Validasi (Repaired) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengukuran molekul melalui eksitasi elektron dari keadaan energi dasar ke keadaan energy tereksitasi dengan adanya energi (E) atau panjang gelombang (λ) yang sesuai. Energi yang diperlukan berasal dari sumber radiasi dari lampu hidrogen atau lampu deutreum untuk UV atau lampu tungsten untuk visible. Daerah pengukuran (region) panjang gelombang : Ultraviolet (UV)



: 200 - 380 nm



Sinar tampak (Vis)



: 380 - 780 nm



Metode spektrofotometri UV – Vis terutama untuk analisis kuantitatif berpedoman pada hukum Lambert-Beer dengan rumus : A = - Log T dan A = b.c Dimana, A = absoban = ekstingsi spesifik T = Transmittan b = tebal lapisan / larutan c = konsentrasi Untuk analisis kualitatif, metode spektrofotometri UV-vis sebagai data penunjang. 1.2 Rumusan Masalah - Bagaimana menentukan validasi (akurasi dan presisi) pada penetapan kadar asam salisilat menggunakan metode spektrofotometri visibel. 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat melakukan dan menjelaskan : 1. Metode spektrofotometri UV-Vis 2. Tahapan pengukuran analisis



1



3. Mengetahui komponen spektrofotometri UV-vis 4. Fungsi masing-masing komponen instrumen spektrofotometer UV – vis 5. Penetapan kadar asam salisilat dengan metode spektrofotometer UV – vis 6. Validasi metode dan kalibrasi alat/instrument 7. Pengolahan data dan menyimpulkan hasil percobaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 Spektrofotometri Ultraviolet Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisi farmasi meliputi sperktrofotometri ultraviolet, vahay tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah infra merah dekat 780-3000 nm, daerah infra merah 2,5-40 µm atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM,1995). Radiasi ultraviolet dan sinar tampak siabsorbsi oleh molekul organik aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom yang mengandung electron-n, menyebabkan transisi electron di orbital treluarnya dari tingkat energi elektron dasar ke tingkat energi elektron tereksitasi lebih tinggi. Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorbsi sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma,2004). Hal-hal yang harus diperhatikan pada analisis spektrofotometri ultraviolet : a. Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum



2



Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. b. Pembuatan Kurva Kalibrasi Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi berupa garis lurus



c. Pembacaan Absorbansi Sampel atau Cuplikan Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Ginandjar dan Rohman, 2007).



2.2 Hukum Lambert-Beer Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatik dan larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi (banyak molekul zat). Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dpat ditulis dalam persamaan : A = a.b.c g/liter atau A = ε.b.C mol/liter Dimana :



A = serapan (tanpa dimensi)



3



a = absorptivitas (g-1 cm-1 ) b = ketebalan sel (cm) C = Konsentrasi (g.l-1 ) ε = absorptivitas molar (M-1 cm-1 ) Jadi dengan Hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.



2.3 Penggunaan Spektrofotometri Ultraviolet - Analisis kualitatif Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas, karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorbsi maksimum dan minumum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui, tidak memungkinkan (Satiadarma, 2002).



- Analisis kuantitatif Analisis kuantitatif secara spektrofotometri dapat dilakukan dengan metode regresi dan pendekatan. 1. Metode Regresi Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan konsentrasi standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan yang



4



linier, kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut. 2. Metode Pendekatan Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan C = As.Cb/Ab dimana As = serapan sampel, Ab = serapan standar, Cb = konsentrasi standar, dan C = konsentrasi sampel (Holme dan Peck, 1983)



2.4 Instrumen Spektrofotometri Menurut konfigurasinya, spektrofotometri visibel dibagi dalam: 1. Single Beam 2. Double Beam 3. Multi Channel



1. Single Beam



5



2. Double Beam



3. Multi Channel



6



- Komponen Instrumentasi Spektrofotometer Visibel a. Sumber radiasi, lampu deuterium/hidrogen digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 200-380 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang antara 380-780 nm) b. Monokromator : digunakan untuk merubah sinar polikromatik menjadi sinar monokromatik. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian. c. Kuvet : pada pengukuran didaerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. d. Detektor : Peranan detektor adalah merubah sinyal kimia menjadi sinyal lisrik. e. Suatu amplifier yang berfungsi mengukur sinyal listrik dengan kekuatan beberapa kali besaran. f. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik (Khopkar, 1990; Rohman, 2007; Day and Underwood, 1981)



2.5 Validasi Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi perlu dilakukan oleh laboratorium terhadap : •



Metode non standar







Metode yang dikembangkan sendiri







Metode standar yang digunakan diluar lingkup yang dimaksud







Metode standar yang dimodifikasi



7







Metode standar untuk menegaskan dan mengkonfirmasikan bahwa metode tersebut sesuai dengan penggunaannya



Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah: (www.google.com) 1. Accuracy (Ketepatan) 2. Precision (Ketelitian) 3. Selektivitas 4. Linieritas dan rentang 5. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quatification) 6. Ketangguhan metode (ruggedness) 7. Kekuatan (Robustness) Didalam praktikum kali ini, kinerja yang akan diuji adalah keselektifan seperti uji akurasi (ketepatan) dan presisi (ketelitian). Dua hal ini merupakan hal yang paling minimal harus dilakukan dalam verifikasi sebuah metode. Suatu metoda yang presisi (teliti) belum menjadi jaminan bahwa metode tersebut dikatakan tepat (akurat). Begitu juga sebaliknya, suatu metode yang tepat (akurat) belum tentu presisi. Hubungan antara akurasi dan presisi dalam uji metode dapat terjadi dalam empat hal: •



Akurasi dan presisi sama-sama rendah







Presisi tinggi, akurasi rendah







Presisi rendah, akurasi tinggi







Akurasi dan Presisi tinggi.



8



1. Akurasi Akurasi dari suatu metode analisis adalah kedekatan nilai hasil uji yang diperoleh dengan prosedur tersebut dari harga sebenarnya, seringkali dinyatakan dalam persen perolehan kembali analit pada penentuan kadar sampel yang mengandung analit dalam jumlah diketahui. Akurasi merupakan ukuran ketepatan prosedur analisis. Cara penentuan: Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu : 1. metode simulasi (spiked-placebo recovery). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa pembanding kimia CRM atau SRM) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). 2. metode penambahan baku (standard addition method). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen peroleh kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya. % Perolehan kembali dapat ditentukan dengan cara membuat sampel plasebo (eksepien obat, cairan biologis) kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (biasanya 80% sampai 120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan metode yang akan divalidasi. Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena matriksnya tidak diketahui seperti obat-obatan paten, atau karena analitnya berupa suatu senyawa endogen misalnya metabolit sekunder pada kultur kalus, maka dapat dipakai metode adisi. 2. Presisi Presisi dari suatu metode adalah derajat kesesuian diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan



9



yang diambil dari satu sanpel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi). Presisi dapat diartikan pula sebagai derajat reprodusibilitas atau keterulangan dari prosedur analisis.



3. Selektivitas Atau Spesifisitas Suatu Metode Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan



dengan



metode



lain



untuk



pengujian



kemurnian



seperti



kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).



4. Linearitas dan Rentang



10



Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit. Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 – 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 – 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang r = +1 atau –1 bergantung pada arah garis. Sedangkan nilai a menunjukkan kepekaan analisis terutama instrumen yang digunakan. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual (Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur. 5. Batas Deteksi (Limit of Detection) dan Batas Kuantitasi (Limit of Quatification) Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Penentuan batas deteksi



11



suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko dan formula di bawah ini dapat digunakan untuk perhitungan Q = (k x Sb)/Sl Q = LOD (batas deteksi) atau LOQ (batas kuantitasi) k = 3 untuk batas deteksi atau 10 untuk batas kuantitasi Sb = simpangan baku respon analitik dari blangko Sl = arah garis linear (kepekaan arah) dari kurva antara respon terhadap konsentrasi = slope (b pada persamaan garis y = a+bx). Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku residual (Sy/x.) a. Batas deteksi (LoD) Karena k = 3, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka: LoD = (3 Sy/x)/ Sl b. Batas kuantitasi (LoQ) Karena k = 10, Simpangan baku (Sb) = Sy/x, maka: LoQ = (10 Sy/x)/Sl Cara lain untuk menentukan batas deteksi dan kuantitasi adalah melalui penentuan rasio S/N (signal to noise ratio). Nilai simpangan baku blanko ditentukan dengan cara menghitung tinggi derau pada pengukuran blanko sebanyak 20 kali pada titik analit memberikan respon. Simpangan baku blanko



12



juga dihitung dari tinggi derau puncak ke puncak, jika diambil dari tinggi puncak derau atas dan bawah (Np-p) maka s0 = Np-p/5 sedangkan kalau dari puncak derau bawah saja (puncak negatif) maka s0 = Np/2, selanjutnya perhitungan seperti tersebut di atas. Lomit deteksi adalah nilai parameter auji batas, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi.



6. Ketangguhan metode (ruggedness)



Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis. Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode. Perhitungannya dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA pada kajian kolaboratif yang disusun oleh Youden dan Stainer.



7. Kekuatan (Robustness) Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek presisi dan akurasi. Sebagai contoh, perubahan yang dibutuhkan untuk menunjukkan kekuatan prosedur HPLC dapat mencakup (tapi tidak dibatasi)



13



perubahan komposisi organik fase gerak (1%), pH fase gerak (± 0,2 unit), dan perubahan temperatur kolom (± 2 - 3° C). Perubahan lainnya dapat dilakukan bila sesuai dengan laboratorium. Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah. Faktor risinal ini dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C. Perubahan nilai faktor-faktor ini dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan analisis pada kondisi yang telah disebutkan pada pemeriksaan ketangguhan. 2.6. Sumber Kesalahan Dalam Analisis Faktor yang memepengaruhi presisi dan bias di atas dapat diakibatkan oleh kesalahan yang terjadi karena berbagai penyebab. Menurut Miller & Miller (2001) tipe kesalahan dalam pengukuran analitik dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: 1. Kesalahan serius (Gross error) Tipe kesalahan ini sangat fatal, sehingga konsekuensinya pengukuran harus diulangi. Contoh dari kesalahan ini adalah kontaminasi reagent yang digunakan, peralatan yang memang rusak total, sampel yang terbuang, dan lain lain. Indikasi dari kesalahan ini cukup jelas dari gambaran data yang sangat menyimpang, data tidak dapat memberikan pola hasil yang jelas, tingkat reprodusibilitas yang sangat rendah dan lain lain. 2. Kesalahan acak (Random error) Golongan kesalahan ini merupakan bentuk kesalahan yang menyebabkan hasil dari suatu perulangan menjadi relatif berbeda satu sama lain, dimana hasil secara individual berada di sekitar harga rata-rata. Kesalahan ini memberi efek pada tingkat akurasi dan kemampuan dapat terulang (reprodusibilitas). Kesalahan ini bersifat wajar dan tidak dapat dihindari, hanya bisa direduksi dengan kehati-hatian dan konsentrasi dalam bekerja. 3. Kesalahan sistematik (Systematic error) Kesalahan sistematik merupakan jenis kesalahan yang menyebabkan semua hasil data salah dengan suatu kemiripan. Hal ini dapat diatasi dengan: a.



Standarisasi prosedur



b. Standarisasi bahan c. Kalibrasi instrumen



14



Secara umum, faktor yang menjadi sumber kesalahan dalam pengukuran sehingga menimbulkan variasi hasil, antara lain adalah: 1. Perbedaan yang terdapat pada obyek yang diukur. Hal ini dapat diatasi dengan: a. Obyek yang akan dianalisis diperlakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh ukuran kualitas yang homogen b.



Mengggunakan tekhnik sampling dengan baik dan benar



2. Perbedaan situasi pada saat pengukuran Perbedaan ini dapat diatasi dengan cara mengenali persamaan dan perbedaan suatu obyek yang terdapat pada situasi yang sama. Dengan demikian sifat-sifat dari obyek dapat diprediksikan. 3. Perbedaan alat dan instrumentasi yang digunakan Cara yang digunakan untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan alat pengatur yang terkontrol dan telah terkalibrasi. 4. Perbedaan penyelenggaraan/administrasi Kendala ini diatasi dengan menyelesaikan permasalahannon-teknis dengan baik sehingga keadaan peneliti selalu siap untuk sehingga melakukan kerja. 5. Perbedaan pembacaan hasil pengukuran Kesalahan ini dapat diatasi dengan selalu berupaya untuk mengenali alat atau instrumentasi yang akan digunakan terlebih dahulu. Dari lima faktor penyebab kesalahan dalam bidang analitik maka peralatan dan



instrumentasi



sangat



berpengaruh.



Peralatan



pada



dasarnya



harus



dikendalikan oleh pemakainya. Untuk peralatan mekanis yang baru relatif semua sistem sudah berjalan dengan optimal, sebaliknya untuk alat yang sudah berumur akan banyak menimbulkan ketidak optimuman karena komponen aus, korosi dan sebagainya. Demikian juga peralatan elektrik, pencatatan harus selalu dikalibrasi dan dicek ulang akurasinya. Untuk peralatan yang menggunakan sensor atau detektor maka perawatan dan kalibrasi akan berperan penting.



15



2.7. Prosedur Asli



Ditimbang seksama lebih kurang 0,200 gram asam salisilat, larutkan dalam 10 ml metanol dalam bekerglas. Pindahkan ke dalam labu ukur 100,0 ml secara kuantitatif, tambahkan metanol sampai garis tanda, kemudian dikocok ad homogen. Dari larutan tersebut dibuat berbagai kadar dengan pengenceran, ditambahkan pereaksi larutan Fe3+ sampai diperoleh warna merah ungu maksimum baru ditambahkan metanol sampai volume tertentu. Larutan diukur pada panjang gelombang maksimum di daerah visibel, dengan metanol + pereaksi larutan Fe3+ sebagai blanko. Hitung kadar asam salisilat dalam sampel (AOAC,2000).



16



BAB III METODE PELAKSANAAN



3.1 Prinsip Reaksi Reaksi :



3



+



Fe3+



asam salisilat



FeCl3



(tdk berwarna)



(kuning)



Fe3 + 3 H+







Ferri salisilat (ungu)



3.2 Alat dan Bahan Alat •



Spektrofotometer UV-Vis



:1



17







Lampu Tungsten



:1







Kuvet



:1







Timbangan Analitik



:1







Labu Ukur 25,0 ml ; 50,0 ml



: 12 ; 4







Beaker glass 100 ml ; 150 ml



:1;1







Pipet volum 2,0 ml



:1







Pipet volum 3,0 ml



:1







Pipet volum 4,0 ml



:1







Pipet volum 5,0 ml



:1







Pipet ukur 10,0 ml



:1



Bahan -



Asam salisilat pharmaceutical grade



-



FeCl3 pro analisis



-



Metanol pro analisis



-



Aquadest



3.3 Cara Kerja 1. Pembuatan Baku Induk I ( BI1) 



Ditimbang asam salisilat sebanyak ± 125 mg ( 129,2 mg )







Massukan ke dalam labu ukur 50,0 ml, larutkan dengan metanol







Tambahkan metanol ad garis tanda ( 2584 ppm )



2. Pembuatan Baku Induk II ( BI1)



18







Dipipet 5,0 ml dari larutan baku induk I







Masukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml







Tambahkan metanol ad garis tanda ( 258,4 ml )



3. Pembuatan Larutan Baku Kerja 1. Dipipet 1,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen+ metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen (10,34 ppm) 2. Dipipet 2,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen (20,67 ppm) 3. Dipipet 3,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen (31,01 ppm) 4. Dipipet 4,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen (41,34 ppm) 5. Dipipet 5,0 ml + 3,0 ml FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen (51,68 ppm) 4. Pembuatan Larutan Blanko Dipipet 3,0 ml larutan FeCl3 0,5 % dimasukkan kedalam labu 25,0 ml lalu ditambahkan metanol sampai garis tanda, kocok homogen. 5. Preparasi Larutan Sampel Ditimbang saksama ±300 mg sampel padat asam salisilat, larutkan ke dalam metanol, masukkan ke dalam labu ukur 50,0 ml, kemudian ditambahkan metanol sampai garis tanda, lalu saring ( sampel induk A). Dipipet 3,0 ml larutan sampel induk masukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml, tambahkan 3,0 ml larutan FeCl3 0,5 %, kocok ad homogen. Kemudian tambahkan metanol ad garis tanda dan kocok homogen→sampel B. 6. Validasi 



Validasi I 1. V1 = 3,0 ml sampel B + 1,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.



19



2. V1 = 3,0 ml sampel B + 1,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen. 3. V1 = 3,0 ml sampel B + 1,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen. 



Validasi II 1. V2 = 3,0 ml sampel B + 2,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen. 2. V2 = 3,0 ml sampel B + 2,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen. 3. V2 = 3,0 ml sampel B + 2,0 ml BI II+3,0 ml FeCl3, kocok ad homogen + metanol ad 25,0 ml, kocok ad homogen.



7. Lakukan pengukuran absorban pada panjang gelombang maksimum.



BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA



1. Penimbangan baku induk Asam Salisilat 125 mg (range : 112,5 mg–137,5 mg) Botol timbang + zat



= 12,9926 g



Botol timbang kosong



= 12,8634 g



Bobot zat



= 0, 1292 g



20



2. Penimbangan sampel 300 mg (range : 270 mg – 330 mg) Botol timbang + zat



= 12,8565 g



Botol timbang kosong



= 12,5466 g



Bobot zat



= 0,3099 g



3. Pengukuran Transmittan (λ= 545 nm) Larutan BK 1 BK 2 BK 3 BK 4 BK 5



Kadar (ppm) 10,34 20,67 31,01 41,34 51,68



%T 73,14 52,29 36,43 27,53 20,70



A=-log T 0,1358 0,2816 0,4385 0,5602 0,6840



r = 0,9985 a = 0,0075 b = 0,0133



4. Pengukuran absorbansi sampel dan kadar sampel Nama Nur Andini



%T 57,25



Y



=



0,2422



=



0,0133 x



=



17,6466 ppm



x



bx



+



a



-



0,0075



A=-log T 0,2422



5. Pengukuran Transmittan Validasi (λ=545 nm) Validasi I V1 V2 V3 Validasi II V1 V2 V3



%T 41,38 41,39 41,39 %T 30,56 30,51 30,51



A=-log T 0,3832 0,3831 0,3831 A=-log T 0,5148 0,5156 0,5156



6. Kadar absorbansi : 1. Validasi 1 •



Y



=



bx



+



a



21











0,3832



=



0,0133x -



x



=



28,2481 ppm



Y



=



bx



0,3831



=



0,0133x -



x



=



28,2406 ppm



Y



=



bx



0,3831



=



0,0133x -



x



=



28,2406 ppm



Y



=



bx



0,5148



=



0,0133x -



x



=



38,1428 ppm



Y



=



bx



0,5156



=



0,0133x -



x



=



38,2030 ppm



Y



=



bx



0,5156



=



0,0133x -



x



=



38,2030 ppm



+



+



0,0075 a 0,0075 a 0,0075



2. Validasi 1 •











+



+



+



a 0,0075 a 0,0075 a 0,0075



7. Perhitungan Kadar % Recovery ( Uji Ketepatan=Akurasi )



1. Validasi I



   = 54,02 % 1. Validasi 2



22



   Rerata = rata-rata % recovery validasi I = 54,93 % SD



= 1,5819



8. Perhitungan KV ( Uji Presisi=Ketelitian )



1.



Validasi I



= 2,88 %



= 3,32 %



23



6. Perhitungan kadar asam salisilat dalam sampel Kadar sampel 19,78 ppm = 19,78 mg / 1000



= 0,99 mg / 50,0 ml



Sampel untuk pengukuran dari 3,0 ml yang dipipet dari sampel induk : 3,0 ml sampel induk = 3,0 ml x 0,0198 mg / 1 ml sampel = 0,0594 mg



= 0,4950 mg Jadi, dalam 100,0 ml larutan sampel mengandung 1,98x10-3 mg asam salisilat.



= 1,25 % b/v



24



BAB V PEMBAHASAN



Berdasarkan praktikum Penentuan Validasi ( Akurasi dan Presisi) pada Penetapan Kadar Asam Salisilat dengan Metode Spektrofotometri Visibel yang dilakukan, didapatkan hasil yang telah memenuhi persyaratan validasi yaitu untuk akurasi semakin mendekati 100% dan untuk presisi