UAS Hukum Pajak - Ferry Dwi Saputra - 201003742017680 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 (UNTAG) SEMARANG



FAKULTAS HUKUM JL. PAWIYATAN LUHUR BENDAN DUWUR TELP/FAKS. (024) 8446280 SEMARANG JL. PEMUDA NO. 70 TELP. (024) 3546280 SEMARANG



UJIAN AKHIR SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2020 / 2021



NAMA



: Ferry Dwi Saputra



No. UJIAN



: 44



KODE DOSEN WALI



: 10069



NPM



: 201003742017680



MATA UJIAN



: Hukum Pajak



SEMESTER



: I / 2021



HARI/TANGGAL



: Senin / 11 Januari 2021



KELOMPOK



: I.1



JAWABAN UJIAN: 1. a. Pengertian yang dimaksud dengan Restribusi dan Zakat? Retribusi (bahasa Inggris: user fee) adalah pungutan yang harus dibayarkan oleh pengguna fasilitas kepada pemilik atau pengelola sebagai syarat menggunakan fasilitas tersebut. Orang membayar retribusi terutama untuk menggunakan fasilitas umum yang disediakan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai contoh di Indonesia, retribusi wajib dibayarkan bagi wisatawan yang masuk atau naik ke puncak Tempat Wisata Pantai (berdasarkan UU No. 34 tahun 2000).



Zakat adalah bagian tertentu dari harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim apabila telah mencapai syarat yang ditetapkan. Sebagai salah satu rukun Islam, Zakat ditunaikan untuk diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (asnaf).



Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (berdasarkan Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007)



b. Persamaan dan perbedaan antara Pajak, Retribusi dan Zakat? Perbedaan Pajak, Retribusi, dan Zakat



Persamaan Zakat dan Pajak/Retribusi Zakat dan pajak/retribusi memiliki persamaan karena perintah mengeluarkan sebagian harta ini dijalankan menurut aturan tertentu yang menaungi sebuah kelompok masyarakat. Zakat dibayar berdasarkan syariat Islam, sedangkan pajak/retribusi dibayarkan menurut undangundang perpajakan yang berlaku dalam sebuah negara.



Persamaan pajak/retribusi dan zakat berikutnya adalah besarnya pembayaran ditentukan menurut prosentase tertentu dan berlaku untuk orang-orang yang memenuhi syarat. Keduanya juga berperan dalam membangun kesejahteraan kelompok masyarakat tertentu.



Perbedaan Pajak/Retribusi dan Zakat Perbedaan zakat dan pajak/retribusi adalah dalam hal penerimanya. Zakat dibayarkan melalui amil zakat (lembaga penyalur dan pengelola zakat) maupun dibayarkan langsung kepada 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Manfaat zakat dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh masyarakat.



Sedangkan pajak/retribusi negara merupakan kewajiban yang dibayarkan kepada kantor pelayanan pajak dan lembaga-lembaga lain yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai tempat pembayaran pajak/retribusi. Manfaat pajak negara tidak bisa dirasakan langsung oleh masyarakat suatu negara.



Perbedaan pajak/retribusi dan zakat yang kedua adalah waktu pembayarannya. Zakat fitrah dibayarkan hanya pada bulan Ramadhan, lalu zakat harta dibayarkan pada saat telah mencapai nisab dan dimiliki selama setahun. Sedangkan waktu pembayaran pajak negara adalah satu tahun pembukuan. Misalnya tenggang waktu pembayaran pajak setiap akhir bulan Maret.



Perbedaan pajak/retribusi dan zakat yang ketiga adalah benda yang digunakan sebagai alat pembayaran. Pajak/retribusi negara umumnya dibayar menggunakan uang tunai. Sementara itu zakat fitrah boleh dibayarkan dalam bentuk uang tunai maupun bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.



Dasar Hukum Pajak: Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23A, pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Retribusi: Retribusi diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, atau Peraturan Daerah terkait.



Balas Jasa Pajak: Karena merupakan sarana pemerataan pendapatan warna negara, pembayar pajak belum tentu bisa menerima manfaat langsung dari pajak yang dibayarkan. Hasil pemungutan pajak biasanya akan dialokasikan untuk fasilitas atau sarana dan prasarana masyarakat yang lebih luas seperti perbaikan jalan, beasiswa pendidikan, subsisi, dan sebagainya. Retribusi: Balas jasa kepada wajib retribusi harus dapat dirasakan langsung, contohnya retribusi kebersihan (sampah) manfaatnya dapat dirasakan langsung dengan diangkutnya sampah pembayar retribusi oleh petugas kebersihan.



Objek Pajak: Bersifat umum, seperti pajak penghasilan, pajak barang mewah, hingga pajak kendaraan bermotor Retribusi: Ditujukan untuk masyarakat atau badan yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin dari pemerintah.



Sifat Pajak: Bersifat wajib sehingga akan ada sanksi bagi pelanggar. Retribusi: Dapat dipaksakan dengan sifat yang ekonomis kepada orang atau badan yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin yang dari pemerintah.



Lembaga Pemungut Pajak: Pajak Negara yang pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Pajak dan Pajak Daerah yang pemungutannya dilakukan oleh organisasi perangkat daerah yang ditunjuk seperti Badan Pendapatan Daerah atau Dinas Pelayanan Pajak. Retribusi: Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah. Tujuan Pajak: Meningkatkan perekonomian negara dan mensejahterakan masyarakat secara menyeluruh. Retribusi: Memberikan jasa atau ijin kepada masyarakat agar dapat melaksanakan kegiatan mereka serta mendapatkan pelayanan dari pemerintah.



2. a. Macam-macam tarif pajak Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-beda. Dasar pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak terutang. Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara lain: Tarif Progresif (a progressive tax rate) Tarif pajak progresif merupakan tarif pungutan pajak yang mana persentase akan naik sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Di Indonesia itu sendiri, tarif pajak progresif ini diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi, seperti: 



Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya 5%.







Lapisan PKP lebih dari Rp50 – Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.







Lapisan PKP lebih dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%.







Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif pajaknya 30%.



Tarif Degresif (a degressive tax rate) Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini merupakan tarif pajak yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak tinggi. Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat. Jadi, jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil. Melainkan bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya semakin besar.



Tarif Proporsional (a proportional tax rate) Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap. Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (10%) dan PBB (0,5%) dari berapa pun objek pajaknya. Tarif Tetap/Regresif (a fixed tax rate) Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya. Tarif tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap sesuai dengan peraturan yang telah diberlakukan, seperti Bea Meterai dengan nilai atau nominal sebesar Rp3.000 dan Rp6.000. Pada dasarnya tarif pajak dipungut berdasarkan atau sesuai dengan pengelompokan jenisjenis pajak.



b. Macam-macam stelsel pajak yang bisa digunakan dalam pemungutan pajak Stelsel pajak merupakan sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan oleh para wajib pajak. Pemungutan pajak dapat dilakukan dengan 3 jenis stelsel yang terdiri dari, Stelsel Nyata atau Riil, Stelsel Fiktif, dan Stelsel Campuran. Stelsel pajak dan Jenisnya: 1. Stelsel Nyata atau Riil Stelsel nyata atau riil adalah pemungutan pajak didasarkan pada objek atau penghasilan yang diperoleh sesungguhnya, sehingga pemungutan baru dapat dilakukan pada akhir tahun, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.







Kelebihan



stelsel



ini



adalah



perhitungan



didasarkan



dari



penghasilan



sesungguhnya dan hasil yang didapat akan lebih akurat. 



Sedangkan kekurangan stelsel nyata atau riil adalah pajak baru dapat dibayarkan pada akhir tahun pajak.



2. Stelsel Fiktif Stelsel Fiktif adalah jenis pemungutan pajak yang didasarkan pada perkiraan oleh suatu undang-undang. Perkiraan yang digunakan tergantung pada peraturan perpajakan yang berlaku. Stelsel ini menerapkan sistem pemungutan pajak di depan. Misalnya penghasilan satu tahun pajak dianggap sama dengan tahun sebelumnya. Sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. 



Kelebihannya adalah pajak yang dibayarkan berjalan selama setahun tanpa harus menunggu hingga akhir tahun.







Kekurangannya adalah pajak yang dibayarkan tidak akurat karena tidak berdasarkan keadaan sesungguhnya dan mengikuti tahun yang sebelumnya.



3. Stelsel Campuran Stelsel Campuran pada dasarnya adalah kombinasi antara stelsel nyata atau riil dan stelsel fiktif. Cara perhitungan stelsel campuran adalah pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan stelsel fiktif. Kemudian pada akhir tahun besarnya pajak diperhitungkan berdasarkan stelsel rill atau penghasilan sebenarnya. Jika perhitungan yang sebenarnya nilai pajak lebih besar daripada pajak menurut stelsel fiktif maka wajib pajak harus menambah pembayaran. Sebaliknya, jika besaran pajak menurut perhitungan riil lebih kecil daripada stelsel fiktif, maka wajib pajak dapat meminta kembali kelebihannya (direstitusi) atau dapat juga dikompensasi. 



Kelebihan stelsel ini adalah, pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak, dan pajak yang dipungut sesuai dengan besarnya pajak yang sesungguhnya terutang.







Kelemahan dari stelsel ini adalah penghitungan pajak dilakukan dua kali, yaitu pada awal dan akhir tahun.



Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Indonesia dalam proses pemungutan pajaknya menganut stelsel campuran. Contoh penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia adalah mekanisme PPh Pasal 25/29. Wajib Pajak menggunakan



pajak terhutang tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menentukan besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun berjalan. Setelah tahun pajak berakhir, maka wajib pajak akan melaporkan penghasilannya selama setahun kedalam SPT Tahunan untuk menghitung PPh Pasal 29. Dalam menghitung jumlah pajak yang sesungguhnya di akhir tahun pajak (PPh Pasal 29) maka wajib pajak dapat mempertimbangkan kredit pajak PPh Pasal 25 yang telah dibayarkannya. 3. a. Hak dan kewajiban wajib pajak Hak dan Kewajiban Wajib Pajak Sebagai warga negara Indonesia, Anda memiliki hak dan kewajiban sebagai wajib pajak yang perlu dipatuhi. Keduanya telah diatur sedemikian rupa dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Hak dan kewajiban perpajakan harus dilakukan oleh wajib pajak. Mengacu dari undang-undang yang sama, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan kalau wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hak Wajib Pajak Hak wajib pajak disebutkan secara jelas dalam undang-undang, dan akan dibahas secara singkat dan tuntas pada poin ini. 1. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali kelebihan tersebut. Dengan kalimat sederhana, Anda berhak menerima kembali kelebihan bayar ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang sebenarnya. Anda dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan bayar pajak dengan mengirimkan surat permohonan pada Kepala KPP (Kantor Pajak Pratama) atau melalui SPT (Surat Pemberitahuan). Setelah menerima surat permohonan, Ditjen Pajak akan mengembalikan kelebihan bayar pajak dalam waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak surat permohonan diterima secara lengkap.



Jika wajib pajak termasuk dalam kriteria wajib pajak patuh, pengembalian ini dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Kalau Ditjen Pajak terlambat mengembalikan kelebihan bayar pajak, wajib pajak berhak menerima bunga sebesar 2% per bulan dengan maksimum 24 bulan. 2. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak berhak untuk: 



Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.







Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .







Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.







Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.







Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.



Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis, yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan, terhitung dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan pemeriksaan kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. Sedangkan pemeriksaan lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan, terhitung sejak tanggal surat perintah pemeriksaan sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan. 3. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, dapat mengajukan keberatan. Lalu bila belum puas dengan keputusan keberatan, selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir dalam sengketa pajak, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.



Jenis-jenis ketetapan pajak dapat Anda baca lebih lengkap di artikel “Mengenal 5 Jenis Surat Ketetapan Pajak dan Fungsinya“. 4. Hak-Hak Wajib Pajak Lainnya a. Hak kerahasiaan Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas semua informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang perpajakan dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib pajak yang dilindungi adalah: 



Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan wajib pajak.







Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.







Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.



Namun, keterangan atau bukti tertulis tentang wajib pajak dapat ditunjukkan kepada pihak tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, atau dalam rangka kerja sama dengan instansi pemerintah lainnya. b. Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak dalam kondisi tertentu. c. Hak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan Wajib pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi maupun PPh Badan dengan alasan tertentu. d. Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25 PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan tertentu.



e. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Karena kondisi atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang terkena bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang dan pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan pengurangan PBB. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan pengurangan PBB dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten setempat. f. Hak untuk Pembebasan Pajak Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan tertentu. g. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Wajib pajak yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal permohonan. h. Hak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah Untuk pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor, konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah. i. Hak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan Dalam lingkup PPN, Barang Kena Pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN. BKP tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara, kapal laut, bukubuku, perlengkapan TNI/Polri yang diimpor maupun yang diserahkan di area pabean oleh wajib pajak tertentu. Fasilitas PPN tidak dipungut ini turut diberikan pada perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu, seperti kawasan berikat, di antaranya atas impor dan perolehan bahan baku.



Kewajiban Wajib Pajak Selain hak, ada kewajiban yang harus dipatuhi oleh wajib pajak, di antaranya: 1. Kewajiban Mendaftarkan Diri Wajib pajak harus mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di kantor pajak pratama (KPP) atau kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan (KP2KP). Saat ini, pendaftarakan NPWP juga dapat dilakukan melalui online. Anda dapat membaca tata cara pendaftaran NPWP online di artikel “Daftar NPWP Online, Ini 3 Syarat & Langkah Mudahnya“. Wajib pajak yang merupakan pengusaha, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP setelah memenuhi persyaratan tertentu, di antaranya pengusaha orang pribad atau badan melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah omzet melebihi Rp4.800.000.000 dalam setahun. Jika tidak memenuhi syarat tersebut, tetap dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Setelah dikukuhkan sebagai PKP, maka wajib untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari setiap pembeli/pengguna jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN tersebut kemudian dilaporkan dalam SPT Masa. Jika ada yang harus disetorkan, wajib pajak perlu menyetorkan PPN itu ke KPP tempat mendaftar, atau bisa secara online melalui aplikasi OnlinePajak. 2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak Sesuai dengan sistem self assessment, wajib pajak harus melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak terutangnnya sendiri. Dalam melaksanakan kewajiban ini, dapat melakukannya secara mudah dan cepat melalui aplikasi OnlinePajak. Aplikasi OnlinePajak memudahkan Anda untuk hitung, setor, lapor pajak. Semua pelaksanaan kewajiban pajak ini cukup dilakukan dalam satu aplikasi, hanya dengan satu klik. 3. Kewajiban dalam Hal Diperiksa Ditjen Pajak dapat melakukan pemeriksaan pada wajib pajak untuk menguji kepatuhannya dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kewajiban yang diperiksa di antaranya:  Memenuhi panggilan untuk menghadiri Pemeriksaan sesuai waktu yang ditentukan, khususnya jenis Pemeriksaan Kantor.



 Menunjukkan atau meminjamkan seluruh data yang menjadi dasar serta berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak. Untuk jenis Pemeriksaan Lapangan, wajib pajak harus memberikan akses untuk melihat dan menyimpan data.  Memberikan izin untuk memasuki tempat atau ruang yang dianggap perlu serta memberi bantuan untuk memperlancar proses pemeriksaan.  Menyampaikan tanggapan secara



tertulis



atau



surat



pemberitahuan



hasil



pemeriksaan.  Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik, khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.  Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan. 4. Kewajiban Memberi Data Data di sini adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Ditjen Pajak. Kewajiban ini tidak hanya dipatuhi oleh wajib pajak, tetapi juga oleh setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain. Jika sengaja tidak memenuhi kewajiban ini, wajib pajak akan terkena pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000.



Kesimpulan Secara garis besar, hak dan kewajiban wajib pajak meliputi: Hak wajib pajak, yang terdiri dari hak atas kelebihan pajak, hak dalam pemeriksaan, hak untuk mengajukan keberatan atau banding atau peninjauan kembali atas hasil pemeriksaan, hak dijaga kerahasiaan data wajib pajak, dan hak-hak lainnya. Kewajiban wajib pajak, terdiri dari mendaftarkan untuk mendapatkan NPWP, melaksanakan kegiatan perpajakan sendiri (menghitung, memungut, membayar, dan melaporkan pajak terutang), kewajiban dalam pemeriksaan, dan kewajiban memberikan data.



4. a. Asas yang terdapat dalam pajak 1. Asas Kebangsaan Asas ini mengikat dan sebagai prinsip bahwa setiap individu yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan asas kebangsaan pula, warga asing yang tinggal atau berada di Indonesia selama lebih dari 12 bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan Indonesia wajib dikenai pajak selama penghasilan yang mereka dapatkan bersumber dari Negara ini. 2. Asas Wilayah Tidak jauh berbeda dengan asas kebangsaan. Asas ini berlaku berdasarkan pada lokasi tempat tinggal wajib pajak. Analoginyaa, sebagai wajib pajak yang memiliki objek pajak dalam bentuk apapun di wilayah Negara Indonesia, maka wajib mematuhi peraturan perpajakan Indonesia. Begitupun dengan warga negara asing yang memiliki aset atau objek pajak di Indonesia, maka warga negara asing tersebut wajib menaati peraturan perpajakan yang berlaku dan ditetapkan di Indonesia. Mungkin terdapat sedikit perbedaan, namun pada dasarnya pemberlakuan pengenaan pajak akan dilakukan secara merata. 3. Asas Finansial Berdasarkan asas finansial, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan (finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak. Contohnya: Pak Budi bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar Rp15.000.000 per tahun, sedangkan Bu Zubaidah bekerja sebagai Pengusaha dengan pendapatan sekitar Rp1.000 000.000 per tahun. Berdasarkan asas ini, besaran pajak yang harus dibayar kedua orang tersebut tentu saja berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak yang harus dibayarkan kedua orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka selama setahun.



4. Asas Yuridis Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945. Selain itu pemungutan pajak di Indonesia diatur dan dilindungi oleh beberapa undang-undang, seperti: 



Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara



Perpajakan (KUP). 



Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).







Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan



Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 



Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan



Pajak dengan Surat Paksa. 



Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan



Bangunan (BPHTB). 



Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di



Indonesia. 



Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).



5. Asas Ekonomis Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai dengan kepentingan umum dan untuk kepentingan rakyat secara menyeluruh. misalnya membangun infrastruktur, dana pendidikan dan memajukan desa tertinggal. Pajak juga tidak boleh menjadi penyebab merosotnya kondisi perekonomian rakyat. Bahkan, dengan adanya pemanfaatan hasil pajak, diharapkan pemerintah bisa membangun negeri ini secara maksimal tanpa harus mendapatkan pembiayaan melalui skema lain seperti utang luar negeri. 6. Asas sumber Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya diberlakukan untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia. Sebagai contoh, Pak Zulfikar merupakan warga Indonesia yang tinggal dan bekerja di Australia, meskipun secara dokumen kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi berdasarkan sumber pendapatannya Pak Ahmad tidak wajib membayar PPH yang dipungut oleh pemerintah Indonesia.



Bisa juga jika misal seseorang tinggal di Indonesia, namun memiliki penghasilan di luar negeri, selama penghasilan tersebut akan digunakan di Indonesia, maka juga akan dikenai pajak. Namun demikian, pajak yang diberlakukan memiliki peraturan sendiri, akan masuk dalam PPh Pasal 22. 7. Asas Umum Asas pemungutan pajak yang terakhir adalah asas umum. Berdasarkan asas ini, pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik pemungutan maupun penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk masyarakat Indonesia dengan perhitungan yang cermat. Setiap wajib pajak juga akan memiliki besaran tanggungan pajak yang sesuai dengan porsinya.



b. Asas yang dibawahkan oleh adam smith yang masih bisa dijalankan sampai sekarang Adam Smith 1. Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak. 2. Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum. 3. Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah. 4. Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.



5. Delik Dolus dan Delik Culpa Di dalam berbagai literatur, Dolus dapat diartikan kesengajaan. Artinya delik dolus diperlukan adanya unsur kesengajaan. Misalkan, dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni dengan sengaja menyebabkan matinya orang lain. Contoh dari delik-delik dolus di dalam KUHP adalah:



1.



Pasal 354 yaitu dengan sengaja melukai orang lain, atau,



2.



Pasal 231 yaitu dengan sengaja mengeluarkan barang-barang yang disita, atau,



3.



Pasal 232 (2) yaitu dengan sengaja merusak segel dalam penyitaan, atau,



4.



Pasal 187 yaitu dengan sengaja menimbulkan kebakaran.



Sedangkan Culpa dapat diartikan kealpaan, adalah seseorang dapat dipidana bila kesalahannya itu berbentuk kealpaan, misalnya, menurut Pasal 359 KUHP yaitu dapat dipidana seseorang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaan. Contoh lain delik-delik culpa dalam KUHP adalah: 1.



Pasal 189 yaitu karena kealpaan menyebabkan kebakaran, atau



2.



Pasal 360 yaitu karena kealpaan menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka



berat, atau 3.



Pasal 232 yaitu karena kealpaannya menimbulkan rusaknya segel dalam penyitaan,



atau 4.



Pasal 231 (4) yaitu kealpaannya menyebabkan dikeluarkannya barang-barang dari



sitaan Kesimpulan Delik dolus adalah perbuatan pidana yang oleh pelakunya dilakukan dengan sengaja. Delik ini memiliki level kesalahan yang lebih tinggi dari delik culpa, yakni delik yang dilakukan karena kealpaan. Dolus dibedakan atas tiga jenis atau tingkatan, yakni sengaja dengan niat; sengaja dengan kesadaran akan kepastian dan sengaja dan isyaf akan kemungkinan.