Uas Ilmu Hadis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN BUKU “ILMU HADIS” Diajukan untuk memenuhi UAS (Ujian Akhir Semester) mata kuliah Ilmu Hadis Dosen pengampu: Deden Suparman, M. A. Disusun oleh: Risna Auliawati NIM: 1157040049 KIMIA 3B



JURUSAN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2016



BAB I PENDAHULUAN A. TUJUAN . Laporan buku ini merupakan suatu bentuk penyajian, pemikiran, pemahan dan pengkajian terhadap materi tentang Ilmu Hadis. Tujuan dibuatnya laporan buku ini adalah untuk memenuhi salah satu UAS (Ujian Akhir Semester) mata kuliah Ilmu Hadis. Adapun tujuan lainnya dari penulisan laporan buku ini adalah untuk lebih mengetahui dan lebih memahami tentang materi Ilmu Hadis yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan bermasyarakat dan dapat menambah pengetahuan. B. IDENTITAS BUKU Buku yang berjudul “Ilmu Hadis” adalah karangan Dr. H. Munzier Suparta M.A. Buku ini diterbitkan oleh Kharisma Putra Utama Offset (PT RAJAGRAFINDO PERSADA) dan diterbitkan di Jl. Janur Kuning I Blok. WF I/I, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara 14240. Buku ini diterbitkan pada tahun 2011 dan merupakan cetakan ke-7. Jumlah halaman dari buku ini yaitu 266 halaman yang berjumlah senbanyak VII BAB.



BAB II ISI A. BAB I: HADIS DAN ILMU HADIS 1. Pengertian Hadis Hadis atau al-hadits menurut bahasa al-jadid yang artinya sesuatu yang baru.hadis juga sering disebut dengan Al-Khabar, yang berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, sama maknanya dengan hadis. Sedangkan menurut istilah (terminologi), para ahli



memberikan definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang disiplin ilmunya. Seperti pengertian hadits menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadis. Menurut para ahli, pengertian hadist ialah “Segala perkataan Nabi, perbuatan dan hal ihwalnya”. Yang dimaksud dengan hal ihwal adalah segala yang diriwayatkan Nabi SAW yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaannya. 2. Pengertian Sunnah, Khabar, Atsar dan Hadis Qudsiy Sunnah menurut bahasa artinya jalan yang terpuji dan atau yang tercela. Sedangkan menurut istilah, dikalangan ulama terdapat perbedaan pendapat. Hal ini disebabkan karena perbedaan latar belakang, persepsi, dan sudut pandang masing-masing terhadap diri Rasulullah SAW. Secara garis besarnya merek aterkelompok menjadi tiga golongan. Pertama, menurut ahli hadis sunnah adalah “segala yang bersumber dari nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat mennjadi rasul maupun sesusahnya.” Kedua, menurut ahli usul mengatakan sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berhubungan dengan hukum syara’, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir beliau. Sedangkan para ahli Fiqih mendifinisikan sunnah sebagai “segala ketetapan yang berasal dari Nabi SAW selain yang difardukan dan diwajibkan dan termasuk hukun (taklifi) yang lima.” Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita yang disampaikan seseorang kepada orang lain. Sedangkan pengetian khabar menurut istilah, antara satu ulama



dengan ulama lainnya berbeda pendapat. Menurut



ulama ahli hadis sama artinya dengan hadis, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf’, dan maqthu’, mencakup segala yang datang dari nabi SAW, sahabat dan tabi’in, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya. Adapun atsar menurut pendekatan bahasa sam pula artinya dengan khabar, hadits dan sunnah. Sedangkan atsar menurut istilah terjadi perbedaan pendapat diantara pendapat para ulama. Intinya, atsar menurut istilah yaitu “segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat, dan boleh juga disandarkan pada perkataan Nabi SAW.” Rasulullah SAW kadang menyampaikan kepada sahabat nasehat-nasehat dalam bentuk wahyu, akan tetapi wahyu tersebut bukanlah bagian dari ayat AlQuran. Itulah yang biasa disebut dengan Hadis ilahy atau hadis rabbany. Yang



dimaksud dengan hadis qudsiy adalah setiap hadis yang Rasul menyandarkan perkataannya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.” 3. Bentuk-bentuk Hadis a. Hadis Qauli Hadis qauli adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’ peristiwa dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, akhlak, maupun yang lainnya. Contohnya adalah hadis tentang bacaan Al-Fatihah dalam shalat. b. Hadis Fi’li Yang dimaksud dengan hadis fi’li adalah segala yang sandarkan kedapa Nabi SAW berupa perbuatan yang sampai kepada kita. Seperti hadis tentang shalat dan haji. c. Hadis Taqriri Hadis taqriri adalah segala hadis yang berupa ketetapan Nabi SAW terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Contohnya hadis ini yaitu, sikap Rasul SAW membiarkan para sahabat melaksanakan perintahnya, sesuai dengan penafsirannya masing-masing sahabat terhadap sabdanya yang berbunyi “Janganlah seorang pun shalat Ashar kecuali di Bani Quraizah.” d. Hadis Hammi Hadis hammi adalah hadis yang berupa hasrat hasrat Nabi SAW yang belum terealisasikan, seprerti halnya hasrat berpuasa pada tanggal 9 ‘Asyura. e. Hadis Ahwali Hadis Ahwali ialah hadis yang berupa hal ihwal Nabi SAW yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya. 4. Pengertian Ilmu Hadis dan Cabang-cabangnya Yang dimaksud dengan ilmu hadis menurut ulama mutaqaddimin ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya. Ulama mutaakhirin membagi hadis kedalam dua bagian yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Ilmu hadis riwayah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi’at maupun tingkah lakunya. Sedangakan ilmu hadis dirayah Al-Tirmisi mendefinisikan ilmu ini dengan “undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad atau matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifatsifar perawi dam lain-lain. Cabang-cabang ilmu hadis dibagi sebagai berikaut: a. Ilmu Rijal al-Hadis



b. Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil c. Ilmu Tarikh ar-Ruwah d. Ilmu ‘Ilal al-Hadis e. Ilmu an-Naskh wa al-Mansukh f. Ilmu Asbab Wurud al-Hadis g. Ilmu Garib al-Hadis h. Ilmu at-Tashif wa at-Tahrif i. Ilmu Mukhtalif al-Hadis 5. Unsur-unsur Pokok Hadis a. Sanad Sanad menurut bahasa adalah “sandaran” atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Sedangkan menurut istilah Al-Badru bin Jama’ah dan Al-Thiby mengatakan bahwa sanad adalah berita tentang jalan matan. b. Matan Kata matan menurut bahasa bearti tanah yang meninggi. Sedangkan menurut istilah adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad atau dengan kata lain lafaz-lafaz hadis yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu. c. Rawi Kata rawi berarti orang yang meriwayatkan atau meberitakan hadis (naqil alhadits). B. BAB II: KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADIS 1. Kedudukan Hadis sebagai Sumber Hukum Islam Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadis rasul merupakan sumber dan hdasar hukum Islam setelah Al-Quran, dan umat islam diwajibkan mengikuti hadis sebgaimana mengikuti Al-Quran. Kedudukan hadis sebagai hukum islam dengan melihat beberapa dalil, baik dalil naqli maupun dalil aqli. a. Dalil al-Quran Allah SWT berfirman “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dan yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara rasul-rasul-Nya; karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasuln-Nya; dan jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar. (Q.S. Ali Imran (3): 179). Firman lainnya juga terdapat dalam surah [Q.S Al-Nisa’(40) 136], [Q.S. AliImran (3): 32], [Q.S Al-Nisa’(40): 59]. b. Dalil al-Hadis Rasulullah SAW bersabsa: “aku tinggalkan dua pusak untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya” (H.R. Malik) c. Kesepakatan Ulama (Ijma’)



Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai sumber hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan peristiwa dibawah ini:  Ketika Abu Bakar di baiat menjadi Khalifah, ia pernah berkata “saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatau yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat apabila meninggalkan 



perintah-Nya. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata “saya tahu bahwa engkau adalah







batu. Seandainya



saya tidak



melihat



Rasulullah



menciummu, saya tidak akan memnciummu”. Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa ‘Usman bin Affan berkata “saya duduk sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaiman makannya Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya



Rasulullah SAW. 2. Fungsi Hadis terhadap Al-Quran a. Bayan ar-Taqrir Yang dimaksud dengan bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam Al-Quran. Fungsi hadis dalam hal ini ialah hanya memperkokoh kandungan Al-Quran. b. Bayan at-Tafsir Yang dimaksud dengan bayan ini adalah bahwa kehadiran hadis berfungsi untuk memberi rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih bersifar global (mujmal), memberikan persyaratan/batasan ayat-ayat Al-Quran yang bersifat mutlak dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat Al-Quran yang masih bersifat umum. c. Bayan at-Tasyri’ Yang dimaksud dengan bayan at-Tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Quran atau dalam Al-Quran hanya terdapat pokok-pokoknya saja. d. Bayan al-Nasakh Untuk bayan ini terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada yang menerima dan ada yang menolaknya. Tapi intinya yaitu ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas dan lebih cocok dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu hukum (naskh wa al-mansukh) harus harus memenuhi syarat-syaratnya yang ditentukan, terutama syarat/ketentuan adanya naskh dan mansukh. C. SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS



1. Hadis pada Masa Rasul SAW Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa yang lainnya. Umat islam pada masa ini dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasulullah SAW. Antara Rasul SAW dengan mereka tidak ada jarak untuk atau hijab yang dapat mempersulit atau memperhambat pertemunnya. Oleh karena itu tempat pertemuan



yang digunakan anatara kedua belah pihak sangatlah



terbuka dalam segala kesempatan. Tempat tersebut bisa di masjid, rumahnya sendiri, pasar, ketika beada dalam perjalanan dan ketika ada dirumah. Ada beberapa cara rasul menyampaikanhahadis kepada para sahabat. Pertama, melalui para jamaah pada pusat pembinaannya yang disebut majlis al-ilmi. Kedua, rasul menyampaikan hadis kepada para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikan kepada orabg lain. Diantara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Ada yang memilikinya lebih banyak, tetapi ada yang sedikit sekali. Hal ini tergantung kepada beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesepakatan bersama Rasul SAW. Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan mereka karena berbedanya waktu masuk islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul SAW. Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan Al-Quran dan Hadis, sebagai dua sumber ajaran Islam, Rasul SAW menempuh jalan yang berbeda. Terhadap Al-Quran ia secara resmi mengintruksikan kepada sahabat supaya ditulis disamping dan dihafal. Edang terhadap hadis ia hanya menyuruh menghafalnya dan melarang menulisnya secara resmi. Dibalik larangan Rasul SAW seperti pada hadis Abu Sa’id Al-Khudri diatas, ternyata ditemukan sejumlah sahabat yang memiliki catatan-catatan dan melakukan penulisan-penulisan terhadap hadis dan memiliki catatan-catatannya, ialah Abdullah ibn Amr Al-Ash’, Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al-anshari, Abu Hurairah Al-Dausi dan Abu Syah. Dengan melihat dua pokok hadis yang kelihatannya menjadi kantradiksi, seperti pada hadis dari Abu Said Al-Hudri disatu pihak, dengan hadis dari Abdullah ibn Amr ibn Al-‘Ash, dipihak lain, yang masing-masing didukung oleh hadis-hadis lain nya, mengundang perhatian para ulama untuk penyelesainnya. Diantara mereka ada yang mencoba dengan menggunakan salah satunya, seperti dengan jalan Nasikh dan Mansukh dan ada yang berusaha mengkompromikan keduanya, sehingga keduanya dapat digunakan (ma’mul) 2. Hadis pada Masa Sahabat



Periode kedua sejarah perkembangan hadis adalah pada masa sahabat khususnya pada masa Khulafa Al-Rasyidin (Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) yang berlangsung sekitar tahun 11 H sampai dengan 40 H. Masa ini disebut pula dengan masa sahabat besar. Karena pada masa ini perhatian sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Quran maka periwayatan hadis belum begitu berkembang, dan kelihatannya berusaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan periwayatan. 3. Hadis pada Masa Tabi’in Pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan Tabi’in tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh para sahabat. Mereka, bagaimanapun mengikuti jejak para sahabat sebagai guru-guru mereka. Hanya saja persoalan yang dihadapi mereka agak berbeda dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini Al-qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf. Dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahbat, pada masa khulafa Al-rasyidin, khususnya masa kekhalifahan usman para sahabat ahli hadis menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Kepada merekalah para tabi’in mempelajari hadis. Ketika pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah, wilayah kekuasaan Islam sampai meliputi Mesir, Persia, Irak, Afrika Selatan, Samarkand dan Spanyol, disamping Madinah, Makkah, Basrah, Syam dan Khurasan. Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan Islam, penyebaran para sahabat kedaerah-daerah tersebut terus meningkat, sehingga masa ini dikenal dengan masa penyebaranya periwayatan hadis (Intisyar Al-riwayah Ila Al-Amsyar). 4. Masa Tadwin Hadis Tadwin secara bahasa artinya kumpulan shahifah. Secara luas tadwin diartikan dengan al-jam’u (mengumpulkan). Sementara yang dimaksud dengan tadwin hadis pada masa ini adalah pembukua (kodifikasi) secara resmi yang berdasarkan perintah kepala negara, dengan melibatkan beberapa personil yang ahli dibidangnya. Bukan yang dilakukan secara perseorangan yang untuk kepentingan pribadi, seperti yang terjadi pada masa Rasulullah SAW. 5. Masa Seleksi dan Penyempurnaan serta Pengembangan Sistem Penyusunan Kitab Hadis Pada masa ini terjadi masa seleksi atau penyaringan hadis, ketika pemerintahan dipegang oleh dinasti Bani Abbas, khususnya masa Al-Makmun sampai dengan Al-Muktadir (sekitar tahun 201-300H). Berkat keuletan dan keseriusan para ulama pada masa ini maka bermunculanlah kitab-kitab yang



hanya memuat hadis-hadis yang shahih. Penyusunan kitab-kitab pada masa ini lebih mengarah kepada usaha untuk mengembangkan dengan beberapa variasi pentadwinan kepada kitab-kitab yang sudah ada. D. BAB IV: PEMBAGIAN HADIS 1. Hadis Ditinjau dari Segi Kuantitasnya a. Hadis Mutawatir Menurut bahasa mutawatir berarti mutatabi yakni datang berikutnya atau beriring-iringan yang antara satu dengan yang lain tidak ada jaraknya. Sedangkan menurut istilah yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta. Mutawatir dibagi menjadi:  Mutawatir Lafzhi yaitu hadis yang mutawatir periwayatnya dalam satu  



lafzi. Mutawatir ma’nawi yaitu hadis yang mutawatir tetapi lafaznya tidak. Mutawatir amali yaitu sesuatu yang diketahui dengan mudah, bahwa dia termauk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam, bahwa Nabi SAW mengerjakannya, menyuruhnya, atau selain dari itu. Dan pengertian



ini sesuai dengan ta’rif ijma. b. Hadis Ahad Al-Ahad jama’ dari Ahad, menurut bahasa berarti al-wahid atau satu. Dengan demikian khabar wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Hadis ahad dibagi menjadi:  Hadis masyhur Masyhhur menurut bahasa adalah sesuatu yang sudah tersebar dan populer.sedang menurut ulama ushul mengatakan bahwa hadis masyhur adalah hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai ukuran bilang mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat 



dan demikian pula setelah mereka. Hadis Ghaira Masyhur Hadis ini digolongkan menjadi hadis aziz dan hadis gharib. Hadis aziz hadis yang periwayatnya tidak kurang dari dua orang dalam semua tabaqat sanad. Sedangkan hadis gharib menurut para ulama hadis yaitu hadis yang diriwayatkan



oleh



seorang



perawi



yang



menyendiri



dalam



meriwayatkannya, baik yang menyendiri itu imamnya atau selainnya. 2. Hadis Ditinjau dari Segi Kualitasnya a. Hadis Shahih



Sahih berarti benar, sah, sempurna sehat (tiada segalanya), pasti. Adapun syarat-syarat hadis dapat dikatakan hadis shahih yaitu sebagai berikut:  Sanadnya bersambung  Perawinya adil  Perawinya dhabit (kokoh, yang kuat, yang hafal dengan sempurna)  Tidak syadz (janggal)  Tidak ber-illat (cacat) b. Hadis Hasan Hasan menurut bahasa artinya sesuatu yang disenangi atau dicondongi dengan nafsu. Hadis hasan menurut At-Tirmidzi yaitu hadis yang diriwayatkan dari dua arah (jalur) dan para perawinya tidak tertuduh dusta, tidak mengandung syadz yang menyalahi hadis-hadis shahih. Syarat-syarat hadis hasan yaitu:  Sanadnya bersambung  Perawinya adil  Perawinya dhabit, tetapi kualitas ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabitan perawi hadis shahih  Tidak terdapat kejanggalan atau syadz  Tidak ber’illat. c. Hadis Dhaif Kata Dhaif menurut bahasa berarti lemah sebagai lawan kata dari kuat. AlNawawi mendefinisikan hadis ini dengan hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan. E. BAB V: HADIS MAUDHU’ 1. Pengertian Hadis Maudhu’ Al-Maudhu adalah isim maf’ul dari wa-dha-‘a, ya-dha-‘u, wadha-‘an, yang mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan); al-iftira wa al-ikhtilaq (mengada-ada atau membuat-buat); dan al-tarku (ditinggal). Sedangkan hadis maudhu menurut istilah adalah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat atau menetapkannya. 2. Latar Belakang Munculnya Hadis Maudhu’ Berdasarkan data sejarah yang ada, pemalsuan hadis tidak hanya dilakukan oleh orang-oran Islam, akan tetapi juga dilakukan oleh orang-orang non Islam. Ada beberapa motif yanf mendorong mereka membuat hadis palsu. a. Pertentangan politik b. Usaha kaum zindik c. Fanatik terhadap bahasa, suku, bangsa, negeri, bahasa dan pimpinan. d. Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasihat e. Perselisihan madzhab dan ilmu kalam f. Membangkitkan gairah beribadat, tanpa mengerti apa yang dilakukan g. Menjilat penguasa



3. Kaidah-kaidah Mengenai Hadis Maudhu’ Ada beberapa patokan yang bisa diajdikan yang bisa alat untuk mengidentifikasi bahwa hadis itu palsu atau sahih, diantaranya: a. Dalam sanad  Atas dasar pengakuan para pembuat hadis palsu, sebagaimana pengakuan Abu ‘Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia telah membuat hadis tentang Fadhilah membaca Al-Quran, surat demi surat, Ghiyas bin 



Ibrahim, dan lain-lain. Adanya dalil yang menunjukkan kebohongannya, seperi menurut pengakuannya ia meriwayatkan dari seorang syeikh, tetapi ternyata ia belum pernah bertemu secara langsung; atau pernah menerima hadis disuatu daerah, tetapi ia sendiri belum pernah melakukan perjalanan ke







daerah tersebut. Meriwayatkan hadis sendirian, sementara diri rawi dikenal sebagai



pembohong. b. Dalam matan  Buruknya redaksi hadis, padahal Nabi Muhammad SAW adalah seorang  



yang sangat fasih dalam berbahasa, santun, dan enak dirasakan. Maknanya rusak. Matannya bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan







Al-Quran atau hadis yang lebih kuat, atau ijma’. Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil







atau ancaman yang sa gat besar atas perkara kecil. Hadis yang bertetangan dengan kenyataan sejarah yang benar-benar terjadi di masa Rasulullah SAW, dan jelas tampak kebohongannya, seperti hadis



tentang ketentuan Jizyah (pajak) pada penduduk Khaibar.  Hadis yang terlalu melebih-lebihkan salah satu sahabat. 4. Upaya Penyelamatan Hadis Untuk menyelamatkan hadis Nabi Rasulullah SAW ditengah-tengah gercarnya pembuatan hadis palsu, ulama hadis menyususn berbagai kaidah penelitian hadis. Lebih rincinya langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: Pertama, meneliti sistem penyandaran hadis. Para sahabat dan tabi’in tidak sembarangan mengambil hadis dari seseorang. Mereka meneliti dengan seksama proses penukilan dan periwayatan hadis. Pada masa sahabat memang hampir tidak ada penyelewengan dalam periwayatan hadis, sehingga ketika mereka mendapatkan dari sahabat lain mereka tidak akan menanyakan dari mana hadis ini didapat. Tapi semenjak terjadinya fitnat al-kubra mereka mulai menyeleksi hadishadis yang didapat dari orang lain.



Kedua, memilih perawi-perawi hadis



yang terpercaya. Para ulama



menanyakan hadis-hadis yang dipandang kabur atau tidak jelas asal usulnya kepada para sahabat, tabi’in dan pihak-pihak yang menekuni bidang ini. Ketiga, studi kritik rawi, yang tampaknya lebih dikonsentrasikan pada sifat kejujuran atau kebohongannya. Keempat, menyusun kaidah-kaidah umum untuk meneliti hadis tersebut. Misalnya saja dengan mengetahui batasan-batasan hadis shahih, hasan dan dhaif. Mulai saat itu perkembangan hadis melaju begitu cepat, demi menyelamatkan hadis-hadis Rasul ini. Jadi pada akhirnya tujuan penyusunan kaidah-kaidah tersebut untuk mengetahui keadaan matan hadis. F. BAB VI: PENERIMAAN DAN PERIWAYATAN HADIS 1. Penerimaan Hadis a. Penerimaan anak-anak, orang kafir dan orang fasik Jumhur ulama ahli hadis berpendapat, bahwa penerimaan suatu hadis oleh anak yang belum sampai umur (belum mukhallaf) dianggap sah bila periwayatan hadis tesebut disampaikan kepada orang lain pada waktu sudah mukhallaf. Al-Qadhi ‘Iyad menetapkan bahwa batas minimal usia anak diperbolehkan bertahammul paling tidak sudah berusia lima tahun, karena pada usia ini anak sudah mampu menghafal apa yang didengar dan mengingatingat yang dihafal. Abu Abdullah Al-Zuba’i mengatakan, bahwa sebaiknya anak diperbolehkan menulis hadis pada saat usia mereka telah mencapai umur 10 tahun, sebab pada usia ini akal mereka telah dianggap sempurna. Sementara ulama Syam memandang usia yang ideal bagi seorang untuk meriwayatkan hadis setelah berusia 30 tahun dan ulama Kufah berpendapat minimal berusia 20 tahun, Mengenai penerimaan hadis bagi orag kafir dan orang fasik, jumhur ulama ahli hadis menganggap sah asalkan hadis tersebut diriwayatkan kepada orang lain pada saat mereka telah masuk islam dan bertobat. Alasan yang mereka kemukakan adalah banyaknya kejadian yang mereka saksikan dan banyaknya sahabat yang mendengar sabda Nabi SAW sebelum mereka masuk Islam. b. cara penerimaan hadis  Al-Sima yaitu cara penerimaan hadis dengan cara mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya dengan cara didektekan baik dari hafalannya 



maupun dari tulisannya. Al-Qira’ah yakni suatu cara penerimaan hadis dengan cara seseorang membacakan hadis didepan gurunya, baik ia sendiri yang membacakan



atau orang lain. Sedangkan sang guru mendengar atau menyimaknya, baik sang guru hafal atau tidak tetapi dia memegang kitabnya atau mengetahui 



tulisannya atau tergolong tsiqqah. Al-Ijazah yakni seorang guru memberikan izin kepada muridnya untuk meriwayatkan hadis atau kitab kepada seseorang atau orang-orang tertentu, sekalipun murid tidak membacakan kepada gurunya atau tidak mendengar







bacaan gurunya. Al-Munawalah yakni seorang guru memberikan hadis atau beberapa hadis







atau sebuah kitab kepada muridnya untuk diriwayatkan. Al-Mukatabah yakni seorang guru menuliskan sendiri atau menyuruh orang lain untuk menuliskan sebagian hadisnya guna untuk diberikan kepada murid yang ada dihadapannya atau yang tidak hadisr dengan jalan







dikirimi surat melalui orang yang dipercaya untuk menyampaikannya. Al-I’lam yakni pemberitahuan seoran guru kepada muridnya, bahwa kitab atau hadis yang diriwayatkannya dia terima dari seseorang (guru), dengan tanpa memberi izin kepada muridnya untuk meriwayatkannya atau







menyuruhnya. Al-Wasiyah yakni seorang guru, ketika akan meninggal atau berpergian, meninggalkan pesan kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis atau







kitabnya, setelah sang guru meninggal atau berpergian. Al-Wijadah yakni seorang memperoleh hadis orang lain dengan tidak



melalui cara al-sama’, al-ijazah atau al-munawalah. 2. Periwayatan Hadis Sebagaimana telah disebutkan, bahwa al-ada’ ialah menyampaikan atau meriwayatkan hadis kepada orang lain. Oleh karenanya ia mempunyai peranan yang sangat penting dan sudah barang tentu menurut pertanggungjawaban yang cukup berat, sebab sah atau tidaknya suatu hadis juga sangat tergantung padanya. Jumhur hadis, ahli hadis, dan ahli fiqih menetapkan beberapa syarat bagi periwayatan hadis, yakni sebagai berikut: a. Islam b. Baligh c. ‘adalah (adil) d. Dhabit G. BAB VII: BIOGRAFI SINGKAT TOKOH-TOKOH ULAMA HADIS Al-Mukatsirun fi Al-Riwayah, yakni para tokoh atau ulama yang banyak meriwayatkan hadis. Para ahli hadis telah mengurutkan kelompok ini mulai dari rawi yang paling banyak meriwayatkannya, yaitu Abu Hurairah (5.347 buah hadis), Abdullah ibn Umar (2.630 buah hadis), Anas ibn Malik (2.286 buah hadis), Siti



‘Aisyah (2.210 buah hadis), Abdullah ibn Abbas (1.660 buah), Jabir ibn Abdillah (1.540 buah) dan Abu sa’id Al-Khudri (1.170 buah). 1. Sahabat yang Mendapat Gelar Al-Muktsirun fi Al-Riwayah a. Abu Hurairah (21 SH - 59 H = 602 M – 679 M) Nama Abu Hurairah adalah nama kunyah atau nama gelar, yang diberikan oleh Rasulullah SAW, karena sikapnya yang sangat menyayangi kucing peliharaannya. Sedangkan nama aslinya di masa Jahiliyah adalah ‘Abd Syams ibn Sakhr. Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374



hadist.



Abu Hurairah memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khibar, Rasulullah sendirilah yang memberi julukan “Abu Hurairah”, ketika beliau sedang melihatnya membawa seekor kucing kecil. Julukan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam itu semata karena kecintaan beliau kepadanya. Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hafalan yang kuat. Ia memang paling banyak hafalannya diantara para sahabat lainnya.Abu Hurairah wafat pada tahun 59 H di Aqiq. Di antara silsilah sanad yang paling shahih untuk hadis-hadis yang diterima dari Abu Hurairah ialah melalui Ibn Syihab Al-Zuhri, dari Sa’id ibn Al-Musyyab. Sedangkan silsilah sanad yang paling lemah ialah melalui Al-Sirri ibn Sulaiman dari Daud ibn Yazid Al-Audi dari Yazid( Ayah Al-Sirri). b. Abdullah ibn Umar ( 10 SH - 74 H = 618 M – 694 M ). Abdullah ibn Umar (biasa disebut dengan “ibn Umar”) lahir pada tahun 10 sebelum Hijriyah, setelah peristiwa pengangkatan Rasul SAW dan meninggal pada tahun 74 H.Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti kemana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan berkata :"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar". Ia bersikap sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa(pendapat atau nasihat), ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Abdullah adalah putra khalifah ke duaUmar bin Khatab. Abdullah Ibn Umar dilahirkan tidak lama setelah Nabidiutus Umurnya 10 tahun ketika ikut masuk bersama ayahnya.



Kemudian ia hijrah ke Madinah. Di antara silsilah sanad yang paling shahih, yang sampai ke pada Abdullah ibn Umar, ialah melalui Malik ibn Anas dari Nafi’ sedangkan yang paling lemah, ialah melalui Muhammad Abdullah ibn Al-Qasim dari ayahnya kemudian dari kakeknya. c. Anas ibn Malik.( 10 SH – 93 H = 612 M – 912 M ) Nama lengkap Anas ibn Malik adalah Anas ibn Malik ibn Al-Nadhar ibn Dhamdham ibn Haram ibn Jundub ibn Amir ibn Ganam ibn Addi ibn Al-Najar Al-Anshari. Ia dikenal juga dengan sebutan Abu Hamzah.Anas ibn Malik lahir pada tahun 10 sebelum Hijriah, dan wafat pada tahun 93 H di Basrah. Beliau adalah sahabat yang paling akhir meninggal di Basrah. Dalam periwayatan hadist di kalangan para Sahabat ia adalah orang ketiga yang banyak meriwayatkan hadist, dengan jumlah yang diriwayatkannya sebanyak 2.286 buah. Hadis-hadis yang diterimanya , selain langsung dari Rosulullah, juga dari para sahabat lainnya seperti, Abu Bakar, Umar, Utsman, Fatima Al-Zahra’ dan lain-lainnya. Sedangkan dari kalangan para tabi’in adalah Al-Hasan AlBisyri, Sulaiman Al-Tamimi, Abu Qilabah, dan lain-lainnya. Silsilah sanad yang paling shahih, yang sampai kepadanya ialah melalui Malik ibn Anas dari ibn Syihab Al-Zuhri. Sedangkan yang paling lemah, ialah melalui Daud ibn Al-Muhabbir dari ayahnya dari Abban ibn Abi Iyasy. d. Siti Aisyah Al-Shiddiqiah.( 9 SH – 58 H ) Siti Aisyah adalah isteri Rosul SAW, ia merupakan satu-satunya isteri rosullullah yang banyak meriwayatkan hadist,



wafat pada hari senin, 17



Ramadhan 58 H.Tentang kelebihan ilmunya, Ibn Syihab Al-Zuhri pernah memberian penilaian, “ jika istri-istri Rosul SAW dikumpulkan di tambah ilmu wanita-wanita lainnya, tentu tidak akan mengungguli ilmu Aisyah. Dalam jajaran para perawi hadist ia merupakan orang keempat yang banyak meriwayatkan hadist yaitu sebanyak 2.210 buah. Selain menerima hadishadisnya secara langsung dari Rasulullah, ia juga menerima dari sahabatsahabat lainnya, seperti Abu Bakar (ayahnya), Umar, Sa’ad ibn Abi Waqas, Fathimah Al-Zahra dan Usaid ibn Khudhair. Silsilah sanad yang paling tinggi derajatnya yang sampai kepadanya, ialah melalui Yahya ibn Sa’id dari Ubaidillah ibn Amr ibn Hafs dari Al-Qasim ibn Muhammad. Silsilah lainnya ialah melalui ibn Shihab Al-Zuhri atau Hisyam ibn Urwah ibn Al-Zubair. Sedangkan silsilah sanad yang paling lemah , ialah melalui Al-Harits ibn Syubl dari Ummu Al-Nu’man.



e. Abdullah ibn Abbas.( 3 SH – 68 H ) Abdullah ibn Abbas adalah anak paman Rosul SAW, Al-Abbas ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Manaf Al-Makki Al-Madaniat Al-Tha’ifi. Ia di lahirkan 3 tahun sebelum hijrah, dan meninggal di Tha’if tahun 68 H. Dalam jajaran para perawi hadist di kalangan para sahabat ia adalah orang ke lima yang banyak meriwayatkan hadist, dengan jumlah sebanyak 1.660 buah hadist. Tentang kepribadian dan kelebihan ibn Abbas di antaranya disebutkan bahwa Rasul SAW pernah mendoakannya, yang dikabulkan oleh Allah SWT, dengan doanya “ Allahumma faqqihhu fi al-din wa’allamahu al-ta’wil”. ( Ya Allah, semoga Engkau memberi kepahaman kepadanya). Hadis-hadis yang langsung diterima dari Nabi SAW sendiri, sebagaimana yang ditemukan pada shahih Bukhari dan Muslim. Silsilah sanad hadis yang paling tinggi nilainya yang sampai kepadanya, ialah melalui ibn Syihab Al-Zuhri dari Ubaidillah ibn Abdillah ibn Utbah. Sedangkan silsilah yang paling lemah ialah melalui Muhammad ibn Marwan as-Suddi Al-Shaghir dari Al-Kalbi dari Abu Shalih. f. Jabir ibn Abdillah.( 16 SH – 78 H ) Ia dilahirkan pada tahun 16 sebelum hijriah, sedangkan meninggalnya di madinah tahun 78 hijriah. Ayahnya adalah Abdullah ibn Amr ibn Haram ibn Tsa’labah Al-Khazraji Al-Anshari Al-Salami. Di masjid nabawi madinah ia memberikan bimbingan pengajian kepada masyarakat. Kemana saja ia pergi, seperti ke mesir dan syam, selalu dikunjungi masyarakat yang ingin mengambil ilmunya dan meneladani ketakwaannya. Dalam jajaran periwayat hadist Jabir ibn Abdillah urutan ke 6 dengan meriwayatkan sebanyak 1.540 buah. Dan Jabir ibn Abdillah meninggal pada usia 94 tahun di Madinah. Ia menerima hadis disamping dari Rasul SAW sendiri, juga dari para sahabat lainnya, seperti Abu Bakar, Umar, Ali dan Abu Ubaidah, Thalha,Muadznibn Jabal, Ammar ibn Yasir, Khalid ibn Al-Walid, Abu Burdah ibn Nayyar, Abu Hurairah, Ummu Syuraik dan banyak lagi sahabat-sahabat lainnya. Silsilah sanad yang paling tinggi nilainya ialah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ulama mekah melalui Sofyan ibn Uyainah dari Amr ibn Dinar. g. Abu Sa’id Al-Khudri.( 8 SH – 74 H ) Abu Sa’id Al-Khudri adalah nama gelar yang diberikan kepadanya sedang nama aslinya adalah Sa’ad ibn Malik ibn Sinan Al-Khudry Al-Khazraji AlAnshary. Ia dibawa ayahnya mengunjungi Rosul SAW untuk ikut berperang pada perang uhud, yang waktu itu ia baru berumur 13 tahun, tetapi rasul



melarangnya, karena dinilainya masih kecil. Ia meninggal pada tahun 74 H.Tentang kepribadiannya ia dikenal sebagai orang yang alim. Dan dalam jajaran periwayat hadist ia menduduki posisi yang ke 7 dengan jumlah 1.170 hadist. Tentang kepribadiannya , ia dikenal sebagai seorang zahid[2] dan alim. Hadis-hadis yang diterimanya disamping dari Rasul SAW, adalalah dari para sahabat lainnya, seperti Malik ibn Sinan( ayahnya), Qatadah ibn AlNu’man( saudara seibu), Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Abu Musa AlAsy’ari, Zaid ibn Tsabit dan Abdullah ibn Salam. 2. Pentadwin dan Pentakhrij Hadis Pentadwin hadist adalah mengumpulkan, menulis,



membukukandan



mengumpulkan serta menerbitkannya. Pentakhrij adalah periwayat hadis.Diantara para pentadwin dan pentakhrij hadist adala: a. Umar ibn Abd al-Aziz (61 H – 101 H) Dia adalah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz ibn Marwan ibn al-Hakam ibn Abu al-‘Ash ibn Umayyah ibn ‘Abdu Syams al-Quraisy al-Amawi Abu Hafsh alMadani al-Dimaski. Ia adalah seorang khalifah yang mempunyai perhatian cukup besar terhadap hadits Nabi saw. Dorongan untuk menuliskan dan memelihara hadits selain karena dikhawatirkan akan lenyapnya hadis bersama meninggalnya para penghafalnya, juga dikarenakan berkembangnya kegiatan pemalsuan hadits yang disebabkan oleh terjadinya pertentangan politik dan perbedaan madzhab di kalangan umat Islam. Ia menginstruksikan kepada para ulama dan penduduk Madinah, “Perhatikanlah hadits-hadits Rasul saw dan tuliskanlah, karena aku mengkhawatirkan lenyapnya hadis dan perginya para ahlinya”. Ia juga mengirim surat kepada para penguasa di daerah-daerah agar mendorong para ulama setempat untuk mengajarkan dan menghidupkan sunnah Nabi SAW. Karena prakarsa dan inisiatif pembukuan hadits itu para ulama hadis memandang bahwa pada masa pemerintahan khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz, yaitu pada akhir abad pertama dan awal abad kedua Hijriah, pembukuan hadits secara resmi dimulai. Hadis-hadis ia terima dari para sahabat dan sesama tabi’in, diantaranya ialah, Anas ibn Malik, Al-Sa’ib ibn Yazid, Abdullah ibn Ja’far, Yusuf ibn Abdillah ibn Salam, Uqbah ibn Amir AlJuhni, Abdullah ibn Ibrahim ibn Qarit, Al-Rabi’ ibn Sabrah Al-juhni, Urwah ibn Al-Zubair, Abu Salamah ibn Abdurrahman, dan Abu bakar ibn Al-harits ibn Hisyam. Sedangkan yang meriwayatkan hadis-hadisnya diantaranya Abu Salamah ibn Abdurahman (Gurunya sendiri), Abdullah ibn Abdul Aziz (Anak-



anaknya), Zuban ibn Abd Azizi, Maslamah ibn Abd Al-Malik ibn Marwan, Ibn Syihab Al-Zuhri, Abu Bajr Muhammad ibn ‘Amr ibn Hazm, Laits ibn Abu Raqayah, Al-Tsaqafi, Ayyub Al-Sakhiyani dan Abd Al-Malik ibn Al-Thufail. b. Abu Bakr ibn Muhammad ibn Hazm.( w. 117 H ) Nama lengkapnya adalah Abu Bakar ibn Muhammad ibn Amr ibn Hazm AlKhazraji Al-Najari Al-Madani. Nama kecilnya ialah Abu Bakr atau Abu Muhammad. Tidak jelas kapan ia di lahirkan, sedangkan meninggalnya pada tahun 117 Hijriah. Dalam sejarah perkembangan hadist, ia yang pada saat itu sebagai Gubernur Madinah, berdasarkan instruksi khalifah Umar ibn Abdul Aziz berhasil mengumpulkan hadist yang tersebar dari para penghafalnya. Hadis-hadis yang diriwayatkan banyak ia terima dari banyak ulama. Diantaranya dari ayahnya, Abdullah ibn Zaid ibn Abd Rabbah Al-Anshari, Amrah binti Abdurrahman(Bibinya), Abu Hayyah Al-Badari, Khaldiah binti Annas, Ubadah ibn Tamim, Salman Al-Agari, Abdullah ibn Qais ibn Mahramah, Abdullah ibn Umar ibn Utsman, Amr ibn Salim Al-Zaqra, Umar ibn Abdul Al-Aziz, dan Abu Salamah ibn Abdurahman. Sedangkan para ulama yang meriwayatkannya di antaranya Abdullah ( anaknya), Muhammad ibn Ammarah ibn Muhammad ibn Hazm, Amr ibn Dinar, Al-Zuhri, Yahya ibn Sa’id Al-Anshari, Al-Walid ibn Abu Hisyam, Yazid ibn Al-Hadi, Abdullah ibn Abdurahman, Abdurahman ibn Abdullah Al-Mas’udi, Alfah ibn Humaid, Ubaiyah ibn Abbas, Abu Hisain, dan Sa’id ibn Abu Hilal. c. Ibnu Syihab al-Zuhri (50 H – 125 H). Dia adalah Muhammad ibn Muhsin ibn ‘Ubaidillah ibn ‘Abdullah ibn AlHarits ibn Zahrah ibn Kilab ibn Marrah al-Quraisyi al-Zuhri. Ia terkenal sebagai seorang ulama yang cepat serta setia dan teguh hafalannya. Dia dapat menghafal Al-Qur’an hanya dalam masa 80 hari. Ia orang pertama yang memenuhi himbauan Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-Aziz untuk membukukan hadits. Hadis-hadisnya ia peroleh dari banyak ulama, antara lain Abdullah ibn Umar ibn Al-Khatab, Abdullah ibn Ja’far, Rabi’ah ibn Abbad, Abdurrahman ibn Azhar, Abu Al-Thufail, Mahmud ibn Rabi’, Malik ibn Aus, Al-Said ibn Yazid, Abdullah ibn Al-Harits ibn Naufal, Urwah ibn Al-Zubair, Thalhah ibn Abdullah ibn Auf, dan Alqamah ibn Waqas. Sedangkan hadis-hadisnya diriwayatkan oleh banyak sekali ulama antara lain Oleh Atha’ ibn Abu Rabbah, Abu Al-Zubair Al-Makki dan lain-lainnya. d. Al-Ramahurmuzi. ( 265 H – 360 H ).



Nama lengkapnya Al- Ramahurmuzi, ialah Abu Muhammad Al-Hasan ibn Abdurrahman ibn Khakad Al- Ramahurmuzi. Ia disebut juga dengan Abu Muhammad Al- Kahlad. Sebutan Al- Ramahurmuzi dinisbatkan kepada nama kota tempat ia dilahirkan, sebelah Barat Baya Iran ( dahulu termasuk wilayah persia). Hadis-hadisnya ia terima, diantaranya dari Ahmad ibnYahya AlHalwani, Ahmad ibn Abu Khaitsamah, Ahmad ibn Muhammad AlBurti,Muhammad meriwayatkan



ibn Ghalib Al-Dhibbi. Sedangkan para ulama yang



hadis



daripadanya,



diantaranya



adalah



Abdul



Hasan



Muhammad ibn Ahmad Al-Saidawi, Al- Hasan ibn Al-Laits Al- Syirazi dan lain-lainnya. Perannya dalam sejarah perkembangan hadis dan ilmu hadis, ia adalah orang yang pertama menyusun satu ilmu hadis secara lengkap sebagai disiplin ilmu. Adapun hasil karyanya terdapat sekitar 15 buah karya tulis, diantaranya ialah Al-Muhaddits Al- Fashil baina Al-Rawi wa Al-Wa’i dan lainlainnya. e. Imam Malik ibn Anas. ( 93 H- 179 H = 712 M- 798 M ). Nama lengkap Imam Malik ibn Anas adalah Imam Abu Abdilah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abu Amir ibn Amir ibn Al-Harits, adalah seorang Imam Dar Al- Hijrah. Nenek moyangnya ialah seorang sahabat nabi yang sering mengikuti peperangan. Sedangkan kakeknya ialah seorang tabi’in yang besar. Beliau juga sebagai ulama yang keras dalam mempertahankan pendapatnya bila dianggap benar. Imam Malik wafat pada hari Ahad 179 H. Dan di makamkan di Baqi’, dengan meninggalkan tiga orang putra, Yahya, Muhammad,dan Hammad. Beliau mengambil hadis secara Qira’ah( perkataan langsung) dari Nafi’ ibn Nu’aim, Al-Zuhry, Nafi’ pelayan ibnu Umar ra, dan sebagainya. Karya-karyanya: 1) Al-Muwaththa’. Kitab ini ditulis pada tahun 144 H atas anjuran khalifah Ja’far Al-Mansyur sewaktu ketemu saat menunaikan ibadah haji.\ 2) Risalah ila ibn Wahb fi Al-Qadr. 3) Kitab Al-Nujum. 4) Risalah fi Al-Aqdhiyah. 5) Tafsir li Gharib Al-Qur’an. 6) Risalah ila Al-Laits ibn Sa’d. 7) Risalah ila Abu Ghassan. 8) Kitab Al-Siyar. 9) Kitab Manasik. h. .Imam Al-Syafi’i. ( 150 H – 204 H ). Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad ibn idris. Imam AlSyafi’i dilahirkan pada tahun 150 H di Ghazzah, suatu kota di tepi pantai



palestina selatan. Beliau menghafal Alqur’an sejak berusia 7 tahun. Beliau wafat pada malam jum’at dan dikebumikan setelah sembahyang Ashar hari itu, pada bulan Rajab 204 H yang bertepatan dengan tanggal 29 Rajab 204 H atau 19 Januari 820 M. Guru-guru Imam Al-Syafi’i dalam hadis , antara lain, Malik ibn Annas, Muslim ibn Khalid, Ibnu Uyainah, Ibrahim ibn Sa’d dan lainlainnya. Adapu ulama-ulama besar yang pernah berguru pada beliau , antara lain Ibnu Hanbal, Al-Humaidy, Abu Tahir ibn Al-Buwaithy dan lain-lainnya. Dalam ilmu hadis beliau membukukan kitab-kitab: 1) Al-Musnad. Kumpulan hadis-hadis yang terdapat dalam Al-Umm. 2) Mukhtalif Al-Hadits. 3) Al- Sunan. 4) Al- Umm. 5) Al- Risalah. i. Imam Ahmad ibn Hanbal ( 164 H – 241 H ) Nama aslinya adalah Abu Abdillah ibn Muhammad Hanbal Al-Marwazy. Ahmad dibawa ke Baghdad. Dari kota baghdad itulah beliau memulai mencurahkan perhatiannya untuk belajar dan mencari hadist dengan sungguhsungguh, sejak beliau berumur 16 tahun. Beliau juga salah satu pelopor dalam sejarah islam yang mengkombinasikan antara ilmu hadist dan fiqh. Imam Ahmad berpulang keramatullah pada hari 241 H di baghdad dan dikebumikan di Marwaz. Karya-karyanya: 1) Musnad Al-Kabir. 2) Al- Ilal wa Ma’rifat Al-Rijal. 3) Tarikh. 4) Al-Nasikh wa Al-Mansukh. 5) Al-Tafsir. 6) Al- Manasik. 7) Al- Asyribah. 8) Al-Zuhd 9) Al-Radd ‘ Ala Zanadiqah wa Al-Jahmiyah. j. Imam Bukhari ( 194 H- 256 H ) Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn Al- Mughira ibn Bardizbah, adalah ulama hadist yang sangat masyhur, kelahiran Bukhara suatu kota di Uzbekistan, wilayah Uni soviet, yang merupakan simpang jalan antara rusia, persi, hindia,dan tiongkok. Beliau lebih terkenal dengan bukhari ( Putera daerah Bukhara ). Beliau dilahirkan setelah shalat jum’at, tanggal 13 Syawal 194 H. Sejak umur kurang lebih 10 tahun, sudah mempunyai perhatian dalam ilmu-ilmu hadist. Pada usia 16 tahun Imam Bukhari telah berhasil menghafalkan beberapa buah buku tokoh ulama yang terkenal seperti Ibnu Mubarak, Waki’ dan lain-lain. Karya-karyanya:



1) Al-Jami’ Al-Musnad Al-Shihah Al-Mukhtashr min Umur Rasulillah wa Sunnih wa Ayyamihi. 2) Qadhaya Al-Shahabah wa Al- Tabi’in. 3) Al-Tarikhu Al-Kabir. 4) Al-Tarikhu Al- Ausath 5) Al-Adabu Al-Munfarid 6) Birru Al-Walidain dan lain-lainnya. k. Imam Muslim ( 204 H – 261 H ). Imam muslim nama lengkapnya adalah Abul Husain Muslim Ibnul Hajjaj Ibnu Muslim Al-Qusairy An-Nisaburi. Beliau lahir pada tahun 204 H (820 M) di Nisabur, sebuah kota terbesar ketika itu di propinsi Khurasan Iran.Ada juga yang mengatakan beliau lahir tahun 206 H.Imam muslim berasal dari suku quraisy yang merupakan golongan suku arab di Nishapur (Iran). Nenek moyangnya Qusair Bin Ka’ab Bin Robi’ah Bin Sha’sha’ah suatu keluarga bangsawan besar. Imam muslim meninggal di Nishapur (Nisabur) pada hari ahad tahun 261 H (875 M) pada saat berusia 55 tahun dan dimakamkan di Nashar Abad (Nishapur). Semenjak berusia kanak-kanak beliau telah rajin menutut ilmu, didukung dengan kecerdasan luar biasa, ingatan yang kuat, kemauan keras dan ketekunan yangmengagumkan. Pada usia 10 tahun beliau telah hafal Al-Quran seutuhnya serta ribuan hadis berikut sanadnya. Karyakaryanya: 1) Shahih Muslim yang judul aslinya Al-Musnad Al-Shahih. 2) Al- Musnad Al-Kabir. 3) Al-Jami’ Al-Kabir. 4) Kitab I’lal wa Kitabu Auhamil Muhadditsin. 5) Kitab Al-Tamyiz. 6) Kitabu man Laisa lahu illa Rawin Wahidun. 7) Kitab Al-Thabaqat Al- Tabi’in. 8) Kitab Muhadlramin. l. Imam Abu Daud. ( 202 H – 275 H ) Nama lengkap Imam Abu Daud Sulaiman ibn Al-Asy’ats ibn Ishaq AlSijistany. Beliau juga senang merantau (Rihlah) mengelilingi negeri-negeri tetangga: Khurasan, Rayy, Harat, Kufat, Baghdad, Tarsus, Damaskus, Mesir dan Bashrah, untuk mencari hadist. Ulama-ulama yang diambil hadisnya, antara lain adalah Sulaiman ibn Harb Utsman ibn Abi Syaiban, Al-Qa’naby, dan Abu Nasa’iy. Karya-karyanya: 1) Al-Marasil. 2) Masa’il Al-Imam Ahmad. 3) Al-Nasikh wa Al-Mansukh. 4) Risalah fi Washf Kitab Al-Sunan.



5) Al-Zuhd. 6) Ijabat an Sawalat Al-Ajuri.. 7) As’ila’an Ahmad ibn Hanbal. 8) Tasmiyat Al-Akhwan dan lain-lainnya. m. Imam Al-Tirmidzi (200 H- 279 M = 824 M- 892 M ). Imam Al-Tirmidzi nama lengkapnya adalah Abu Isa Muhammad ibn Isa ibn Tsurah ibn Musa ibn Dhahak Al-Sulami Al-Bughi Al-Tirmidzi adalah seorang muhaddis yang dilahirkan di kota Turmudz, sebuah kota kecil dipinggir utara sungai Amuderiya, sebelah utara Iran. Beliau di lahirkan di kota tersebut pada bulan Zulhijjah 200 H ( atau tepatnya 824 M). Karya-karyanya: 1) Al-Jami’ Al- Mukhtashar min Al-Sunan an Rasulillah. 2) Tawarikh. 3) Al-Ilal. 4) Al-ilal Al- Kabir 5) Syama’il. 6) Asma Al- Shahabah. 7) Al- Asma wal Kuna. 8) Al- Atsar Al- Mawqufah. n. Imam Al-Nasa’i. ( 215 H- 303 H). Nama lengkap Imam Nasa’i ialah Abu Abd Al-Rahman Ahmad ibn Syu’aib ibn Sinan ibn Bahr Al-Khurasani Al-Nasa’i. Nama beliau dinisbatkan kepada kota tempat beliau dilahirkan. Beliau di lahirkan pada tahun 215 H dikota Nasa yang masih termasuk wilayah Khurasan. Ia mulai menjalani pengembaraan untuk mempelajari hadist ini ketika beliau berusia 15 tahun. Seorang muhaddis putera Nasa’ yang pintar lagi taqwa ini memilih negara mesir sebagai tempat untuk bermukim dalam menyiarkan hadist-hadist kepada masyarakat. Beliau wafat pada hari senin 13 Shafar 303 H di Al-Ramlah. Karya-karyanya: 1) Al-Sunan Al-Kubra. 2) Al-Sunan Al- Mujtaba’. 3) Kitab Tamyiz. 4) Kitab Al- Dhu’afa’ 5) Khasha’ish ‘ali. 6) Musnad ali. 7) Musnad Malik. 8) Manasik Al-Hajj. 9) Tafsir. o. Imam ibnu Majah.( 207 H- 273 H ) Ibnu Majah adalah nama nenek moyang yang berasal dari kota Qazwin, salah satu kota di Iran. Nama lengkap Imam hadist yang terkenal dengan sebutan neneknya ini ialah Abu Abdillah ibn Yazid Ibnu Majah. Beliau lahir pada tahun 207 H. Ibnu majah meninggal pada hari senin, 21 Ramadhan 273 H. Karya-karyanya:



1) Tafsir. 2) Al-Tarikh( sejarah para perawi hadis). 3) Sunan. 3. Al-Ushul Al-Khamsah dan Al-Ushul Al-Sittah Al-Ushul Al-Khamsah disebut juga Al-Kutub Al-Khamsah (kitab-kitab pokok hadis yang lima), yaitu shahih Al-Bukhari, Shahih Al-Muslim, Sunan Abu Daud, Suna At-Tirmidzi, SunaN Al-Nasa’i dan yang keenam dalam perdebatan. Kemudian ada sebagian ulama yang memalsukan kitab hadis keenam, sehingga penyebutannya



menjadi



Al-Ushul



Al-Sittah.



Akan



tetapi



para



ulama



mutaakhkhirin masih berbeda pendapatnya dalam menentukan kitab yang keenam.



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Hadis adalah segala perkataan Nabi, perbuatan dan hal ihwalnya. Sedangkan ilmu hadis



adalah



ilmu



pengetahuan



yang



membicarakan



tentang



cara-cara



persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW dari segi hal ihwal para perawinya, kedabitan, keadilan, dan dari bersambung tidaknya sanad, dan sebagainya. 2. Kedudukan hadis adalah sebagai sumber hukum islam dan mempunyain fungsi sebagai Bayan ar-Taqrir, Bayan at-Tafsir, Bayan at-Tasyri’ dan Bayan al-Nasakh 3. Sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadis dibagi menjadi 5 masa yaitu pada masa Rasulullah SAW, masa sahabat, masa tabi’in, masa tadwin hadis dan masa seleksi dan penyempurnaan serta pengembangan sistem penyususnan kitab hadis. 4. Hadis dari segi kuantitasnya dibagi menjadi hadis mutawatir dan hadis ahad. Sedangkan dari segi kualitasnya dibagi menjadi hadis maqbul dan hadis mardud. 5. Hadis maudhu menurut istilah adalah hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, berbuat atau menetapkannya. 6. Jumhur ulama ahli hadis berpendapat, bahwa penerimaan suatu hadis oleh anak yang belum sampai umur (belum mukhallaf) dianggap sah bila periwayatan hadis tesebut disampaikan kepada orang lain pada waktu sudah mukhallaf. Sedangkan mengenai penerimaan hadis bagi orag kafir dan orang fasik, jumhur ulama ahli hadis menganggap sah asalkan hadis tersebut diriwayatkan kepada orang lain pada saat mereka telah masuk islam dan bertobat. 7. Al-Mukatsirun fi Al-Riwayah, yakni para tokoh atau ulama yang banyak meriwayatkan hadis. Para ahli hadis telah mengurutkan kelompok ini mulai dari rawi yang paling banyak meriwayatkannya, yaitu Abu Hurairah (5.347 buah hadis), Abdullah ibn Umar (2.630 buah hadis), Anas ibn Malik (2.286 buah hadis), Siti ‘Aisyah (2.210 buah hadis), Abdullah ibn Abbas (1.660 buah), Jabir ibn Abdillah (1.540 buah) dan Abu sa’id Al-Khudri (1.170 buah).