuju ke permukaan dalam gingiva. 3,6 Pada linea mediana terdapat suatu penonjolan membrana mucosa dengan arah caudo-ventral, mulai dari permukaan inferior lingua menuju ke lantai cavum oris di bagian anterior, penonjolan ini disebut frenulum linguae. 3,6



Gambar 2: Cavum oris.7 Tonsil Palatina Adalah jaringan lymphatica yang terdapat di antara plica palatoglossus dan plica palatopharyngeus. Jaringan lympatica ini tidak menempati seluruh rongga yang ada sehingga di antara tonsilla palatina dengan arcus palatoglossus terdapat suatu celah yang dinamakan fossa supratonsillaris (di bagian cranialis tonsilla palatina). Lapisan mucosa yang menutupi tonsilla akan menyilang fossa supratonsillaris membentuk plica semilunaris dan melanjutkan diri ke caudal membentuk plica triangularis. Di antara plica triangularis dengan permukaan tonsilla terdapat celah yang dinamakan sinus tonsillaris. Pada anak-anak bentuk tonsilla palatina secara relatif lebih besar daripada usia dewasa. Permukaan



6



medialnya bebas, kecuali bagian anterior yang ditutupi oleh plica triangularis. Permukaan lateral atau facies profunda melekat pada suatu kapsula yang melanjutkan diri menjadi plica triangularis. Dipisahkan oleh suatu jaringan ikat dari permukaan m.constrictor phatyngis superior, dan otot ini sendiri berada di antara tonsilla dengan an,facialis beserta cabang-cabangnya (r.tonsillaris dan r.palatinus ascendens). Arteri carotis interna terletak di bagian postero-lateral tonsilla palatina pada jarak 20 – 25 mm. 5,6 Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa Rossenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius. 5,6 Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: 5,6 a) Lateral – muskulus konstriktor faring superior b) Anterior – muskulus palatoglosus c) Posterior – muskulus palatofaringeus d) Superior – palatum mole e) Inferior – tonsil lingual Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik difus. Limfonoduli



7



merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya memperlihatkan pusat germinal.5,6



Gambar 3: Tonsil palatina. 7 Vaskularisasi dan Innervasi Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal. Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden nervus palatinus minor. 4,5



8



Gambar 4: Vaskularisasi tonsil.5



Gambar 5: Inervasi pada tonsil. 7



9



HISTOLOGI Tonsil Permukaan tonsil palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa tonsil palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan terhadap trauma. Kripte pada tonsil palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang banyak. Pada kripte ini bermuara kelenjarkelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil. 8.9



Gambar 6: Histologi tonsil palatina. 1. Epitel gepeng tidak bertanduk, 2. Kript, 3. Pusat germinal, 4. Follicle cap (B-lymphocyte cap), 5. Daerah interfollikular. 8,9



FISIOLOGI Tonsil Palatina Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,



10



IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 5,6,8



EPIDEMIOLOGI Keganasan tonsil merupakan keganasan di Amerika Serikat dengan angka lebih dari 0,5% dari semua jenis keganasan setiap tahunnya. Lebih dari 8000 karsinoma orofaringeal didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya. Sebuah badan patologi di Amerika mempunyai data dari tahun 1945 – 1976 ada sekitar 70% lebih dari keganasan di wilayah ini adalah karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa menyerang 3 – 4 kali lebih sering pada laki – laki dibandingkan wanita dan sebagian besar berkembang dalam dekade kelima kehidupan. Limfoma tonsil adalah keganasan yang paling sering terjadi nomer dua.2 ETIOLOGI Menurut National Cancer Institute, faktor risiko karsinoma sel skuamosa termasuk merokok dan penyalahgunaan etanol. Baru – baru ini ada indikasi bahwa etiologi virus juga harus dipertimbangkan. Meskipun virus Epstein – Barr ( EBV ) merupakan pertimbangan utama pada karsinoma nasofaring, Human Papilloma Virus ( HPV ) telah terbukti sebagai ancaman. 1,10 Beberapa studi telah mengidentifikasi indikasi kehadiran HPV pada sekitar 60% dari karsinoma tonsil. 2,10



11



Bila tonsil termasuk dalam studi wilayah orofaring, maka faktor risiko meliputi: 1. Diet rendah buah dan sayuran 2. Infeksi HPV 3. Merokok 4. Alkohol HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel – sel basal epitel dan dapat ditemukan sampai dengan 36% dari karsinoma sel skuamosa orofaring. Meskipun lebih dari 100 strain yang telah diisolasi, HPV tipe 16 dan 18 paling sering dikaitkan dengan kanker. Kode genom virus untuk oncoproteins E6 dan E7, yang telah meningkatkan aktivitas di strain yang bersifat onkogenik. Oncoprotein E6 menyebabkan degradasi tumor suppressor p53. Oncoprotein E7 merupakan tumor suppressor retinoblastoma ( Rb ). Hilangnya PRB menyebakan akumulasi p16, yang biasanya akan menghambat perkembangan siklus sel melalui siklin D1 dan CDK4 / CDK6. Karena akumulasi ini, p16 dapat digunakan sebagai penanda aktivitas HPV. 2 PATOGENESIS Karsinoma sel skuamosa tonsil mungkin terbatas pada fosa tonsil, tetapi perluasan pada ke struktur yang berdekatan sering terjadi. Karsinoma umumnya menyebar sepanjang sulkus glosotonsilar melibatkan dasar lidah. Selain itu, penyebaran sering melibatkan palatum mole atau nasofaring. Fosa tonsil dibatasi oleh otot superior konstriktor yang mungkin berisi penyebaran karsinoma. 2 Namun ketika otot konstriktor dilampaui, ini menjadi keuntungan tumor untuk mengakses ke ruang parafaring. Ini melibatkan otot – otot pterigoid atau mandibular. Penyebaran ke arah superior dari ruang parafaring bisa melibatkan dasar tengkorak dan penyebaran ke arah inferior bisa melibatkan leher bagian lateral. Akhirnya keterlibatan yang luas dalam ruang parafaring mungkin melibatkan arteri karotis. 2



12



Metastase ke daerah limfatik sering terjadi. Metastase ke leher sebanyak kurang lebih 65%. Karsinoma sel skuamosa tonsil juga dapat bermetastase ke kelenjar getah bening retrofaring. Metastase jauh dari karsinoma sel skuamosa tonsil terjadi sekitar 15 – 30%. Lokasi yang paling umum adalah paru – paru, diikuti oleh hati dan kemudian tulang. 2 KLASIFIKASI 1. TUMOR TONSIL JINAK a) Kista Tonsil



Gambar 7: Kista tonsil 11



Kista epitel tonsil merupakan jenis yang paling sering. Permukaannya berkilau, halus, dan berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan gejala apapun, akan tetapi kista yang lebih besar akan menyebabkan suatu benjolan di tenggorokan dan mungkin perlu dioperasi.11



13



b) Papiloma Tonsil



Gambar 8: Papiloma tonsil 11 Papiloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil atau pilar. Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar anterior pada bagian posteriornya.11 c) Polip Tonsil



Massa



Gambar 9: Polip tonsil 11 tonsil menunjukkan gambaran



polip



jinak



pada



pemeriksaan histologi. 2. TUMOR TONSIL GANAS a) Karsinoma Sel Skuamosa Tonsil



14



Gambar 10: Karsinoma sel skuamosa tonsil 12 Karsinoma sel skuamosa tonsil menunjukkan pembesaran dan ulserasi dari tonsil, tapi bisa juga tidak selalu disertai dengan ulserasi. Tampilannya hampir sama dengan limfoma dan hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan histologik. Sekitar 90% tumor tonsil adalah karsinoma sel skuamosa. Tumor ini relatif sering terjadi terutama pada usia 50 dan 70 tahun. Perbandingan laki-laki dan peremuan adalah 3-4:1 dan sering dikaitkan dengan perokok dan peminum alkohol. 6-% pasien datang dengan metastase ke serviks bilateral sebanyak 15%, sedangkan metastase jauh ditemukan sekitar 7%. 12 b) Limfoma Tonsil Limfoma sulit dibedakan dengan “undifferentiated” karsioma dan limfoma marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut memerlukan sejumlah besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar (dalam normal saline, bukan dalam larutan formaldehid) kepada ahli patologi. Ini merupakan alasan mengapa setelah tonsilektomi lebih baik di periksa jaringannya. 12 Limfoma merupakan jenis yang paling umum kedua pada keganasan tonsil. Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa submukosa dan pembesaran asimetris pada salah satu tonsil. Bila terdapat limfadenopati, maka pembesaran kelenjar getah bening diamati pada sisi yang sama.12



15



Gambar 11: Limfoma Tonsil 12 MANIFESTASI KLINIK Kebanyakan pasien dengan tumor tonsil datang dalam keadaan penyakit lanjut karena lesi awal biasanya tanpa gejala ketika lesi masih kecil. 13 Pasien dengan karsinoma tonsil dapat datang dengan keluhan massa pada leher. Hal ini karena karsinoma muncul di dalam kriptus. Sebuah karsinoma sel skuamosa mungkin berasal dari 1 atau lebih lokasi dari tonsil itu sendiri. Selain itu tonsil juga dapat membesar dan menonjol ke dalam rongga mulut. Tonsil kaya akan kelenjar limfoid yang membantu akses neoplasma dan bermetastase ke kelenjar leher. Semua faktor itu menjelaskan mengapa pasien biasanya datang dengan massa pada leher.2 Pembesaran kelenjar getah bening dengan tumor primer yang tersembunyi harus diperiksa lebih lanjut pada tonsilnya. Karsinoma sel skuamosa primer tersembunyi yang bermanifestasi sebagai limfadenopati leher adalah masalah umum yang dihadapi oleh ahli THT. 2 Sakit tenggorokan, sakit telinga, sensasi benda asing di tenggorokan dan perdarahan semuanya mungkin terjadi. Trismus mengindikasikan bahwa adalah keterlibatan dari parafaring. Jika massa leher tidak jelas pada pemeriksaan biasa, palpasi mungkin diarahkan ke bagian belakang yang menunjukkan adanya limfadenopati servikal. Penurunan berat badan dan kelelahan merupakan hal yang umum pada tumor ini. 2 Jika tumor sampai ke dasar lidah, kelenjar kontralateral mungkin sudah terlibat. Tumor tonsil primer dapat tumuh sepenuhnya di bawah permukaan.



16



Oleh karena itu, dokter harus melihat apapun yang mencurigakan atau mungkin melihat sedikit peningkatan ukuran tonsil. 2 Karsinoma tonsil ini tidak menunjukkan gejala awal. Dalam tahap selanjutnya beberapa gejala yang sangat menonjol dan jelas adalah sebagai berikut2: 1.



Terbentuk benjolan dileher sebagai akibat metastasis karsinoma tonsil ke



2. 3. 4. 5. 6. 7.



kelenjar getah bening di leher. Kesulitan dalam menelan Sakit tenggorokan atau suara serak di tenggorokan Air liur mengandung darah Pada satu sisi tonsil mungkin dapat membesar Berat badan turun Merasa massa di tenggorokan



DIAGNOSIS 1. Anamnesis Dari anamnesis akan didapatkan sakit tenggorokan yang dialami berulang-ulang walaupun setelah mengkomsumsi antibiotik. Pasien juga sering datang dengan keluhan benjolan di leher, nyeri telinga (otalgia) pada salah satu telinga, kesulitan menelan (odinofagia). Kadang-kadang pasien tidak bisa membuka mulut (trismus). 1,14



2. Pemeriksaan Fisis Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah. Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah, maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat dinding uvula, arkus faring, tonsil, mukosa pipi, apakah terdapat pembesaran, palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain. pada pemeriksaan fisis pasien dengan tumor tonsil, terdapatnya suatu massa dengan permukaan yang tidak rata dan memberikan nyeri, karena dipersarafi



17



oleh cabang N. Trigeminus dan N. Fasialis, dapat menjadi petanda adanya suatu keganasan. 1 3. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Tes fungsi hati diperlukan untuk mengetahui riwayat komsumsi aethanol/alkohol. Selain itu untuk mengetahui metabolisme hepar terhadap pemakaian agen kemoterapi atau obat lain sebelumnya. 2 b. Radiologi CT scan leher dengan atau tanpa kontras diperlukan untuk mengevaluasi metastasis dan untuk menilai sejauh mana perkembangan tumor. Hal ini penting dalam staging tumor tonsil. 2



Gambar 12: Massa dengan ukuran 2mm pada daerah tonsil kanan dengan hasil biopsi jarum halus didapatkan suatu karsinoma sel skuamosa 15



Gambar 13: Hasil CT-scan menunjukkan tumor tonsil pada pasien dengan HPV-positif tanpa riwayat merokok atau alkohol. Anak panah kiri menunjukkan tonsil yang udem dengan tumor primer. Anak panah kanan



18



menunjukkan adanya pembesaran kelenjar getah bening pada kedua sisi leher 16 MRI juga sangat berguna untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak. CT scan dada yang paling sensitif untuk menilai metastasis khususnya ke daerah paru- paru. 2 c. Biopsi Biopsi adalah satu-satunya alat untuk mendiagnosis keganasan tonsil berupa limfoma, karena itu ahli patologi dan timnya harus segera siap untuk menangani jaringan dengan tepat. Beberapa jaringan segar mungkin diperlukan untuk studi, yang tergantung waktu dan memerlukan penangan segera. Beberapa jaringan harus dibedakan dalam nitrogen cair. Pertimbangan lain yang sangat penting adalah kenyataan bahwa karsinoma sel skuamosa biasanya timbul jauh di dalam kripta. Hal ini memerlukan ahli bedah untuk mengambil biopsi yang lebih dalam. 2



d. Panendoskopi Panedoskopi merupakan tindakan operatif endoskopi untuk memastikan diagnosa dan staging dan mengetahui adalah synchronous primary tumor. Ini meliputi laringoskopi direk, esofagoskopi dan trakeobronkoskopi. 2 e. Tes Human Papilloma Virus (HPV) NCCN guidline merekomendasikan tes HPV untuk menilai prognosis Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode quantitative reverse transcriptase PCR (QRT-PCR). 2



STAGING Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke-6. Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau tidak (M). 2



19



Staging ukuran tumor karsinoma tonsil2: Tx T0 Tis T1 T2 T3 T4a



: Tumor primer tidak dapat dinilai : Tidak ada kejadian tumor primer : Carcinoma in situ : Diameter tumor ≤ 2 cm : Diameter tumor 2-4 cm : Diameter tumor > 4 cm : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ektrinsik,



otot pterygoid medial, palatum durum, atau mandibula T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral, lempeng pterygoid, nasofaring lateral, basis crania atau arteri karotis Kejadian, ukuran, jumlah, dan lokasi metastase regional2 Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter ≤ 3 cm N2 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm; ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm; kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multipel, diameter < 6 cm N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm Metastase jauh2 Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai M0 : Tidak ada metastase jauh M1 : Terdapat metastase jauh. AJCC guidelines2: 



Stage I: T1 N0 M0







Stage II: T2 N0 M0







Stage III: T3 N0 M0 T1 N1 M0 T2 N1 M0 T3 N1 M0







Stage IVa: T4a N0 M0 T4a N1 M0 T1 N2 M0 T2 N2 M0 T3 N2 M0 T4a N2 M0







Stage IVb: Any T N3 M0 T4b Any N M0



20







Stage IVc: Any T Any N M1



TERAPI 1. Operasi Operasi dapat digunakan untuk mengelola semua stadium pada tumor tonsil, tetapi sebaiknya operasi dilakukan pada stadium awal tumor. Jenis prosedur yang dilakukan tergantung pada ukuran, jenis, lokasi dan penyebaran tumor. Tumor yang sangat kecil yang belum menyebar di luar tonsil dapat diobati dengan tindakan operasi saja. Jenis operasi meliputi: 17 a.



Operasi transoral (Transoral surgery), yaitu mengangkat tumor melalui mulut. Pendekatan ini tidak memerlukan proses rekonstruksi rehabilitasi yang panjang pada daerah tenggorokan setelah operasi untuk



b.



memperbaiki fungsi bicara dan menelan.17 Bedah robotik transoral (Transoral robotic surgery), yang menyediakan akses yang lebih tepat untuk tumor. Operasi ini aman, efektif dan memungkinkan waktu pemulihan lebih cepat dibandingkan dengan pendekatan bedah standar. 17



c.



Insisi leher eksternal (External neck incision), dipertimbangkan untuk tumor yang besar atau tumor yang telah menyebar di leher. Jika tumor telah menyebar di luar tonsil, kelenjar getah bening di dekatnya juga turut diangkat. 17



d.



Bedah rekonstruksi. Pasien dengan tumor lanjut yang mengalami disporposi pada wajah, rahang atau leher setelah pengangkatan tumor mungkin memerlukan pembedahan rekonstruktif. 17



2. Terapi radiasi/Radioterapi Terapi radiasi dapat menjadi pilihan untuk tumor tonsil fase awal maupun lanjutan,



seperti



intensitas-termodulasi



terapi



radiasi,



yang



justru



menargetkan radiasi untuk sel tumor dan membatasi paparan radiasi pada jaringan normal di dekatnya. 17



21



3. KEMOTERAPI Untuk mengobati tumor tonsil stadium lanjut, direkomendasikan pengobatan kemoterapi. Kemoterapi dapat menjadi bagian dari pengobatan awal stadium lanjut, tetapi tumor tonsil dapat disembuhkan dengan kombinasi dengan terapi radiasi, atau untuk tumor tonsil yang sudah berulang atau menyebar ke tempat yang jauh dan tidak lagi dapat disembuhkan.17 PROGNOSIS Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil berdasarkan staging tumor yaitu2 :    



Stage I = 80% Stage II = 70% Stage III = 40% Stage IV = 30%



Ang et al dalam penelitiannya menganalisis pada pasien dengan HPV positif maupun negatif yang diacak secara random dengan perlakuan diberikan radioterapi pada karsinoma tonsil staging III-IV. Pasien dengan HPV positif survival rate bertambah rata-rata 3 tahun (82.4% vs 57.1%, p