Tutorial Skenario 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUTORIAL SKENARIO 1 (Blok Perilaku dan Kesehatan)



Kelompok 3



Do’a Sebelum Belajar



“Adikku bingung dan ketakutan tanpa sebab” Seorang laki-laki, 25 tahun, diantar kakaknya ke poliklinik dengan keluhan sejak 2 hari ini sering tampak bingung dan ketakutan tanpa sebab. Ia sering disorientasi, gelisah, bicara sendiri, dan logorrhea, sambil berhalusinasi auditorik dan visual. Ia juga sering berilusi dengan menunjuk-nunjuk ke kakaknya seolah tak mengenal: “Makhluk apa kamu… apa maumu.. Jangan sakiti aku..”, lalu tampak bingung : “dimana aku ini..” Saat diajak bicara ia bisa merespon tapi tak lama kemudian melantur lagi. Kadang-kadang bahkan ia bahkan tak menghiraukan lawan bicaranya dan sesekali somnolens. Perilaku kacaunya ini muncul terutama saat malam hari, sehingga ia mengalami insomnia dan kemudian membaik saat siang hari, tetapi saat siang banyak mengantuk



Selama 7 hari sebelumnya ia febris, mengeluh sakit kepala mual muntah dan kaku kuduk. Dokter mendiagnosis ia mengalami meningitis. Insight pasien ini sangat buruk, diperlukan usaha yang keras untuk bisa berobat. Sehari setelah berobat tiba-tiba pasien mengalami tortikolis, hemibalismus, krisis okulogirik, hipersalivasi dan tremor. Kakaknya sangat khawatir dan bingung apa yang terjadi pada adiknya.



Keyword 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.



Tn. D 25 tahun Bingung Ketakutan Disorientasi Gelisah Bicara sendiri Logorrhea Halusinasi Insomnia Insight buruk Setelah berobat : tortikolis, hemibalismus, krisis okulogirik, hipersalivasi, tremor



Kata Sulit 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.



Logorrhea (Natasha) Somnolens (Cahya) Tortikolis (Aulia) Hemibalismus (Faradian) Krisis okulogirik (Salsa) Hiperslivasi (Raffy) Tremor (Asmarani) Disorientasi (Izbikavik) Halusinasi (Ainun) Ilusi (Shinta) Febris (Javier) Insomnia (Devanico) Insight



Klarifikasi Istilah 1.



Logorrhea Istilah yang ditandai oleh keinginan konstan untuk berbicara. Aliran bicara sangat meningkat, dan subjek harus mengekspresikan dirinya untuk waktu yang lama. Logorrhea bisa menjadi gejala dari gangguan kejiwaan seperti episode manik maupun skizofrenia (E, Fetiara. 2017) (Asmarani)



2.



Somnolens Kondisi penurunan kesadaran seseorang ditandai dengan mengantuk tetapi dapat disadarkan dengan rangsang seperti stimulus suara atau nyeri. Skor GCS adalah 12-14. (Trihono PP, Windiastuti E, Gayatri P et al.., 2012, Kegawatan pada Bayi dan Anak. FK UI Departemen IKA). (Ainun)



Klarifikasi Istilah 3. Tortikolis Kondisi di mana kepala berada pada posisi miring dengan dagu menunjuk ke salah satu bahu, sedangkan kepala miring ke arah bahu yang berlawanan disebut rotasi leher (Kawatu dan Eugine, Torkikolis Muskular Kongenital. 2015). (Shinta) 4. Hemibalismus Gangguan gerakan hiperkinetik jarang yang dicirikan oleh gerakan-gerakan yang berpola tidak jelas, kasar, involunter, ireguler, beramplitudo luas yang disebabkan oleh kontraksi anggota gerak sisi proksimal, dan terkait otot-otot aksial yang hanya melibatkan satu sisi tubuh. [(Prakoso, D., Wisnujono, R., Nugraha, P., & Hamdan, M. (Vol. 1 No. 2 Mei – Agustus 2016). Hemiballismus pada Stroke Infark Ganglia Basalis Bilateral. Jurnal Aksona, 40-45.)] (Izbikavik)



Klarifikasi Istilah 5. Krisis okulogirik Merupakan reaksi distonik terhadap obat obatan tertentu dalam arti lain kondisi medis yang disertai dengan deviasi keatas mata yang tidak disengaja. (Materialscientist, 2020) (Javier) 6. Hiperslivasi kondisi saat kelenjar saliva mensekresikan saliva dalam jumlah yang banyak [(dorland Ed. 28)] (Devanico)



Klarifikasi Istilah 7. Tremor Serentetan gerakan involunter, ritmis, berbentuk getaran, pada satu atau lebih bagian tubuh yang timbul akibat berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian atau irregular dengan frekuensi dan amplitudo tetap dalam periode waktu yang lama (Grimaldi G, Manto M. Neurological tremor: sensors, signal processing and emerging applications. Sensors 2010;10:1399-422) (Cahya) 8. Disorientasi Penurunan kesadaran seseorang yang ditandai dengan ketidakmampuan orang tersebut untuk merespons terhadap waktu, tempat, dan orang Grover, S., & Avasthi, A. (2018). Clinical Practice Guidelines for Management of Delirium in Elderly. Indian journal of psychiatry, 60(Suppl 3), S329–S340. https://doi.org/10.4103/0019-5545.224473 (Faradian)



Klarifikasi Istilah 9. Halusinasi Bentuk gangguan persepsi dimana individu mengalami kehilangan kemampuan dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar) (Kusumawati, F & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika). (Natasha) 10. Ilusi Ilusi adalah suatu persepsi panca indra disebabkan adanya rangsang pancaindra yang ditafsirkan salah dengan kata lain adanya interprestasi (penjelasan) yangsalah dari suatu rangsang pada panca indra. (Humaniora Vol. 3 No. 2 Oktober 2012: 645-658) (Salsa)



Klarifikasi Istilah 11. Febris Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan infeksi yang masuk ke dalam tubuh ketika suhu meningkat melebihi suhu tubuh normal (>37,5°C) akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus (Hartini, Sri Pertiwi. 2015. Efektivitas Kompres Air Hangat terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam Usia 1-3 Tahun di SMC RS Telogorejo Semarang. Jurnal Keperawatan) (Aulia) 12. Insomnia ketidakpuasan terhadap kualitas dan kuantitas tidur, kesusahan untuk tidur, dan sering terbangun saat tidur ( Levenson, J. C., Kay, D. B., & Buysse, D. J. (2015). The pathophysiology of insomnia. Chest, 147(4), 1179–1192. ) ( Raffy yusmar)



Klarifikasi Istilah 13. Insight Kesadaran atau pemahaman pasien terhadap penyakitnya ( Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015 ) (Izbikavik)



Rumusan Masalah 1. Mengapa pasien mengalami disorientasi, gelisah, bicara sendiri, dan logorrhea? (Asmarani) 2. Mengapa perilaku kacaunya terjadi terutama saat malam hari? (Natasha) 3. Mengapa pada siang hari pasien banyak mengantuk? (Salsa) 4. Mengapa pasien berhalusinasi? (Izbikavik) 5. Mengapa pasien berilusi? (Ainun) 6. Mengapa pasien berbicara melantur? (Devanico) 7. Apa hubungan meningitis dengan gejala yang dialami pasien? (Shinta) 8. Mengapa pasien mengalami tortikolis, hemibalismus, krisis, okulogirik, hipersalivasi dan tremor? (Aulia) 9. Apa diagnosis dan diagnosis banding dari scenario tersebut berdasarkan PPDGJ? (Cahya)



10. Bagaimana tatalaksana dan KIE pasien tersebut? (Faradian, Devanico) 11. Apa saja hal yang dapat memperingan dan memperberat gejala pasien tersebut? (Raffy) 12. Apakah perbedaan yang signifikan antara delirium dan skizofrenia? (Javier) 13. Apa tindakan yang harus dilakukan pada penambahan gejala efek pengobatan tersebut? (Izbikavik) 14. Selain meningitis, apakah ada hal-hal lain yang dapat menyebabkan pasien mengalami gejala-gejala tersebut? (Shinta) 15. Apakah delirium bisa kambuh lagi jika meningitis belum sembuh? (Asmarani) 16. Bagaimana pengaruh insight terhadap proses pengobatan pasien? (Ainun)



Hipotesis 1. Mengapa pasien mengalami disorientasi, gelisah, bicara sendiri, dan logorrhea? Kekurangan neurotransmitter acetylcholine (Ach) mengarah pada gejala delirium. Acetylcholine (Ach) adalah neurotransmitter yang terlibat dalam perhatian, memori (recent memory= memori jangka pendek), gangguan persepsi (halusinasi, ilusi), atau gangguan proses piker (disorientasi waktu, tempat,orang). (Cahya) Karena mungkin adanya gangguan pada subcortical reticular activating system dan thalamic nuclei yang berkontribusi di bagian kesadaran serta gangguan di thalamus dan medial temporal lobe yang berfungsi untuk mengerti perintah dan berbicara ( Netter Neurology 2nd ed, 2012)( Raffy Yusmar) Hshieh TT, Fong TG, Marcantonio ER, Inouye SK. Cholinergic deficiency hypothesis in delirium: a synthesis of current evidence..J Gerontol A Biol Sci Med Sci. 2008 Jul; 63(7):764-72.



2. Mengapa perilaku kacaunya terjadi terutama saat malam hari? Karena dopamin diriliskan dalam jumlah banyak pada pagi hari saat bangun tidur dan jumlahnya akan menurun saat sore hari menjelang mau tidur. Pada skenario, pasien mengalami insomnia sehingga terjadi perubahah hemostasis pada pengeluaran dopamin, sehingga dopamin yang diriliskan pada saat bangun tidur (sore hari) akan lebih meningkat dan dopamin akan berkurang pada pagi hari (saat akan tidur), adanya perubahan perilaku tidur. Kortisol diproduksi lebih banyak pada saat tidur. (Julson, Erika. 2018) (Shinta) Karena pada pasien mengalami gangguan pada siklus tidurnya dimana ia lebih sering mengantuk pada siang hari. Pada pasien seperti ini, terkadang akan mengalami mimpi menakutkan dan mimpi yang mengganggu pada siang hingga sore hari dan terus berlangsung dalam keadaan terjaga (halusinasi) pada malam hari. (Pedoman klinis NICE 2010) (Salsa)



3. Mengapa pada siang hari pasien banyak mengantuk?



Kantuk yang terjadi pada siang hari terjadi akibat dari insomnia yang terjadi pada pasien setiap malam. Sehingga, waktu tidur pada malam hari pasien berkurang dan menjadikannya lebih banyak mengantuk di siang harinya. Insomnia yang terjadi pada pasien dapat diakibatkan oleh adanya stressor-stressor, baik dari dalam maupun luar. Stressor-stressor ini akan direspon oleh sistem HPA-axis dalam tubuh yang akan menghasilkan kortisol. Kadar kortisol yang tinggi akan menekan melatonin pada sirkulasi kemudian merangsang sistem saraf simpatis sehinga menyebabkan kondisi terus terjaga (Probosiwi, 2017) (Aulia) Pada siang hari pasien mengalami kantuk karena sebelumnya saat malam hari insomnia akibat perilaku kacau yang dilakukan pasien. Insomnia ini disebabkan oleh neuroaktifitas pada jaras dopamin mesolimbik, mengakibatkan pada siang hari mudah mengantuk (Sadock, 2010) (Javier)



Terjadi perubahan neurotransmitter GABA yang menyebabkan hambatan fungsi sistem saraf pusat. GABA yang meningkat dapat mengganggu siklus bangun-tidur akibat penekanan hantaran saraf orexynergic pada nukleus perifornical, yang fungsinya adalah untuk mencegah transisi tidur yang tidak tepat. Akibatnya, pasien dapat mengalami insomnia yang akhirnya akan mengakibatkan mengantuk pada siang hari (Maldonado J, 2017, Delirium Pathophysiology: An Update Hypothesis of the Etiology of Acute Brain Failure, International journal of Geriatric Psychiatry). (Ainun)



4. Mengapa pasien berhalusinasi? Karena pasien mengalami insomnia yang dapat menyebabkan sirkuit memorinya dapat memburuk dan aktivasi dari sirkuit yang tidak kompeten dapat menghasilkan gejala psikotik. Penurunan kinerja kognitif dan perubahan suasana hati adalah manifestasi awal dari kurang tidur, dan ketika delirium berkembang, dapat menyebabkan gejala lain kurang tidur, seperti halusinasi (Ali et al, 2011). (Natasha)



Neurotransmitter terlibat dalam patogenesis Delirium adalah : asetilkolin, serotonin, dopamin, dan gamma-asam aminobutyric (GABA).



Masuknya kalsium ke dalam sel menyebabkan peningkatan produksi dopamin dan memisahkan fosforilasi oksidatif dalam mitokondria otak. Hasilnya adalah peningkatan produksi racun metabolit dopamin dan penurunan produksi ATP itu menghambat aktivitas cetechol-Omethyl transferase (COMT), yang merupakan enzim vital untuk sintesis dan pemecahan dopamin di korteks prefrontal.7,11,12 Dengan demikian, peningkatan kadar dopamin dapat menyebabkan gejala tipe hiperaktif dari delirium, termasuk halusinasi dan delusi (devanico) Ali, S., Patel, M., Jabeen, S., Bailey, R.K., Patel, T., Shahid, M., Riley, W.J. and Arain, A., 2011. Insight into delirium. Innovations in clinical neuroscience, 8(10), p.25.



5. Mengapa pasien berilusi? Dikarenakan adanya Febris yang terjadi pada pasien tersebut, dan juga akibat adanya infeksi pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan kaku kuduk (+) sehingga respons inflamasi sistemik menyebabkan peningkatan produksi sitokin, yang dapat mengaktivasi mikroglia untuk memproduksi reaksi inflamasi pada otak. Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron, sitokin juga mengganggu pembentukan dan pelepasan neurotransmiter. (Widyastuti, ketut. 2017) (Izbikavik) Gangguan persepsi, seperti ilusi (khususnya visual) sering muncul dalam delirium, menunjukkan bahwa pasien dengan delirium mungkin memiliki defisit dalam sistem kognitif persepsi visual. Hal ini terjadi akibat kombinasi defisit persepsi dan perhatian dapat menyebabkan informasi sensorik yang masuk untuk mengaktifkan representasi saraf yang tidak benar atau tidak relevan yang disimpan dalam memori dan kemudian menyebabkan mispersepsi ilusif Tieges, Z., Evans, J. J., Neufeld, K. J., and MacLullich, A. M. J. ( 2018) The neuropsychology of delirium: advancing the science of delirium assessment. Int J Geriatr Psychiatry, 33: 1501– 1511. https://doi.org/10.1002/gps.4711. (Faradian)



6. Mengapa pasien berbicara melantur? Adanya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak, terutama norepinefrin, serotonin, dan dopamin sehingga berpengaruh di substansia grisea dan menyebabkan gangguan pada nukleus kaudatus dan putamen. [Sadocks & Kaplan, 2015]. (Asmarani) Karena terjadi ketidakseimbangan sistem integrasi sistem saraf pusat yang dapat disebabkan oleh gangguan neurologis seperti riwayat meningitis yang dimilikinya. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kelainan neuropsikiatrik yang terutama mengakibatkan gangguan metabolisme sehingga terjadi perubahan neurotransmitter. Perubahan neurotransmitter asetilkolin dan dopamin mempengaruhi jalur glutamatergik dan GABAergik, serta beberapa sistem otak kritis termasuk striatum, area tegmental substantia nigra / ventral, dan thalamus. Ketidakseimbangan yang terjadi dapat memungkinkan terjadinya gangguan pada proses berbicara (Maldonado J, 2017, Delirium Pathophysiology: An Update Hypothesis of the Etiology of Acute Brain Failure, International journal of Geriatric Psychiatry) (Ainun)



7. Apa hubungan riwayat meningitis dengan gejala yang dialami pasien? Infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (Meningitis) dapat menimbulkan atau menyebabkan gejala yang menyerupai gangguan psikiatrik atau menimbulkan kondisi komorbid. Gangguan psikiatrik yang bisa ditemukan antara lain, paronia, demensia, skizofrenia, halusinasi, bipolar, OCD (Wahju, 2011) (Javier) Meningitis merupakan penyakit infeksi pada sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan kerusakan pada otak. Salah satu etiologi dari delirium adalah kerusakan pada otak (MacLullich, et al, 2008) (Cahya).



7. Apa hubungan riwayat meningitis dengan gejala yang dialami pasien? Apabila meningitis tidak di tangani dengan baik, maka akan menyebabkan kadar albumin darah rendah, akibatnya darah tidak bisa mengirim nutrisi yang dibutuhkan di otak dan menyebabkan kerusakan otak ( Dittrich, T. et al. (2020) ‘Delirium in Meningitis and Encephalitis: Emergence and Prediction in a 6-Year Cohort’, Journal of Intensive Care Medicine.) ( Raffy Yusmar).



8. Mengapa pasien mengalami tortikolis, hemibalismus, krisis okulogirik, hipersalivasi, dan tremor? Karena kemungkinan obat yang diberikan oleh dokter kepada pasien adalah obat antipsikotik yang memiliki efek samping neurologis seperti haloperidol yang dapat menyebabkan gejala ekstrapiramidal seperti tortikolis, krisis okulogirik, tremor, distonia (Nikooie R, Neufelk KJ, Oh ES et al., 2019, Antipsychotics for Treating Delirium in Hospitalized Adults, Annals of Internal Medicine, vol 171, no. 1) (Ainun) Obat antipsikotik pada mediator FGAs with higher potency merupakan dopamine D2 neuroreceptor blokade dapat menimbulkan efek ekstrapiramidal dan hiperprolaktinemia. Contoh obatnya fluphenazine, haloperidol, thiothixene (Muench, 2010) (Shinta)



Antipsikotik generasi pertama maupun kedua sama-sama berpotensi menyebabkan efek samping berupa sedasi, gangguan otonomik, gangguan ekstrapiramidal(tremor dan hipersaliva) dan gangguan pada sistem metabolik. (Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 3(2), 153-164)(salsa)



Dikarenakan oleh obat antipsikotik. Obat antipsikotik tipikal lebih menyebabkan gangguan ekstrapiramidal dibandingkan atipikal. Antipsikotik tipikal bekerja di reseptor D2 letaknya di mesolimbus nigrostriatal yang jika dopaminnya diturunkan secara drastis akan menyebabkan gangguan ekstrapiramidal (Lesmanawati DAS. 2012. Analisis efektivitas biaya penggunaan terapi antipsikotika pada pasien skizofrenia di instalansi rawat inap RSJ Grhasia Yogyakarta. Universitas Gajah Mada: Yogyakarta) (Natasha)



Haloperidol efektif memblok reseptor di sistem limbik otak, dopaminergik diblokir pada jalur nigrostriatal sehingga memicu terjadinya efek samping berupa sindrom ekstrapiramidal dan gangguan gerak yang lebih dominan terjadi. Mekanisme kerja chlorpromazin sebagai alfa adrenergik blokerlah yang menimbulkan efek hipotensi orthostatik yang menghambat vasokonstriksi refleks ketika naik ke posisi duduk atau berdiri (MD, Yulianti. 2017) (Aulia)



9. Apa diagnosis dan DD dari skenario tersebut berdasarkan PPDGJ? ●Dx: Delirium et causa meningitis ●DD: Demensia, gangguan psikotik akut, skizofrenia



10. Bagaimana tatalaksana dan KIE pasien tersebut? Haloperidol injeksi adalah 2-5 mg IM/IV dan dapat diulang setiap 30 menit (maksimal 20 mg/hari). Penanganan : dilihat dari faktor pencetus → Meningitis ● seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam; atau ● sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam. (ICHRC) Dan juga tetap ● Psikoterapi supportif ● Reorientasi lingkungan ● Edukasi keluarga (KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015) (Izbikavik) ●



Preventif non farmakologis : Intervensi meliputi reorientasi, kegiatan terapi, pengurangan penggunaan dan dosis obat-obatan psikoaktif, mobilisasi dini, promosi tidur, pemeliharaan hidrasi dan nutrisi yang adekuat, dan penyediaan adaptasi penglihatan dan pendengaran. (devanico)



Inouye, S.K., Westendorp, R.G. and Saczynski, J.S., 2014. Delirium in elderly people. The Lancet, 383(9920), pp.911-922.



11. Apa saja hal yang dapat memperingan dan memperberat gejala pasien tersebut? ●Memperingan: peran psikososial terutama keluarga ●Memperberat: perlakuan seperti mengurung dan mengikat pasien



12. Apakah perbedaan yang signifikan antara delirium dan skizofrenia? Delirium



Skizofrenia



Onset



Akut



Kronik (1 bulan)



Durasi



Kurang lebih 6 bulan



Konstan terus menerus



Gejala



Gang. kesadaran, gang. Kognitif, reversibel



Delusi tak terkontrol, halusinasi auditorik, hanya gang. persepsi



Penyebab



Didahului oleh beberapa penyakit seperti infeksi otak



Tidak didahului oleh penyakit



13. Apa tindakan yang harus dilakukan pada penambahan gejala efek pengobatan tersebut? Dosis obat anti psikotiknya diturunkan Mengganti obat antipsikotik yang diberikan dengan obat yang efeknya rendah pada blok reseptor D2 seperti Clozapine, Chlorpromazine (Divac N, Postran M, Jakovcevski I et al., 2014, Second-Generation Antipsychotics and Extrapyramidal Adverse Effects, BioMed Research International). (Ainun)



14. Selain meningitis, apakah ada hal-hal lain yang dapat menyebabkan pasien mengalami gejala-gejala tersebut? Infeksi → meningitis, ensefalitis Trauma → contusion Autoimun → multiple sclerosis Neoplasma → tumor Vaskular → gagal jantung Intoksifikasi zat → steroid, antikolinergik, antikonvulsan, alcohol, alkohol, benzodiazepin Toxin → obat Defisiensi → asam folat, B12 Metabolisme → gangguan elektrolit



15. Apakah delirium bisa kambuh lagi jika meningitis belum sembuh? Bisa, bila terdapat faktor pencetus delirium yang dialami pasien. Contohnya, apabila tubuh pasien masih dalam keadaan terinfeksi, delirium dapat muncul kembali. Selain itu, obat-obat antipsikotik juga dapat menimbulkan terjadinya delirium contohnya benzodiazepine. (Aulia)



16. Bagaimana pengaruh insight terhadap proses pengobatan pasien? Insight berpengaruh terhadapa tindak lanjut terapi pada pasien, terutama pada terapi non farmakologik ( Psikoterapi supportif ). ( Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015 ) (Izbikavik)



Peta Konsep



Learning Objective 1.



2. 3.



Gangguan Mental Organik a. Delirium b. Demensia Skizofrenia Gangguan Psikotik Akut



LO 1 Gangguan Mental Organik (Delirium dan Demensia)



Delirium Delirium, juga dikenal sebagai keadaan kebingungan akut, adalah sindrom klinis yang biasanya berkembang pada orang tua. Ini ditandai oleh perubahan kesadaran dan kognisi dengan kemampuan berkurang untuk fokus, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian



(Faradian) Ramírez Echeverría MdL, Paul M. Delirium. [Updated 2019 Dec 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.



Etiologi Etiologi dari delirium belum sepenuhnya diketahui, dan banyak variable yang berkontribusi untuk perkembangannya. Namun, obat-obatan adalah faktor yang paling penting di setiap populasi. Khususnya obat-obatan seperti sedative-hypnotic agents dan antikolinergik. Terdapat faktor lain seperti, operasi, anastesia, anemia, infeksi juga dilaporkan berperan dalam perkembangan dari delirium.



(Faradian) Grover, S., & Avasthi, A. (2018). Clinical Practice Guidelines for Management of Delirium in Elderly. Indian journal of psychiatry, 60(Suppl 3), S329–S340. https://doi.org/10.4103/0019-5545.224473



Epidemiologi Prevalensi delirium lebih tinggi pada populasi lansia; sebenarnya, ini adalah komplikasi bedah yang paling umum di antara orang dewasa yang lebih tua dengan kejadian dilaporkan hingga 15% hingga 25% setelah operasi elektif besar dan 50% setelah prosedur berisiko tinggi (perbaikan fraktur pinggul atau operasi jantung).



(Faradian) Ramírez Echeverría MdL, Paul M. Delirium. [Updated 2019 Dec 8]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-.



Patofisiologi



(Aulia) Fong, T. G., Tulebaev, S. R., & Inouye, S. K. 2009. Delirium in elderly adults: diagnosis, prevention and treatment. Nature Reviews Neurology, 5(4), 210.



Manifestasi Klinis ● ● ● ● ●



Gangguan kesadaran dan perhatian Gangguan kognitif → distorsi persepsi, ilusi, dan halusinasi Gangguan psikomotor → hipo- atau hiper-aktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga Gangguan siklus bangun-tidur → insomnia Gangguan emosional → depresi, anxietas, takut, euforia



(Aulia) Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta



Diagnosa dan Diagnosis Banding Diagnosa : Klasifikasi dan kriteria diagnosis delirium dapat berdasarkan DSM V (Diagnosis and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition). Kriteria DSM V tahun 2013 tidak berbeda dengan pada DSM IV-TR tahun 2000. DSM V mengklasifikasi delirium menurut etiologi sebagai berikut: 1. Delirium yang berhubungan dengan kondisi medik umum 2. Delirium intoksikasi substansi (penyalahgunaan obat) 3. Delirium penghentian substansi 4. Delirium diinduksi substansi (pengobatan atau toksin) 5. Delirium yang berhubungan dengan etiologi multipel 6. Delirium tidak terklasifikasi. (Izbikavik) Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015



Diagnosa delirium memerlukan 5 kriteria (A-E) dari DSM V, yaitu: a) Gangguan kesadaran. b) Gangguan berkembang dalam periode singkat. c) Perubahan kognitif. d) Gangguan pada kriteria (a) dan (c) tidak disebabkan oleh gangguan neurokognitif lain yang telah ada, terbentuk ataupun sedang berkembang dan tidak timbul pada kondisi penurunan tingkat kesadaran berat, seperti koma. e) Temuan bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau laboratorium yang mengindikasikan gangguan terjadi akibat konsekuensi fisiologik langsung suatu kondisi medik umum, intoksikasi atau penghentian substansi (seperti penyalahgunaan obat atau pengobatan), pemaparan terhadap toksin, atau karena etiologi multipel. (Izbikavik) Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015



(Izbikavik) Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015



(Izbikavik) Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015



Menurut Rusdi, 2013 dalam buku saku pedoman diagnostik delirium meliputi: ● ● ● ● ● ●



Gangguan kesadaran dan perhatian : Gangguan kogniitif secara umum : Gangguan psikomotor : Gangguan siklus tidur-bangun : Gangguan emosional Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilangtimbul sepanjang hari, dan keadaan itu berlangsung hurang dari 6 bulan Dr. dr.Rusdi Maslim SpKJ,MKes., 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ -III dan DSM-5. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UnikaAlmajaya,



(Izbikavik)



Diagnosis Banding : 1. 2. 3. 4. 5.



Sindrom organik lainnya, Demensia (F00-F03) Gangguan psikotik akut dan sementara (F23.) Skizofrenia dalam keadaan akut (F20.-) Gangguan Afektif + "confusional features" (F30-F39) Delirium akibat AlkohoVZat Psikoaktif Lain (F1x.4) (F1x.03)



Dr. dr.Rusdi Maslim SpKJ,MKes., 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ -III dan DSM-5. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UnikaAlmajaya,



1. 2. 3. 4.



Demensia Gangguan Kognitif Pasca Operasi (GKPO) Depresi Psikosis



Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015



(Izbikavik)



Tatalaksana Penanganan : ● Haloperidol injeksi adalah 2-5 mg IM/IV dan dapat diulang setiap 30 menit (maksimal 20 mg/hari). ● Terapi faktor pencetus juga ● Psikoterapi supportif ● Reorientasi lingkungan ● Edukasi keluarga







Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015







KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/73/2015



(Izbikavik)



Prognosis Pasien dengan sindrom delirium mempunyai resiko 1,71 kali lebih tinggi untuk meninggal dalam tiga tahun kedepan dibandingkan mereka yang tidak. Perlu disampaikan bahwa peningkatan resiko tersebut tetap ada walaupun sudah dilakukan pengendalian terhadap factor-faktor lain yang turut berperan terhadap kematian seperti beratnya kondisi komorbid, demensia, gangguan status fungsional, domisili (tinggal di panti atau tidak) serta faktor pemicu yang lain.



(Izbikavik)



Buku ajar nurobehaviour, FK UMS, 2015



Demensia



Bahrudin, Moch. 2019. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press. (Ainun)



Etiologi Pada prinsipnya dapat terjadi karena 2 hal: 1. 2.



Kerusakan sebagian neuron otak Hilangnya fungsi sebagian jaringan otak akibat iskemi atau TIK meningkat



Demensia dapat pula dikelompokkan berdasarkan 2 kategori penyebab: 1.



2.



Neurodegenerative (irreversibel) → Alzheimer disease, dementia with Lewy bodies, vascular dementia, frontotemporal lobar degeneration, dan Parkinson Disease Non-neurodegenerative (reversibel) → Def. vitamin (B12, thiamine), hypothyroidism, chronic alcohol abuse, infeksi, trauma, neoplasma



Bahrudin, Moch. 2019. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press. Gale, SA, Acar D, Daffner KR, 2018, Dementia, The American Journal of Medicine, Vol. 131, No. 10. (Ainun)



Epidemiologi Di seluruh dunia, kasus demensia telah meningkat dari 35,6 juta pada 2010 menjadi 46 juta pada 2015, sekitar 50 juta pada 2017, dengan proyeksi menjadi 82 juta pada 2030 dan 152 juta pada 2050. Pada saat yang sama, tingkat kejadian meningkat secara signifikan seiring bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah orang dengan demensia yang tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah (~ 60% dari orang yang terkena dampak), di mana peningkatan tajam dalam jumlah dipengaruhi.



Fymat A, 2018, Dementia: A Review, Journal of Clinical Psychiatric and Neuroscience, Vol.1, No.3 (Ainun)



Patofisiologi -



Mutasi pada protein prekusor , akibatnya timbul penyakit alzheimer lbh dini Mutasi yang mengakibatkan penyakit alzheimer meningkatkan produksi beta-amiloid Px dengan down syndorme memproduksi beta amiloid yang banyak, sehingga ada gejala alzheimer di usia yang lebih muda, sekita 40 - 45 thn.



Bahrudin, Moch. 2019. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press.



Manifestasi Klinis -



Perubahan emosi Defisit dalam kognitif Lambat dalam mengerjakan sesuatu Ada episode cerebral ischemic Suka lupa pada sesuatu



Bahrudin, Moch. 2019. Neurologi Klinis. Malang: UMM Press.



Diagnosis dan DD Diagnosis klinis demensia ditegakkan berdasarkan riwayat neurobehavior, pemeriksaan fisik neurologis dan pola gangguan kognisi berdasarkan kriteria DSM-IV.



Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2015



DD : Delirium dan depresi Walaupun delirium dan demensia dapat terjadi bersamaan, dalam praktik klinis demensia harus dibedakan dari delirium dan depresi.



Panduan Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia 2015



Tatalaksana Terapi non-farmakologik yang direkomendasikan antara lain : -



manajemen perilaku (behavioral management) (Rekomendasi B) stimulasi kognitif (cognitive stimulation) (Rekomendasi B) terapi orientasi realitas (reality orientation therapy) (Rekomendasi D) aktivitas rekreasional (recreational activity) (Rekomendasi B) program intervensi terhadap pengasuh pasien (caregiver intervention programme) (Rekomendasi B)



SIGN. 2006. Management of patients with dementia. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network. p7-20.



Terapi farmakologik : Obat golongan cholinesterase inhibitor, yaitu: -



Donepezil 10mg (Rekomendasi B) Galantamine 24mg (Rekomendasi B) Rivastigmine 6–12 mg/hari (Rekomendasi B) Memantine 20mg/hari (NMDA receptor antagonist) dan ginkgo untuk demensia sedang hingga berat



Qaseem A, et al. Guideline from the American College of Physicians and the American Academy of Family Physicians. Ann Intern Med. 2008;148:370-378



Prognosis Sekali pasien didiagnosis demensia, maka pasien tersebut harus mendapatkan penanganan medis dan neurologis secara lengkap. Hal ini disebabkan karena 10-15% pasien demensia memiliki kondisi dengan potensi reversibel jika pengobatannya diinisiasi sebelum kerusakan otak yang permanen terjadi. Regresi gejala masih mungkin terjadi pada demensia yang reversibel jika pengobatan diinisiasi lebih dini.



Sadock BJ, Sadock VA. 2007. Kaplan and Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Tenth edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. p330- 338



Dafpus : Hendarsyah, F. (2016). Diagnosis dan tatalaksana skizofrenia paranoid dengan gejala-gejala positif dan negatif. Jurnal Medula, 4(3), 57-62.



LO 2 Skizofrenia



Hany M, Rehman B, Chapman J. Schizophrenia. [Updated 2019 Dec 16]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539864/?report=classic Zahnia, S., & Sumekar, D. W. (2016). Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Jurnal Majority, 5(4), 160-166. Patel, K. R., Cherian, J., Gohil, K., & Atkinson, D. (2014). Schizophrenia: Overview and Treatment Options. P&T : A Peer-Reviewed Journal for Formulary Management. 39(9). 638–645. KEMENKES RI. 2015. NO HK.02.02/MENKES/73/2015. TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN JIWA Kaplan, Sadocks. 2015. Synopsis of Psychiatric. Wolters Kluwer Health



Definisi Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizein yang berarti terpisah atau pecah dan phren yang berarti jiwa. Terjadi pecahnya/ ketidakserasian antara afek, kognitif, dan perilaku. Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, serta psikomotor yang menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar.



Hendarsyah, F. (2016). Diagnosis dan tatalaksana skizofrenia paranoid dengan gejala-gejala positif dan negatif. Jurnal Medula, 4(3), 57-62.



Etiologi kelainan pada beberapa neurotransmiter, seperti dopaminergik, serotonergik, dan alfa-adrenergik hiperaktif atau glutaminergik dan hipoaktivitas GABA. Gen neuregulin (NGR1) yang terlibat dalam pensinyalan glutamat dan perkembangan otak telah terlibat, di samping dysbindin (DTNBP1) yang membantu pelepasan glutamat, dan polimorfisme katekolamin O-metil transferase (COMT), yang mengatur fungsi dopamin. Genetika juga memainkan peran mendasar - ada tingkat kesesuaian 46% pada kembar monozigot dan risiko 40% mengembangkan skizofrenia jika kedua orang tua terpengaruh.



faktor lingkungan yang terkait dengan peningkatan risiko pengembangan penyakit: → Perkembangan janin abnormal dan berat lahir rendah → Diabetes gestasional → Preeklampsia → Seksio sesaria darurat dan komplikasi persalinan lainnya → Malnutrisi ibu dan defisiensi vitamin D → Kelahiran musim dingin - terkait dengan risiko relatif 10% lebih tinggi → Tinggal di perkotaan - meningkatkan risiko skizofrenia hingga 2 hingga 4%



Hany M, Rehman B, Chapman J. Schizophrenia. [Updated 2019 Dec 16]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539864/?report=classic



Epidemiologi Faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya skizofrenia adalah sebagai berikut : a. Umur → Umur 25-35 tahun kemungkinan berisiko 1,8 kali lebih besar menderita skizofrenia dibandingkan umur 17-24 tahun.6 b. Jenis kelamin → Proporsi skiofrenia terbanyak adalah lakilaki (72%) dengan kemungkinan laki-laki berisiko 2,37 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan perempuan c. Pekerjaan → orang yang tidak bekerja kemungkinan mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar menderita skizofrenia dibandingkan yang bekerja d. Status perkawinan → Seseorang yang belum menikah kemungkinan berisiko untuk mengalami gangguan jiwa skizofrenia dibandingkan yang menikah Zahnia, S., & Sumekar, D. W. (2016). Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Jurnal Majority, 5(4), 160-166.



Patofisiologi



Adanya aktivitas yang abnormal pada beberapa neurotransmiter, khususnya dopamin (reseptor D2) Ada 4 jalur dopaminergik : 1.



2.



3.



4.



Jalur nigrostriatal : dopamin rendah → sistem ekstrapiramidalis → gejala motorik Jalur mesolimbik : dopamin berlebihan → gejala positif skizofrenia Jalur mesokortikal → dopamin rendah pada jalur mesokortikal → gejala negatif dan kognitif Jalur tuberoinfundibulum : hipotalamus → hipofisis anterior : kontrol sekresi Shinta prolaktin.



Manifestasi klinis 1.



Gejala positif : mudah diidentifikasi, hanya diklasifikasikan sebagai perilaku psikotik, dan tidak ada pada orang normal. Gejalanya : halusinasi, ilusi, delusi, dan perilaku motorik abnormal dalam berbagai tingkat keparahan.



2.



Gejala negatif : sulit didiagnosis → meningkatkan morbilitas pasien karena berkaitan dengan emosi dan perilaku pasien. Gejalanya : berkurangnya ekspresi dan penghilangan emosi (penurunan inisiasi perilaku yang diarahkan pada tujuan), alogia dan anhedonia.



3.



Gejala kognitif : kategori gejala skizofrenia terbaru, gejalanya tidak spesifik Gejalanya : ucapan, pikiran, dan atau perhatian yang tidak teratur, yang pada akhirnya mengganggu kemampuan individu untuk berkomunikasi. Shinta



Gejala skizofrenia dikategorikan sebagai positif, negatif, atau kognitif. Setiap gejala sangat penting sebagai upaya dokter untuk membedakan skizofrenia dari gangguan psikotik lainnya, seperti gangguan schizoafektif, gangguan depresi dengan fitur psikotik, dan gangguan bipolar dengan fitur psikotik.



Diagnosis dan Diagnosis Banding Pedoman Diagnosis: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Pikiran bergema (thought echo), penarikan pikiran atau penyisipan (thought withdrawal atau thought insertion), dan penyiaran pikiran (thought broadcasting). Waham dikendalikan (delusion of being control), waham dipengaruhi (delusion of being influenced), atau “passivity”. Halusinasi berupa suara Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil. Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativism, mutisme, dan stupor. Gejala-gejala negatif. Perubahan yang konsisten dan bermakna.



Diagnosis Banding: ● ● ● ● ● ● ● ● ●



Gangguan Kondisi Medis Umum (epilepsi lobus temporalis, tumor lobus temporalis atau frontalis, stadium awal sklerosis multipel dan sindrom lupus eritematosus) Penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif Gangguan Skizoafektif Gangguan afektif berat Gangguan Waham Gangguan Perkembangan Pervasif Gangguan Kepribadian Skizotipal Gangguan Kepribadian Skizoid Gangguan Kepribadian Paranoid



Tatalaksana 3 fase: 1. Fase akut (1-3 minggu) a. Psikoterapi b. Farmakoterapi c. Terapi lainnya: ECT 2.



Fase Stabilisasi (2-4 minggu) a. Psikoterapi b. Farmakoterapi



3.



Fase Rumatan a. Psikoedukasi b. Farmakoterapi



Prognosis



LO 3 Gangguan Psikotik Akut



Natasha



Definisi Gangguan psikotik akut adalah gangguan psikiatri yang memiliki onset tiba-tiba dari satu atau lebih gejala di bawah ini: 1. 2. 3. 4.



Delirium Halusinasi Postur dan perilaku yang bizarre Bicara kacau



Dapat menjadi gejala awal dari penyakit psikotik lainnya, seperti skizofrenia.



Harrison, P., Cowen, P., Burns, T., & Fazel, M. 2018. Shorter Oxford Textbook of Psychiatry Seventh Edition. Oxford: Oxford University Press.



Natasha



Etiologi -



Stress psikologis yang disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam atau dari luar individu yang mendadak dan jelas, misalnya secara tiba-tiba kehilangan seseorang yang dicintainya, kegagalan, kerugian, dan bencana.



-



Faktor genetik, menurut studi kohort yang dilakukan oleh Castagnini, et al. (2013) mendapatkan bahwa seseorang memiliki peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat ketika memiliki faktor risiko genetik (terutama pada first-degree relative, seperti hubungan langsung antara ayah atau ibu dan anak) dibandingkan tanpa riwayat genetik. Risiko ini semakin besar apabila dalam garis keluarga memiliki riwayat schizophrenia dan/atau gangguan bipolar.



Castagnini, A., Laursen, T., Mortensen, P., & Bertelsen, A. (2013, November). Family psychiatric morbidity of acute and transient psychotic disorders and their relationship to schizophrenia and bipolar disorder. Psychology Medicine, 43(11), 2369-2375. McCutcheon, R. A., Bloomfield, M. A., Dahoun, T., Mehta, M., & Howes, O. D. (2018, December 17). Chronic Psychosocial Stressors are Associated with Alterations in Salience Processing and Corticostriatal Connectivity. Schizophrenia Research, 18, 1-9.



Natasha



Epidemiologi Insiden ATPD adalah 9,6 per 100.000 penduduk, dengan tingkat yang lebih tinggi perempuan daripada laki-laki (9,8 vs 9,4).



Castagnini, A., & Foldager, L. (2014). Epidemiology, Course and Outcome of Acute Polymorphic Psychotic Disorder: Implications for ICD-11. Psychopathology, 47(3), 202–206. doi:10.1159/000357784



Patofisiologi



Manifestasi Klinis -



Mendengar suara yang tidak ada sumbernya Keyakinan atau ketakutan yang aneh dan tidak masuk akal Kebingungan dan disorientasi Perubahan perilaku, menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebih, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan marah-marah atau tertawa tanpa alasan



Sumber : Hadianty, Putri. 2010. Psikotik. Palu : FK UNTAD



Diagnosis dan DD Gejala pasti : -



Halusinasi Waham Agiditas atau perilaku aneh (bizarre) Pembicaraan aneh atau kacau Keadaan emosial yang labil atau ekstrim



DD : 1. 2. 3. 4. 5.



Philantrophy Journal of Psychology 2017, Vol 1 Nomor 165-75



Gangguan fisik yang dapat menimbulkan gejala psikotik al : Epilepsi Intoksikasi/ putus zat karena obat atau alkohol Febris karena infeksi Demensia dan delirium atau keduanya Skizofrenia & gangguan psikotik kronik Gangguan bipolar depresi



Tata Laksana 1.



Antipsikotik a. Typical : Haloperidol dosis penuh 2 x 5 mg b. Atypical : Risperidone 2 x 2 mg 2. Antikolinergik : Trihexyphenidyl 2 x 2 mg (mencegah EPS: Ekstra Pyramidal Syndrome) 3. Psikoterapi dan manipulasi lingkungan



Dusunen Adam The Journal of Psychiatry and Neurological Sciences 2013;26:111-114



Prognosis Episode akut -> prognosis seringkali baik, tetapi perjalanan penyakit sukar diramalkan.



Philantrophy Journal of Psychology 2017, Vol 1 Nomor 165-75



Pertanyaan Diskusi 1. 2.



3. 4. 5.



Bagaimana pengaruh kelahiran di musim dingin dengan peningkatan risiko terkena skizofrenia ? (Aulia) Kemarin ketika membahas tatalaksana farmakologi delirium, menggunakan Haloperidol 5mg/hari? Apakah tidak berisiko untuk terjadinya efek samping pada sistem ekstrapiramidalis? (Shinta) Bagaimana hubungan erat hubungan genetik kelurga dengan seseorang yang terkena delirium? (Javier) Karena skizofreni akibat dari sosialnya, apakah korban pembully an juga bisa mengakibatkan skizofreni juga? ( Raffy yusmar) Sampai kapan pemberian terapi rumatan pada pasien skizofrenia? Apakah ada patokan perbaikan gejala tertentu sehingga terapi dapat dihentikan? (Ainun)



6. Apakah penderita skizofrenia dapat terkena delirium? Dan apakah delirium bisa berakibat pada skizofrenia? (Cahya) 7. Apakah skizofrenia, delirium, demensia dapat disebut ODGJ? (Cahya) 8. Apa saja yang termasuk kegawatdaruratan dalam psikiatri, dan mana yang harus didahulukan jika dalam suatu RS terdapat pasien dengan delirium, skizofrenia, dimensia, dan gangguan psikotik akut? (Izbikavik) 9. Apakah pemberian antipsikotik per oral atau injeksi yang lebih efektif untuk skizofrenia? (Natasha)



Jawaban Diskusi 1.



Iya. Karena prevalensi di beberapa negara yang memiliki musim dingin, rata-rata tingkat kelahiran dengan kondisi anak skizofrenia tinggi. Hal ini berhubungan dengan perkembangan saraf dimana terjadi kerusakan otak pada tahap awal yang sangat mengganggu dan sering terjadi pada kondisi musim dingin. (Sinta. 2018. Skizofrenia. Denpasar : FK UNUD) (Javier) Iya, menurut Cheng; et al ( 2013) dalam jurnalnya Birth seasonality in schizophrenia: Effects of gender and income status mengatakan bahwa kejadian skizofrenia lebih sering terjadi kepada perempuan dan keluarga yang low income ( Raffy Yusmar)



1.



Menurut penelitian Cardoso & Silva (2018), Individu yang lahir di musim dingin dan awal musim semi memiliki peningkatan risiko skizofrenia dalam persentase antara 5 dan 15%, tergantung pada tingkat keparahan musim dingin. Penelitian telah menunjukkan bahwa individu skizofrenia yang lahir di musim dingin memiliki batas cephalic yang lebih rendah saat lahir yang dikarenakan hasil dari perubahan vitamin D. Oleh karena itu, lingkungan perkotaan meningkatkan risiko pengembangan penyakit tidak hanya karena stres tetapi juga karena prevalensi yang lebih tinggi dari hipovitaminosis D, yang dihasilkan dari penurunan aktivitas di luar ruangan dan paparan sinar UVB (Inês Lopes Cardoso and Juliana Silva. “Genetic and Environmental Factors Involved in Schizophrenia Development”. EC Neurology 10.5 (2018): 399-411) (Natasha)



Jawaban Diskusi 2. Bila terjadi efek samping, misalnya sindrom ekstrapiramidal (distonia akut atau parkinsonisme), langkah pertama yaitu menurunkan dosis antipsikotika. Bila tidak dapat ditanggulangi, berikan obat-obat antikolinergik, misalnya triheksilfenidil, benztropin, sulfas atropin atau difenhidramin injeksi IM atau IV . [Kemenkes RI. 2015](Asmarani) Haloperidol merupakan obat dengan kasus EPS terbanyak. Mungkin sebaiknya diganti obatnya dengan efek blocking reseptor D2 yang lebih rendah seperti clozapine atau quetiapine, yang memiliki resiko efek samping ekstrapiramidal yang lebih rendah. Dalam penggantian obat, perlu kehati-hatian karena dapat menimbulkan dopamine supersensitivity syndromes, rebound syndrome, dan eksaserbasi (Keks N, Schwartz D, Hope J. 2019. Stopping and Switching Antipsychotic drugs. Vol. 42. No. 5) (Ainun).



3. Menurut penelitian Massimo et al. (2017), terdapat hubungan antara faktor genetik dengan keparahan dari pasien delirium. Ini kemungkinan mencerminkan peningkatan kerentanan pada individu dengan APOE ε4 dan cadangan kognitif pada individu dengan kompleksitas pekerjaan yang tinggi (Massimo, L., Munoz, E., Hill, N., Mogle, J., Mulhall, P., McMillan, C. T., … Kolanowski, A. (2016). Genetic and environmental factors associated with delirium severity in older adults with dementia. International Journal of Geriatric Psychiatry, 32(5), 574–581.) (Natasha)



Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara genetik dengan skizofrenia pada pasien di ruang rawat inap Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Provinsi Bengkulu dengan nilai p = 0,025 < 0,05. Hal ini berarti bahwa orang yang memiliki faktor genetik akan lebih berisiko mengalami skizofrenia dibandingkan orang yang tidak ada faktor genetik terlihat dari kecenderungan orang yang ada faktor genetik lebih banyak yang mengalami skizofrenia begitupun sebaliknya orang yang tidak ada faktor genetik cenderung tidak mengalami skizofrenia. (Devanico)



Hermiati, D., & Harahap, R. M. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan Kasus Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Silampari, 1(2), 78-92.



Jawaban Diskusi 4. Iya bisa terjadi, disebutkan dalam buku saku PPDGJ -III dan DSM-V etiologi dari skizofrenia sendiri masih belum jelas, bisa terjadi akibat fakto sosial, salah satu faktor sosial itu sendiri merupakan pembullyan. Pembullyan sendiri dapat mengakibatkan gejala skizofren yang disebutkan dalam buku saku PPDGJ -III dan DSM-V yakni berupa "thought insertion or withdrawal" = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (inserbion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal). (Dr. dr.Rusdi Maslim SpKJ,MKes., 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ -III dan DSM-5. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UnikaAtmajaya,). (Izbikavik)



4. Bisa. Skizofrenia adalah sindroma klinik yang ditandai oleh psikopatologi berat dan beragam, mencakup aspek kognisi, emosi, persepsi dan perilaku, dengan gangguan pikiran sebagai gejala pokok. Bila pembullyan yg dilakukan dapat berdampak pada aspek sosial seperti menarik diri dari lingkungan menjadi apatis, gangguan emosi, mempengaruhi perilaku bisa mengarah ke skizofrenia Diagnosis Skizofrenia menurut PPDGJ III : a. b. c. d.



“thought echo”, “thought insertion or withdrawal”, “thought broadcasting” waham dikendalikan, waham dipengaruhi gerakan tubuh, pikiran, perbuatan, perasaan halusinasi yang membicarakan atau mengomentari perbuatan penderita, halusinasi yang berasal dari salah satu bagian tubuh waham-waham menetap lain tema keagamaan, politik, “kemampuan istimewa” yang tidak sesuai dengan latar belakang budaya penderita



E. halusinasi yang menetap F. alur pikir yang terputus, tersisip inkoherensi, irelevansi, neologisme G. perilaku katatonik gaduh gelisah, “posturing”, fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, stupor) H. gejala-gejala “negatif” apatis, hilangnya minat, respon emosional tumpul, penarikan diri secara sosial, malas, “self-absorbed attitude” I. perubahan perilaku konsisten dan menyeluruh Syarat diagnosis, sedikitnya ada satu (bila sangat jelas) atau dua (bila kurang jelas) dari gejala kelompok a-d, atau sedikitnya dua dari gejala kelompok e-h, selama kurun waktu satu bulan (Cahya) Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar. Departemen Kesehatan RI. 2006



Jawaban Diskusi 5. Terapi rumatan dilakukan hingga dosis standard mencapai dosis effikasi yang dimulai dari dosis rendah. Jika terapi rumatan dosisnya kurang dari setengah dosis standar, diasosiasikan dengan resiko kegagalan terapi rumatan. Sehingga patokan perbaikan dosis yaitu dilihat dari dosis standar. (Sinta. 2018. Skizofrenia. Denpasar : FK UNUD) (Javier) Bila kondisi akut, pertama kali, terapi rumatan diberikan sampai dua tahun, bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali kekambuhan, terapi diberikan sampai lima tahun bahkan seumur hidup. [Kemenkes RI.2015] (Asmarani)



Jawaban Diskusi 6. Tidak, karena di dalam penegakan diagnosis kasus kejiwaan terdapat “urutan hirarki blok diagnosis. Penyusuan hirarki maksudnya adalah pada hirarki yang lebih tinggi mungkin terdapat gangguan dalam hirarki yang lebih di bawahnya (tetapi tidak sebaliknya). Sehingga, pasien dengan skizofrenia tidak bisa didiagnosis skizofrenia kalau ada gejala psikosis dan adanya kerusakan otak dan pasien delirium bisa mempunyai gejala seperti pasien skizofrenia (karena urutan delirium lebih tinggi daripada skizofrenia) (PPDGJ III. Bab konsep dasar gangguan jiwa)(Shinta)



7. Iya termasuk, karena skizofrenia, delirium, dan demensia termasuk dalam penyakit dalam gangguan jiwa, akan tetapi dalam penanganannya dibedakan. (Dr. dr.Rusdi Maslim SpKJ,MKes., 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ -III dan DSM-5. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-UnikaAtmajaya,). (Izbikavik)



Menurut saya tidak, kalo delirium dan demensia adalah penyakit organik yang disebabkan : demensia disebabkan proses degeneratif, kalau derilium disebabkan Underlying disesas yang mengakibatkan ketidak seimbangan neurotransmiter sehingga terjadi tanda tanda gejala derilium. Sedangkn skizofrenia termsuk OGDJ karena ini termasuk penyakit non organik yaitu ketidak seimbangan neurotransmiter (Devanico) Buku PPDGJ ed.3



8. Menurut Elvira et al (2010), kasus kegawatdaruratan psikiatri meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain: -



Kondisi gaduh gelisah Tindak kekerasan (violence) Tentamen Suicidum/percobaan bunuh diri Gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat Delirium



Untuk penanganan mana yang perlu didahulukan tergantung dengan diagnosis awal dan hasil evaluasi dari identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera pasien (Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI) (Natasha)



9. Untuk ketepatan terapi dan menghindari efek samping yg terlalu berlebihan memakai obat oral lebih baik, namun pilihan obat injeksi untuk mendapatkan awitan kerja yang lebih cepat serta hilangnya gejala dengan segera perlu dipertimbangkan. [Kemenkes RI. 2015] (Asmarani)



Do’a Sesudah Belajar



Do’a Sesudah Belajar