VLF - 115200030 - Ahmad Fauzi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK VERY LOW FREQUENCY (VLF)



Oleh : AHMAD FAUZI 115.200.030 KELOMPOK 2



LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI JURUSAN TEKNIS GEOFISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN” YOGYAKARTA 2022



HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTROMAGNETIK VERY LOW FREQUENCY (VLF) Laporan ini disusun sebagai syarat mengikuti acara Praktikum Elektromagnetik selanjutnya, tahun ajaran 2022/2023, jurusan Teknik Geofisika, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.



Disusun oleh : AHMAD FAUZI



115.200.030 KELOMPOK 2 Yogyakarta, 9 September 2022 Disahkan oleh: Asisten Elektomagnetik



(Ayu Ramadhani)



LABORATORIUM GEOFISIKA EKSPLORASI JURUSAN TEKNIS GEOFISIKA FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN” YOGYAKARTA 2022



KATA PENGANTAR



Assalamualaikum, Wr. Wb. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena berkat rahmat serta bimbingan-Nya penulis berhasil menyelesaikan Laporan Praktikum Elektromagnetik mengenai “Very Low Frequency (VLF)” selayaknya ketentuan penyusunan laporan yang baik dan benar serta tepat waktu. Semoga laporan ini memberikan informasi yang berguna bagi pembaca serta bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Saya ucapkan banyak terima kasih asisten praktikum Elektromagnetik yang telah meluangkan waktunya untuk membagi ilmunya dan memberi arahan dalam menyelesaikan laporan ini. Selain itu, terima kasih juga kepada teman-teman yang telah membantu sekaligus memberi dukungan dalam penyelesain laporan ini. Saya meminta maaf apabila dalam penyususnan laporan ini memiliki banyak kesalahan ataupun kekurangan. Maka dari itu saya harapkan dari pembaca dapat memberikan saran dan kritik atas laporan ini, agar kedepannya dapat bermanfaat dan menjadi bahan pembelajaran. Wassalamualaikum, Wr. Wb. Yogyakarta, 12 September 2022



Ahmad Fauzi



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL...........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ii KATA PENGANTAR........................................................................................iii DAFTAR ISI.......................................................................................................iv DAFTAR GAMBAR..........................................................................................vi DAFTAR TABEL..............................................................................................vii DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG...................................................viii BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................1 1.1. Latar Belakang.............................................................................................1 1.2. Maksud dan tujuan......................................................................................2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3 2.1. Geologi Regional.......................................................................................... 2.2. Geologi Lokal..............................................................................................3 2.3. Penelitian Terdahulu...................................................................................4 BAB III. DASAR TEORI...................................................................................6 3.1. Pengertian dan Prinsip Dasar Metode VLF.................................................6 3.2. Perambatan Metode Elektromagnetik.........................................................7 3.3. Segitiga Fase................................................................................................7 3.4. Polarisasi Elipt.............................................................................................8 3.5. Rapat Arus Ekuivalen (RAE)....................................................................... 3.6. Moving Average ........................................................................................... 3.7. Karous Filter................................................................................................ BAB IV. METODOLOGI.................................................................................10 4.2. Diagram Alir Pengolahan Data..................................................................11 4.3. Penjelasan Diagram Alir Pengolahan Data................................................12



BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................. 5.1. Tabel perhitungan RAE Australia Lintasan 2................................................ 5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 2.................................................... 5.3. Grafik Analisis Lintasan 2.............................................................................. 5.3.1. Grafik Tilt vs Elipt Australia Lintasan 2..................................................... 5.3.2. Grafik MA Tilt vs MA Elipt Australia Lintasan 2...................................... 5.3.3. Grafik Tilt vs Elipt Jepang Lintasan 2......................................................... 5.3.4. Grafik MA Tilt vs MA Elipt Jepang Lintasan 2.......................................... 5.4. Pembahasan Penampang................................................................................ 5.4.1. Penampang RAE Software KHFILT........................................................... 5.4.1.1. Penampang RAE Software KHFILT Australia dan penampang MA RAE Software KHFILT Australia Lintasan 2................................................................ 5.4.1.2. Penampang Rae Software KHFILT Jepang dan penampang MA RAE Software KHFILT Jepang Lintasan 2.................................................................... 5.4.2. Penampang RAE Perhitungan Manual........................................................ 5.4.2.1. Penampang Rae Perhitungan Manual Australia dan Penampang MA RAE Perhitungan Manual Australia Lintasan 2............................................................. 5.4.2.2. Penampang RAE Perhitungan Manual Jepang dan Penampang MA RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 2................................................................. 5.5. Pembahasan Peta Per-Slice Kedalaman......................................................... 5.5.1. Peta Per-Slice Kedalaman Australia............................................................ 5.5.2. Peta Per-Slice Kedalaman Jepang............................................................... BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan..................................................................................................... 6.2. Saran .............................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN A. GRAFIK KHFILT AUSTRALIA SEMUA LINTASAN LAMPIRAN B. GRAFIK KHFILT JEPANG SEMUA LINTASAN LEMBAR KONSULTASI LEMBAR PENILAIAN



DAFTAR GAMBAR



DAFTAR TABEL



BAB I PENDAHULUAN 1.1.............................................................................................................Latar Belakang Adanya tektonika lempeng membuat bumi memiliki beragam gambaran struktur geologi pada suatu wilayah. Salah satu struktur geologi yang berkembang pada daerah Bantul, DIY merupakan sesar Opak. Adanya keberadaan sesar pada suatu daerah dapat diidentifikasi sebagai antisipasi adanya pergerakan tanah yang dapat menyebabkan longsoran. Dalam ilmu geofisika, adanya material bawah permukaan bumi yang memiliki variasi medan elektromagnetik dimanfaatkan untuk



menentukan



struktur



bawah



permukaan.



Salah



satunya



dengan



menggunakan Metode Elektromagnetik. Metode elektromagnetik (EM) merupakan salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan. Sharma (1997), menyatakan bahwa metode EM sangat efektif untuk memisahkan objek yang memiliki perbedaaan konduktivitas yang signifikan terhadap lingkungan sekitarnya. Survei metode elektromagnetik (EM) diterapkan untuk mengetahui respon bawah permukaan menggunakan perambatan gelombang elektromagnetik. Medan magnet primer dihasilkan oleh arus bolak-balik yang melewati sebuah kumparan yang berbentuk lilitan kawat (koil Transmitter, Tx). Medan ini akan menginduksi lapisan konduktif yang berada di bawah permukaan tanah (Sampurno, 2016). Metode dalam metode elektromagnetik sangatlah beragam, salah satunya yaitu metode Very Low Frequency (VLF). Metode VLF-EM merupakan metode elektromagnetik yang sinyalnya menggunakan gelombang radio dengan frekuensi 15-30 kHz. Medan elektromagnetik VLF dihasilkan oleh pemancar gelombang radio dengan daya yang besar yaitu 100-1000 KW dengan frekuensi 15-30 kHz dan panjang gelombang 10-20 km (Purwanto., dkk., 2015). Untuk mengidentifikasi struktur yang ada di bawah permukaan daerah penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan metode elektromagnetik Very Low Frequency. Sebelumnya Aswan,. dkk (2014) telah berhasil menggunakan metode konduktivitas elektromagnetik, untuk mengidentifikasi bawah permukaan daerah penelitian dengan menggunakan metode VLF.



1.2.



Maksud dan Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan maksud yaitu agar dapat memahami



konsep dasar pengolahan data Very Low Frequency (VLF) menggunakan Software KHFILT dan Matlab daei pengukuran metode Australia dan Jepang. Kemudian mengetahui tahapan membuat Grafik Tilt Vs Elipt Australia dan Jepang, Grafik MA Tilt Vs Elipt Australia dan Jepang, Penampang RAE Software KHFILT Australia dan Jepang, serta Penampang RAE Perhitungan Manual Australia dan dari data VLF sehingga mampu menginterpetasikan parameter yang ada dalam pengukuran sebagai penentuan struktur bawah permukaan daerah penelitian. dan penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan output berupa Grafik Tilt Vs Elipt Australia dan Jepang, Grafik MA Tilt Vs Elipt Australia dan Jepang, Penampang RAE Software KHFILT Australia dan Jepang, serta Penampang RAE Perhitungan Manual Australia dan dari data VLF menggunakan software Software KHFILT dan Matlab untuk dilakukan interpretasi. Sehingga didapatkan juga hasil analisa pola sebaran struktur berupa sesar daerah penelitian, dimana data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai peninjauan lanjutan.



BAB II DASAR TEORI 2.1. Geologi Regional Geologi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah Bantul dan sekitarnya tersusun oleh batuan tersier yang terdiri dari batuan sedimen klastik vulkanik, batuan gunung api, dan sedimen klastik karbonatan, serta endapan permukaan yang berumur Kuarter. Berdasarkan klasifikasi fisiografi di Jawa Tengah oleh Van Bemmelen (1949), Dataran Bantul berada di bagian Timur Pegunungan Kulon Progo. Pegunungan ini dapat dideskripsikan sebagai suatu kubah yang besar dengan bentukan datar di bagian atasnya, bagian pinggir yang curam, serta bagian Utara yang sudah mengalami proses denudasional dan terkubur oleh endapan aluvial menjadi dataran. Pegunungan Selatan terhampar barat - timur dan menempati bagian selatan Pulau Jawa. Pada umumnya pegunungan ini dibentuk oleh batuan sedimen klastika dan karbonat yang bercampur dengan batuan hasil kegiatan gunung api yang berumur Tersier. Secara setempat seperti di Karangsambung (Kebumen) dan Perbukitan Jiwo (Klaten), muncul batuan Pratersier. Menurut Geologi Regional stratigrafi Pegunungan Selatan dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu : 1. Periode sebelum aktivitas intensif vulkanisme berlangsung, selanjutnya disebut periode pravulkanisme. Satuan batuan yang terbentuk pada periode pravulkanisme adalah batuan malihan yang ditindih tak selaras oleh Kelompok Jiwo. 2. Periode kegiatan vulkanisme berlangsung secara intensif, selanjutnya disebut periode vulkanisme, yang membentuk Kelompok Kebo-Butak yang secara berurutan ditindih selaras oleh Formasi Semilir dan Formasi Nglanggeran. 3. Periode setelah kegiatan vulkanisme berakhir ketika organisme karbonat tumbuh dengan subur; selanjutnya disebut periode pascavulkanisme atau periode karbonat. Satuan batuan yang terendapkan pada periode ini adalah Formasi Sambipitu, Formasi Oyo, Formasi Wonosari, Formasi Punung, dan Formasi Kepek.



Gambar 2.1 Stratigrafi daerah penelitian dan sekitarnya dari peneliti terdahulu (Surono, Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Jawa Tengah)



Urutan stratigrafi penyusun Pegunungan Selatan bagian barat dari tua ke muda adalah sebagai berikut:



1. Formasi Wungkal-Gamping : Formasi ini terletak di Gunung Wungkal dan Gunung Gamping, di Perbukitan Jiwo. Satuan batuannya terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001). 2. Formasi Kebo-Butak : Formasi ini disusun pada bagian bawah berupa batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat, dengan ketebalan lebih dari 650 meter.Bagian atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam. Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya dijumpai breksi andesit.



3. Formasi Semilir : Formasi ini berlokasi tipe di Gunung Semilir, sebelah selatan Klaten. Dengan ketebalan lebih dari 460 meter.Litologi penyusunnya terdiri dari tuf, tuf lapili, lapili batuapung, breksi batuapung dan serpih. Komposisi tuf dan batuapung tersebut bervariasi dari andesit hingga dasit. Di bagian bawah satuan batuan ini, yaitu di S. Opak, Dusun Watuadeg, Desa Jogotirto, Kec. Berbah, Kab. Sleman, terdapat andesit basal sebagai aliran lava bantal (Bronto dan Hartono, 2001). 4. Formasi Nglanggran : Pada formasi ini batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal, berukuran 2 – 50 cm. Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini disisipi oleh batupasir 5. Formasi Sambipitu : Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu pada jalan raya Yogyakarta-Patuk-Wonosari dengan ketebalan mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselangseling dengan serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung bahan karbonat. 6. Formasi Oyo : Lokasi tipe formasi ini berada di Sungai Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis dengan sisipan batulempung karbonatan. Batugamping berlapis tersebut umumnya kalkarenit, namun kadang-kadang dijumpai kalsirudit yang mengandung fragmen andesit membulat. Formasi Oyo tersebar luas di sepanjang K. Oyo. Ketebalan formasi ini lebih dari 140 meter. 7. Formasi Wonosari : Formasi ini tersingkap baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, dengan ketebalan lebih dari 800 meter. Formasi ini didominasi oleh batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu. Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat



di bagian timur. 8. Formasi Kepek : Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, tersebar



di hulu. Rambatan sebelah barat Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.



Gambar 2.2 Stratigrafi daerah penelitian (Surono, Litostratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Jawa Tengah)



2.2. Geologi Lokal Gempabumi DIY – Jateng yang berlangsung pad atanggal 27 Mei 2006 lalu telah menyingkapkan data geologi di permukaan yang signifikan. Gempabumi telah menimbulkan berbagai kejadian Gerakan massa, seperti longsoran, jatuhan dan rayapan, dan telah mengelupaskan beberapa geomorfologi Pegunungan Selatan bagian barat, di wilayah provinsi DIY (Kab. Bantul dan Sleman). Batuan penyusun tersebut sebelumnya tertutup oleh vegetasi dan budaya, kini tersingkap ke permukaan. Diantara singkapan – singkapan tersebut disebut batuan gunungapi berumur Tersier, yang terdiri atas perselingan breksi pumis dan tuf kasar, breksi dan lava basalt andesit, lava basalt berstruktur bantal dan beberapa batuan beku intrusi dangkal. Secara fisik, singkapan – singkapan batuan tersebut lebih menyerupai anggota Formasi Kebo – Butak dari Formasi Semilir. Namun, mengacu pada peta geologi Yogyakarta (Rahardjo dkk., 1977), kelompok batuan gunungapi tersebut dimasukkan ke dalam kelompok Formasi Semilir. Pada awalnya, karena minimnya data geologi di permukaan dan masih lemahnya pemahaman terhadap batuan gunung api, banyak ahli geologi berbeda pendapat terhadap genesis batuan yang menyusun Pegunungan Selatan tersebut. Kebanyakan ahli menganggap bahwa perselingan breksi pumis dan tuf adalah batuan sedimen yang diendapkan oleh arus turbid dalam lingkungan laut dalam. Para ahli geotektonik, struktur geologi dan geomorfologi beranggapan bahwa, geomorfologi gawir dengan litologi penyusun batuan gunung api di sepanjang Pegunungan Selatan tersebut, terbentuk oleh proses pengangkatan (uplifting), yang mengangkat dasar laut dalam menjadi pegunungan, yang berlangsung pada Plio-Pleistosen. Litologi yang menyusun daerah penelitian adalah material klastika gunung api, berupa breksi pumis dan tuf (Formasi Semilir) dan breksi dan lava andesit dan basalt (Formasi Nglanggeran). Keberadaan batuan dari gunung api ini dan tersebut di beberapa tempat sering berasosiasi dengan batuan karbonat, berupa napal, batupasir gampingan dan batu-gamping (Husadani, 2008; Irawan, 2008). Itulah sebabnya, para ahli geologi terdahulu menentukan batuan gunung api tersebut sebagai material turbidit laut dalam (seperti Suyoto, 1997)



2.3. Penelitian Terdahulu Judul



: Karakterisasi Struktur Dangkal pada Lapangan Panas Bumi Seulawah Agam Menggunakan Metode Very Low Frequency (VLF)



Tahun



: 2013



Penulis : Nazli Ismail Syahrul Ramadhan Penerbit : Universitas Lampung Metode very low frequency (VLF) umumnya jarang diaplikasikan untuk eksplorasi panasbumi karena jangkauan pendugaanya yang relatif dangkal. Meskipun demikian, ditinjau dari kepraktisan akuisisi data di lapangan, metode VLF dipercayakan sebagai salah satu metode elektromagnetik yang murah dan mudah digunakan. Berpijak pada kedua fakta di atas, kami telah memanfaatkan metode VLF dengan resistivity-mode (VLF-R) untuk pendugaan struktur dangkal di areal manifestasi panas bumi Ie Jue Lamteba pada kawasan panasbumi Seulawah Agam bedasarkan resistivitas batuan. Data VLF-R diukur pada 2 lintasan, dengan panjang lintasan pertama adalah 110 meter dan lintasan ke-2 190 meter. Pemodelan 2D data VLF-R dilakukan dengan menggunakan program inversi elektromagnetik 2LAYINV (Pirttijärvi, 2006). Proses inversi menunjukan 2 zona konduktivitas batuan, dimana lapisan resistif pada bagian bawah yang ditutupi oleh lapisan konduktif di atasnya. Lapisan konduktif tersebut diduga sebagai lempung yang kaya akan kandungan air dengan nilai resistivitas 10 – 100 Ωm. Lapisan resistif diduga sebagai cap rock dengan nilai resistivitas 20000 – 40000 Ωm. Model VLF-R tersebut dapat digunakan untuk membantu pendugaan model konseptual sistem panas bumi pada Lapangan Panas Bumi Seulawah Agam.



BAB III DASAR TEORI 3.1. Pengertian Dan Prinsip Dasar Metode VLF Metode VLF-EM merupakan salah satu dari berbagai macam metode geofisika yang memanfaatkan parameter frekuensi. Metode VLF-EM tergolong metode geofisika pasif, karena prinsip kerjanya hanya menangkap sinyal satu 12 frekuensi dari stasiun-stasiun yang ada di seluruh dunia (Holt, 1967). Sama seperti namanya, metode VLF-EM ini memanfaatkan medan elektromagnet yang dibangkitkan oleh pemancar radio (transmitter) berfrekuensi sangat rendah yaitu 15 – 30 KHz dengan daya sangat besar. Karena frekuensinya rendah, gelombang ini memiliki penetrasi yang cukup dalam (Febria, 2009). Medan elektromagnet primer adalah medan elektromagnet dari transmitter yang memiliki komponen medan listrik vertikal 𝑬𝑃𝑧 dan komponen medan magnet horizontal 𝑯𝑃𝑦 yang tegak lurus terhadap arah perambatan pada sumbu x. Medan elektromagnet yang dipancarkan oleh transmitter selanjutnya akan diterima oleh stasiun penerima dalam tiga macam perambatan gelombang yaitu gelombang tanah, gelombang langsung, dan gelombang pantul. Dalam hal ini yang paling sering ditemui pada daerah survei adalah gelombang pantul (Telford et al, 1990). Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan elektromagnet primer dapat dianggap sebagai gelombang yang berjalan secara 13 horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif, maka komponen medan magnet dari gelombang elektromagnet primer akan menginduksi medium tersebut, sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy Current). Arus induksi tersebut akan menimbulkan medan elektromagnet baru yang disebut dengan medan elektromagnet sekunder, yang mempunyai komponen medan listrik vertikal 𝑬𝑠𝑧 dan komponen medan magnet horizontal 𝑯𝑠𝑥. Medan magnet ini mempunyai bagian yang sefase (in-phase) dan berbeda fase (out-ofphase) dengan medan primer. Distribusi medan elektromagnet sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda di bawah permukaan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.



Gambar 3.1. Distribusi Medan Elektromagnet Metode VLF di atas Medium Konduktif (Bosch & Muller, 2001).



Terdapat dua jenis mode pengukuran menggunakan metode VLF-EM, yaitu mode tilt angle dan mode resistivity (Nabighian, 1991). Mode tilt angle mengukur polarisasi komponen medan magnet primer dan sekunder, sedangkan mode resistivity mengukur polarisasi komponen medan magnet dan medan listrik. 3.2. Perambatan Medan Elektromagnetik Penjalaran gelombang pada medan elektromagnetik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu horisontal dipol dan vertical dipol, dimana yang membedakan ialah kedalalaman penetrasi yang bisa didapat. Pada horisontal dipol penetrasi yang didapat akan lebih dalam daripada vertikal dipol.



Gambar 3.2. Perambatan Medan elektromagnetik (Wibowo dan Indriarti, 2017



Hal ini dikarenakan pada horisontal dipol ia tegak lurus terhadap arus magnet bumi, sedangkan pada vertikal dipol akan sejajar dengan arah magnet bumi, sehingga pembacaanya kearah samping sehingga mendapatkan hasil penetrasi yang lebih dangkal. 3.3. Segitiga Fase Metode VLF-EM dapat dijelaskan melalui perambatan gelombang elektromagnet dari pemancar (transmitter) yang merupakan medan primer (P). Saat gelombang elektromagnet masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik (ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama dan beda fase terhadap medan primer sebesar 90° (Kaikonen, 1979). Medan primer mampu menginduksi bawah permukaan hingga terjadi arus induksi (Eddy Current). Andaikan 𝑍 = (𝑅 + 𝑖𝜔𝐿) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan hambatan R dan induktansi L, maka arus induksinya adalah 𝑰𝑠 = 𝒆𝑠 𝑍 yang akan menjalar ke dalam medium dan menghasilkan medan sekunder (S). Medan sekunder memiliki beda fase ∅ yang besarnya bergantung pada sifat kelistrikan medium. Besarnya ∅ ditentukan berdasarkan persamaan tan ∅ = 𝜔 . Total beda fase antara medan P dan medan S akan menjadi 90𝑜 + ∅ atau dapat ditulis dengan persamaan, 90+ tan



−1



ωL R



Hal ini menunjukkan bahwa, jika terdapat medium yang sangat konduktif yaitu hambatannya bernilai nol (𝑅 → 0), maka beda fasenya mendekati 180o dan jika terdapat medium sangat resistif yaitu hambatannya sangat besar sampai tak hingga (𝑅 → ~), maka beda fasenya mendekati 90o . Hubungan vektor antara medan P dengan medan S ditunjukkan pada Gambar 3.3.



Gambar 3.3. Hubungan Fase Medan Primer dan Medan Sekunder (Kaikonen, 1979)



Kombinasi antara medan P dan medan S membentuk resultan R. Komponen R yang sejajar dengan medan P yaitu 𝑹cos 𝛼 disebut komponen real (in-phase), sedangkan komponen R yang tegak lurus dengan medan P yaitu 𝑹sin 𝛼 disebut komponen imaginer (out-of-phase). Perbandingan antara komponen real dan imaginer dinyatakan dalam persamaan berikut: Real =cot a Imager



dimana 𝛼 adalah sudut yang dibentuk oleh komponen R terhadap medan P. Persamaan 16 menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan real per imaginer (𝛼 semakin kecil ) maka medium semakin bersifat konduktif. Begitu pula 17 sebaliknya, jika semakin kecil perbandingan komponen real per imaginer (𝛼 semakin besar) maka medium semakin bersifat resistif. 3.4. Polarisasi Elipt Medan sekunder memiliki amplitudo yang lebih kecil daripada medan primer dan memiliki beda fase lebih besar terhadap medan primer. Jika gelombang elektromagnet memiliki frekuensi dan fase yang sama, maka akan terjadi superposisi. Superposisi dari kedua gelombang tersebut membentuk polarisasi ellips seperti yang ditunjukkan pada Gambar. 3.4



Gambar 3.4 Polarisasi Ellips Akibat Benda Konduktif (Kaikonen, 1979)



Dalam metode VLF-EM dengan mode tilt angle, alat akan menghitung parameter sudut tilt (𝛼) dan eliptisitas (𝜀𝑙) dari komponen in-phase maupun outofphase yang dinyatakan dalam satuan (%). Tilt (𝛼) adalah sudut yang dibentuk oleh sumbu mayor terhadap sumbu horizontal polarisasi ellips dan besarnya kurang lebih sama dengan perbandingan 𝑯𝑧 𝑯𝒙 dari komponen in-phase. Eliptisitas (𝜀𝑙) adalah perbandingan antara sumbu minor terhadap sumbu mayor polarisasi ellips yang besarnya kurang lebih sama dengan perbandingan komponen out-of-phase. Jika medan magnet horizontal adalah 𝑯𝑥 dan medan magnet vertikal adalah , maka besarnya tilt ditunjukkan pada persamaan berikut (Kaikonen, 1979)



[() ]



Hz Hx tan2 a=± cos ∆ ∅ ×100 % Hz 1− Hx 2



dan eliptisitas adalah εl=



[



]



H 2 HzHx = sin ∆ ∅ × 100 % H1 ( H 1)



dimana 𝐻1 dan 𝐻2 adalah sumbu mayor dan sumbu minor polarisasi ellips, sedangkan ∅𝑧 dan ∅𝑥 adalah fase komponen medan magnet vertikal dan komponen medan magnet horizontal. 3.5. Rapat Arus Ekuivalen (RAE) Rapat arus merupakan aliran muatan pada luas penampang tertentu di suatu titik penghantar (konduktor) yang disimbolkan dengan 𝑱. Rumus dari rapat arus adalah: J=



I A



dimana J adalah rapat arus (A/m2 ), I adalah kuat arus (A), dan A adalah luasan (m2 ). Rapat arus ekuivalen adalah arus yang menginduksi konduktor dan arus yang terkonsentrasi dalam konduktor dari daerah sekelilingnya yang kurang konduktif (Karous & Hjelt, 1983). Rapat arus ekuivalen dapat diperoleh dengan asumsi bahwa medan magnet yang dihasilkan oleh rapat arus identik dengan medan magnet yang diukur. Secara teori, kedalaman semu rapat arus ekuivalen



dapat memberikan gambaran indikasi variasi konsentrasi arus untuk tiap-tiap kedalaman yang menandakan suatu bahan bersifat konduktif. Bahan yang memiliki rapat arus tinggi adalah bahan yang memiliki konduktivitas tinggi pula. Hubungan rapat arus dengan konduktivitas dan resistivitas ditunjukkan dengan persamaan berikut: J=



I E = =σE A ρ



dimana 𝜌 adalah resistivitas (Ω m), E adalah medan listrik (V/m), dan 𝜎 adalah konduktivitas (Ω −1m−1 ). Resistivitas (𝜌) adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat arus listrik dalam suatu penghantar. Semakin besar resistivitas suatu bahan maka semakin kecil arus yang dapat melewati suatu konduktor. Konduktivitas adalah kebalikan dari resistivitas yang nilainya merupakan perbandingan antara rapat arus dengan medan listrik. 3.6. Moving Average Filter Moving Average adalah filter yang digunakan untuk menghilangkan noise yang bersifat lokal dengan memisahkan data yang mengandung frekuensi tinggi dan rendah. Data yang mengandung frekuensi tinggi diasumsikan sebagai sinyal, sedangkan data yang berfrekuensi rendah diasumsikan sebagai noise. Metode ini dilakukan dengan cara merata-rata nilai anomalinya kemudian dibagi dengan jumlah jendela yang digunakan, atau secara matematis dapat ditulis sebagai berikut (Nabighian, 1991): 1 y [ i ]= m



( M −1 ) / 2







j=− ( m−1 ) /2



x [i + j ]



dimana 𝑦[𝑖] adalah sinyal output hasil Filter Moving Average, 𝑥[𝑖 + 𝑗] adalah sinyal input, dan M adalah orde filter. 3.7. Karous Filter Filter Karous Hjelt merupakan filter yang dikembangkan dari konsep medan magnet yang berhubungan dengan aliran arus. Filter ini menghitung rapat arus pada kedalaman tertentu yang umumnya dikenal sebagai Rapat Arus Ekuivalen (RAE). Posisi rapat arus ini dapat digunakan untuk menginterpretasi



lebar dan kemiringan sebuah benda anomali dengan kedalaman tertentu (Karous & Hjelt, 1983). Hasil Filter Karous Hjelt memperlihatkan profil kedalaman dari rapat arus yang diturunkan dari nilai komponen vertikal medan magnet pada setiap titik pengukuran. Secara matematis Filter Karous Hjelt dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut (Karous & Hjelt, 1983): Ho=0.102 Mn−0.059 Mn+1+0.561 Mn+2−0.561 Mn+ 4+ 0.059 Mn +5−0.102 Mn+6



dimana 𝐻0 adalah sinyal output hasil Filter Karous Hjelt dan 𝑀𝑛 adalah data ken.



BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Diagram Alir Pengolahan Data



Gambar 4.1. Diagram Alir Pengolahan Data



4.2. Pembahasan Diagram Alir Pengolahan Data Dalam penelitian Metode Very Low Frequency ini terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu antara lain : 1.



Tahap pertama dalam pengolahan data yakni melakukan pengukuran terlebih dahulu. Namun pada penelitian ini, data yang digunakan merupakan data sintetik. Tidak lupa melakukan peninjauan pustaka terlebih dahulu sebagai dasar intrepretasi.



2.



Mengolah Raw Data dengan melakukannya pada Software Microsoft Excel untuk mendapatkan beberapa nilai yang kemudian melakukan pembuatan grafik (Grafik Tilt vs Elipt & Grafik MA Tilt vs MA Elipt). Grafik ini dibentuk dari nilai Tilt, Elipt, MA Tilt dan MA Elipt dari masing masing pemancar (Australia dan Jepang).



3.



Membuat penampang dengan menggunakan data hasil pengolahan Software Microsoft Excel. Pembuatan penampang ini dilakukan dengan bantuan beberapa software Surfer 13, Matlab dan KHFilt. Pembuatan penampang dilakukan unuk mengidentifikasian dari struktur dibawah permukaan dilihat dari nilai rapatan arus pada tiap stasiun.



4.



Jika semua output telah dihasilkan, maka selanjutnya yaitu melakukan analisa



dan



menuangkannya



kedalam



pembahasan



laporan



berdasarkan data yang ada dengan bantuan kontrol data geologi. Pengguanaan data geologi ini berfungsi sebagai kontrol dari pengidentifikasian adanya struktur bawah permukaan. 5.



Jika telah dilakukan pembahasan, maka selanjutnya melakukan penarikan kesimpulan dari hasil analisa yang telah dipaparkan dalam laporan.



6.



Dengan demikian, penelitian telah selesai.



BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Tabel Perhitungan RAE Australia Lintasan 2 5.2. Tabel Perhitungan RAE Jepang Lintasan 2 5.3. Grafik Analisis Lintasan 2 5.3.1. Grafik Tilt Vs Elipt Autralia Lintasan 2



5.3.2. Grafik MA Tilt Vs MA Elipt Australia Lintasan 2



5.3.3. Grafik Tilt Vs Elipt Jepang Lintasan 2



5.3.4. Grafik MA Tilt Vs Elipt MA Elipt Jepang Lintasan 2



5.4. Pembahasan Penampang 5.4.1. Penampang RAE Software Khfilt 5.4.1.1. Penampang RAE Software Khfilt Australia Dan Penampang MA RAE Software Khfilt Australia Lintasan 2



..........................................................5.4.1.2. Penampang RAE Software Khfilt Penampang MA RAE Software Khfilt Jepang Lintasan 2



5.4.2. Penampang RAE Perhitungan Manual



...............................................................5.4.2.1. Penampang RAE Perhitungan Manual Au Penampang MA RAE Perhitungan Manual Asutralia Lintasan 2



5.4.2.2.



Penampang



RAE



Perhitungan



Manual



Jepang



Penampang MA RAE Perhitungan Manual Jepang Lintasan 2



5.5. Pembahasan Peta Per-Slice Kedalaman 5.5.1. Peta Per-Slice Kedalaman Australia



Dan



5.5.2. Peta Per-Slice Kedalaman Jepang



BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran



DAFTAR PUSTAKA



Abidin, H.Z., Andreas, H., Meilano, I., Gamal, M., Gumilar, I., dan Abdullah, C.I., 2009. Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei GPS. Badan Geologi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4, No. 4, h. 275-284. Bosch, F. P & Muller. I. (2001). A New Possibility for High Resolution Mapping Of Karst Structures. Continous Gradient VLF Measurements. Technical Articles. Vol. 19. No 345-350. Bronto, S. dan Hartono, H.G., (2001), Panduan Ekskursi Geologi Kuliah Lapangan 2, STTNAS: Yogyakarta. Coppo, N. Schnegg, P & Defago, M. (2006). Mapping a Shallow Lage Cave Using a High Resolution Very Low Frequency Electromagnetic Method. Proceedings of The 8th Conference on Limestone Hydrogeology. Neuchatel Switzerland. Febria, A. (2009). Estimasi Aliran Sungai Bawah Tanah dengan Menggunakan Metode Geofisika VLF EM Mode Sudut Tilt di Daerah Dengok dan Ngrejok Wetan, Gunungkidul Yogyakarta. Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Gadjah Mada. Holt, C.A. (1967). Electromagnetic Field and Waves. Departement Of Electrical Engineering Virginia Polytechnic Institute. Husein, S. dan Srijono, 2009. Tinjauan Geomorfologi Pegunungan Selatan DIY/Jawa Tengah: Telaah Peran Faktor Endogenik dan Eksogenik Dalam Proses Pembentukan Pegunungan. in: Prosiding Workshop Geologi Pegunungan Selatan 2007, Badan Geologi, Bandung, h 19-29. Kaikonen, P. (1979). Numerical VLF Modeling. Geophysical Prospecting. Vol 27. No 815-834.



Karous, M,. & Hjelt, S.E. (1983). Linear Filtering Of VLF Dip-Angle Measurements. Geophysical Prospecting 31. 782-794. Kusumayudha, S.B. (2005). Hidrogeologi Karst dan Geometri Fraktal di Daerah Gunungsewu. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Nabighian, M. (1991). Electromagnetic Methods In Applied Geophysics. Oklahoma: Society Of Exploration Geophysics. Sudarno, I., 1997. Kendali Tektonik Terhadap Pembentukan Struktur Pada Batuan Paleogen dan Neogen di Pegunungan Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya. Tesis Master: Bandung, Institut Teknologi Bandung. Surono, B. Toha dan I. Sudarno, 1992, Peta geologi lembar Surakarta – Giritontro, Jawa, skala 1:100.000, Puslitbang Geologi, Bandung Suyoto. 1997. Stratigrafi Sikuen Cekungan Depan Busur Neogen Jawa Selatan Berdasarkan Data di Daerah Pegunungan Selatan, Yogyakarta. Disertasi Doktor. Jurusan Teknik Geologi ITB (tidak diterbitkan) Telford. W.M,. Geldart. L.P,. & Sheriff. R.E,. (1990). Applied Geophysics. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press. Tsuji, Yamamoto, K., Matsuoka, T., Yamada, Y., Onishi, K., Bahar, A., Meilano, I., dan Abidin, H.Z., 2009. Earthquake Fault of the 26 May 2006 Yogyakarta Earthquake Observed by SAR Interferometry. Earth Planets Space, 61, h. e29-e32. Untung, M., Ujang, K., dan Ruswadi, E., 1973. Penyelidikan Gaya Berat di Daerah YogyakartaWonosari, Jawa Tengah. Publikasi Teknik Seri Geofisika, No. 3, Direktorat Geologi Bandung. Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. 1A. Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam. Wibowo, Eko. Indriati Retno P, & Tim Asisten Laboraium. 2017. Modul Praktikum Elektromagnetik. Yogyakarta. Teknik Geofisika. UPN 'Veteran' Yogyakarta.