Uts Rempah (Wijen) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

UJIAN TENGAH SEMESTER TEKNOLOGI REMPAH DAN MINYAK ATSIRI WIJEN (Sesamum indicum L.)



Disusun Oleh : Nissa Nurachmi Mauliana (2015349099)



JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS SAHID JAKARTA 2017



1



PENDAHULUAN



Tanaman wijen sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat, namun hingga kini masih sedikit yang membudidayakannya. Budi daya tanaman wijen masih terbatas sebagai tanaman sampingan yang ditanam di pematang sawah atau ditumpangsarikan dengan tanaman pangan sehingga produksi wijen Indonesia relatif masih rendah (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Di Indonesia produksi wijen mulai tahun 1987 mulai menurun, sehingga pada tahun 1988 mengimpor sebesar 940.450 ton biji dan 133.729 ton minyak (BPS, 2001 dalam J.S., Dede dan Bambang, 2005). Selanjutnya pada tahun 2001 sekitar 10.265 ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 10.000 ton. Produktivitas wijen di tingkat petani masih sangat rendah, rata-rata 350 kg per hektar (Suprijono et al., 1994). Hasil tersebut masih sangat rendah bila dibandingkan dengan negara penghasil wijen lainya. Wijen merupakan tanaman penghasil biji yang digunakan untuk pendukung utama aneka industri termasuk industri makanan dan minyak makan yang berkadar lemak jenuh rendah, sehingga cocok dikonsumsi bagi penderita kolesterol tinggi (Desai dan Goyal, 1981). Minyak wijen pada umumnya dapat digunakan sebagai minyak salad dan minyak goreng. Di samping itu minyak wijen mengandung anti oksidan, sesamin dan sesamolin, sehingga dapat disimpan lebih dari satu tahun (Suddiyam dan Maneekhao, 1997).



2



ISI DAN PEMBAHASAN



A.



Jenis, Sumber, dan Sifat Fungsional Wijen Para petani di Indonesia membedakan tanaman wijen menjadi dua varietas,



yaitu wijen yang berbiji putih dan wijen yang berbiji kecokelat-cokelatan atau hitam (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Adapun taksonomi dan morfologi serta pengenalan jenis dan varietas tanaman wijen adalah sebagai berikut. Taksonomi Dalam sistem taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman wijen diklasifikasikan sebagai berikut. Phillum



: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)



Divisi



: Angiospermae (biji berada di dalam buah)



Sub-divisi



: Dicotyledone (biji berkeping dua)



Ordo



: Pedaliales



Famili



: Pedaliaceae



Genus



: Sesamum



Spesies



: Sesamum indicum L. Sesamum orientale (J.S., Dede dan Bambang, 2005).



Morfologi Tanaman wijen merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak, dengan ketinggian mencapai 1,5 m - 2,0 m, berbentuk semak yang berumur empat bulan sampai satu tahun. Tanaman ini mampu tumbuh sepanjang tahun. Secara terperinci, bagian-bagian tanaman wijen dapat dideskripsikan sebagai berikut. Akar Tanaman wijen berakar tunggang dengan sistem perakaran berbeda-beda seriap varietasnya. Pada varietas yang tidak bercabang, perakarang cenderung berkembang ke arah dalam, sedangkan untuk jenis bercabang perakaran cenderung menyebar. Batang Batang tanaman wijen hampir seperti kayu, namun kelihatannya tidak banyak terbagi dalam cabang-cabang. Batang berbentuk bulat atau segi empat, tergantung pada jenisnya (J.S., Dede dan Bambang, 2005).



3



Daun Daun tanaman wijen tersusun berselang-seling, hampir berhadapan. Daun bagian bawah, tengah, dan atas memiliki bentuk bervariasi: lonjong menjari ataupun tidak menjari. Demikian juga, tipe daun bervariasi: bergerigi dan tidak bergerigi. Daun berwarna hijau muda sampai hijau tua dan tangkai daun berwarna keunguan. Ukuran panjang daun berkisar antara 30 cm- 17,5 cm dan lebar 1 cm 7 cm (J.S., Dede dan Bambang, 2005).



Gambar 1 Tanaman wijen (bunga, buah dan biji) Bunga Bunga tanaman wijen muncul dari ketiak daun, sebanyak 1-3 kuntum per ketiak daun. Bunga bertangkai pendek, berukuran kecil, dan memiliki lima buah kotak. Bunga tersusun atas lima daun bunga yang berbentuk seperti corong, serta berbau harum yang khas. Warna bunga bervariasi: putih, merah jambu, atau ungu dengan bintik-bintik kuning atau lebayung di bagian dalam (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Buah Buah wijen berbentuk kapsul atau polong, dindingnya terdiri dari dua lapisan. Lapisan luar tersusun dari sel-sel parenkim, dan lapisan dalan tersusun dari serat-serat panjang. Lokul (ruang polong) adalah tempat kedudukan biji, jumlah lokul 4 atau 8 tergantung varietasnya (Weiss, 1971). Biji Biji wijen berbentuk gepeng atau seperti telur, berada dalam polong dengan jumlah sangat banyak, dan terletak berhadap-hadapan dengan posisi horizontal. Warna biji berbeda-beda, tergantung pada jenisnya : putih, kuning, cokelat, abuabu dan hitam (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Sifat Fungsional Wijen Telah diketahui bahwa wijen memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai bahan dalam pembuatan minyak goreng, makanan, obat-obatan, insektisida, kosmetik, sabun, margarin, cat, lilin, dan batik. Bungkil wijen (ampas dalam



4



pembuatan minyak) masih mengandung protein dan bermanfaat sebagai pakan ternak. Dalam industri makanan, biji wijen digunakan sebagai campuran dalam pembuatan roti, donat, biskuit, dan lain sebagainya (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Sebagian besar produksi wijen terserap dalam industri minyak. Menurut Desai dan Goyal (1981) yang dikutip oleh Nurheru dan Sri Hartiniadi Isdijoso (1995), 77,6% produksi wijen diolah menjadi minyak, 20,1% digunakan dalam industri makanan, dan 2,3% digunakan untuk keperluan lainnya (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Minyak wijen mempunyai ciri yang khas, yaitu berwarna bening dan tidak mudah tengik. Selain itu, minyak wijen banyak mengandung zat-zat kimia yang bermanfaat, antara lain asam stearat, asam palmitat, asam oleat, lesithin, kholin, folin, globulin, sesamin, dan arginin. Dalam skala rumah tangga, minyak wijen biasa digunakan sebagai obat gosok untuk mengatasi batuk dan encok. Minyak wijen juga berkhasiat untuk memperlancar pengeluaran urin dan penangkal racun (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Selain biji, ternyata daun tanaman wijen juga cukup bermanfaat, antara lain untuk menyembuhkan sakit kepala dan diare, serta untuk menumbuhkan rambut. Untuk menyembuhkan sakit kepala yang disebabkan oleh panas ataupun keletihan, daun wijen ditumbuk dan diperas, kemudian air perasan disaring dan diminum. Untuk menyembuhkan diare dan memperlancar pengeluaran urin, daun dilumatkan, ditambah sedikit air, dibiarkan hingga terbentuk seperti cincau, dan diminum (J.S., Dede dan Bambang, 2005). Hampir di seluruh dunia orang memanfaatkan hasil dari tanaman wijen, antara lain sebagai berikut. 1.



Di Mesir, biji wijen ditebarkan pada roti dan kue-kue agar berbau harum dan enak.



2.



Di India, tepung wijen dimasak bersama gandum dan nasi.



3.



Di Afrika, biji wijen ditumbuk kasar dan dibuat masakan semacam sup.



4.



Di Palestina, tepung wijen dimasak dengan madu dan sari sitrun menjadi makanan yang terkenal, yaitu “Chalbe”.



5



5.



Di China dan Malaysia, biji wijen digunakan untuk membuat kue atau roti agar terlihat menarik.



6.



Di Eropa dan Amerika, minyak wijen sama terkenalnya dengan minyak zaitun dan minya sea. Selain itu, undang-undang di kedua kawasan tersebut mengharuskan penambahan minyak wijen paling tidak sebanyak 10% dalam pembuatan margarine agar tidak mudah tengik serta untuk membedakan antara bahan alami dan bahan buatan.



7.



Di China dan Jepang, penggunaan minyak wijen dalam jumlah banyak adalah untuk keperluan bahan campuran obat-obatan (J.S., Dede dan Bambang, 2005).



B.



Mutu Wijen Mutu wijen dalam negeri masih kurang baik karena rata-rata mengandung



kotoran 2%, sedangkan wijen impor yang disosoh dengan mesin mengandung kotoran 0,2%, dengan warna putih dan seragam (Soenardi dan M. Romli, 1996 dalam Handajani, 2006). Standar mutu minyak wijen adalah minyak wijen berwarna kuning, tidak berbau dan mempunyai rasa gurih. Minyak kasarnya bermutu tinggi dan dapat digunakan sebagai salad dengan tanpa proses winterisasi. Tabel 1. Standar Mutu Minyak Wijen Berdasarkan SNI 01-3471-1995 Uraian Bentuk, Bau, Warna



Keterangan



Uraian



Normal



Cemaran logam (mg/kg)



Kotoran



maks. 0,1



KA (%)



maks. 0,3



Asam Lemak Bebas (%)



maks. 0,3



Bilangan Peroksida



maks. 10



Bilangan Iod



104-120



-



Pb Cu Fe Zn Hg Sn As



Keterangan



maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 1,5 maks. 40 maks. 0,05 maks. 40-250 maks. 0,1



6



C.



Proses Pembuatan Minyak Atsiri Wijen Dalam pembuatan minyak wiien biasanya dilakukan proses penyangraian



terlebih dahulu agar aroma wijen lebih keluar. Lama menyangrai hanya 15 menit karena jilka terlalu lama biji wiien akan gosong dan minyaknya tidak keluar ketika diekstraksi. Setelah disangrai biji wijen kernudian dihaluskan dengan mesin penggiling. Prosesnya hanya memakan waktu 30 menit. Setelah itu, wijen giling lalu masuk ke mesin pres untuk diekstraksi (Marliani, 2005 dalam Aziz, 2011). Secara umum pembuatan wijen dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya sebagai berikut. 1. Pres dingin (cold press) Menuut Katzer (2005) dalam Handajani (2006), meskipun cold press tidak dihasilkan dari dalam mesin pendingin tetapi proses ini dilakukan untuk membekukan biji-biji wijen sehingga suhu minyak yang dihasilkan diperkirakan kurang dari 45oC. Beberapa penggilingan minyak meningkatkan kualitas hasilnya dengan pendinginan buatan selama tahap ekstraksi. Pendinginan sangat perlu untuk meningkatkan kualitas minyak (Aziz, 2011). Menurut Handajani, dkk (2006), Virgin Sesam Oil (minyak wijen alami) diproduksi dengan cara senatural mungkin, tanpa bahan kimia dan bahan tambahan. Hasil terbaik diperoleh dengan jalan pengepresan dingin, kemudian disaring. Tidak dilakukan pengaringan agar tidak ada gizi yang hilang. Minyak wijen yang murni akan stabil secara alami untuk beberapa lama (±1 tahun) (Aziz, 2011). 2. Sangrai (Toasted) Sejumlah minyak diperoleh dari biji-biji yang disangrai sebelum pengepresan, biasanya produk ini beraroma. Karena biji-biji tersebut telah dipanaskan terlebih dahulu sebelum dipres, maka tidak perlu menurunkan temperatur pada tahap berikutnya. Biasanya pegepresan dilakukan pada suhu 6080°C. Suhu yang tinggi akan lebih meningkatkan hasilnya, tetapi hal itu akan menyebabkan berkurangnya rasa (Katzer, 2005 dalam Handajani dkk, 2006). 3. Press panas (Hot press) Hot Press Oil lebih murah. Hasil pengepresan bertambah bersamaan dengan bertambahnya suhu. Sisa pengepresan pertama bahkan dapat diproses kembali



7



untuk menghasilkan lebih banyak minyak pada suhu tinggi (100oC). Penghancuran ini menghasilkan senyawa racun sehingga Hot Press Oil tidak bagus dikonsumsi secara langsung oleh manusia (Katzer, 2005 dalam Handajani dkk, 2006).



D.



Komposisi Kimia Wijen Menurut Rukmana (1998), di pasar intemasional dikenal ada jenis wijen



yaitu wijen hitam dan wijen putih. Antara dua varietas ini mempunyai komposisi yang hampir sama untuk kandungan protein, lemak dan karbohidrat. Komposisi kimia wijen hitam dan putih dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 2. Komposisi Kimia Biji Wijen Berkulit per 100 gram Komposisi Kimia



Varietas Putih



Varietas Hitam



Air (g)



8,3



5,4



Protein



17,8



17,8



Lemak (g)



48,4



48



Karbohidrat (g)



15,5



15,3



Ca (mg)



1,13



-



P (mg)



614



-



Fe (mg)



9,5



-



Vitamin B1 (µg)



0,93



-



Serat



8,5



8,3



Abu



1,4



1,6



Sumber : Handajani, 2002; dalam Handajani (2006)



Biji Wijen Biji wijen memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi dalam setiap 100 gram biji wijen meliputi 568 kalori; 19,3 gram protein; 151 gram lemak; 8,1 gram karbohidrat; 1,125 mg vitamin B; dan 5,8 gram air. Minyak wijen mengandung 902 kalori dan 100 gram lemak (Dirjen Gizi Depkes, 1991 dalam J.S., Dede dan Bambang, 2005). Biji wijen berkulit merupakan sumber minyak nabati yang potensial. Sebagai minyak pada biji wijen, disimpan pada kulit bijinya sehingga wijen



8



berkulit umumnya menghasilkan minyak dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan biji wijen sosoh. Berbagai varietas wijen mempunyai karakteristik yang berbeda pula. Kadar air merupakan salah satu parameter kualitas biji wijen karena kadar air tinggi dapat memicu reaksi hidrolisis asam lemak tak jenuh yang banyak terdapat pada biji wijen (Ketaren, 1986 dalam Aziz, 2011). Warna kulit biji yang terang dan mengkilat biasanya memiliki kandungan minyak yang leblh tinggi dibandingkan dengan biji yang berwarna gelap, kecuali di India dimana pemah dilaporkan bahwa biji hitam mengandung lebih banyak minyak (Weiss, 1983 dalain Handajani, 2006). Biji wijen kering udara umumnya mempunyai kadar air 5% dengan variasi kandungan minyak sekitar 35% -57% dan umumnya antara 54%, serta kandungan protein dari biji wijennya antara 19% - 25% (Ketaren, 1986 dalam Aziz, 2011). Biji-biji dengan warna terang cenderung menghasilkan minyak dengan mutu baik dibandingan dengan biji yang berwarna gelap. Sedangkan warna gelap akan menghasilkan prosentase minyak yang lebih besar. Biji wijen merupakan sumber minyak nabati non kolesterol dengan kadar asam lemak jenuh yang rendah dan mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi yaitu asam linoleat sebesar 41% (Handajani, 2006 dalam Aziz, 2011).



Minyak Wijen Minyak wijen mengandung zat yang tidak tersabunkan dalam jumlah relatif tinggi. Tetapi kandungan tertinggi adalah sterol dan zat-zat yang tidak dapat dipisahkan dengan pemurnian, sedangkan kadar bahan non minyak lainnya relatif rendah (Bailey, 1951 dalam Aziz, 2011). Minyak wijen mengadung kurang lebih 0,3% - 0,5% sesameoline, fenol berikatan 1-4 yang dikenal sebagai sesamol, dan sesamin sekitar 0,5% - 0,1%. Sesamol dihasilkan dari hidrolisa sesamoline dan merupakan suatu antioksidan (Bailey, 1964 dalam Aziz, 2011).



9



Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Minyak Wijen dengan Variasi Suhu Ekstraksi Komponen Asam Lemak



Suhu Ekstraksi 40oC



45oC



50oC



Asam Laurat (C 12:0)



0,00544



0,0706



0,0489



Asam Palmitat (C 16:0)



9,8058



9,5195



9,5664



Asam Palmitoleat (C 16:1)



0,1889



0,1539



tt



Asam Stearat (C 18:0)



5,2872



5,3378



5,4845



Asam Oleat (C 18:1)



37,8729



37,9586



38,1635



Asam Linoleat (C 18:2)



46,0356



45,8235



45,5561



Asam Linolenat (C 18:3)



0,31646



0,2611



0,3505



Sumber : Handajani, dkk (2010)



E.



Analisis Minyak Atsiri Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan beberapa metode yang lazim



digunakan sebagai berikut: 1.



Metode Destilasi. Beberapa metode destilasi yang populer dilakukan di



berbagai perusahaan industri penyulingan minyak atsiri, antara lain: a. Metode destilasi kering (langsung dari bahannya tanpa menggunakan air). Metode ini paling sesuai untuk bahan tanaman yang kering dan untuk minyak-minyak yang tahan pemanasan (tidak mengalami perubahan bau dan warna saat dipanaskan), misalnya oleoresin. b. Destilasi air, meliputi destilasi air dan uap air dan destilasi uap air langsung. Metode ini dapat digunakan untuk bahan kering maupun bahan segar dan terutama digunakan untuk minyak-minyak yang kebanyakan dapat rusak akibat panas kering. Seluruh bahan dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang bentuknya mirip dandang. Dalam metode ini ada beberapa versi perlakuan : (1) Bahan tanaman langsung direbus dalam air. (2) Bahan tanaman langsung masuk air, tetapi tidak tidak direbus. Dari bawah dialirkan uap air panas. (3) Bahan tanaman ditaruh di bejana bagian atas, sementara uap air dihasilkan oleh air mendidih dari bawah dandang. (4) Bahan tanaman ditaruh di dalam bejana tanpa air dan disemburkan uap air dari luar bejana.



10



Prinsip dari metode basah atau destilasi air dalam penetapan kadar minyak atsiri ini adalah menguapkan atau mengisolasi minyak atsiri dengan merebus tanaman dalam air di mana metode ini digunakan untuk karakteristik tanaman yang memiliki minyak atsiri dapat mudah rusak oleh perlakuan metode panas kering (Ketaren, 1985). 2.



Ekspresi (Tekanan). Prinsip ekstraksi metodi ini yaitu dengan menggunakan



tekanan tinggi. Terdiri dari dua tipe, yaitu Hydraulic press dan Screw press. Screw press adalah metode yang paling banyak digunakan karena dapat beroperasi secara kontinyu. Bahan kulit jeruk dan biji jeruk, dan anggur cocok menggunakan tipe ini. Namun, metode ini masih perlu operasi lanjutan dengan solvent extraction untuk mengambil residu yang masih tertingga di bungkilnya. 3.



Solvent Extraction. Solvent extraction merupakan prinsip ekstraksi minyak



atsiri dengan menggunakan pelarut organic (aseton, eter, heksana, etanol, dan lain-lain). Rangkaian unit peralatan yang digunakan tertutup rapat, karena kebocoran dapat menyebabkan kebakaran. 4.



Maserasi. Prinsip ekstraksi dengan merendam bahan yang mengandung



minyak atsiri ke dalam pelarut. Aplikasi suhu memberikan dampak pelarutan lebih bagus. Bahan hasil maserasi (ekstrak) dilakukan operasi penyaringan untuk memisahkan bahan tanaman. Operasi separasi dilakukan untuk memisahkan minyak atsiri murni dengan pelarut. 5.



Enfleurage. Metode ini merupakan metode ekstraksi dengan prinsip



adsorbs, menggunakan bahan berlemak. Cocok untuk bunga yang memiliki glandular (gelembung cadangan) minyak atsisi (melati, mawar, sedap makam). Alatnya disebut chasis, dan menggunakan campuran aneka lemak (sapi, kambing, babi, dan lain-lain). 6.



Supercritical Extraction. Merupakan proses ekstraksi dengan kondisi super



kritis menggunakan CO2 cair. Bahan baku minyak atsiri dimasukkan dalam wadah stainless steel yang kuat menahan tekanan tinggi. Cairan CO2 cair dialirkan dalam wadah, sehingga mampu mendesak posisi minyak atsiri dalam jaringan untuk keluar. Tekanan dikurangi, CO2 langsung menguap karena menjadi gas, minyak atsiri dapat diambil.



11



Penetapan Kadar Air Penetapan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatil) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluene, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah dari pada air. Contoh (sampel) dimasukkan dalam tabung bola (flask), kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan dan jatuh pada tabung Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai berat jenis lebih besar ada di bagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut (Guenther, 1987). Teknik Analisa Klasik Analisis



minyak



atsiri



umum



dilakukan



dengan



menggunakan



kromatografi. Secara umum prinsip kromatografi didasarkan pada perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Pada dasarnya, semua kromatografi menggunakan dua fase yaitu satu fase tetap (stationary) dan yang lain fase bergerak (mobile). Pemisahan-pemisahan tergantung pada gerakan relative dari dua fase ini. Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat-sifat fase tetap, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Kromatografi kertas merupakan salah satu metode pemisahan berdasarkan distribusi suatu senyawa pada dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan sederhana suatu campuran senyawa dapat dilakukan dengan kromatografi kertas, prosesnya dikenal sebagai analisis kapiler dimana lembaran kertas berfungsi sebagai pengganti kolom. Kromatografi KLT atau TLC (Thin Layer Chromatography) mirip dengan kromatografi kertas. Bedanya kartas digantikan lembaran kaca atau plastik yang dilapisi dengan lapisan tipis adsorben seperti alumina, silika gel, selulosa atau materi lainnya. Teknik Analisa Modern Banyak cara untuk menganalisis suatu senyawa pada minyak atsiri. Salah satu yang masih dikembangan dalam 10 tahun terakhir adalah analisis dengan menggunakan kromatografi. Dalam analisis kromatografi gas, senyawa akan divaporisasi dan dielusi dengan fasa gas yang bergerak yaitu gas karier untuk melewati kolom. Analit akan dipisahkan berdasarkan tekanan uapnya dan afinitas bed statis. Dalam cara lain yaitu analisis kromatografi liquid, senyawa akan



12



dielusi oleh fasa cair yang bergiri yang terdiri atas solvent atau campuran solvent. Pada umumnya minyak atsiri akan dianalisis menggunakan kromatografi gas apabila senyawanya volatile, dan menggunakan kromatografi cair apabila nonvolatile. Kromatografi Gas (Gas Chromatography/GC) Pada saat ini, analisis GC minyak atsiri lebih sering dilakukan pada kolom kapiler. Pada umumnya, packed kolom dapat digunakan untuk sampel dengan rentang ukuran dari 10 – 20 ml, dan dengan demikian rentang dinamis analisis dapat ditingkatkan. Pemilihan kolom kapiler dalam analisis GC minyak atsiri sangat penting untuk karakterisasi keseluruhan matriks : fase diam, sifat kimia dan ketebalan film, serta panjang kolom dan diameter yang harus dipertimbangkan. Kromatografi Cair (Liquid Chromatography/LC) Pada kasus tertentu, informasi yang diperoleh dari analisis GC tidak cukup untuk mengidentifikasi karakteristik beberapa minyak dan analisis terhadap fraksi nonvolatil pun diperlukan. Analisis untuk komponen seperti ini biasanya menggunakan metode lain yaitu LC atau HPLC (High Performed Liquid Chromatography) aplikasinya dapat berupa normal (NP-HPLC) atau reverdsed phase (RP-HPLC). Metode terdahulu umumnya digunakan untuk analisis senyawa yang sedikit polar, pemisahan dalam analisis ini berdasarkan polaritas yaitu fase stasioner polar dan fase gerak nonpolar. Peningkatan derajat adsorpsi pada fase stasioner didasari oleh polaritas analit serta hal ini memiliki pengaruh yang besar pada waktu elusi. Secara umum kekuatan interaksi berhubungan dengan sifat fungsional analit dan faktor sterik. Di sisi lain RP-HPLC didasarkan pada fase stasioner nonpolar dan aqueous serta fase gerak sedikit polar. Waktu retensi untuk molekul polar lebih pendek sehingga elusi lebih mudah terjadi. Selain itu waktu retensi dapat meningkat dengan menambahkan pelarut polar ke dalam fase gerak dan dapat berkurang jika ditambahkan pelarut hidrofobik.



13



SIMPULAN



1.



Tanaman wijen merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak, dengan ketinggian mencapai 1,5 m - 2,0 m. Tanaman wijen memiliki dua varietas, yaitu wijen yang berbiji putih dan wijen yang berbiji kecokelat-cokelatan atau hitam. wijen memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai bahan dalam pembuatan minyak goreng, makanan, obat-obatan, insektisida, kosmetik, sabun, margarin, cat, lilin, dan batik. Dalam industri makanan, biji wijen digunakan sebagai campuran dalam pembuatan roti, donat, biskuit, dan lain sebagainya. Selain biji, ternyata daun tanaman wijen juga cukup bermanfaat, antara lain untuk menyembuhkan sakit kepala dan diare, serta untuk menumbuhkan rambut.



2.



Mutu wijen dalam negeri masih kurang baik karena rata-rata mengandung kotoran 2%, sedangkan wijen impor yang disosoh dengan mesin mengandung kotoran 0,2%, dengan warna putih dan seragam. Standar mutu minyak wijen adalah minyak wijen berwarna kuning, tidak berbau dan mempunyai rasa gurih.



3.



Secara umum pembuatan wijen dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya pres dingin (cold press), sangrai (toasted), pres panas (hot press).



4.



Biji wijen merupakan sumber minyak nabati non kolesterol dengan kadar asam lemak jenuh yang rendah dan mengandung asam lemak tak jenuh yang tinggi yaitu asam linoleat. Minyak wijen mengadung kurang lebih 0,3% 0,5% sesameoline, fenol berikatan 1-4 yang dikenal sebagai sesamol, dan sesamin sekitar 0,5% - 0,1%.



5.



Minyak atsiri umumnya diisolasi dengan beberapa metode, diantaranya destilasi, ekspresi (tekanan), solvent extraction, maserasi, enfleurage, supercritical extraction. Analisis minyak atsiri umum dilakukan dengan menggunakan kromatografi. Secara umum prinsip kromatografi didasarkan pada perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Pada umumnya minyak atsiri akan dianalisis menggunakan kromatografi gas apabila senyawanya volatile, dan menggunakan kromatografi cair apabila nonvolatile.



14



DAFTAR PUSTAKA



Aziz, Abdul Rahman. 2011. Tugas Akhir : Pengendalian Mutu Minyak Wijen. Surakarta. Universitas Sebelas Maret. Desai, N. D., and S.N. Goyal, 1981. Major Problems of Growing Sesame In India and South East Asia. FAO, Rome, Italy. p.6-14. Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I. Terjemahan S. Ketaren. Jakarta. UI Press. Handajani, S., dkk. 2010. Pengaruh Suhu Ekstraksi terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Sensoris Minyak Wijen (Sesamum indicum L.). Agritech, Vol. 30, No. 2, Mei 2010 :116-122. J.S., Dede dan Bambang. 2005. Wijen, Teknik Budi Daya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta. Kansius. Ketaren, 1985. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta. Balai Pustaka. Sudarmadji, et.al., 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi Genotipik Sifat-Sifat Penting Tanaman Wijen (Sesamum indicum L.). Jurnal Littri Volume 13 No. 3, September 2007: 88-92. Suddiyam, P. and S. Maneekhao, 1997. Sesame (Sesamum indicum L.). A Guide Book for Field Crops Production in Thailand. Field Crops Research Institute. Department of Agriculture. 166 p.