Uas Filsafat Islam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SOALAN UTS FILSAFAT ISLAM Uraikan pemikiran tiga tokoh filsafat Islam yang menurut anda paling berpengaruh. Tunjukkan perbedaan antara tokoh satu dengan lainnya. Pilih tokoh nya secara bebas Afina Binti Mohammad Borhan 11830325292 || SAA 4B 1. Al- Kindi



a) Biodata Nama lengkap Al Kindi adalah Abu Yusuf Ya’kub ibnu Ishaq ibnu alShabbah ibnu ‘Imron ibnu Muhammad ibnu al-Asy’as ibnu Qais al-Kindi. Seorang filosof islam yang lahir pada tahun 801 M dan wafat pada tahun 873 M. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801 M) dari keluarga kaya dan terhormat



b) Pemikirannya 



Talfiq (Pemaduan Filsafat dan Agama) Beliau berusaha memadukan (talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang benar (knowledge of truth). AlQuran membawa argumen-argumen yang lebih meyakinkan dan benar, tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Oleh karena itu, mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat Islam diwajibkan mempelajari teologi.



Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi



tujuan



dari



keduanya.



Agama



disamping



wahyu,



juga



mempergunakan akal serta filsafat pun juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang Tuhan dan agama lah yang menjadi dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut Al-Kindi telah mengingkari kebenaran, kendatipun ia menganggap dirinya paling benar. Disamping itu, pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang Tuhan, tentang ke-EsaanNya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal sebaliknya. Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun datangnya. Sebab, “tidak ada yang lebih berharga bagi para pencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan dan mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran. Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari



kebenaran



tersebut



tidak



beda



dengan



orang



yang



memperdagangkan agama, dan pada hakikatnya orang itu tidak lagi beragama. Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan AlQur’an. Hal semacam ini menurut Al-Kindi, tidak dapat dijadikan alasan untuk menolak filsafat.







Filsafat Jiwa Beliau mengatakan bahwa jiwa adalah tunggal, tidak tersusun, tidak panjang, dalam dan lebar. Jiwa mempunyai arti penting, sempurna, dan mulia. Subtansinya berasal dari subtansi Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungannya dengan cahaya dan matahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani dan illahi sementara badan mempunyai hawa nafsu dan marah. Dan perbedaannya, jiwa menentang keinginan hawa nafsu dan kemarahan. Pada jiwa manusia terdapat tiga daya: daya bernafsu (yang terdapat di perut), daya marah (terdapat di dada), dan daya pikir (berputar pada kepala). 3) Filsafat Moral dan Akal Menurut Al-Kindi, filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan bahwa seorang filosof wajib menempuh hidup susila. Kebijaksanaan tidak dicari untuk diri sendiri (Aristoteles), melainkan untuk hidup bahagia. Al-Kindi mengecam para ulama yang memperdagangkan agama untuk memperkaya diri dan para filosof yang memperlihatkan jiwa kebinatangan untuk mempertahankan kedudukannya dalam Negara. Dalam jiwa manusia terdapat tiga daya yang telah disebutkan diatas salah satunya ialah daya berpikir. Daya berpikir itu adalah akal. Menurut al-Kindi akal dibagi menjadi tiga macam: akal yang bersifat potensil; akal yang keluar dari sifat potensil dan aktuil; dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas



2. Ibnu Sina a. Biodata Ibnu Sina dikenal sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filosof, ilmuwan dan juga dokter. Nama lengkapnya Abu Ali al- Husien ibn Abdullah ibn Hasan ibn Ali ibn Sina. Ia dilahirkan di desa Afsyanah, dekat Buhkara, Persia Utara pada 370 H. Ia mempunyai kecerdasan dan ingatan yang luar biasa sehingga dalam usia 10 tahun telah mampu menghafal AlQur’an, sebagian besar sastra Arab dan juga hafal kitab metafisika karangan Aristoteles setelah dibacanya empat puluh kali. b. Pemikirannya



 Kenabian Ibnu Sina membagi manusia kedalam empat kelompok mereka yang kecakapan



teoretisnya



telah



mencapai



tingkat



penyempurnaan



yang



sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang demikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka yang tajam mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang peristiwaperistiwa masa kini dan akan datang. Kemudian mereka memiliki kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang daya teoretisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman daya praktis



mereka. Nabi Muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang Nabi, yaitu memiliki imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya sedemikian kuat sehingga ia mampu mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain, melainkan juga seluruh materi pada umumnya. Dengan imaginatif yang luar biasa kuatnya, pikiran Nabi, melalui keniscayaan psikologis yang mendorong, mengubah kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-imaji dan simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga orang yang mendengar atau membacanya tidak hanya menjadi percaya tetapi juga terdorong untuk berbuat sesuatu. Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambangan dan pemberi sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi, menimbulkan imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan oleh jiwa Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya. 



Tasawuf Menurut ibnu Sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan orang-orang sufi sebelumnya. Ia memulai tasawuf dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifah dari alfa’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah, tetapi perbedaannya terletak pada ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.



Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia atau bertempatnya Tuhan dihati diri manusia tidak diterima oleh ibnu Sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada Tuhannya, tetapi melalui prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali hubungan manusia dengan Tuhan. Karena manusia mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar tidak langsung keluar dari Allah, tetapi melalui akal fa’a. 3. Al-Ghazali a) Biodata Nama panjang Imam al-Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad, AlImamul Jalil, Abu Hamid Ath Thusi AlGhazali. Lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia tahun 450 H (1058 M). Pekerjaan ayah Imam Ghazali adalah memintal benang dan menjualnya di pasar-pasar. Ayahnya termasuk ahli tasawuf yang hebat, sebelum meninggal dunia, ia berwasiat kepada teman akrabnya yang bernama Ahmad bin Muhammad Ar Rozakani agar dia mau mengasuh al-Ghazali. Maka ayah Imam Ghazali menyerahkan hartanya kepada ar-Rozakani untuk biaya hidup dan belajar Imam Ghazali. Ia wafat di Tusia, sebuah kota tempat kelahirannya pada tahun 505 H (1111 M) dalam usianya yang ke 55 tahun b) Pemikiran Filsafat



 Metafisika



Pertama kalinya Al-Ghazali mempelajari karangan-karangan ahli filsafat terutama karangan Ibnu Sina. Setelah mempelajari filsafat dengan seksama, ia mengambil kesimpulan bahwa mempergunakan akal semata-mata dalam soal ketuhanan adalah seperti mempergunakan alat yang tidak mencukupi kebutuhan. Al-Ghazali dalam Al-Munqidz min alDhalal menjelaskan bahwa jika berbicara mengenai ketuhanan (metafisika), maka disinilah terdapat sebagian besar kesalahan mereka (para filosof) karena tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika. Al-Ghazali meneliti kerja para filsuf dengan metodenya yang rasional, yang mengandalkan akal untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan. Dia pun menekuni bidang filsafat secara otodidak sampai menghasilkan beberapa karya yang mengangkatnya sebagai filsuf. Tetapi hasil kajian ini mengantarkannya kepada kesimpulan bahwa metode rasional para filsuf tidak bisa dipercaya untuk memberikan suatu pengetahuan yang meyakinkan tentang hakikat sesuatu di bidang metafisika (ilahiyyat) dan sebagian dari bidang fisika (thabi’iyat) yang berkenaan dengan akidah Islam. Meskipun demikian, Al-Ghazali tetap memberikan kepercayaan terhadap kesahihan filsafat-filsafat di bidang lain, seperti logika dan matematika.



 Iradat Tuhan Mengenai kejadian alam dan dunia, Al-Ghazali berpendapat bahwa dunia itu berasal dari iradat (kehendak) tuhan semat-mata, tidak bisa



terjadi dengan sendirinya. Iradat tuhan itulah yang diartikan penciptaan. Iradat itu menghasilkan ciptaan yang berganda, di satu pihak merupakan undang-undang, dan di lain pihak merupakan zarah-zarah (atom-atom) yang masih abstrak. Penyesuaian antara zarah-zarah yang abstrak dengan undangundang itulah yang merupakan dunia dan kebiasaanya yang kita lihat ini. Iradat tuhan adalah mutlak, bebas dari ikatan waktu dan ruang, tetapi dunia yang diciptakan itu seperti yang dapat ditangkap dan dikesankan pada akal (intelek) manusia, terbatas dalam pengertian ruang dan waktu. Al-Ghazali menganggap bahwa tuhan adalah transenden, tetapi kemauan iradatnya imanen di atas dunia ini, dan merupakan sebab hakiki dari segala kejadian. Pengikut Aristoteles, menamakan suatu peristiwa sebagai hukum pasti sebab dan akibat (hukum kausalitas), sedangkan Al-Ghazali seperti juga Al-Asy’ari berpendapat bahwa suatu peristiwa itu adalah iradat Tuhan, dan Tuhan tetap bekuasa mutlak untuk menyimpangkan dari kebiasaan-kebiasaan sebab dan akibat tersebut. Sebagai contoh, kertas tidak mesti terbakar oleh api, air tidak mesti membasahi kain. Semua ini hanya merupakan adat (kebiasaan) alam, bukan suatu kemestian. Terjadinya segala sesuatu di dunia ini karena kekuasaan dan kehendak Allah semata. Begitu juga dengan kasus tidak terbakarnya Nabi Ibrahim ketika dibakar dengan api. Mereka menganggap hal itu tidak mungkin, kecuali dengan menghilangkan sifat membakar dari api ituatau mengubah diri (zat) Nabi Ibrahim menjadi suatu materi yang tidak bisa terbakar oleh api.



 Etika



Mengenai filsafat etika Al-Ghazali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya dalam buku Ihya’ ‘Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika Al-Ghazali adalah teori tasawufnya itu. Mengenai tujuan pokok dari etika Al-Ghazali kita temui pada semboyan tasawuf yang terkenal “AlTakhalluq Bi Akhlaqihi ‘Ala Thaqah al-Basyariyah, atau Al-Ishaf Bi Shifat alRahman ‘Ala Thaqah al-Basyariyah”. Maksudnya adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, pemaaf, dan sifat-sifat yang disukai Tuhan, jujur, sabar, ikhlas dan sebagainya. Sesuai dengan prinsip Islam, Al-Ghazali menganggap Tuhan sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasik Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi, tetapi pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia, dan menganggap materi sebagai pangkal keburukan sama sekali. Al-Ghazali sesuai dengan prinsip Islam, mengakui bahwa kebaikan tersebar di mana-mana, juga dalam materi. Hanya pemakaiannya yang disederhanakan, yaitu kurangi nafsu dan jangan berlebihan. Bagi Al-Ghazali, taswuf bukanlah suatu hal yang berdiri sendiri terpisah dari syari’at, hal ini nampak dalam isi ajaran yang termuat dalam kitab Ihya’nya yang merupakan perpaduan harmonis antara fiqh, tasawuf dan ilmu kalam yang berarti kewajiban



agama



haruslah



dilaksanakan



guna



mencapai



tingkat



kesempurnaan. Dalam melaksanakan haruslah dengan penuh rasa yakin dan pengertian tentang makna-makna yang terkandung di dalamnya



4. Ibnu Rusyd a. Biodata Ibnu Rusyd atau dikenal dengan Averroes adalah seorang filosof dari Spanyol (dulunya bernama Andalusia). Nama asli dari Ibnu Rusyd adalah Abu Al-Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Rusyd, dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/ 1126 M, 15 tahun setelah kematiannya Imam Ghazali. Ibnu Rusyd adalah seorang dari keturunan keluarga terhormat yang terkenal juga sebagai seorang tokoh keilmuwan. Ayah dan atuknya Ibnu Rusyd adalah seorang mantan hakim di Andalus. Pada Tahun 565 H/1169 M, Ibnu Rusyd diangkat menjadi seorang hakim di Seville dan Cordova dan diangkat menjadi ketua mahkamah agung di Qadhi alQudhat di Cordova pada tahun 1173 M. Faktor yang menjadikan Ibnu Rusyd menjadi seorang ilmuwan adalah karena Ibnu Rusyd dilahirkan di dalam kalangan keluarga ilmuwan. Disamping itu, yang menjadi faktor utama adalah karena kecerdasan dalam berpikir dan kejeniusan otaknya. Semenjak kecil Ibnu Rusyd menghabiskan waktunya untuk belajar, membaca dan berpikir b. Pemikiran Filsafat



 Pemikiran Epistemologi Ibnu Rusyd



Ibnu Rusyd bependapat bahwa berfilsafat bisa dihukumi wajib karena filsafat mempelajari hal – hal yang wujud, lalu orang akan berusaha menarik pelajaran/hikmah/’ibrah darinya, sebagai sarana pembuktian adanya Tuhan Sang Maha Pencipta. Semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang ciptaan Tuhan, maka semakin ia mendekati pengetahuan tentang adanya Tuhan. Setiap manusia memiliki kemampuan dalam menerima kebenaran dan bertindak dalam mencari pengetahuan yang berbeda – beda, Ibnu Rusyd memaparkan tiga cara manusia dalam memperoleh pengetahuan, diantaranya sebagai berikut: a. Metode Al – Khatabiyyah (retorika) b. Metode AlJadaliyah (dialektika) c. Metode Al – Burhaniyyah (demonstrative) Menurut Ibnu Rusyd, ketiga metode tersebut telah dipergunakan oleh Allah sebagaimana yang terdapat dalam Al – Qur’an. Allah memperkenalkan ketiga metode tersebut karena tingkat pengetahuan dan kemampuan intelektual manusia yang berbeda – beda. Ibnu Rusyd berpendapat bahwa adanya lafaz dhahir (eksoteris) dalam nash perlu dita’wil agar diketahui makna bathiniyyah (esoteris) yang bertujuan untuk menyelaraskan keberagaman kemampuan penalaran manusia dan perbedaan karakter dalam menerima kebenaran. 



Metafisika Ibnu Rusyd berependapat bahwa Allah adalah penggerak pertama (muharrik al-awwal). Wujud Allah ialah esa (satu). Konsep Ibnu Rusyd tentang ketuhanan diambil dari pemikiran Aristoteles, Plotinus, Al Farabi dan Ibnu Sina. Bukan berarti plagiat, tetapi sebagai referensi pemikirannya



tentang konsep ketuhanan. Dalam pembuktian adanya Tuhan, Ibnu Rusyd memaparkan beberapa dalil sebagai berikut: a. Dalil Wujud Allah (Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang menurutnya sesuai dengan Al – Qu’an) b. Dalil ‘Inayah Al – Ilahiyah (pemeliharaan Tuhan). Dalil ini mengkaitkan bahwa segala sesuatu dijadikan untuk kelangsungan hidup manusia. c. Dalil Ikhtira’ (dalil ciptaan). Dalil ini berpijak pada segala makhluk ciptaan Allah. Siapapun yang ingin mengetahui ciptaan Allah, maka ia wajib mengetahui hakikat semua ciptaan Allah. d. Dalil Harkah (gerak). Dalil ini menjelaskan bahwa gerak adalah keadaan tidak tetap terhadap suatu keadaan. Ibnu Rusyd berkesimpulan sama dengan Aristoteles bahwa gerak itu qadim. Sifat – sifat Allah. Untuk mengenal sifat - sifat Allah, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa orang harus menggunakan tasybih dan tanzih. 



Tanggapan Terhadap Al – Ghazali Ibnu Rusyd terkenal sebagai seorang filosof yang menentang Al – Ghazali. Ibnu Rusyd menuliskan beberapa pendapatnya yang menentang pemikiran Al – Ghazali dalam buku – buku karyanya diantaranya yang berjudul Tahafut Al-tahafut. Karena hal inilah, maka menimbulkan perdebatan diantara Al – Ghazali dan Ibnu Rusyd. Ada 20 persoalan yang menjadi yang menjadi perdebatan yaitu sebagai berikut:



a. Alam qadim b. Keabadian alam, masa dan gerak c. Konsep Tuhan sebagai sang pencipta dan alam sebagai produk d. Pembuktian eksistensi penciptaan alam e. Argumen rasional bahwa Tuhan itu satu f. Penolakan akan sifat – sifat Tuhan g. Kemustahilan konsep genus kepada Tuhan h. Wujud Tuhan adalah sederhana, murni, tanpa kuiditas atau esensi i. Argumen nasional bahwa Tuhan bukan tubuh j. Argumen nasional tentang hokum alam tak dapat berubah k. Pengetahuan Tuhan selain diri-Nya l. Pembuktian bahwa Tuhan mengetahui diri-Nya sendiri m. Tuhan tidak mengetahui perincian segala sesuatu melainkan secara umum n. Langit adalah makhluk hidup o. Tujuan yang menggerakkan p. Jiwa – jiwa langit mengetahu particular – particular yang bermula q. Kemustahilan perpisahan dari sebab alami peristiwa – peristiwa r. Jiwa manusia adalah subtansi spiritual yang ada dengan sendirinya, tidak menempati ruang, tidak terpateri pada tubuh dan bukan tubuh s. Jiwa manusia setelah terwujud tidak dapat hancur t. Penolakan terhadap kebangkitan jasmani



Perbezaan Pemikiran Antara Tokoh Islam Sepertimana yang kita ketahui , terdapat perbezaan pemikiran antara tokoh-tokoh filsafat Islam dimana bidang ilmu filsafat tidak mendapat sambutan seperti di Barat || Eropah. Hal ini kerana, Islam tidak memisahkan pemikiran filsafat dengan agama manakala, filsafat barat melakukan yang disebaliknya Terdapat tiga perbezaaan pemikiran antara tokoh filsafat Islam iaitu Al- Ghazali, Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.







Nama Tokoh Filsafat Islam Al-Ghazali







Perbezaan pemikiran Filsafat Mengkritik falsafah kerana menganggap falsafah bertentangan dengan dunia Islam sehingga ini menjadikan



pemikiran



rasional



Islam juga merosot sehingga para sarjana moden menganggap AlGhazali sebagai orang yang paling bertanggungjawab



terhadap



penurunan rasional di dunia Islam. 



Dan dunia Eropah pada abad ke-16 dan ke-17 mengalami semangat rasional yang kuat. Dan tradisi ortodoks berbeza



Sunni dengan



Sehinggakan



hari



sangat



kuat



kaum



Syiah.



ini



konsep



tekstual dipegang oleh orang Islam seperti fikh dan sebagainya, dan mendorong jika konsep Rasional atau konsep juga penting pada masa ini memandangkan pengaruh sosial yang sangat pesat yang ada 



Ibnu Rusyd







sekarang. Pemikiran beliau sama seperti AlKindi



yang



dimana



beliau



mendukung ilmu filsafat di dalam dunia Islam beserta syariat dan juga rasional







Al- Kindi







Akan







pemikiran pemikiran Aristoteles Beliau membawa ilmu filsafat ke



tetapi,



beliau



menolak



dalam dunia Islam kerana ketika itu



ilmu



sambutan



filsafat dengan



mendapat penghasilan



karya ilmiah dari pemikiran filsuf barat 



Bagi



beliau,



orang



Islam



memerlukan filsafat kerana ia menyihatkan minda dan bermain dengan akal fikiran yang rasional



selari dengan syariat Islam