Ukl Upl Pencucian Pasir Pak Heru Jenangan [PDF]

  • Author / Uploaded
  • eycko
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DOKUMEN UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP (UKL - UPL)



PEMURNIAN PASIR MILIK BAPAK HERU AGUS SETYO HERLAMBANG KELURAHAN TANJUNGSARI KECAMATAN JENANGAN KABUPATEN PONOROGO



2018



KATA PENGANTAR Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL - UPL) Pemurnian Pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang disusun sebagai komitmen untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL - UPL) ini berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, Lampiran IV Pedoman Pengisian formulir UKL - UPL Dokumen ini menjadi acuan bagi pemrakarsa, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo dan instansi terkait untuk melakukan upaya pengelolaan dan pemantauan Lingkungan hidup terhadap kegiatan yaitu dengan meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul dan memperbesar dampak positif yang diharapkan timbul, sehingga keberadaan usaha ini dapat menunjang pembangunan daerah Kabupaten Ponorogo pada umumnya. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami untuk menyusun dokumen ini.



Ponorogo,



Februari 2019



Pemrakarsa,



Heru Agus Setyo Herlambang



BAB I PENDAHULUAN I.1.



Identitas Pemrakarsa Nama pemilik



: Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



Alamat Pemilik



: Dukuh Galih RT 01 RW 01 Kelurahan Wates Jenangan



No Telepon



: 082141390768



Alamat Kegiatan



: Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo



I.2.



NIK



: 3502181008710003



Jenis Kegiatan



: Pemurnian Pasir



Identitas Penyusun Dokumen Tim Penyusun Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan



Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah sebagai berikut : Nama Perusahaan



: CV. Bakti Pertiwi



No Hp



: 0852 5722 6027



Email



: [email protected]



SIUP



: 503/384/405.16/2018



TDP



: 13.18.5.47.1240



Akte Notaris



: 04, 4 November 2016



NPWP



: 80.570.533.2-647.000



Penanggung Jawab



: Ike Sureni,SKM,M.Kes



Jabatan



: Direktur



Alamat



: Jl. Sumatra 31 Ponorogo



I.3. Latar Belakang Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup memiliki rasa tanggung jawab Negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, keanekaragaman hayati, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintah yang baik, dan otonomi daerah sehingga diatur peran serta masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup mempunyai lingkup yang luas meliputi berbagai kegiatan yang ada kaitannya dengan lingkungan hidup. Sejalan dengan adanya informasi dalam berbagai bidang, maka sebagai salah satu bentuk upaya peningkatan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat adalah dengan pendekatan aspirasi masyarakat daerah melalui otonomi daerah. Wilayah kecamatan Jenangan kabupaten Ponorogo memiliki potensi yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dan pemasok bahan baku bangunan khususnya sumber daya alam, batu dan pasir. Potensi sumber daya alam kabupaten Ponorogo yang didukung oleh wilayahnya yang memiliki sungai-sungai dan mengandung mineral pasir alami. Dengan adanya potensi yang sangat besar di wilayah kabupaten Ponorogo dan kebutuhan infrastruktur akan sumber daya alam batuan dan pasir telah membuka peluang usaha untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku bangunan yang sangat besar khususnya golongan batu dan pasir. Usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang yang memiliki maksud dan tujuan bergerak di bidang pemurnian pasir melihat potensi meningkatnya perekonomian yang besar dan berdampak pada pembangunan infrastruktur sebagai peluang untuk membantu memenuhi kebutuhan bahan baku bangunan dengan membangun usaha pemurnian pasir. Usaha kegiatan ini dilakukan pemrakarsa melihat potensi alam akan jumlah pasir yang melimpah di sekitar pinggiran aliran sungai. Kegiatan ini bisa menjadi solusi dalam memenuhi kebutuhan bahan baku pembangunan sehingga kesejahteraan rakyat akan terpenuhi. Bapak Heru Agus Setyo Herlambang membangun sebuah usaha kegiatan pemurnian pasir pada lahan yang diperuntukkan sebagai area produksi seluas 2.100 m 2 di Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Sesuai klasifikasi jenis



kegiatannya yang mendasari pada dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI nomor 05 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dan Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 30 tahun 2011 tentang Jenis Usaha dan atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Dokumen UKL-UPL, maka usaha yang dilakukan oleh pengolahan dan pemurnian pasir serta pemecahan batu milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



tidak tergolong ke dalam usaha kegiatan wajib AMDAL tetapi tergolong



kedalam usaha kegiatan wajib menyusun Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) serta diwajibkan memiliki ijin lingkungan sebagai syarat mendapatkan ijin usaha dan atau kegiatan. Berdasarkan hal tersebut, usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang berupaya mendapatkan ijin lingkungan yang diawali dengan menyusun Dokumen UKL-UPL untuk kegiatan pemurnian pasir di Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Dokumen UKL-UPL merupakan dokumen yang berisi informasi mengenai jenis dan gambaran kegiatan atau usaha yang dilakukan pemrakarsa, kajian atas dampak lingkungan yang ditimbulkan serta upaya pengelolaan dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut serta diartikan sebagai perjanjian tertulis dan komitmen pihak pemrakarsa dengan lingkungan sekitar usaha yang terkena dampak baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjaga dan melindungi lingkungan hidup daerah sekitar kegiatan. Pedoman penyusunan dokumen UKl-UPL pengolahan dan pemurnian pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup. I.4. Tujuan dan Kegunaan Studi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup Tujuan dilakukannya penyusunan Dokumen UKL-UPL milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang adalah : 1. Memberikan informasi mengenai jenis dan bentuk aktivitas pemurnian pasir serta yang dilakukan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang pemurnian pasir di Kelurahan Tanjungsari Kabupaten Ponorogo.



yang bergerak di bidang



RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan



2. Merumuskan langkah-langkah pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan pada setiap kegiatan pemurnian pasir yang dilakukan oleh Bapak Heru Agus Setyo Herlambang di Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Merumuskan langkah-langkah yang bisa diambil sebagai upaya untuk memantau pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan agar dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan pemurnian pasir oleh Bapak Heru Agus Setyo Herlambang di Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo tidak memberikan dampak negative terhadap lingkungan. I.4.2. Kegunaan Studi Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pemantauan Lingkungan Hidup Studi Pengelolaan Lingkungan Hidup usaha pemurnian pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang di Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo dapat digunakan untuk : 1. Membantu pengambilan keputusan dalam kegiatan pengelolaan lingkungan oleh usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



yang bergerak di bidang pemurnian



pasir 2. Pedoman dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup oleh Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Selaku pemilik usaha. 3. Merupakan perwujudan peran aktif dari Bapak Heru Agus Setyo Herlambang selaku pemilik usaha dalam melaksanakan program pengelolaan lingkungan hidup dengan mengedepankan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. I.5. Batas Wilayah Studi I.5.1. Batas wilayah studi Batas wilayah studi ditentukan dengan mempertimbangkan luas daerah dampak yang terpengaruh oleh kegiatan proyek, meliputi batas tapak proyek, batas ekologis, batas administrasi dan batas sosial.



I.5.2. Batas Proyek Batas proyek ditentukan berdasarkan luasan lahan yang telah dibebaskan untuk kegiatan pemurnian pasir 2.100 m2. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada gambar 1.1. I.5.3. Batas Ekologis Batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari kegiatan menurut media transportasi limbah (cair dan udara) dimana proses alami dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar. Adapun dasar penentuan batas studi dan penetapan masing-masing aspek adalah sebagai berikut : a. Fisiografi Batas studi fisiografi mencakup lahan yang berada pada area lokasi kegiatan dan sekitarnya serta untuk lebih jelasnya dapat dilihat di gambar 1.1. b. Hidrologi Badan air yang diteliti terutama adalah saluran yang potensial sebagai badan air penerima limbah cair kegiatan, yaitu saluran air yang mengalir ke saluran drainase atau sungai serta untuk lebih jelasnya dilihat pada gambar 1.2. c. Kualitas Udara Batas studi untuk kualitas udara dilakukan dengan pengukuran emisi udara ambient di luar lokasi dan dalam lokasi serta untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.2. 1.5.4. Batas Administrasi Batas administrasi pemerintah untuk pelaksanaan studi pengelolaan lingkungan hidup ini meliputi wilayah tempat proyek berada yaitu di Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1. 1.5.5. Batas Sosial Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat kegiatan ini. Batas sosial yang ditetapkan meliputi masyarakat Kelurahan Tanjungsari kecamatan Jenangan kabupaten Ponorogo serta untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.3 (peta Kelurahan Tanjungsari).



I.6. Peraturan Perundang-Undangan yang Dipergunakan Landasan hukum yang menjadi dasar penyusunan Dokumen UKL UPL kegiatan ini adalah : I.6.1. UNDANG-UNDANG 1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja 2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1981 tentang Wilayah Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan 3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem 4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 5. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. 6. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 7. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 8. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan 9. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang 10. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah 11. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara 12. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan 13. Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan 14. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. 15. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. 16. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian. 17. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Tata Ruang. I.6.2. PERATURAN PEMERINTAH 1. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja 2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara 3. Peraturan Pemerintah Nomor 150 tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan tanah untuk Produksi.



4. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang Manajemen Rekayasa, Analisis Dampak serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. 7. Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 8. Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pengembangan Mineral dan Batubara. 9. Peraturan Pemerintah nomor 107 tahun 2015 tentang Izin Usaha Industri. I.6.3. PERATURAN MENTERI 1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomorPer-04/MEN/1980 tentang Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan ALat Pemadam Api Ringan 2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. 3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. 4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 02 tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 12 tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan. 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. 7. Peraturan Menteri Negera Lingkungan hidup nomor 05 tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. 8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan.



9. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 1 tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral Dalam Negeri. 10. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. 11. Peraturan



Menteri



Lingkungan



Hidup



dan



Kehutanan



RI



Nomor



P.102/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Telah Memiliki Izin Usaha Dan/ Atau Kegiatan tetapi Belum Memiliki Dokumen Lingkungan hidup



I.6.4. KEPUTUSAN MENTERI 1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. 2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 49/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Getaran. 3. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 110 tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air. 4. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Limbah Domestik. I.6.5. PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR 1. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur nomor 2 tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Jawa Timur. I.6.6. PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR 1. Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 10 tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak di Jawa Timur. 2. Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 30 tahun 2011 tentang Jenis Usaha/ Kegiatan yang wajib dilengkapi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).



3. Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 52 tahun 2014 tentang Perubahan atas peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 52 tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Industri dan atau Kegiatan Usaha Lainnya. I.6.7. PERATURAN DAERAH KABUPATEN PONOROGO 1. Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo nomor 5 tahun 2011 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. 2. Peraturan Daerah Kabupaten Ponorogo nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ponorogo tahun 2012-2032 I.6.8. PERATURAN BUPATI KABUPATEN PONOROGO 1. Peraturan Bupati nomor 46 tahun 2015 tentang izin Lingkungan 2. Peraturan Bupati nomor 5 tahun 2017 tentang Izin Pembuangan Air Limbah. 3. Peraturan Bupati Nomor 6 tahun 2017 tentang Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Skala Kabupaten. I.6.9. KEPUTUSAN BUPATI KABUPATEN PONOROGO 1. Keputusan Bupati Ponorogo nomor 738 tahun 1995 tentang Pedoman Umum Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan. 2. Surat Keputusan Bupati nomor 188.45/1729/405.25/2017 tentang Pembentukan Tim Pemeriksa UKL-UPL dan Tim Pemeriksa SPPL kabupaten Ponorogo.



BAB II RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN 2.1. Nama Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Nama rencana usaha dan atau kegiatan yang dilakukan oleh Bapak Heru Agus Setyo Herlambang adalah Kegiatan Pemurnian Pasir yang berlokasi di Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo dengan jenis usaha dan/atau kegiatan yang akan dikembangkan adalah kegiatan penerimaan atau pembelian bahan baku beserta pengolahannya dan pemasaran hasil produksi. 2.2. Lokasi Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Lokasi rencana usaha dan atau kegiatan milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Di Kelurahan Jenangan RT 02 RW 01 Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo secara geografis dibatasi oleh : Sebelah Utara



: Jalan Raya Jenangan-Ngebel



Sebelah Timur



: Sawah milik Pak Marsono



Sebelah Selatan



: Tanah Bengkok milik Bu Ernawati



Sebelah Barat



: Sawah milik Pak Sabin



Lokasi rencana usaha dan atau kegiatan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang dapat diakses menggunakan kendaraan roda dua.Lokasi usaha dan atau kegiatan pengolahan dan pemurnian pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



pada gambar satelit dapat dilihat



pada gambar 2.1. Usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang di RT 002 RW 001 Kelurahan Tanjungsari kecamatan Jenangan kabupaten Ponorogo telah sesuai dengan tata ruang kabupaten Ponorogo.



Gambar 2.1. Lay Out Pemurnian Pasir Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



Gambar 2.2. Denah Pemurnian Pasir Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



Gambar 2.3. Peta Satelit Pemurnian Pasir Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



Gambar 2.4. Peta Pemantauan Pemurnian Pasir Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



2.3. Skala/Besaran Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Kegiatan yang akan dilakukan adalah kegiatan pemurnian pasir. Berikut adalah skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Skala/Besaran Rencana Usaha dan atau/Kegiatan Nama Kegiatan Pemrakarsa Nomor KTP dan NPWP Surat Keterangan Domisili Surat Tanah TDP SIUP Kecil Pengadaan Material



: : : : : : : :



Luas Lahan Luas Bangunan Usaha Luas Bangunan Permanen Bahan Baku Kebutuhan Bahan Utama Bahan Tambahan Hasil Produksi Kapasitas produksi Distribusi Sumber air Sumber listrik Jumlah Tenaga Kerja



: :



Jam Kerja Alat yang digunakan



Semi



Pemurnian Pasir Bapak Heru Agus Setyo Herlambang 3502181008710003 dan 35.213.649.3-647.000 Pipil Tambang Pasir di Desa Ngrogung Kec. Jenangan milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang 2.100 m2 12 m2



: Baku :



Pasir Pasir



: : : : : : :



Pasir Pemurnian Pasir : 180 ton/hari Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya Sungai PT PLN 10.600 Watt 4 orang terdiri dari : 1 orang operator, 1 orang teknisi, dan 2 orang pekerja lapangan. 07.00 – 15.30 Eskavator, truck, pompa air, screen ayakan



Gambar 2.5. Struktur Kepengurusan Usaha Pemurnian Pasir Milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Pimpinan



Operator



Teknisi



Pekerja Lapangan



(1 orang)



(1 orang)



(2 orang)



2.3.1. Penggunaan Lahan Bapak Heru Agus Setyo Herlambang membangun sebuah usaha kegiatan pemurnian pasir pada lahan seluas 2.100 m2 dengan perincian penggunaan lahan terlihat pada tabel 2.2. dan gambar 2.3. di bawah ini : Tabel 2.2. Penggunaan Lahan Lahan tertutup : Kantor Gedung Lahan Terbuka Area bahan baku, area pemurnian pasir Area parker RTH (Ruang Terbuka Hijau) Jumlah



: : : : : :



Dalam (m2) 12 (rencana) 1.588 80 420 2100



Persentase (%) 0,5 75,5 4 20 100



Dari tabel 2.2 diketahui bahwa penggunaan lahan terbesar untuk area bahan baku, area pengolahan dan pemurnian pasir (75,5%) serta area terbuka untuk parkir (4%). Rencana area RTH atau Ruang Terbuka yaitu sebesar 20 % dari total lahan sehingga belum mencukupi Syarat RTH yaiutu 30% untuk itu kami merekomendasikan kepada pemrakarsa untuk mencukupi RTH sebesar 30% dari luas lahan.



2.3.2.Garis Besar Komponen Usaha dan/atau Kegiatan Saat ini kegiatan yang dilakukuan oleh Bapak Heru Agus Setyo Herlambang untuk pemurnian pasir adalah tahap pra konstruksi dan konstruksi dan selanjutnya ke tahap operasional yaitu pemurnian pasir. 1. Tahap Pra Konstruksi a. Perizinan Proses perizinan merupakan tahapan yang harus dilalui sebelum kegiatan konstruksi maupun operasional perusahaan dilaksanakan. Kepemilikan izin atas setiap tahapan rencana kegiatan menjadi legalitas atas semua yang dilakukan oleh perusahaan sekaligus sebagai bukti ketaatan terhadap peraturan perundangan yang berlaku. b. Persepsi Masyarakat Pengumuman publik dilakukan sebagai salah satu tahapan yang harus dilalui dalam pengajuan izin lingkungan. Pengumuman publik dimaksudkan untuk mengetahui saran, tanggapan dan pendapat masyarakat mengenai rencana usaha dan/atau kegiatan. Pengumuman publik merupakan salah satu bentuk keterbukaan informasi yang diharapkan dapat membentuk persepsi positip masyarakat sehingga kegiatan yang akan dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar sesuai sasaran yang diharapkan. Kegiatan pengumuman publik dilakukan dengan menempel pengumuman baik pada lokasi rencana tapak proyek maupun kantor pemerintah Kelurahan setempat. 2. Tahap Konstruksi Pada aktivitas konstruksi ada beberapa tahapan kegiatan yang dilakukan, yaitu : a. Penerimaan Tenaga Kerja Penerimaan tenaga kerja untuk aktivitas konstruksi dilakukan oleh kontraktor pelaksana yang ditunjuk oleh pemrakarsa sesuai jumlah dan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan di lapangan dengan pengawasan dari pemrakarsa sebagai pemilik proyek. Pengadaan tenaga kerja dilakukan dengan memperhatikan keberadaan tenaga lokal yang disesuaikan dengan jumlah dan kualifikasi yang dibutuhkan secara profesional. Penggunaan tenaga kerja disamping untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk menyelesaikan tahap konstruksi juga memiliki dampak secara sosial ekonomi terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat Kelurahan Tanjungsari RT 02 RW 01 Kecamatan



Jenangan Kabupaten Ponorogo dan sekitarnya tentu berharap bahwa keberadaan perusahaan pemurnian pasir di lingkungan mereka akan memberikan dampak positip terhadap kehidupan sosial ekonomi mereka. Melibatkan masyarakat di sekitar dalam penggunaan tenaga kerja akan memberikan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses ini jumlah yang diperkerjakan sebanyak 4 orang. Prosedur penggunaan tenaga kerja termasuk pemberhentian tenaga kerja seluruhnya menjadi tanggung jawab pihak kontraktor pelaksana sesuai kontrak kerja dengan pemrakarsa. Prosedur yang berkaitan dengan tenaga kerja dilakukan dengan tetap memperhatikan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap keberlangsungan proyek dan perusahaan. Pihak perusahaan selalu berkoordinasi dengan instansi pemerintah setempat yaitu Dinas Tenaga Kerja kabupaten Ponorogo. b. Pemadatan Lahan Tahapan konstruksi yang pertama kali dilakukan ialah pemadatan lahan untuk pemetaan lokasi bangunan serta pembangunan pondasi. Bentuk topografi areal tapak proyek yang tidak rata, sebagian akan diurug dan diratakan dengan ketinggian tertentu menggunakan peralatan berat. Pada aktivitas pemerataan, seluruh areal lahan harus diurug dan dipadatkan untuk mendapatkan bentuk permukaan lahan yang rata dan tidak ambles saat dibangun konstruksi di atasnya. Material tanah urug didatangkan dengan membeli pengusaha tambang tanah urug yang telah mendapatkan izin usaha pertambangan. c. Mobilisasi Peralatan dan Material Mobilisasi peralatan dan material dilakukan untuk mendukung aktivitas konstruksi yang memerlukan peralatan dan material guna pembangunan sarana prasarana yang diperlukan dalam kegiatan operasional perusahaan. Peralatan dan material untuk konstruksi didatangkan oleh kontraktor pelaksana berasal dari luar Kelurahan Tanjungsari kecamatan Jenangan sehingga dalam pelaksanaannya akan melewati jalan akses yang merupakan jalan umum. Pengadaan peralatan dan bahan-bahan material seperti semen, batu, pasir, besi dan lainlain dipasok dari lokasi terdekat dan diangkut menggunakan truk. Pembongkaran peralatan dan bahan mineral dilakukan langsung di lokasi proyek. Setiap pembongkaran



selalu dilaporkan dan diawasi oleh petugas proyek yang bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut. Pada saat aktivitas konstruksi berlangsung, pengaturan jalur lalu lintas yang melewati lokasi proyek dilakukan pemrakarsa dengan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Kabupaten Ponorogo. d. Pembangunan Sarana dan Fasilitas Pembangunan sarana dan fasilitas tempat usaha Bapak Heru Agus Setyo Herlambang adalah aktivitas utama pada tahapan konstruksi. Untuk membantu usaha pemurnian pasir berjalan lancar, maka perlu dilakukan pembangunan instalasi sarana dan fasilitas tempat usaha/kegiatan dilakukan dengan menggunakan konstruksi batuan dan beton. Pembangunan sarana dan fasilitas dilaksanakan secara sistematis dengan pengawasan yang didasarkan pada standar teknis dan prosedur yang telah ditetapkan. Secara garis besar pembangunan sarana dan fasilitas tempat usaha/kegiatan pemecahan batu milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang sebagai berikut : 1) Pembangunan konstruksi teknik berupa bangunan kantor, mess tempat istirahat dan area parkir. 2) Pembangunan fasilitas penunjang lainnya seperti pos keamanan, drainase, septic tank, rambu lalu lintas dan lain-lain. 3) Pelebaran jalan masuk dan pembuatan papan nama usaha atau plang pintu masuk. Setelah pembangunan sarana dan fasilitas selesai dilakukan, maka dilakukan uji coba atas beberapa sarana dan fasilitas tersebut. Pada uji coba sarana dan fasilitas dilakukan inspeksi oleh pemrakarsa bersama dengan instansi terkait untuk mengetahui apakah fasilitas dan sarana tersebut sudah dapat dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta standar keamanan yang telah ditetapkan. Setelah semuanya sesuai ketentuan yang berlaku, maka pihak perusahaan melakukan persiapan untuk pelaksanaan operasional selanjutnya. 3. Tahap Operasional Kegiatan yang dapat menimbulkan dampak negatif yaitu pada tahap operasional dimana pada tahap operasional akan dilakukan berbagai kegiatan sebagai berikut : a. Kegiatan utama 1) Kegiatan Produksi Pencucian Pasir



Proses produksi pencucian pasir yang dilakukan pemrakarsa adalah sebagai berikut : 



Bahan Baku Jenis bahan baku ialah tanah pasir yang merupakan hasil penambangan dari tambang pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang sendiri yang berlokasi di Desa Ngrogung. Bahan sebelum diproses akan dilakukan penyiraman agar tidak menimbulkan timbunan debu. Jumlah air yang dibutuhkan dalam proses penyiraman bahan baku adalah 1500 liter/hari.







Pencucian Pasir Kolam pencucian pasir yang disediakan sebanyak 6 buah dengan rincian 1 kolam untuk proses pencucian pasir dan 5 kolam untuk tempat menampung air limbah bekas pencucian pasir yang diendapkan selama beberapa jam untuk kemudian dipakai kembali dalam proses pencucian yang selanjutnya dialirkan ke sungai. Proses pencucian pasir ialah material berupa pasir diangkut menggunakan alat ekskavator dan diletakkan ke dalam kolam yang berisi air. Kemudian pasir dimasukkan dan dilakukan pengangkatan sebanyak 3 kali ulangan untuk menghilangkan partikel yang tidak diinginkan seperti lumpur, debu dan material organic seperti akar tanaman. Dalam proses ini kebutuhan air mencapai 60.000 liter/hari. Air bekas pencucian kami rekomendasikan kepada BaBapak Heru Agus Setyo Herlambang



supaya tidak di buang ke saluran



irigasi dan juga pembuatan pagar pengaman di sekeliling bak/kolam pengendapan. Pemenuhan kebutuhan air ini sementara diambil dari air pompa sumur permukaan. Untuk selanjutnya akan kami rekomendasikan kepada pemrakarsa agar



membuat



sumur dalam dengan terlebih dulu mengajukan



izin ke



jasatirta. Air sisa proses produksi akan diendapkan di kolam pengendapan untuk selanjutnya di olah kembali airnya untuk proses pencucian pasir kembali. Hasil endapan pasir sludge untuk di manfaatkan kembali sebagai tanah urug. 



Pengeringan Setelah proses pencucian selesai dilakukan maka pasir diangkut dan dijemur di area Stock Pail selama 2 hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada pasir. Selama proses pengeringan sampling bahan dilakukan untuk



menganalisa tingkat kandungan yang tidak diinginkan. Jika sudah masuk ke dalam kriteria yang diinginkan, pasir kemudian ditempatkan di area hasil akhir produk.



Bahan Baku 180 ton/hari



Air



Penyiraman



Pengangkutan dengan alat Ekskavator



Pengendapan air Bekas Pencucian



Air Pencucian



3 kali pencucian



Pasir



IPAL Sungai



Pengeringan



Gambar 2.6. Alur Produksi Pemurnian Pasir Bapak Heru Agus Setyo Herlambang .



b. Kegiatan Pendukung 1). Rekrutmen Tenaga Kerja Kegiatan rekrutmen tenaga kerja dilakukan oleh pemrakarsa dengan memprioritaskan tenaga kerja lokal yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang dibutuhkan pada tahap operasional berjumlah 4 orang . 2). Mobilisasi Kendaraan Pengangkut bahan baku dan hasil produksi serta mobilisasi kendaraan pekerja berupa mobilisasi kendaraan pengangkut bahan baku pasir dan batu koral. 3). Kegiatan Domestik Karyawan Berupa kegiatan domestic karyawan yaitu kegiatan MCK, kegiatan makan minum karyawan dengan estimasi kebutuhan air perorangan sebesar 30 liter/hari. Dengan jumlah karyawan 4 orang maka kebutuhan airnya : 4 orang X 30 lt/hari = 120 lt/hari. Berikut kebutuhan air dalam diagram alir kebutuhan air. Karyawan 120 Liter/hari Septic Tank



Air Pompa Sumur Permukaan



220 Liter/hari



65.000



Mobil Penyedot



Liter/hari D R Penyiraman Bahan Baku 1500 Liter/hari Dan Proses Pencucian 60000 Liter/hari



IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)



A I N A S



Gambar 2.7. Diagram Alir Kebutuhan Air



E



4). Kegiatan Administrasi Perkantoran Berupa kegiatan administrasi perkantoran yang akan menimbulkan timbuan limbah padat berbahaya dan beracun berupa tinta pada alat tulis serta akan menimbulkan limbah padat berupa kertas. 5). Kegiatan Pemeliharaan Mesin Berupa kegiatan pemeliharaan mesin yang akan menghasilkan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) seperti oli dan kaleng bekas oli yang penyimpanannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Sarana Penunjang 1) Penggunaan Energi Sumber listrikdigunakan dari PLN 10.600 Watt. 2) Kegiatan Penggunaan Bahan Bakar dan Pelumas Bahan bakar yang digunakan solar 260 liter/bulan dan oli 15 liter/bulan. Kegiatan operasional juga menimbulkan limbah padat dan cair. Limbah padat yang dihasilkan berupa limbah padat industri dan limbah padat domestik. Berikut ini adalah limbah yang dihasilkan dan pengelolaannya dari kegiatan yang dilakukan : 1. Limbah sampah, terdiri dari :  Limbah sampah domestik yaitu limbah yang dihasilkan dari kegiatan domestik karyawan yaitu dari aktivitas pekerja berupa sisa makanan, bungkus makanan, bungkus rokok dan sampah seperti daun dan akar tanaman serta sampah lain yang berupa limbah organik dan non-organik.Kami merekomendasikan kepada pemrakarsa untuk membuat tempat pembuangan sampah terpilah yaitu organic, an organic dan B3.  Limbah sampah padat B3 berupa limbah bekas berupa lampu TL (Tubular Lamp), aki bekas pakai dan tinta dari kegiatan administrasi perkantoran. Selain itu kegiatan pemeliharaan mesin/perbengkelan juga menghasilkan limbah padat berupa kaleng bekas pelumas serta spare part bekas. Limbah akan dikumpulkan sesuai ketentuan teknis dan regulasi yang berlaku.



Sampah Sampah limbah padat B3



Sampah domestik



Dikumpulkan di ruang/tempat



Dibuang ke bak sampah



Khusus sesuai regulasi yang



organik dan non organik



Berlaku Diangkut dinas terkait/ TPS Kerjasama dengan pihak Yang berizin Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Gambar 2.8. Alur Diagram Limbah Padat Domestik dan Limbah B3 area usaha Milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang . 2. Limbah cair yang dihasilkan berupa : 



Limbah cair domestik yaitu limbah cair yang dihasilkan dari adanya kegiatan domestik karyawan dialirkan melalui septic tank dan resapan.







Limbah cair B3 berasal dari kegiatan operasional menggunakan genset yang menghasilkan limbah solar yang termasuk B3 serta oli untuk pemeliharaan mesin yang ketentuan penyimpanannya harus kedap dan tidak boleh menyentuh lantai secara langsung serta dalam penyimpanannya maksimal hanya 90 hari saja pengelolaan limbah B3 sesuai dengan regulasi dan ketentuan yang berlaku. Karena terdapat penyimpanan limbah B3 maka kami merekomendasikan kepada pemrakarsa untuk mengurus ijin penyimpanan limbah B3 sementara.



Limbah Cair Limbah Cair B3



Limbah Cair Domestik



Dikumpulkan di tempat Khusus sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 2 th 2008 tentang Pemanfaatan Limbah B3



Dialirkan ke IPAL



Kerjasama dengan pihak



Dialirkan ke septic tank



Terkait



dan resapan



Gambar 2.9. Alur Diagram Limbah Cair Domestik dan B3 Usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang . 4.. Tahap Pasca Operasional 1. Kegiatan Pembongkaran Kegiatan pembongkaran gedung dan tempat usaha dilakukan jika kegiatan operasional usaha pengolahan dan pemurnian pasir serta pemecahan batu milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang tidak diperpanjang lagi masa kontrak maupun perizinannya. 2. Kegiatan Perpanjangan Kontrak/Perizinan Usaha Kegiatan ini dilakukan jika pemrakarsa hendak melanjutkan kegiatan usahanya dengan Cara memperpanjang kontrak dan perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.



BAB III INFORMASI LINGKUNGAN



3.1. RONA LINGKUNGAN Kajian mengenai rona lingkungan pada studi upaya pengelolaan lingkungan Pemurnian Pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang didasarkan pada ruang lingkup studi. Ruang lingkup studi UKL - UPL ini ditentukan berdasarkan batas wilayah studi yang meliputi batas tapak lokasi kegiatan, batas ekologis, batas sosial dan batas administrasi serta komponen lingkungan yang diteliti. Batas tapak lokasi kegiatan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang ini merupakan luasan dan ruang kegiatan Pemurnian Pasir yang dibatasi fisik, fisik tertentu, sehingga tampak jelas dimana lokasi kegiatan dan yang bukan lokasi kegiatan. Batas tapak lokasi kegiatan sesuai dengan tata letak di Kelurahan Tanjungsari Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Batas



ekologis



adalah



batas



yang



ditentukan



berdasarkan



atas



skala



berlangsungnya proses alami dalam berbagai bentuknya yang diperkirakan terkena dampak karena adanya kegiatan tersebut. Batas ekologis ditetapkan sebagai batas studi kimia, fisik, biologi dan kesehatan lingkungan. Artinya adanya dampak dari Pemurnian Pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



ini yang



menyebar melalui media



udara, air, tanah maupun biota. Batas sosial adalah batas suatu wilayah yang diperkirakan terkena dampak dari kegiatan tersebut. Batasnya ditentukan sesuai dengan posisi tempat tinggal warga yang terkena dampak sosial dari kegiatan Pemurnian Pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang di sekitar lokasi dan fasilitas umum lainnya. Batas administrasi studi adalah suatu wilayah yang ditentukan berdasarkan wilayah administratif yang secara hukum mempunyai kewenangan di daerah tersebut dan sekitarnya. Batas administrasi ditetapkan meliputi daerah Kelurahan Tanjungsari . Batas wilayah studi merupakan kesatuan dari beberapa batas tapak lokasi kegiatan, ekologis, sosial dan administrasi yang dalam penentuannya disesuaikan dengan kemampuan sumber data, tenaga, waktu, teknik, metoda dan pendanaan.



Batas administrasi studi adalah suatu wilayah yang ditentukan berdasarkan wilayah administratif yang secara hukum mempunyai kewenangan di daerah tersebut dan sekitarnya. Batas administrasi ditetapkan meliputi daerah Kelurahan Tanjungsari. Batas wilayah studi merupakan kesatuan dari beberapa batas tapak lokasi kegiatan, ekologis, sosial dan administrasi yang dalam penentuannya disesuaikan dengan kemampuan sumber data, tenaga, waktu, teknik, metoda dan pendanaan. 3,2, KOMPONEN FISIK LINGKUNGAN 3.2.1. Iklim Kabupaten Ponorogo merupakan wilayah yang memiliki tipe iklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau terjadi pada bulan Juli sampai dengan Oktober. Sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Nopember sampai bulan Juni. Angka curah hujan paling kecil pada bulan Juni sedangkan curah hujan paling tinggi pada bulan Desember. Berikut ini tabel curah hujan di kabupaten Ponorogo dan di kecamatan Ponorogo. Tabel 3.1. Curah Hujan di Kabupaten Ponorogo tahun 2017 No 1 2 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Nama Lokasi Stasiun Hujan Ponorogo (Ponorogo) Babadan (Babadan) Jenangan (Bollu) Pulung (kesugihan) Ngebel (Ngebel) Ngebel (Talun) Pulung (pulung) Pudak (Pudak) Sooko (Sooko) Purwantoro/S umorobangun



jan 10



feb 13



mrt 9



Apr 7



BULAN Mei jun jul 0 1 1



10



15



10



9



3



5



1



-



2



2



11



6



7



14



11



10



3



3



0



-



2



1



14



7



8



14



10



17



3



2



1



1



2



1



17



6



5



11



3



13



2



0



0



1



2



4



23



10



9



23



12



20



7



3



0



1



3



6



22



10



8



14



9



13



2



-



1



-



3



1



18



7



11



16



9



14



3



0



3



2



2



6



10



9



8



13



8



12



3



1



1



0



3



4



14



5



8



12



4



8



2



4



1



-



2



1



10



5



ags spt 2



okt 1



nov 11



des 7



11.



Jambon 10 8 (Sungkur) 12. Badegan 9 14 (Badegan) 13. Kauman 8 9 (Sumoroto) 14. Sampung 18 12 (Pohijo) 15. Slahung 9 13 (Slahung) 16. Balong 11 13 (Balong) 17. Slahung 10 12 (Ngilo ilo) 18. Ngrayun 13 12 (Ngrayun) 19. Sawoo 9 14 (Sawoo) 20. Sambit 11 12 (WIlangan) 21. Kori 9 10 22. Sewatu 9 11 Sumber : Bid.Sumber Daya Air



5



6



1



2



0



-



2



2



8



4



5



9



1



4



1



-



2



1



11



5



7



6



1



4



1



-



2



1



10



6



6



11



2



3



1



-



1



1



9



5



5



7



1



2



0



-



3



0



13



7



6



9



1



1



1



0



3



0



11



7



4



6



1



1



1



-



3



0



13



6



11



12



0



1



0



-



2



0



13



6



8



9



0



-



1



0



3



0



9



10



10



10



0



0



0



-



2



0



11



12



5 9 0 0 0 3 8 10 0 1 0 0 2 Dinas Pekerjaan Umum Kab.Ponorogo



0 0



7 8



10 7



Dari tabel 3.1. Diketahui bahwa di Stasiun Hujan Ponorogo tertinggi curah hujan pada bulan februari (13) dan terendah Mei (0) Banyaknya curah hujan di Kecamatan Ponorogo tahun 2017 tertera pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Banyaknya Curah Hujan dan Jumlah Hari Hujan th 2017 No



Bulan



Jumlah Curah Jumlah Hari Hujan Hujan (mm) (Hari) 1. Januari 380 15 2. Februari 330 18 3.. Maret 427 15 4. April 382 16 5. Mei 240 7 6. Juni 250 5 7 Juli 151 1 8. Agustus 40 9 September 290 4 10 Oktober 351 4 11. Nopember 554 17 12. Desember 151 17 Sumber : Kecamatan Ponorogo Dalam Angka tahun 2017



Dari tabel 3.2. diketahui bahwa jumlah curah hujan tertinggi pada bulan Februari yaitu 330 mm dan jumlah hujan 18 hari. 3.3.



KOMPONEN



SOSIAL,



EKONOMI,



BUDAYA



DAN



KESEHATAN



MASYARAKAT Berdasarkan data monografi Kelurahan Tanjungsari Kecamatan



Jenangan Kabupaten



Ponorogo berikut ini akan disajikan keadaan sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang . Jumlah penduduk tahun 2017 sebesar 3.084 jiwa dengan jumlah laki-laki 1.591 jiwa dan perempuan 1.493 Jiwa. Tabel 3.7. Jenis Pekerjaan Penduduk KelurahanTanjungsari tahun 2017 No Jenis Pekerjaan Jumlah 1. Pertanian 1.396 2. Pertambangan dan Penggalian 152 3. Industri Pengolahan 105 4. Konstruksi 49 5. Perdagangan 92 6. Jasa 44 7. Transportasi 21 Jumlah 1.859



Tabel 3.8 Fasilitas Pendidikan di Kelurahan Tanjungsari tahun 2017 No Jenis Sekolah Jumlah Guru 1 SD Negeri 2 26 2 SD Swasta 3 MI Negeri 4 MI Swasta 5 SMP Negeri 6 SMP Swasta 7 MTS Negeri 8 MTS Swasta 1 15 9 SMA Negeri 10 SMA Swasta 11 SMK Negeri 12 SMK Swasta 13 MA Negeri 14 Ma Swasta -



Murid 155 40 -



Tabel 3.9. Komposisi Pemeluk Agama Kelurahan Tanjungsari Th 2017 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Agama Islam Kristen Katolik Hindu Budha Lainnya Jumlah



Jumlah 3.083 1 3.084



Tabel 3.10. Sarana Ibadah Kelurahan Tanjungsari Th.2017 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Sarana Ibadah Masjid Musholla Gereja Kuil Pura Vihara/Klenteng Jumlah



Jumlah 6 14 27



Tabel 3.11. Sarana Kesehatan Kelurahan Tanjungsari Th 2017 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.



Sarana Kesehatan Rumah Sakit Puskesmas Puskesmas Pembantu Balai Pengobatan Praktek Dokter Swasta Praktek Bidan Swasta Polindes Posyandu Jumlah



Jumlah 1 1 2 5 11



Tabel 3.12. 10 Besar Penyakit di Puskesmas Jenangan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.



Jenis Penyakit Infeksi lain pada Saluran pernapasan Bagian Atas Penyakit pada system otot dan jaringan pengikat Tukak Lambung Penyakit Darah Tinggi Kecelakaan lain dan tanpa keterangan Penyakit Kulit Alergi Kencing Manis Penyakit Gusi dan jaringan perodental Diare Penyakit Kulit Infeksi



Jumlah 5.518 3.733 1.391 1.204 820 805 628 475 458 371



BAB IV DAMPAK LINGKUNGAN YANG TERJADI



Dampak yang dapat timbul terhadap komponen lingkungan fisik, kimia, biologis dan sosial ekonomi budaya berasal dari kegiatan pra konstruksi, konstruksi dan operasional baik dari kegiatan utama, kegiatan pendukung maupun kegiatan sarana penunjang. Identifikasi dampak yang timbul terhadap lingkungan dilakukan dengan menggunakan metode matrik interaksi dampak dan bagan alir dampak sehingga bisa dilakukan pengkajian yang lebih terarah dan komprehensif. 3.1. Tahap Pra Konstruksi 3.1.1. Persepsi Masyarakat Keberadaan Pemurnian Pasir milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



akan



memberikan dampak persepsi masyarakat yang positif atau negatif. Persepsi masyarakat timbul sebagai respon atas sikap, perilaku dan aktivitas perusahaan serta karyawannya terhadap lingkungan di sekitarnya. Kemampuan bersosialisasi dengan masyarakat biasanya akan menentukan gambaran persepsi masyarakat atas keberadaan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang. Tolak ukur yang dapat dilihat adalah adanya keluhan atau pengaduan masyarakat serta sikap mendukung atau menolak atas keberadaan perusahaan. 3.1.2. Proses Perizinan Proses perizinan merupakan tahapan yang harus dilalui sebelum kegiatan konstruksi dan operasional dilaksanakan. Kepemilikan izin atas setiap tahapan rencana kegiatan menjadi legalitas atas semua yang dilakukan oleh perusahaan sekaligus sebagai bukti ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.



3.2. Tahap Konstruksi Dampak lingkungan pada Tahap konstruksi terlihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1. Potensi Dampak Lingkungan yang Akan Terjadi pada Tahap Konstruksi



Komponen Lingkungan



Komponen Kegiatan 1 2 3 4



1. Komponen Fisik Kimia  Penurunan Kualitas Usaha  Peningkatan Kebisingan  Timbunan Sampah  Gangguan Lalu lintas / Kemacetan  Air Permukaan 2. Komponen Sosial Ekonomi Budaya dan Kesehatan Masyarakat (rekrutmen tenaga kerja)  Persepsi Masyarakat  Tingkat Pendapatan Masyarakat



X X X



x x



X



x x x x x



x x x



x



x



x



Keterangan : 1 = Kegiatan Penerimaan Tenaga Kerja 2 = Kegiatan Pemadatan Lahan 3 = Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku Konstruksi serta kendaraan Karyawan 4 = Kegiatan Pembangunan Sarana dan Fasilitas. 3.2.1. Kegiatan Penerimaan Tenaga Kerja a.



Persepsi Masyarakat







Sumber dampak



: Kegiatan Penerimaan Tenaga Kerja







Jenis dampak



: Adanya persepsi dari masyarakat sekitar lokasi kegiatan







Tolak Ukur Dampak : Adanya Keluhan/aduan dari masyarakat sekitar lokasi kegiatan



b. Tingkat Pendapatan Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Penggunaan Tenaga Kerja







Jenis Dampak



: Adanya peningkatan pendapatan masyarakat







Tolak Ukur dampak : Peningkatan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar.



3.2.2. Kegiatan Pemadatan Lahan a. Penurunan Kualitas Udara 



Sumber dampak



: Kegiatan Pemadatan Lahan







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas udara ambiens







Tolak Ukur Dampak : Peraturan Gubenur Jawa Timur nomor 10 tahun 2009



Tentang Baku Mutu Udara Ambiens dan Emisi Sumber Tidak Bergerak b. Peningkatan Kebisingan 



Sumber dampak



: Kegiatan Pemadatan Lahan







Jenis dampak



: Adanya peningkatan tingkat kebisingan







Tolak Ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 Baku Tingkat Kebisingan



c. Gangguan Lalu Lintas/Kemacetan 



Sumber dampak



: Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut bahan baku konstruksi serta kendaraan karyawan







Jenis dampak



: Adanya peningkatan kepadatan lalu lintas







Tolak ukur dampak



: Undang-Indang RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu lintas Dan Angkutan Jalan



d. Persepsi Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut bahan baku konstruksi dan kendaraan karyawan







Jenis dampak







Tolak Ukur dampak : Adanya keluhan/aduan masyarakat sekitar lokasi kegiatan



: Adanya persepsi masyarakat sekitar lokasi kegiatan



3.2.3. Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku Konstruksi dan Kendaraan Karyawan a. Penurunan Kualitas Udara 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku Konstruksi dan kendaraan karyawan







Jenis dampak







Tolak Ukur dampak : Peraturan Gubenur Jawa Timur nomor 10 Tahun 2009



: Adanya penurunan kualitas udara ambiens Tentang Baku Mutu Udara Ambiens dan Emisi Sumber Tidak Bergerak



b. Peningkatan Kebisingan 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku



Konstruksi dan kendaraan karyawan 



Jenis dampak







Tolak Ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996



: Adanya peningkatan tingkat kebisingan Baku Tingkat Kebisingan



c. Timbunan Sampah 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku Konstruksi dan kendaraan karyawan







Jenis dampak







Tolak Ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 50 tahun 1996



: Timbunan sampah



Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan serta Tingkat Kenyamanan Masyarakat dan Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah d. Gangguan Lalu Lintas Kemacetan 



Sumber dampak



: Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut bahan baku Konstruksi dan kendaraan karyawan







Jenis dampak



: Adanya peningkatan kepadatan lalu lintas







Tolak ukur dampak



: Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan Angkutan jalan.



e. Penurunan Kualitas Air Permukaan 



Sumber dampak



: Kegiatan mobilisasi kendaraan pengangkut bahan baku Konstruksi dan kendaraan karyawan







Jenis dampak



: Berkurangnya kualitas air permukaan







Tolak ukur dampak



: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 52 tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 72 tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.



f. Persepsi Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan pengangkut bahan baku Konstruksi dan kendaraan karyawan







Jenis dampak







Tolak Ukur Dampak : Adanya keluhan/aduan dari masyarakat sekitar lokasi kegiatan.



: Adanya persepsi masyarakat sekitar lokasi kegiatan



3.2.4. Kegiatan Pembangunan Sarana dan Fasilitas a. Penurunan Kualitas Udara 



Sumber dampak



: Kegiatan Pembangunan Sarana dan Fasilitas







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas udara ambient.







Tolak Ukur Dampak : Surat Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 10 tahun 2009 Tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak.



b. Peningkatan Kebisingan 



Sumber dampak



: Kegiatan Pembangunan Sarana dan Fasilitas







Jenis dampak



: Adanya peningkatan tingkat kebisingan







Tolak Ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan



c. Timbunan Sampah 



Sumber dampak



: Kegiatan Pembangunan Sarana dan Fasilitas







Jenis dampak



: Timbunan limbah sampah







Tolak Ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 50 tahun 1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan serta Tingkat Kenyamanan Masyarakat dan Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah



d. Air Permukaan 



Sumber dampak



: Kegiatan Pembangunan Sarana dan Fasilitas







Jenis dampak



: Berkurangnya kualitas air permukaan







Tolak ukur dampak



: Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 dan Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 52 tahun 2014 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 72 tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Industri dan/atau Kegiatan Usaha Lainnya.



e. Persepsi Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Pembangunan Sarana dan Fasilitas







Jenis dampak



: Adanya persepsi masyarakat sekitar lokasi kegiatan







Tolak ukur dampak



: Adanya keluhan/aduan masyarakat sekitar lokasi kegiatan.



3.3. Tahap Operasional Dampak yang nyata yang dapat timbul terhadap komponen lingkungan fisik, kimia, biologis dan sosial ekonomi budaya berasal dari kegiatan operasional baik dari kegiatan utama, kegiatan pendukung maupun kegiatan sarana penunjang. Identifikasi dampak yang timbul terhadap lingkungan dilakukan dengan menggunakan metode matrik interaksi dampak sehingga dengan metode ini diharapkan dapat dilakukan pengkajian yang terarah dan komprehensif seperti tertera pada tabel 3.2. Tabel 3.2. Kegiatan Pengoperasian Usaha Pengolahan dan Pemurnian Pasir serta Pemecahan Batu milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



yang Berpotensi Menjadi



Sumber Dampak terhadap Komponen Lingkungan Komponen Lingkungan 1 1. Komponen Fisik Kimia :  Penurunan kualitas udara  Peningkatan Kebisingan  Penurunan Kualitas



x x



2



Komponen Kegiatan 3 4 5 6



x



x x



7



x x x



Air



Permukaan  Penurunan Kualitas air tanah  Timbunan Sampah  Timbunan Limbah B3  Bahaya Kebakaran  Gangguan lalu lintas/kemacetan 2. Komponen Sosial, Ekonomi, Budaya Dan Kesehatan Masyarakat :  Tingkat Kecelakaan Kerja dan Penurunan Kesehatan Pekerja  Persepsi Masyarakat  Tingkat Pendapatan Masyarakat Keterangan : 1 = Kegiatan Produksi Pemurnian Pasir



8



x x x



x x x



x x



X



x



X



x x



x



x



x



x



x



x



x x



x x



x



x



2 = Kegiatan Rekrutmen Tenaga Kerja 3 = Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan. 4 = Kegiatan Domestik karyawan 5 = Kegiatan Administrasi Perkantoran 6 = Kegiatan Pemeliharaan Mesin/Perbengkelan 7 = Penggunaan Energi 8 = Penggunaan Bahan Bakar dan Pelumas Penjelasan dari kegiatan yang dilaksanakan yang akan menimbulkan dampak adalah sebagai berikut : Kegiatan Utama 3.3.1. Kegiatan Produksi Pencucian Pasir a) Penurunan Kualitas Udara 



Sumber dampak



: Kegiatan Produksi Pencucian Pasir







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas udara ambient







Tolak Ukur dampak : Keputusan Gubernur Jawa Timur nomor 10 tahun 2009 tentang Baku Mutu Kualitas Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak di Jawa Timur



b) Peningkatan Intensitas Kebisingan 



Sumber dampak



: Kegiatan Produksi Pencucian Pasir







Jenis dampak



: Adanya peningkatan tingkat kebisingan







Tolak Ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 Tentang baku Tingkat Kebisingan.



c) Timbunan Limbah B3 



Sumber dampak



: Kegiatan Produksi Pencucian Pasir







Jenis dampak



: Adanya timbunan limbah B3







Tolak Ukur dampak : Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan limbah B3



d) Bahaya Kebakaran 



Sumber dampak



: Kegiatan Produksi Pencucian Pasir







Jenis dampak



: Adanya bahaya kebakaran







Tolak ukur dampak



: Undang-Undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenaga Listrikan



e) Tingkat Kecelakaan Kerja dan Penurunan Tingkat Kesehatan Pekerja 



Sumber dampak



: Kegiatan Produksi Pencucian Pasir







Jenis dampak



: Adanya kecelakaan kerja dan angka kesakitan pekerja







Tolak ukur dampak



: Kasus kecelakaan kerja di lokasi kerja



f) Persepsi Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Produksi Pencucian Pasir







Jenis dampak



: Adanya persepsi masyarakat sekitar lokasi kegiatan







Tolak ukur dampak



: Adanya keluhan/aduan dari masyarakat sekitar lokasi



g) Tingkat Pendapatan Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Produksi Pencucian Pasir







Jenis dampak



: Adanya peningkatan pendapatan masyarakat







Tolak ukur dampak



: Peningkatan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar.



Kegiatan Pendukung 3.3.2. Kegiatan Rekrutmen Tenaga Kerja a). Peningkatan Kebisingan 



Sumber dampak



: Kegiatan rekrutmen tenaga kerja







Jenis dampak



: Adanya peningkatan tingkat kebisingan







Tolak ukur dampak



: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 Tentang baku tingkat kebisingan



b). Timbunan Sampah 



Sumber dampak



: Kegiatan rekrutmen tenaga kerja







Jenis dampak



: Adanya timbunan sampah







Tolak ukur dampak



: Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah



c). Gangguan Lalu Lintas/Kemacetan







Sumber dampak



: Kegiatan rekrutmen tenaga kerja







Jenis dampak



: Adanya peningkatan kepadatan lalu lintas







Tolak ukur dampak



: Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas Dan Angkutan Jalan



d). Tingkat Kecelakaan Kerja dan Penurunan Tingkat Kesehatan Pekerja 



Sumber dampak



: Kegiatan rekrutmen tenaga kerja







Jenis dampak



: Adanya kecelakaan kerja dan angka kesakitan pekerja







Tolak ukur dampak



: Kasus kecelakaan kerja di lokasi kerja



e). Persepsi Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan rekrutmen tenaga kerja







Jenis dampak



: Adanya persepsi masyarakat sekitar lokasi kegiatan







Tolak ukur dampak



: Adanya keluhan/aduan masyarakat sekitar lokasi kegiatan



f). Tingkat Pendapatan Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan rekrutmen tenaga kerja







Jenis dampak



: Adanya peningkatan pendapatan masyarakat







Tolak ukur dampak



: Peningkatan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar.



3.3.3. Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan a). Penurunan Kualitas Udara Ambien 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan



Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan 



Jenis dampak







Tolak Ukur dampak : Peraturan gubernur Jawa Timur nomor 10 tahun 2009



: Adanya penurunan kualitas udara ambient



Tentang Baku Mutu Kualitas Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak di Jawa Timur. b). Peningkatan Kebisingan 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan







Jenis dampak



: Adanya peningkatan tingkat kebisingan







Tolak ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 48 tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan



c). Penurunan Kualitas Tanah 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan







Jenis dampak



: Adanya Penurunan Kualitas Tanah







Tolak ukur dampak



: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 07 th 2006 Tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa dan Peraturan pemerintah nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa.



d). Timbunan sampah 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan







Jenis dampak



: Adanya timbunan sampah







Tolak ukur dampak



: Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 th 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan Sampah



e). Timbunan Limbah B3 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan







Jenis dampak



: Adanya timbunan limbah B3







Tolak ukur dampak



: Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3



f). Gangguan Lalu Lintas/Kemacetan 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan







Jenis dampak



: Adanya peningkatan kepadatan lalu lintas







Tolak ukur dampak



: Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan



g). Tingkat Kecelakaan Kerja dan Penurunan Tingkat Kesehatan Pekerja 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan







Jenis dampak



: Adanya kecelakaan kerja dan angka kesakitan pekerja







Tolak ukur dampak



: Kasus kecelakaan kerja di tempat kerja



h). Persepsi Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Mobilisasi Kendaraan Pengangkut Bahan Baku dan Hasil Produksi serta Kendaraan Karyawan







Jenis dampak



: Persepsi masyarakat di sekitar lokasi kerja







Tolak ukur dampak



: Adanya keluhan/aduan dari masyarakat sekitar lokasi kegiatan.



3.3.4. Kegiatan Domestik Karyawan a). Timbunan Sampah 



Sumber dampak



: Kegiatan domestik karyawan







Jenis dampak



: Adanya timbunan sampah







Tolak ukur dampak



: Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 33 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah



b). Timbunan Limbah B3 



Sumber dampak



: Kegiatan domestik karyawan







Jenis dampak



: Adanya timbunan limbah B3







Tolak ukur dampak



: Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3



3.3.5. Kegiatan Administrasi Perkantoran a). Penurunan Kualitas Tanah 



Sumber dampak



: Kegiatan Administrasi Perkantoran







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas tanah







Tolak ukur dampak



: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 07 th 2006 Tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah



Untuk Produksi Biomassa dan Peraturan pemerintah nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa b). Timbunan Limbah B3 



Sumber dampak



: Kegiatan Administrasi Perkantoran







Jenis dampak



: Adanya timbunan limbah B3







Tolak Ukur dampak : Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3



3.3.6. Kegiatan Pemeliharaan Mesin a). Penurunan Kualitas Udara 



Sumber dampak



: Kegiatan Pemeliharaan Mesin







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas udara







Tolak ukur dampak



: Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 10 tahun 2009 tentang Baku Mutu Kualitas Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak di Jawa Timur.



b). Peningkatan Intensitas Kebisingan 



Sumber dampak



: Kegiatan Pemeliharaan Mesin







Jenis dampak



: Adanya peningkatan tingkat kebisingan







Tolak ukur dampak : Keputusan Menteri Lingkungan hidup nomor 48 tahun 1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan



c). Tingkat Kecelakaan Kerja dan Penurunan Tingkat Kesehatan Pekerja 



Sumber dampak



: Kegiatan Pemeliharaan Mesiin







Jenis dampak



: Adanya kecelakaan kerja dan angka kesakitan pekerja







Tolak ukur dampak



: Kasus kecelakaan kerja di lokasi kerja



d). Persepsi Masyarakat 



Sumber dampak



: Kegiatan Pemeliharaan Mesin







Jenis dampak



: Adanya persepsi masyarakat di sekitar lokasi kegitan







Tolak ukur dampak



: Adanya keluhan/aduan dari masyarakat sekitar lokasi kegiatan.



Sarana Penunjang 3.3.7. Penggunaan Energi a). Bahaya Kebakaran 



Sumber dampak



: Kegiatan penggunaan energi berupa kegiatan penggunaan peralatan listrik







Jenis dampak



: Adanya bahaya kebakaran







Tolak ukur dampak



: Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan



3.3.8. Penggunaan Bahan Bakar dan Premium a). Penurunan Kualitas Air Permukaan 



Sumber dampak



: Kegiatan penggunaan bahan bakar dan premium







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas air permukaan







Tolak ukur dampak : Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3



b). Penurunan Kualitas Air Tanah 



Sumber dampak



: Kegiatan penggunaan bahan bakar dan premium







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas air tanah







Tolak ukur dampak : Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3



c). Penurunan Kualitas Tanah 



Sumber dampak



: Kegiatan penggunaan bahan bakar dan premium







Jenis dampak



: Adanya penurunan kualitas tanah







Tolak ukur dampak



: Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 07 th 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa dan Peraturan Pemerintah nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa



d). Timbunan Limbah B3 



Sumber dampak



: Kegiatan penggunaan bahan bakar dan premium







Jenis dampak



: Adanya timbunan limbah B3







Tolak ukur dampak : Peraturan Pemerintah nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan



Limbah B3



BAB V UPAYA PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP 4.1. Pendekatan dalam Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup Upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang dalam kegiatan pemurnian pasir dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan teknologi, pendekatan sosial ekonomi dan pendekatan institusi. Pendekatan teknologi



ialah mencari teknologi yang tepat dalam upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap perubahan kualitas lingkungan baik komponen fisik-kimia, biologi maupun sosial ekonomi dan sosial budaya. Pendekatan sosial budaya dilakukan untuk mengetahui dampak dari kegiatan pemurnian pasir khususnya terhadap aspek sosial ekonomi dan budaya dalam upaya untuk menciptakan peluang kerja dan peluang usaha pada perekonomian lokal serta interaksi sosial dan kamtibmas. Pendekatan institusional merupakan pendekatan yang dilakukan melalui lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan baik formal dan non formal di kabupaten Ponorogo. 4.2. Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 4.2.1. Tahap Pra Konstruksi 1. Persepsi Masyarakat a. Sumber dampak dari kegiatan pra konstruksi (pra operasional) b. Jenis dampak : timbulnya persepsi masyarakat c. Tolak ukur dampak :Adanya keluhan dari masyarakat sekitar lokasi. d. Rencana Pengelolaan lingkungan hidup :  Melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar lokasi kerjasama dengan aparat Kelurahan, tokoh masyarakat dan aparat kecamatan.  Menampung usulan-usulan masyarakat  Melakukan pemberitauan lebih awal ke masyarakat di sekitar lokasi akan adanya kegiatan survey dan investigasi awal.  Survei dan investigasi awal dilakukan secara terbuka sehingga masyarakat sekitar dapat melihat secara langsung dan dapat memberi masukan.  Memberikan informasi yang benar dan transparan. e. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup :  Memantau



hubungan



antara



pemrakarsa dan



masyarakat Kelurahan



Tanjungsari  Lokasi pemantauan lingkungan di lakukan di Kelurahan Tanjungsari  Waktu pelaksanaan dilakukan setiap bulan selama tahap pra konstruksi f. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup :



 Instansi Pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Selaku pemrakarsa.  Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo  Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo 2. Proses Perizinan a. Sumber dampak : penyusunan rencana pembangunan usaha, pembuatan rancang bangun serta penyusunan UKL-UPL, pengurusan IMB serta legalitas yang lain. b. Jenis dampak : respon masyarakat terhadap implementasi rencana pembangunan oleh pemrakarsa. c. Tolak ukur dampak : respon masyarakat terhadap proses implementasi rencana pembangunan oleh pemrakarsa. d. Rencana pengelolaan lingkungan hidup :  Melakukan perizinan yang diperlukan dengan aparat setempat terkait dengan kegiatan survey dan investigasi awal di lapangan  Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan aparat pemerintah Kelurahan di Kelurahan Tanjungsari kecamatan Jenangan.  Lokasi pengelolaan : usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang  Periode pengelolaan : selama masa pra konstruksi e. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup  Bentuk pemantauan : analisis perizinan  Lokasi pemantauan : area usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang  Periode pemantauan : selama tahap pra konstruksi f. Institusi Pengelolaan dan Pamantauan Lingkungan Hidup 



Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang







Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Ponorogo







Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup kab.Ponorogo



4.2.2. Tahap Konstruksi 1. Penurunan Kualitas Udara a. Sumber dampak : Berasal dari kegiatan konstruksi b. Jenis dampak : penurunan kualitas udara ambient dan udara emisi di lokasi.



c. Tolak ukur dampak : Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 10 tahun 2009 tentang Baku mutu udara ambient dan emisi sumber tidak bergerak d. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup : 



Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan truck/dump truck yang dilengkapi dengan penutup/cover







Pembasahan pada penimbunan material







Pembersihan ban truk material proyek sebelum keluar lokasi proyek dan pembersihan jalan di sekitar lokasi proyek yang dilewati kendaraan material.







Mempertahankan keberadaan vegetasi yang tidak mengganggu proses konstruksi







Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 20% dari total lahan yang dimiliki di gunakan untuk lahan penyerapan debu.







Penyiraman areal di sekitar lokasi yang menghasilkan debu secara berkala terutama pada musim kemarau.







Penggunaan kendaraan pengangkut yang lolos uji emisi.







Penutupan areal proyek dengan pagar dari seng.







Lokasi pengelolaan : area usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang dan lingkungan sekitar







Periode pengelolaan : selama masa konstruksi.



e. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup : 



Observasi dan analisis laboratorium







Lokasi pemantauan : area lokasi milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang dan lingkungan sekitar.







Periode pemantauan : selama tahap konstruksi.



f. Instansi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan hidup 



Instansi pelaksana







Instansi pengawas







Instansi Penerima laporan : Dinas Lingkungan hidup kabupaten Ponorogo.



: Bapak Heru Agus Setyo Herlambang selaku pemrakarsa. : Dinas Lingkungan Hidup kabupaten Ponorogo



2. Peningkatan Kebisingan a. Sumber dampak : berasal dari kegiatan konstruksi



b. Jenis dampak : peningkatan kebisingan c. Tolak ukur dampak : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 48 th 1996 tentang baku tingkat kebisingan yaitu 70 dBA di sekitar proyek dan 55 dBA di lingkungan pemukiman. d. Rencana Pengelolaan Lingkungan hidup 



Pemilihan kendaraan pengangkut barang konstruksi yang telah lulus uji emisi







Melakukan penambahan berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai tajuk yang tebal dan berdaun rindang dengan berbagai sarana yang cukup rapat dan tinggi untuk mengurangi kebisingan.







Lokasi pengelolaan : di jalan lingkungan, tempat parkir, area konstruksi dan RTH







Periode pengelolaan : selama masa konstruksi.



e. Rencana Pemantauan Lingkungan hidup : 



Pengukuran langsung terhadap intensitas kebisingan di dalam ruangan dengan menggunakan laboratorium terakreditasi.







Pengukuran langsung terhadap instensitas kebisingan di lingkungan proyek dengan menggunakan alat sound level meter.







Memantau terhadap pemilihan kendaraan







Mendokumentasikan kegiatan konstruksi dengan foto.







Lokasi pemantauan : di lingkungan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang







Periode pemantauan : selama masa konstruksi.



f. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 



Instansi pelaksana



yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang sebagai



pemrakarsa. 



Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan hidup Kabupaten Ponorogo







Instansi penerima laporan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Ponorogo.



3. Tingkat Pendapatan Masyarakat A. Sumber Dampak Sumber dampak berasal dari kegiatan konstruksi B. Jenis Dampak



Tingkat pendapatan masyarakat C. Tolok Ukur Dampak Tingkat pengangguran serta pendapatan masyarakat D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan 1. Mengutamakan penggunaan tenaga lokal secara proposional sesuai jenis pekerjaan 2. Perlindungan dan jaminan sosial serta kesehatan terhadap tenaga kerja yang berlaku 3. Penggunaan tenaga kerja menggunakan kontrak kerja yang berlaku 4. Pemberian upah minimal sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK) Ponorogo Lokasi pengelolaan



:



Lingkungan areal sekitar usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Periode pengelolaan Selama mas : konstruksi Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan



:



Observasi dan wawancara Lokasi pemantauan



:



Lingkungan sekitar usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Periode pemantauan



:



Selama masa konstruksi F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup



1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang selaku pemrakarsa 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Dinasker Kab. Ponorogo 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Disnaker Kab. Ponorogo 4. Timbulan Sampah A. Sumber Dampak Sumber limbah padat bersumber dari kegiatan domestik para pegawai selama masa konstruksi. B. Jenis Dampak Jenis dampak yang ditimbulkan adalah timbulan limbah padat organik dan anorganik. C. Tolok Ukur Dampak Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan serta Tingkat Kenyamanan Masyarakat dan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 1. Penggunaan kembali sisa material yang masih bisa dipakai. 2. Pemilahan sampah organik, anorganik, dan limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3).



3. Limbah sampah domestik dibuang ke bak sampah yang representatif yang ditempatkan di beberapa titik di areal pabrik dalam jumlah yang proporsional 4. Pembersihan areal pabrik secara berkala oleh petugas. Adanya papan larangan membuang sampah secara sembarangan di areal dan di luar areal pabrik. Lokasi pengelolaan : Areal usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang dan lingkungan sekitar Peridoe pengelolaan : Selama masa konstniksi Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : E. Rencana Pemantauan Bentuk pemantauan : 1. Memantau timbulan sampah. 2. Mendokumentasikan



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto



media



audiovisual). Lokasi pemantauan : Areal sekitar usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang dan lingkungan sekitar



Periode pemantauan : Selama masa konstruksi F. lnstitusi Yengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup



1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 5. Gangguan Lalu Lintas dan Kemacetan A. Sumber Dampak Berasal dari kegiatan konstruksi B. Jenis Dampak Jenis dampak adalah gangguan lalu lintas dan kemacetan C. Tolok Ukur Dampak Tingkat kemacetan serta kecelakaan lalu lintas D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 1. Pengaturan kendaraan oleh petugas 2. Penyediaan lahan parkir yang memadai 3. Penempatan papan nama perusahaan di depan areal pemurnian pasir 4. Adanya bangkitan/rambu lalu-lintas di sekitar pemurnian pasir 5. Penempatan lampu penerangan jalan yang memadai di sekitar areal pemurnian pasir 6. Penutupan bak kendaraan pengangkut dengan terpal yang memadai



Lokasi pengelolaan



:



Areal sekitar usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang yaitu jalan raya Jenangan.



Peridoe pengelolaan : Selama masa konstruksi Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : E. Rencana Pemantauan Bentuk pemantauan : Pengamatan lapangan dengan perhitungan kendaraan yang melintas per 6 jam Lokasi pemantauan : Areal sekitar usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang . Periode pemantauan : Selama masa konstruksi F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dari Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Ponorogo 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dari Dinas Perhubungan (Dishub) 6. Persepsi Masyarakat A. Sumber Dampak Berasal dari kegiatan konstruksi B. Jenis Dampak Dampak yang ditimbulkan yaitu berupa timbulnya persepsi masyarakat C. Tolok Ukur Dampak 1. Ada



tidaknya



konstruksi



konflik



masyarakat



setempat



terhadap



kegiatan



2. Adanya keluhan dari masyarakat sekitar lokasi D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 



Koordinasi



dengan



Kelurahan



setempat



dalam



setiap



kegiatan



konstruksi yang berlangsung 



Melaksanakan dari menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sekitar lokasi







Membina hubungan yang harmonis dan berkomunikasi secara aktif dengan pemerintah Kelurahan setempat







Melaksanakan kegiatan konstruksi secara transparan dari terbuka melakukan Corporate Sociul Responsibility (CSR) bina lingkungan memberikan fasilitas kebutuhan warga sesuai dengan kemampuan dan anggaran dari perusahaan)







Kerjasama dengan Pemerintah Kelurahan Tanjungsari







Kerjasama bantuan sosial masyarakat di sekitar lokasi usaha seperti Agustusan, Bersih Kelurahan, Agenda Kelurahan



Lokasi pengelolaaan: Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di area pemurnian pasir Periode pelaksanaan : Periode pelaksanaan selama masa konstruksi E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : Memantau hubungan antara pemrakarsa, masyarakat dan Kelurahan Tanjungsari Lokasi pemantauan :



Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di Kelurahan Tanjungsari Waktu pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap bulan selama tahap konstruksi. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaltu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 3. Instansi penerirna laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 7. Penurunan Kualitas Air Permukaan A. Sumber Dampak Berasal dari kegiatan konstruksi B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu penurunan kualitas air permukaan. C. Tolok Ukur Dampak Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur, sebagai dasar dalam kegiatan pengelolaan kualitaas air di wilayah proyek serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990



tentang



Syarat-Syarat



Kualitas Air. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan :



dan



Pengawasan



l.



Menyalurkan air limbah dari toilet (black water) ke dalam tangki septik dengan sistem rembesan sesuai SNI 03-2398-2002 yaitu suatu ruangan kedap air beberapa kompartemenya berfungsi menampung dan mengolah air limbah domestik dengan kecepatan alir lambat, sehingga memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan organik oleh jasad anaerobik membentuk bahan larut air dan gas.



2. Memiliki saluran drainase untuk pembuangan air hujan yang terintegrasi dengan saluran di sekitarnya. 3. Pembuatan tempat pengendapan agar debu yang terlarut tidak langsung terbawa ke media air sesuai ketentuan yang berlaku 4. Penempatan pelumas yang digunakan dalam tempat yang kedap air dan dalam bangunan khusus penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Lokasi pengelolaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di sumber air limbah domestik (toilet), tangki septik dan saluran pembuangan, area penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan bengkel Waktu pelaksanaan : Pemeliharaan dilakukan setiap hari selama tahap konstruksi Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau kelayakan fungsi tangki septik



2. Memantau keberadaan pelumas dalam tempatnya apakah terjadi kebocoran/tidak 3. Mendokumentasikan



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto/media



audiovisual). Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di saluran air limbah domestik dan badan air penerima. Periode pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap konstruksi, sampling kualitas air bersih dilakukan setiap bulan dan pendokumentasian kegiatan pengelolaan setiap bulan. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo 8. Kecelakaan Kerja dan Penurunan Kesehatan Pekerja A. Sumber Dampak Berasal dari kegiatan konstruksi B. Jenis Dampak Dampak yang ditimbulkan yaitu berupa peningkatan kecelakaan kerja dan penurunan kesehatan pekerja C. Tolok Ukur Dampak



Undang-Undang Nomor I Tahun1970 tentang Keselamatan Kerja. UndangUndang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 



Menerapkan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap tenaga kerja.







Mewajibkan fasilitas Asuransi Kesehatan Kerja. bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan regional setempat untuk karyawan vang bekerja.







Penyedian kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)







Melengkapi karyawan dengan Alat Pelindung Did (APD) seperti : masker, helm, earplug, sepatu boot, sarung tangan.







Pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku



Lokasi pengelolaaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di area konstruksi. Periode pelaksanaan : Periode pelaksanaan penerapan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu setiap hari pada proses konstruksi sampai selesainya tahap ini. E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau penerapan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap karyawannya. 2. Memantau kesehatan tenaga kerja yang bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Regional setempat.



Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di area usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Waktu pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap bulan selama tahap konstruksi. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup l.



Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Disnaker Kab. Ponorogo 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Disnaker Kab. Ponorogo 9. Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) A. Sumber Dampak Berasal dari kegiatan konstruksi B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)



C. Tolok Ukur Dampak Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang pengeloaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)



D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilakukan adalah : 1. Mencatat Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan dan yang diangkut pihak ketiga dalam neraca limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Mengemas limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai dengan jenisnya dalam kemasan khusus yang diberi simbol dan label. 3. Penyimpanan sementara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Tempat Penampungan Sementara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berizin (tidak lebih dari lama waktu simpan yang diizinkan). 4. Memberikan daftar simbol-simbol bahan berbahaya dan beracun pada tembok di tempat penampungan sementara limbah, menambahkan Standar Operasional Prosedur (SOP) perianganan limbah, Alat Pelindung Din (APD), Alat Pemadam Api Ringan (APAR), dan kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3 K). 5. Pengangkutan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dilakukan oleh pengangkut. Limbah bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berizin dilengkapi dengan dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (Alunifest). 6. Membuat neraca limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) disesuaikan dengan acuan Perrnen Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Lokasi pengelolaan :



Pengelolaan di lakukan pada tempat penampungan sementara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Periode pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap konstruksi selama timbulnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan l.



Memantau kegiatan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (pencatatan, pengemasan, pelabelan, penyimpanan sementara).



2. Memantau volume dan lama penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 3. Memantau kegiatan pengangkutan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan dokumen limhah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (manifest). Mendokumentasikan kegiatan pengelolaan (dengan foto/media audiovisual). Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan di Tempat Penampungan Sementara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).



Periode pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap timbulnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) untuk kegiatan pengelolaan, setiap tiga bulan untuk kegiatan penyimpanan, F. Institusi Pengelolaan dan Pemantaan Lingkungan Hidup



1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo 3.8.3. Tahap Operasional 1. Penurunan Kualitas Udara Ambien A. Sumber Dampak Sumber dampak kegiatan proses operasional B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi adalah penurunan kualitas udara ambien dan udara emisi di lokasi kegiatan C. Tolok Ukur Dampak Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor 10 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak



D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : Upaya untuk melindungi tenaga kerja terhadap timbulnya risiko-risiko bahaya akibat pemaparan faktor bahaya fisika dan kimia, sekaligus meningkatkan derajat kesehatan kerja di tempat kerja sebagai bagian dari



pemenuhan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Menanam vegetasi yang berdaun rindang untuk mengadsorpsi debu yang dihasilkan oleh kegiatan. 2. Melakukan penghijaun di area lokasi kegiatan 3. Pengaturan kendaraan yang keluar masuk lokasi kegiatan. 4. Penggunaan masker pada pekerja yang langsung kontak dengan bagian produksi 5. Penyiraman lokasi kegiatan terutama pada musim kemarau 6. Penutupan kendaraan pengangkut material deng an terpal yang tertutup rapat Lokasi pengelolaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di area produksi Periode pengelolaan : Dilakukan setiap hari kerja selama tahap operasional. Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : -



Memantau keberadaan tanaman pengadsorpsi debu.



-



Mendokumentasikan



kegiatan



pemantauan



(dengan



audiovisual/media audiovisual). Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di area produksi



foto/media



Periode pemantauan : Waktu pelaksanaan pemantauan gas dan debu dilakukan setiap enam (6) bulan



selama



tahap



operasional



dan



pendokumentasian



kegiatan



pengelolaan dilakukan setiap bulan. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Flidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 2. Peningkatan Intensitas Kebisingan A. Sumber Dampak Sumber dampak berasal dari kegiatan operasional B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu peningkatan intensitas kebisingan C. Tolok Ukur Dampak Tojok ukur untuk pengelolaan kebisingan di lingkungan tempat usaha mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, yaitu baku mutu kebisingan di lingkungan pabrik adalah 70 dBA sedangkan di lingkungan pemukiman yaitu 55 dBA. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan :



1. Melakukan pemeliharaan terhadap kendaraan dan mesin produksi 2. Melakukan penambahan berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai tajuk yang tebal dan berdaun rindang dengan berbagai strata yang cukup rapat dan tinggi untuk mengurangi kebisingan. 3. Menutup area pencucian pasir dengan membangun tembok atau seng dengan tinggi minimal 3 meter untuk meminimalisir kebisingan. Tindakan darurat : Lokasi pengelolaan : Pengelolaan dilakukan di jalan lingkungan, tempat parkir, area produksi, dan ruang terbuka hijau di (buffer zone, taman). Periode pengelolaan : Waktu pengelolaan dilaksanakan satu kali untuk kegiatan penanaman dan setiap hari untuk pemeliharaan mesin operasional produksi E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup: Bentuk pemantauan : 1. Pengukuran langsung (insitu) terhadap intensitas kebisingan di dalam ruangan dengan menggunakan alat Sound Level Meter. 2. Pengukuran langsung (insitu) terhadap intensitas kebisingan di lingkungan pabrik (site) dengan menggunakan alat Sound Level Meter mengacu pada lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkun - gan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 (metoda pengukuran, perhitungan dan aevaluasi tingkat kebisingan lingkungan) memantau secara, visual terhadap



keg iatan



penanaman



berbagai



jenis



mempunyai tajuk yang tebal dan berdaun rindang. 3. Memantau terhadap pemeliharaan kendaraan.



tumbuhan



yang



4. Mendokumentasikarn



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto/media



audiovisual). Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan dilakukan di lingkungan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Periode pemantauan : Waktu pelaksanaan dilakukan seliap hart selama tahap operasional dan pendokumentasian



kegiatan



pengelolaan



setiap



bulan



sedangkan



pengukuran kebisingan dilaksanakan setiap enam (6) bulan sekali. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pernrakarsa dan laboratorium yang terakreditasi. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo.



3. Penurunan Kualitas Air Permukaan A. Sumber Dampak Sumber dampak dari penurunan kualitas air permukaan dari kegiatan domestik karyawan, kegiatan pemeliharaan mesin/perbengkelan, dan penggunaan bahan bakar dan pelumas B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu penurunan kualitas air permukaan.



C. Tolok Ukur Dampak Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur, sebagai dasar dalam kegiatan pengelolaan kualitas air di wilayah proyek serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990



tentang



Syarat-Syarat



dan



Pengawasan



Kualitas Air D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 1. Menyalurkan air limbah dari toilet (black water) ke dalam tangki septik dengan sistem rembesan sesuai SNI 03-2398-2002 yaitu suatu ruangan kedap air/beberapa kompartemenya berfung si menampung dan mengolah air limbah domestik dengan kecepatan alir lambat sehingga memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan organik oleh jasad anaerobik membentuk bahan larut air dan gas. 2. Memiliki saluran drainase untuk pembuangan air hujan yang terintegrasi dengan saluran di sekitarnya. 3. Pembuatan tempat pengendapan agar debu yang terlarut tidak langsung terbawa ke media air sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Penempatan pelumas yang digunakan dalam tempat yang kedap air dan dalam bangunan khusus penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Lokasi pengelolaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di sumber air limbah domestik (toilet), tangki septik dan saluran pembuangan, area penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan bengkel



Waktu pelaksanaan : Pemeliharaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional. Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau kelayakan fungsi tangki septik 2. Memantau keberadaan pelumas dalam tempatnya apakah terjadi kebocoran tidak 3.



Mendokumentasikan



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto/media



audiovisual). Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di saluran air limbah domestik dan badan air penerima. Periode pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional, sampling kualitas air bersih dilakukan setiap bulan dan pendokumentasian kegiatan pengelolaan setiap bulan. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo



4. Penurunan Kualitas Air Tanah A. Sumber Dampak Sumber dampak dari penurunan kualitas air tanah dari kegiatan domestik karyawan, kegiatan pemeliharaan mesin/perbengkelan, dan penggunaan bahan bakar dan pelumas. B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu penurunan kualitas air tanah. C. Tolok Ukur Dampak Peraturan Gubernur provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Jawa Timur, sebagai dasar dalam kegiatan pengelolaan kualitas air di Wilayah proyek serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990



tentang



Syarat-Syarat



dan



Pengawasan



Kualitas Air.



D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 1. Menyalurkan air limbah dari toilet (black water) ke dalam tangki septik dengan sistem rembesan sesuai SNI 03-2398-2002 yaitu suatu ruangan kedap air bebzrapa kompartemennya berfungsi menampung dan mengolah air limbah domestik dengan kecepatan alir lambat sehingga memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan organik oleh jasad anaerobik membentuk bahan larut air dan gas.



2. Penempatan pelumas yang digunakan dalam tempat yang kedap air dan dalam bangunan khusus penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 3. Melakukan pengecekan secara berkala terhadap penyimpanan pelumas agar tidak terjadi kebocoran 4. Membuatan sumur resapan dan lubang biopori Lokasi pengelolaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di sumber air limbah domestik (toilet), tangki septik dan saluran pembuangan, area penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan bengkel tempat reparasi mesin. Waktu pelaksanaan : Pemeliharaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional. Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau kelayakan fungsi septic tank 2. Memantau keberadaan pelumas dalam tempatnya apakah terjadi kebocoran/tidak 3. Mendokumentasikan kegiatan pengelolaan (dengan foto media audio visual). Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di saluran air limbah domestik dan badan air nenerima. Periode pelaksanaan :



Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional. Sampling kualitas air bersih dilakukan setiap bulan dan pendokumentasian kegiatan pengelolaan setiap bulan. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang . 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 3. Instansi laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo 5. Penurunan Kualitas Tanah A. Sumber Dampak Sumber dampak dari kegiatan operasional produksi B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu penurunan kualitas tanah C. Tolok Ukur Dampak Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 1. Menyalurkan air limbah dari toilet (black water) ke dalam tangki septik dengan sistem rembesan sesuai SNI 03-2398-2002 yaitu suatu ruangan kedap air/beberapa kompartemenya berfungsi menampung dan mengolah air limbah dornestik dengan kecepatan alir lambat



sehingg a memberi kesempatan untuk terjadi pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan organik oleh jasad anaerobik membentuk bahan larut air dan gas. 2. Penempatan pelumas yang digunakan dalam tempat yang kedap air dan dalam bangunan khusus penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 3. Melakukan pengecekan secara berkala terhadap penyimpanan pelumas agar tidak terjadi kebocoran Lokasi pengelolaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di sumber air limbah domestic : (toilet), tangki septik dan saluran pembuangan, area penyimpanan limbah Bahan Berbahava dan Beracun (133) Waktu pelaksanaan : Pemeliharaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional. Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : 1. Gerakan cepat tanggap terhadap limbah yang tidak berhasil ditampung dengan penggunaan penanggulangan limbah seadanya saat dilokasi kegiatan 2. Menampung limbah ke tempat khusus yang sudah disediakan disekitar areal usaha. E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau keberadaan pelumas dalam tempatnya apakah terjadi kebocoran tidak.



2.



Mendokumentasikan



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto/media



audiovisual). Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauali lingkungan dilakukan di saluran air limbah domestik dan badan air penerima. Periode pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional. sampling kualitas air bersih dilakukan setiap bulan dan pendokumentasian kegiatan pengelolaan setiap bulan. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup ( DLH ) Kabupaten Ponorogo. 3. lnstansi penerima laporan yaitu Dinas Linglamgan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 6. Timbulan Sampah A. Sumber Dampak Sumber dampak berasal dari kegiatan operasional. B. Jenis Dampak Dampak yang ditimbulkan yaitu peningkatan volume sampah terutama di area kantor. C. Tolok Ukur Dampak



Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan 1. Menyediakan bak-bak sampah yang memadai di lokasi kegiatan 2. Memasang rambu larangan untuk membuang sampah sembarangan 3. Membersihkan area kegiatan secara berkala terutama area mess 4. Pemilahan sampah organik dan non organik 5. Memiliki petugas khusus untuk menjaga kebersihan area kerja dan lingkungan sekitarnya setiap hari Tindakan darurat : Lokasi pengelolaan : Pengelolaan dilakukan di area yang tercecer sampah Periode pengelolaan : Waktu pengelolaan dilaksanakan setiap hari E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau terhadap timbulan sampah. 2. Mendokumentasikan



kegiatan



audiovisual). Lokasi pemantauan



:



pengelolaan



(dengan



foto/media



Lokasi pemantauan dilakukan di lingkungan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Periode pemantauan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap konstruksi dan operasional F. Institusi pengelolaan dan Pemantauan lingkungan hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa. 2. lnstansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorog o. 7. Timbulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) A. Sumber Dampak Berasal dari kegiatan operasional produksi B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu pencemaran limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3 ) C. Tolok Ukur Dampak Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengeloaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) D. Rencana Yengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan :



Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilakukan adalah : 1. Mencatat limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan dan yang diangkut pihak ketiga dalam neraca limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). 2. Mengemas limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3 ) sesuai dengan jenisnya dalam kemasan khusus yang diberi simbol dan label. 3. Penyimpanan sementara limbah Bahan Berbahava dan Beracun (B3) di Tempat Penampungan Sementara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) berizin (tidak lebih dari lama waktu simpan yang diizinkan) Tabel 3.3 Pengelompokan Limbah Simbol



Nama Limbah : Drum terisi limbah bahan berbahaya dan beracun : Drum kosong : Tembok Pembatas



Kelompok Limbah



: Keterangan Limbah



2B



Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun : (B3 ). Contoh: Lateks (konveyor bekas)



3A



: Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B). Contoh: Accu, lampu bekas.



6B



: Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Contoh: Oli bekas



Sumber : Pengelompokan Limbah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah B3 4. Memberikan daftar simbol-simbol bahan berbahaya dan beracun pada tembok di tempat penampungan sementara limbah, menambahkan



Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan limbah, Alat Pelindung Diri (APD), Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) serta mengingatkan para pekerja untuk selalu menggunakan APD selama bekerja. 5. Pengangkutan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dilakukan oleh pengangkutan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang berizin dilengkapi dengan dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (manifest). 6. Membuat



neraca



limbah



Bahan



Berbahaya



dan



Beracun



(B)



disesuaikan dengan acuan Permen Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Lokasi pengeiolaan : Pengelolaan di lakukan pada tempat penampungan sementara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (M). Periode pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap operasi selama timbulnya limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau kegiatan pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (pencatatan, pengemasan. pelabelan, penyimpanan sementara). 2. Memantau volume dan lama penyimpanan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).



3. Memantau kegiatan pengangkutan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) (manifest). 4. Mendokumentasikan



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto/media



audiovisual). Lokasi pemantauan



:



Lokasi pemantauan lingkungan di Tempat Penampungan Sementara (TPS) limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Periode pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap timbuinva limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) untuk kegiatan pengelolaan, setiap tiga bulan untuk kegiatan penyimpanan F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup l.



Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten ponorogo. 8. Bahaya Kebakaran A. Sumber Dampak Sumber dampak dari kegiatan operasional. B. Jenis Dampak Jenis dampak yang terjadi yaitu peningkatan resiko bahaya kebakaran.



C. Tolok Ukur Dampak Tolak ukur peningkatan resiko kebakaran ini yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 1. Melakukan pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun yang meliputi materi antara lain : -



Pengetahuan dan penggunaan alat pemadam api ringan (APAR)



-



Evakuasi penghuni dan penyelamatan;



-



Fire safety management;



-



Rencana operasi dan protap pemadaman kebakaran



2. Menyediakan



akses



pernadam



kebakaran



untuk



memudahkan



kendaraan pemadam api menuju lokasi. 3. Pemasangan rambu dilarang merokok 4. Melengkapi sarana penyelamatan jiwa dan sistem proteksi kebakaran, antara lain 1) Sarana penyelamat jiwa berupa : -



Sarana jaian keluar;



-



Pencahayaan darurat tanda jalan keluar;



-



Petunjuk arah jalan keluar;



-



Komunikasi darurat;



-



Pengendali asap;



-



Tempat berhimpun sementara, dan



-



Tempat evakuasi.



2) Sistem proteksi kebakaran berupa : -



Alat pemadam api ringan



-



Sistem deteksi dan alarm kebakaran dan penunjuk arah darurat



Lokasi pengelolaan : Pengelolaan dilakukan pada bangunan pabrik, sarana penyelamat jiwa, sistem proteksi kebakaran (termasuk pompa kebakaran), dan bak penampungan air hujan. Periode pengelolaan : Pelaksanaan pengelolaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional Tindakan darurat bila sistem tidak berfungsi : -



Segera mengevakuasi karyawan melalui jalur evakuasi yang telah disediakan dan berkumpul pada area aman kebakaran (assembly point).



-



Melakukan upaya awal pemadaman kebakaran dengan sumber air yang ada di sekitar lokasi.



-



Segera menghubungi Pemadam Kebakaran



E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau kegiatan pelatihan dan penanggulangan kebakaran 2. Memantau kelayakan fung si sarana penyelamat jiwa (sarana jalan keluar pencahayaan darurat tanda jalan keluar, komunikasi darurat, pengendali asap, tempat berhimpun sementara, dan tempat evakuasi).



3. Memantau kelancaran akses untuk pemadam kebakaran. 4. Memantau kelayakan fungsi sistem proteksi kebakaran (alat pemadam api ringan, sistem deteksi dan alarm kebakaran 5. Mendokumentasikan



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto/media



audiovisual). Lokasi pemantauan



:



Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di lingkungan usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Periode pemantauan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional dan pendokumentasian kegiatan pengelolaan setiap bulan. F. Institusi Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemadam Kebakaran. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemadam Kebakaran 9. Gangguan Lalu Lintas/Kemacetan A. Sumber Dampak Sumber dampak dari kegiatan operasional B. Jenis Dampak



Jenis dampak



yang terjadi yaitu terjadinya gangguan lalu lintas,



kemacetan pada ruas jalan utama yaitu Jalan Raya Jenangan-Ngebel. C. Tolok Ukur Dampak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 1. Pengaturan lalu lintas pada saat masuk dan pulang kerja yang dilakukan oleh satpam internal 2. Pemasangan rambu peringatan hati- hati 3. Pemasangan



papan



nama perusahaan yang



jelas di depan pintu



masuk 4. Memasang lampu emergency di depan pintu masuk 5. Kegiatan pengangkutan material disesuaikan dengan tonase max 8 Ton dan kelas jalan yang dilalui 6.



Dimensi atau bak tambahan tidak diisi



7.



Penutupan Dump Truk dengan terpal yang memadai



8.



Muatan dalam keadaan kering



9. Pelebaran jalan masuk ke lokasi usaha 10. Karena lokasi berada di jalur menuju ke tempat pariwisata, diharapkan untuk hari minggu kegiatan usaha tidak beroperasi 12.Pemasangan pengumuman bahwa kegiatan usaha telah mendapatkan Surat ijin lingkungan



Tindakan darurat : Melakukan pengaturan langsung di lapangan. Lokasi pengelolaan : Pengelolaan dilakukan pada akses jalan masuk menuju area usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Periode pengelolaan : Pemasangan



rambu lalu lintas dan kelengkapannya dilakukan satu kali



dan pemeliharaannya dilakukan setiap hari selama tahap operasional. E. Rencana Pemantauan Lingkungan IIidup Bentuk pemantauan : 



Memantau kegiatan pengaturan lalu lintas yang mengendalikan kendaraan keluar-masuk.







Memastikan kelancaran di ruas jalan umum.







Memantau kelayakan fungsi rambu-rambu lalu lintas







Mendokumentasikan audiovisual).







Mempertimbangkan perbaikan jalan yang rusak akibat keluar masuk kendaraan berat



kegiatan



pengelolaan



(dengan



foto/media



Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di akses jalan keluar masuk lokasi kegiatan Periode pemantauan : Wak - tu pelaksanaan dilakukan setiap hari selama tahap operasional dan pendokumentasian kegiatan pengelolaan setiap bulan F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkangan Hidup



l.



Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup DLH Kabupaten Ponorogo dan Dinas Perhubungan (Dishub). 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Dinas Perhubungan (Dishub) 10. Kecelakaan Kerja dan Penurunan Kesehatan Pekerja A. Sumber Dampak Sumber dampak dari kegiatan operasional produksi B. Jenis Dampak Dampak yang ditimbulkan yaitu berupa peningkatan kecelakaan kerja dan penurunan kesehatan pekerja C. Tolok Ukur Dampak Undang-Undang Nomor 1 Tahun1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 



Menerapkan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap tenaga kerja.







Mewajibkan fasilitas Asuransi Kesehatan Kerja, bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan regional setempat untuk karyawan Yang bekerja.







Penyedian kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)







Melengkapi karyawan dengan Alat Pelindung Diri (APD) seperti : masker, helm, earplug, sepatu boot, sarung tangan.







Pekerjaan dilaksanakan sesuai denuan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku



Lokasi pengelolaaan : Lokasi pengelolaan iingkungan dilakukan di area pabrik. Periode pelaksanaan : Periode pelaksanaan penerapan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu setiap hari pada jam operasional. E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : 1. Memantau penerapan sistetn Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap karyawan. 2. Memantau kesehatan seluruh tenaga kerja yang bekerjasama dengan Badan



Penyelenggara



Jaminan



Sosial



(BPJS)



Ketenagakerjaan



Regional setempat. 3. Melakukan pendataan kesehatan pekerja seperti pemeriksaan kesehatan awal dan berkala. Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di area usaha (ruang produksi, lingkungan pabrik). Waktu pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap bulan selama tahap operasional. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang pemrakarsa.



selaku



2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Dinas Tenaga Kerja Kab. Ponorogo. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH ) Kabupaten Ponorogo dan Dinas Tenaga Kerja Kab. Ponorogo. 11. Persepsi Masyarakat A. Sumber Dampak Sumber dampak dari kegiatan operasional B. Jenis Dampak Dampak yang ditimbulkan yaitu berupa timbulnya persepsi masyarakat C. Tolok Ukur Dampak Adanya keluhan dari masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 



Koordinasi dengan Kelurahan setempat dalam perekrutan tenaga kerja







Melaksanakan dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sekitar lokasi







Membina hubunaan yang harmonis berkomunikasi aktif dengan pemerintah Kelurahan setempat







Melaksanakan kegiatan rekrutmen secara transparan dan terbuka







Melakukan Coorporate Social Responsibility (CSR) bina lingkungan (memberikan fasilitas kebutuhan warga sesuai deng an kemampuan dan anggaran dari perusahaan) dan CSR ini perlu di tingkatkan terhadap pemerintahan Kelurahan dan masyarakat.



Lokasi pengelolaaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di area usaha.



Periode pelaksanaan: Periode pelaksanaan vaitu setiap hari. E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : Memantau hubungan antara pemrakarsa dan masyarakat Kelurahan Tanjungsari Lokasi pemantauan : Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan Kelurahan Tanjungsari Waktu pelaksanaan : Waktu pelaksanaan dilakukan setiap bulan selama tahap operasional. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Usaha milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang selaku pemrakarsa. 2. Instansi pengawas yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo. 12. Tingkat Pendapatan Masyarakat A. Sumber Dampak Sumber dampak berasal dari kegiatan penggunaan tenaga kerja sejumlah 4orang B. Jenis Dampak



Jenis dampak yang terjadi yaitu terbukanya lapangan pekerjaan bagi penduduk setempat sehingg a dapat meningkatkan pendapatan C. Tolok Ukur Dampak Tolok ukur dampak yang digunakan adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep-20/MEN/III.2004 tentang Jumlah Tenaga Kerja Lokal yang Terserap. D. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Bentuk pengelolaan : 



Memprioritaskan penduduk setempat sebagai tenaga kerja, sesuai dengan keahlian dan kualifikasi pekerjaan yang dibutuhkan.







Gaji karvawan disesuaikan dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK)







Melaksanakan wajib lapor ketenagakerjaan melalui dinas terkait







Mengikut sertakan pekerja dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan



Tindakan darurat : Lokasi pengelolaan : Lokasi pengelolaan lingkungan dilakukan di kantor milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Periode pengelolaan : Waktu pengelolaan dilakukan setiap kegiatan perekrutan tenaga kerja. E. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Bentuk pemantauan : Memantau jumlah penduduk setempat yang bekerja di perusahaan Bapak Heru Agus Setyo Herlambang . Lokasi pemantauan :



Lokasi pemantauan lingkungan dilakukan di kantor milik Bapak Heru Agus Setyo Herlambang Waktu pelaksanaan : Waktu pelaksanaan yaitu dilakukan setiap tahun untuk fluktuasi jumlah tenaga kerja. F. Institusi Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup 1. Instansi pelaksana yaitu Bapak Heru Agus Setyo Herlambang



selaku



pemrakarsa. 2. Instansi pengawas yaita Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Disnaker Kab. Ponorogo. 3. Instansi penerima laporan yaitu Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Ponorogo dan Disnaker Kab. Ponorogo.