Uji Boraks [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UJI BORAKS I.



Tujuan  Mahasiswa diharapkan dapat menganalisa adanya boraks pada makanan.



II.



Dasar Teori Pangan jajanan sangat banyak dijumpai dilingkungan sekitar sebuah dan umumnya rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak usia sekolah, terdapat dua kategori penjaja pangan disekitar sekolah yaitu yang ditunjuk sekolah (umumnya menyatu dengan kantin dan dikelola oleh koperasi sekolah) dan penjual pangan jalanan yang mangkal disekitar sekolah. Salah satu hal yang menjadi kebiasaan anak sekolah, terutama anak sekolah dasar (SD) adalah jajan di sekolah. Mereka tertarik dengan jajanan sekolah karena warnanya yang menarik, rasanya yang menggugah selera, dan harganya yang terjangkau. Berbagai jenis makanan ringan menjadi makanan jajanan sehari-hari di sekolah bahkan tak terbendung lagi beberapa uang jajan dihabiskan untuk membeli makanan yang kurang memenuhi standar gizi dan keamanan tersebut. Oleh sebab itu, pemilihan makanan jajanan yang aman dan berkualitas perlu diperhatikan (Cahyadi, 2009). Kondisi makanan dan minuman yang tidak sehat sangat merugikan karena anakanak dapat terinfeksi atau sakit bahkan keracunan dengan gejala antara lain mual, sakit perut, muntah, diare bahkan dapat menyebabkan kejang dan akhirnya fatal bila tidak segera mendapatkan pertolongan. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang memang jelas-jelas dilarang, seperti bahan pengawet yang melampaui ambang batas yang telah ditentukan. Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat termasuk dalam pembuatan makanan jajanan. Namun dalam prakteknya masih banyak produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan yang berlebih sehingga dapat menjadi racun dan berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya tidak boleh digunakan dalam makanan, baik mengenai sifat-sifat keamanan Bahan Tambahan Pangan (BTP) (Saparinto, 2010). Sejak lama, boraks disalahgunakan oleh produsen nakal untuk pembuatan kerupuk beras, mie, lontong (sebagai pengeras), ketupat (sebagai pengeras), bakso (sebagai pengenyal), kecap (sebagai pengawet), bahkan pembuatan bubur ayam (sebagai pengental dan pengawet). Padahal fungsi boraks yang sebenarnya adalah digunakan dalam dunia non pangan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptic dan pengontrol kecoa. Sering mengkonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan demam, gangguan otak, hati, lemak dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma, merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis, tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan bahkan kematian (Fadilah, 2006). Keracunan boraks dapat terjadi melalui makanan, salah satunya adalah bakso dikarenakan harganya yang murah dan rasanya yang enak, sehingga anak-anak sekolah dasar menyukai makanan ini. Meskipun bakso sangat memasyarakat ternyata pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi



masih kurang. Buktinya, bakso yang mengandung boraks masih banyak yang beredar dan tetap dikonsumsi (Fadilah, 2006). Boraks yang berasal dari bahasa arab yaitu Bouraq pada awal mula dikenal mempunyai aktivitas sebagai bahan antiseptic yang digunakan sebagai bahan pembersih, tetapi umum sebagai bahan pengenyal atau pengawet makanan. Dengan adanya boraks, adonan dapat lebih liat dan elastis, sehingga tidak cepat molr atau sagging. Boraks banyak digunakan oleh industry kecil atau industry rumah tangga, dalam pembuatan adonan mie, gendar atau kerupuk gendar (kerupuk nasi). Mie merupakan salah satu produk makanan yang sangat digemari oleh masyarakat, baik anak-anak maupun orang dewasa, terbuat dari tepung gandum, tepung beras atau tepung tapioca. Pada proses pembuatannya terutama pada mie basah yang memiliki kadar air 51% sering ditambahkan boraks untuk memperpanjang daya tahannya terhadap kerusakan dan kebasian, meskipun jumlah yang ditambahkan tidak terlalu banyak, namun boraks mempunyai efek akumulasi yang berbahaya. Dalam air, boraks merupakan campuran natrium metaborat dan asam borat. Dengan demikian, baik waktu pengolahan makanan dengan air maupun karena dimakan dan melalui lambung yang bersifat asam, didalam tubuh akan ditentukan asam borat setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks. Gejala keracunan boraks akut meliputi rasa mual, muntah-muntah, diare, kejang perut, bercak-bercak pada kulit, temperatur tubuh menurun, ruam eritema kulit yang menyerupai campak dan kerusakan pada ginjal, gelisah dan lemah juga dapat terjadi, kematian terjadi akibat kolaps pernapasan. Sedangkan pada keracunan otak yang kronik dapat menyebabkan demam, amoreksia, anuria, kerusakan ginjal, depresi dan bingung dalam kasus keracunan boraks (Yuliarti, 2007). Kasus keracunan boraks yang bukan dari makanan, dilaporkan pertama kali pada tahun 1907. Menurut laporan tersebut, banyak anak usia dini menderita sariawan pada ulut, kemudian dioleskan campuran madu dan boraks. Ternyata kelainan pasca pengolesan pada kulit, terjadi eritema dan wajah tampak keriput. Di Indonesia tepatnya di Palembang Sumatera Selatan terjadi kasus keracunan boraks yang berasal dari makanan pada pertengahan tahun 1994. Dilaporkan 5 orang meninggal dunia dan 56 orang terpaksa di rawat di rumah sakit. Pada tahun 2009 Dinas Kesehatan Kota Depok mengumumkan hasil pengujian di kantin sekolah dasar (SD) yang rata-rata menjajakan jajanan khas sekolah, terbukti 30 pesen mengandung boraks (Winarno, 1988). Boraks atau lebih dikenal dengan nama “bleng” di kalangan masyarakat bleng berasal dari bahasa Jawa yaitu serbuk Kristal lunak yang mengandung boron, berwarna putih atau transparan tidak berbau dan larut dalam air. Boraks dengan nama ilmiahnya dikenal sebagai natrium tetraborate decahydrate. Boraks mempunyai nama lain natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat yang seharusnya hanya digunakan dalam industry non-pangan (Winarno, 1988). Boraks mempunyai rumus kimia Na2B4O2. 10(H2O) dengan berat molekul 381,43 dan mempunyai kandungan boron sebesar 11,34%. Boraks bersifat basa lemah dengan



pH (9,15-9,20). Boraks umumnya larut dalam air, kelarutan boraks berkisar 62,5 g/L pada suhu 25°C dan kelarutan boraks dalam air akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu air dan boraks tidak larut dalam senyawa alcohol (Winarno, 1988). Boraks atau biasa disebut asam borate, memiliki nama lain, sodium tetraborat basa digunakan untuk antiseptic dan zat pembersih selain itu digunakan juga sebagai bahan baku pembuatan detergen, pengawet kayu, antiseptic kayu, pengontrol kecoa (hama), pembasmi semut dan lainnya (Saparinto, 2010). Efek jangka panjang dari penggunaan boraks dapat menyebabkan merah pada kulit, gagal ginjal, iritasi pada mata, iritasi pada sluran respirasi, mengganggu kesuburan kandungan dan janin. Dosis yang dapat menyebabkan kematian atau biasa disebut dosis letal pada orang dewasa adalah sebanyak 10-25 gram, sedangkan pada anak-anak adalah 5-6 gram. Pada binatang dosis letal boraks sebesar 5 gram (Notoatmojo, 2003). Boraks tidak dimetabolisme di dalam tubuh, hal ini disebabkan oleh karena diperlukan energi yang besar (523 kJ/mol) untuk memecahkan ikatan antara oksigen dengan boron. Boraks dalam bentuk asam borat tidak terdisosiasi dan akan terdistribusi pada semua jaringan. Boraks akan diekskresikan 90%, melalui urine dalam bentuk yang tidak dimetabolisme. Waktu paruh dari senyawa kmia boraks adalah sekitar 20 jam, pada kasus dimana terjadi konsumsi dalam jumlah besar maka waktu eliminasi senyawa boraks akan berbentuk bifasik yaitu 50%, dalam 12 jam serta 50% lainnya akan diekskresikan dalam waktu 1-3 minggu. Selain diekskresi melalui urin, boraks juga diekskresikan dalam jumlah yang minimal melalui saliva, keringat dan fases (Notoatmojo, 2003). Boraks dan sejenisnya merupakan pestisida turunan elemen boron. Boron jarang sekali digunakan dalam bentuk tunggal, jenis-jenisnya ditentukan dengan bentuk kombinasi dengan elemen-elemen lain, umumnya dikombinasikan dengan asam borat atau boraks. Tidak seperti beberapa pestisida dengan beberapa komponen sintetik, boraks dan beberapa keuntungan sebagai pestisida secara alami (Riandini, 2008). Boraks mempunyai beberapa keuntungan sebagai pestisida, memiliki toksisitas yang rendah terhadap manusia daripada pestisida lainnya, dan lebih sedikit serangga yang resisten karenanya. Namun demikian boraks dan zat-zat kimia yang berhubungan dapat menyebabkan keracunan. Boraks dapat membunuh beberapa jenis organisme dengan cara yang berbeda. Serangga terbunuh oleh boraks karena boraks ini berperan sebagai racun perut dan juga sebagai zat abrasive pada permukaan luar serangga (Riandini, 2008). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan, ditemukan kenaikan berat badan mencit jantan galur swiss Webster dan ditemukan penurunan organ hati dan ginjal pada pemberian 300 mg/ Kg bb, serta ditemukan juga perubahan gambaran histologi jaringan hati dan ginjal. Kadar NOAEL (Non Observed Adverse Effect Level) adalah sebesar 95,9 mg/Kg BB (Riandini, 2008). Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks memang tidak serta berakibat buruk terhadap kesehatan tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena



diserap didalam tubuh secara kumulatif. Seringnya mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks, salah satunya akan menyebabkan gangguan hati (Widyaningsih, 2006). Masuknya boraks yang terus-menerus ke dalam tubuh, akan menyebabkan rusaknya membran sel hepar, kemudian diikuti kerusakan pada sel parenkim hepar. Hal ini terjadi karena gugus aktif boraks B-O-B (B=O) akan mengikat protein dan lipid tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid dapat merusak permeabilitas sel karena membran sel kaya akan lipid, sebagai akibatnya semua zat dapat keluar masuk kedalam sel didalam tubuh (Widyaningsih, 2006). Penetapan kadar boraks dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar tampak, dimana pada metode ini ada dua pereaksi pembentuk kompleks warna yaitu Quinalizarin dan Kurkumin. Pada penelitian-penelitian sebelumnya, pereaksi yang banyak digunakan dalam pengujian ini adalah kurkumin dimana kompleks warna yang terjadi adalah rosocyanin (Widyaningsih, 2006). Menurut Eka (2013), bahan tambahan makanan hanya dibenarkan jika ditujukan untuk keperluan berikut: 1) Mempertahankan nilai gizi makanan Sebagai contoh, penambahan bahan antioksidan seperti BHA (butyl hidroksiasinol) dalam pengolahan vitamin A akan mempertahankan potensi vitamin tersebut bila ditambahkan pada makanan. 2) Sebagai konsumsi segolongan orang tertentu yang memerlukan makanan diit. Misalnya penambahan bahan pemanis buatan seperti sakarin ke dalam makanan atau minuman, sehingga tidak menambah kalori kedalam makanan tersebut. 3) Mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifatsifat organoleptiknya hingga tidak menyimpang dari sifat alamiahnya. Bahan pengawet memegang peranan penting dalam memperpanjang daya simpan berbagai jenis makanan, sehingga memungkinkan bagi makananmakanan tersebut ditransportasikan dalam jarak yang jauh, disimpan untuk waktu yang lama, tetapi masih dapat dikonsumsi secara aman. 4) Sebagai keperluan pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, pemindahan atau pengangkutan. Beberapa makanan dalam proses pengolahannya membutuhkan penggunaan bahan-bahan, seperti bahan penstabil, bahan penjernih dan bahana pengikat logam. Penggunaan bahan tersebut memungkinkan bagi industry dalam skala besar memproduksi makanan dengan komposisi dan mutu yang konstan sepanjang tahun. 5) Membuat makanan menjadi lebih menarik Penggunaan bahan tambahan makanan, seperti pewarna dan bahan pemantap tekstur memperbaiki bahan baku yang bervariasi sehingga nantinya produk akhir mempunyai penampakan, rasa, serta penampilan yang selalu sama di setiap waktu.



Menurut Cahyadi (2008), pada umumnya Bahan Tambahan Makanan (BTM) dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: 1) BTM yang ditambahkan dengan segala bahan yang disengaja kedala makanan. Bahan tambahan makanan ini dibagi lagi berdasarkan fungsinya dalam pengolahan makanan, antara lain sebagai anti oksidan, pemanis buatan, pemutih tepung, pengelmusi dan pengental, pengeras, pewarna serta penyedap rasa dan aroma. 2) BTM yang tidak sengaja ditambahkan pada makanan Bahan Tambahan Makanan ini tidak mempunyai fungsi dalam makanan, terdapat secara fisik sengaja baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi,pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residua tau kontaminan dari bahan yang sengaja yang ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh Bahan Tambahan Makanan dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida dan fungsida), kontaminan radio aktif, logam berat, residu obat ternak (termasuk hormone dan antibiotik), serta migrasi komponenkomponen plastic dari pembungkus ke dalam makanan. Menurut Winarno (1988), menurut sumbernya bahan tambahan makanan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1) Alamiah, seperti lestin dan asam sitrat 2) Buatan atau sintetik dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kismis maupun sifat metabolismenya, seperti asam askorbat. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil dan lebih murah. Walaupun demikian terdapat kelemahan yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, kadang bersifat karsinogenik. Sifat kimia boraks, rumus molekulnya Na2B4O7.10H2O, nama kimianya Natrium Tetraborat, berat molekul 381,37, berat jenis 1,68-1,72 dan titik lelehnya 75℃. Beberapa jenis boraks jarang ditemui, dan terjadi pada daerah tertentu saja, sebaliknya beberapa diantaranya, misalnya boraks, kernite (Na2B4O7.4H2O) dan colemanite (Ca2B6O11.5H2O) secara komersil ditambang untuk pembuatan boraks, asam borat serta berbagai garam boron sintesis. Boraks berupa hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih dan tidak berbau. Larutannya bersifat basa terhadap fenolftalen. Pada udara kering merapuh. Hablur sering dilapisi serbuk warna putih. Larut dalam 20 bagian air, 0,6 bagian air mendidih dan 1 bagian gliserol, praktis dan tidak larut dalam etanol. Pada keadaan normal, konsentrasi boraks didalam serum



sebesar 7 mg/L, tetapi pada keracunan berat konsentrasinya 20-150 mg/L. Sedangkan pada kasus kematian dapat terjadi pada konsentrasi 200-1500 mg/L (Nasution, 2009).



III.



Alat Dan Bahan 3.1 Alat  Cutter  Gelas kimia  Kompor pemanas atau lampu spiritus  Lumpang dan alu  Pipet tetes 3.2 Bahan  Aquades  Bakso atau mie  Kertas saring  Kunyit



IV.



Prosedur Kerja 4.1 Dibuat larutan kunyit dan kertas saring dimasukkan ke dalamnya. 4.2 Kertas saring dikeringkan. 4.3 Air dipanaskan beserta potongan makanan atau jajanan yang ditetesi. 4.4 Dimasukkan atau ditetesi kertas saring yang telah direndam dengan larutan kunyit dengan air rebusan jajanan. 4.5 Perubahan warna yang terjadi diamati. Jika berubah menjadi warna merah bata maka jajanan tersebut positif mengandung boraks.



V.



Hasil Pengamatan Tabel Hasil Identifikasi Uji Boraks No. 1.



2.



Sampel Bakso disekitas Universitas Pembangunan Indonesia (UNPI) Mie disekitar Universitas Pembangunan Indonesia (UNPI)



Perubahan Warna -



Hasil Tidak teridentifikasi mengandung boraks



Merah Bata



Teridentifikasi megandung boraks



VI.



Pembahasan Praktikum kali ini untuk menguji adanya kandungan boraks dalam makanan dan dalam hal ini sampel yang digunakan adalah bakso dan mie. Sampel yang digunakan ini diambil dari jajanan yang beredar disekitar kampus, hal ini bertujuan untuk memastikan apakah dalam jajanan yang dijual di sekitaran kampus adalah jajanan yang bersih dan tidak mengandung boraks. Sampel bakso dan mie diambil dari tempat jualan yang sama, agar kita bisa mengetahui apakah bakso dan mie yang kita konsumsi benar-benar terjamin dan bebas dari boraks. Pengujian kandungan boraks dapat dilakukan dengan beberapa cara,baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dari praktikum kali ini pengujian kandungan boraks dilakukan secara kualitatif yaitu dengan menggunakan metode uji warna pada kertas saring yang telah direndam dalam larutan kunyit. Adapun larutan kunyit dibuat sampai homogeny agar kertas saring juga dapat meresap dengan baik. Kertas yang digunakan juga harus benar-benar steril dan harus terendam sebaik mungkin, untuk memungkinkan daya penyerapan dari kertas saring terhadap lartan kunyit. Kandungan bahan tambahan pada makanan khususnya boraks sulit untuk diidentifikasikan tanpa dilakukan pengujian karena boraks memiliki sifat yang tidak berbau, jadi tidak bisa diidentifikasikan hanya lewat indera penciuman saja sehingga cukup sulit untuk diidentifikasikan. Jadi, perlu dilakukan pengujian yang tepat di laboratorium. Alasan mengapa kertas saring harus direndam dalam larutan kunyit dikarenakan didalam larutan kunyit mengandung senyawa kurkumin. Sehingga warna kunyit menjadi warna kuning cerah. Makanan yang mengandung boraks akan berubah warna menjadi merah bata atau warna merah kecoklatan setelah diteteskan pada kertas saring yang telah direndam dengan larutan kunyit. Hal ini disebabkan karena kurkumin dapat mendeteksi adanya kandungan boraks pada makanan karena kurkumin mampu menguraikan ikatan-ikatan pada boraks menjadi asam borat dan mengikatnya menjadi kompleks. Adapun hasil antara kurkumin dengan boraks adalah rososiana. Berdasarkan hasil pengamatan dari perubahan warna yang terjadi setelah air rebusan jajanan bakso dan mie ditetesi pada kertas saring yang telah direndam dalam larutan kunyit didapati bahwa sampel bakso yang diuji negatif mengandung boraks, sementara mie yang diuji positif mengandung boraks. Hasil tersebut dapat diihat dari kertas saring yang telah direndam dalam larutan kunyit dan ditetesi oleh air rebusan jajanan bakso dan mie, kertas saring yang kita gunakan dalam pengujian boraks kali ini berwarna merah bata, ini dikarenakan kesalahan dari para praktikan yang terletak pada perendaman kertas saring dalam larutan kunyit dengan jumlah kunyit yang digunakan lebih dari yang telah ditetapkan atau waktu perendamannya yang lama, walaupun kertas saringnya berwarna merah bata, ternyata ada bercak-bercak warna kuning, bercak warna kuning, bercak warna kuning inilah yang kita gunakan untuk ditetesi dengan air rebusan bakso dan mie dalam hal ini pengujian yang kita lakukan, pengujian pada bakso, bercak kuning tidak terjadi perubahan warna pada saat ditetesi dengan air rebusan bakso tersebut dan pada pengujian mie, bercak kuning terjadi



perubahan warna menjadi warna merah bata, ini berarti ada reaksi antara kurkumin dengan boraks. Sebelum dilakukan perebusan terhadap bakso, terlihat bahwa sampel bakso ini memiliki bau atau aroma daging yang khas dan teksturnya yang tidak terlalu lembek dan dengan kekenyalan yang pas. Dan saat dipotong atau dibelah dan diamati bagian tengahnya ditemui warna merah yang khas pada bagian dalam atau bagian tengah bakso. Pada sampel mie, sebelum dilakukan perebusan, terlihat mienya berwarna kuning terang dan teksturnya yang sangat kenyal dan pada saat dilumatkan atau dihancurkan ternyata susah sekali mie tersebut untuk hancur. Dalam penilaian kandungan boraks pada makanan, jangan hanya diamati dari tekstur dan bentuknya, namun harus juga melewati tahap pengujian terlebih dahulu. Ada sampel yang teksturnya baik, namun mengandung boraks dan sebaliknya ada juga sampel yang ditampilannya sedikit meragukan namun justru hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa sampel tersebut tidak mengandung boraks. Seperti dalam praktikum ini, khususnya pada pengujian mie, tampilan mie yang menarik, kenyal dan tekstur yang baik, ternyata mengandung boraks. Meskipun hasil pengamatan pada bakso didapati bahwa sampel bakso yang digunakan negative mengandung boraks, namun kita perlu berhati-hati dalam membeli jajanan bakso, memang bukan pada bakso yang kita uji ini mengandung boraks, mungkin saja tempat jualan bakso lain menggunakan boraks untuk dagangan mereka yang bertujuan untuk memperbaiki tekstur bakso dan tingkat kekenyalan bakso.



VII.



Penutup 7.1 Kesimpulan  Identifikasi kandungan boraks dalam makanan pada praktikum ini diuji pada berbagai sampel yaitu bakso dan mie yang diambil dari tempat yang sama. Sesuai pengujian sampel yang digunakan tersebut, bakso tidak mengandung boraks sedangkan mie positif mengandung boraks karena kertas saring berubah menjadi warna merah bata. 7.2 Saran Sebaiknya mahasiswa harus lebih teliti dan meminimalisir kesalahan sekecil apapun sehingga hasil yang didapatkan lebih tepat dan akurat.



DAFTAR PUSTAKA Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Bumi Aksara. Eka, R. 2013. Rahasia Mengetahui Makanan Berbahaya. Jakarta : Titik Media Publisher. Fadilah. 2006. Identifikasi Kandungan Bahan Tambahan Makanan (BTM) Pada Makanan Jajanan Anak SDN Kompleks Kota Palapa. Jurnal Lingkungan. 2(1): 42- 43. Nasution, A. 2009. Analisa Kandungan Boraks Pada Bakso di Kelurahan Padang Kota Medan. Jurnal Pangan. 3(2): 21-22. Notoatmojo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Riadini, N. 2008. Bahan Kimia Dalam Makanan dan Minuman. Jakarta: Gramedia. Saparinto, C. 2010. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Widyaningsih. 2006. Analisis Faktor-Faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks dan Pewarna Pada Makanan Jajanan di Pasar-Pasar Kota Semarang. Jurnal Pangan dan Lingkungan. 1(2): 15-17. Winarno, F. G. 1988. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar. Yuliarti, N. 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Andi.