Wahyu - Ulumul Quran [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WAHYU Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an



Disusun oleh : Muhammad Asyraf Mohammad Najih Mahmud



Dosen pengampu : Amiril Ahmad, MA



INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QUR’AN JAKARTA



1



KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbilalamin. Segali puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kita semua, sehingga kita masih bias melakukan segala aktifitas baik di siang maupun malam hari. Tak terlupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah menuju zaman ilmiah. Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun didalam pembuatannya kami menghadapi kesulitan, karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Amiril Ahmad, MA selaku dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an dan juga kepada teman–teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada kami. Kami menyadari



bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak



kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan agar dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman–teman dan pihak yang berkepentingan.



Jakarta, 26 Januari 2020



Penulis



2



DAFTAR ISI Halaman Judul ……………………………………………… ........................….....…. 1 Kata Pengantar………………………… ........................………………………....….. 2 Daftar Isi........................................................................................................................ 3 BAB I : Pendahuluan A. Latar Belakang………………………………….....................………..........…....... 4 B. Rumusan Masalah…...………………………… ......................……………..…..... 4 C. Tujuan Penulisan………………………………… ......................…………....….....4 BAB II : Pembahasan A. Arti Wahyu……………………………………...................................…………..... 5 B. Wahyu dalam Al-Qur’an………………………………….…….............................. 6 C. Tatacara Penyampaian Wahyu…………………………….……..............................8 BAB III : Penutup A. Kesimpulan…………………....................…………………................................. 14 DAFTAR PUSTAKA……………………………….……..........................................15



3



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Al-Qur’an, sebagai kitab pedoman umat muslim, merupakan sumber dan tempat terpancarnya pengetahuan, di dalamnya Allah Swt, menitipkan pengetahuan segala sesuatu, menjelaskan petunjuk, dan semua cabang keilmuan bisa menjadikan Al-Qur’an sebagai landasan dan pegangan. Pakar fikih dapat menentukan beberapa hukum, seperti hukum halal haram. Para pakar ilmu nahwu dapat membuat kaidah-kaidah I’rob, dengan merujuk kepada Al-Qur’an untuk mengetahui kalimat yag benar dan salah. Ilmu bayan juga menjadikan Al-Qur’an sebagai pacuan untuk membuat syair yang indah. Di dalam Al-Quran juga terdapat beragam kisah dan berita, juga nasihat dan perumpaan.1 Untuk mendapatkan pemahaman yang sesuai dengan apa yang terkandung di dalam Al-Qur’an, perlu adanya suatu cabang ilmu yang khusus untuk mengkaji kandungan Al-Qur’an, yaitu Ulumul Qur’an. Dalam cabang ilmu ini, dibahasa segala macam seluk beluk kandungan Al-Qur’an, mulai dari sejarah dan sebagainya. Al-Qur’an merupakan salah satu wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dan ternyata wahyu yang tertulis di dalam Al-Qur’an tidak melulu berarti apa yang selama ini kita pahami, yang biasa dibawa oleh malaikat Jibril As. Dari Allah kepada Rasul-Nya. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu pengertian wahyu ? 2. Apa saja arti wahyu di dalam Al-Qur’an ? 3. Bagaimana cara wahyu disampaikan ? C. TUJUAN PEMBAHASAN



1







Mengerti definisi wahyu







Mengetahui macam-macam wahyu di dalam Al-Qur’an







Mengetahui tata cara penyampaian wahyu



Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, 3



4



BAB II PEMBAHASAN



A. ARTI WAHYU Manna’ Qatthan -sebagaiman dituliskan dalam kitabnya “Mabahits fi ‘Ulum AlQur’an”- menjelaskan bahwa arti wahyu secara bahasa adalah : isyarat yang cepat, boleh jadi dengan menggunakan rumus dan kode. Terkadang juga dengan suara dalam kesunyian atau dengan isyarat sebagian anggota tubuh. Al-Wahyu adalah isim Masdar yang menunjukkan dua arti, yaitu samar dan cepat. Maka boleh dikatakan arti wahyu adalah informasi yang samar dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang dituju tanpa diketahui orang lain. Al-Wahyu juga terkadang diucapkan al-Muha (‫ )الموحى‬yang berarti isim maf’ul, yang diwahyukan. Para ulama mendefinisikan wahyu Allah secara syara’ adalah : َّ ‫المنزل على نبي من أنبيائه‬ ‫كالم هللا تعالى‬ “ Kalamullah atau firman Allah yang diturunkan kepada satu di antara Nabi-nabi-Nya”. Ini adalah definisi dalam bentuk isim maf’ul, yaitu al-Muha (yang diwahukan). Sedang pengertian dalam bentuk isim Masdar -sebagaiman dituliskan oleh Ustadz Muhammad ‘Abduh dalam kitab Risalah at-Tauhid- adalah : , ‫عرفان يجده شخص من نفسه مع اليقين بانه من قبل هللا بواسطة أو بغير واسطة‬ .‫واألول بصوت يتمثل لسمعه أو بغير صوت‬ “Pengetahuan yang didapatkan seseorang dari dalam dirinya disertai keyakinan bahwa pengetahuan itu berasal dari Allah dengan perantara atau tanpa perantara, awalnya berupa suara yang terdengar telinga atau tanpa suara”2



2



Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an, 32-33



5



B. WAHYU DALAM AL-QUR’AN Term wahyu yang terdapat di dalam Al-Qur’an tidak semua memiliki arti wahyu yang selama ini kita pahami, melainkan memiliki beberapa arti lain sesuai dengan obyek yang ditujunya. Berikut perbedaan-perbedaan arti dari wahyu di dalam Al-Qur’an : 1) Ilham atau mimpi (QS. Al-Qashash : 8) ِ ‫ض ِعيْ ِه فَ ِاذَا ِخ ْف‬ َ‫ي َوالَتَحْزَ نِ ْي اِنَّا َراد ُّْوهُ ِإلَي ِْك َو َج ِعلُ ْوه ُ ِمن‬ ِ ‫أثم ُم ْو َسى أ َ ْن أ َ ْر‬ ِ ‫َوأ َ ْو َح ْينَا اِلَى‬ ْ ‫ت َعلَ ْي ِه فَأ َ ْل ِق ْي ِه فِى ْاليَ ِم َوالَت َ َخ ِف‬ ۞ َ‫ْال ُم ْر َس ِليْن‬ “ Dan kami wahyukan kepada ibu Musa: “Susuilah dia dan apabila engkau khawatir terhadapnya, maka jatuhkanlah ia ke sungai. Dan janganlah engkau khawatir dan jangan bersedih hati, karena sesungguhnya kami akan



mengembalikannya



kepadamu dan menjadikannya dari para rasul” Kata wahyu berarti ilham atau mimpi jika itu objeknya manusia biasa. Maksud kata awhaina dalam ayat ini adalah Allah mengilhamkan baik secara langsung maupun melalui mimpi kepada ibu Nabi Musa As., karena ia bukanlah seorang nabi. Ilham adalah informasi yang diyakini sangat akurat, namun yang diilhami tidak mengetahui secara pasti dari mana sumber informasi itu.3 2) Potensi naluriah (QS. An-Nahl :68) ُ ‫ال بُيُتًا َو ِمنَ ال َّش َج ِر َو ِم َّما يَ ْع ِر‬ ۞ َ‫ش ْون‬ ِ ‫الج َب‬ ْ ‫َوأ َ ْو َحى َرب َُّك اِ َلى الن ْح ِل أ َ ِن ات َّ ِخذ‬ ِ َ‫ِي ِمن‬ “dan Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang pada sebagian pegunungan dan sebagian pepohonan, dan pada sebagian tempattempat tinggi yang mereka buat” Kata wahyu yang dimaksud di sini adalah potensi yang bersifat naluriah yang dianugerahkan Allah kepada lebah sehingga secara sangat rapi dan mudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan serta memproduksi hal-hal yang mengagumkan. Apa yang dilakukannya tidak ubahnya seperti sesuatu yang diajarkan dan disampaikan kepadanya secara tersembunyi. 4 3) Isyarat yang cepat (QS. Maryam :11) ۞ ‫ب فَأ َ ْو َحى ِإلَ ْي ِه ْم أ َ ْن َس ِب ُح ْوا ب ُ ْك َرة ً َو َع ِشيًّا‬ ِ َ‫وم ِه ِمن‬ ِ َ‫فَخ ََر َج َعلَى ق‬ ِ ‫حْرا‬ َ ‫الم‬



3 4



Tafsir al-Misbah, X:310 Tafsir al-Misbah, VII:281



6



”Lalu dia (Zakaria) keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka: bertasbihlah kamu pada pagi dan petang” Mewahyukan dalam ayat ini berarti mengisyaratkan. Yakni ketika nabi Zakaria As. keluar dari Mihrabnya -tempat yang biasa beliau gunakan untuk beribadah, tempat dimana beliau bergembira atas kelahiran putranya-, lalu ia memberi isyarat secara samar dan cepat kepada kaumnnya untuk bertasbih, yaitu mengucapkan: “subhanallah” pada waktu pagi dan sore hari, pada saat sholat shubuh dan asar, karena mensyukuri atas nikmat Allah yang dianugerahkan kepadanya. 5 4) Bisikan setan dan ajakan kejelekan (QS. Al-An’am :121) َ َ ‫اطيْنَ لَيُ ُح ْونَ إِلَى أ َ ْو ِليَائِ ِه ْم ِليُ َجا ِدلُ ْو ُك ْم ۖ َوإِ ْن أ‬ ‫ط ْعت ُ ُم ْو ُكم إِن ُك ْم‬ ِ َ‫َوالَتَا ْ ُكلُوا ِم َّما لَ ْم يُذْك َِر ا ْس ُم هللاِ َعلَ ْي ِه َوإِنَّهُ لَ ِف ْس ٌق ۗ َوإِ َّن ال َّشي‬ ۞ َ‫لَ ُم ْش ِر ُك ْون‬ “dan janganlah kamu memakan dari apa (dagin hewan) yang (ketika disembelih) tidak menyebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu menjadi orang musyrik” Terlepas dari pembahasan tentang halal haram hewan yang disembelih pada sebagian ayat yang pertama dan ayat-ayat sebelumnya. Kata mewahyukan yang digunakan oleh setan dalam ayat ini memiliki arti membisikkan. Yakni setan, baik berupa manusia atau jin, mereka membisikkan kepada para kekasih dan pengikutnya, yaitu kaum musyrik untuk mendebat dan membantah nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya dalam hal memakan bangkai binatang. Apabila nabi Muhammad dan sahabatnya mengikuti ajakan setan tersebut, yakni berupa menghalalkan bangkai, maka hal itu menjadikan mereka musyrik. 6 5) Perintah Allah kepada Malaikat (QS. Al-Anfal :12) ۚ ‫ُوحي َرب َُّك إِ َلى ْال َم َالئِ َك ِة أَنِي َمعَ ُك ْم فَثَبِتُوا الَّذِينَ آ َمنُوا‬ ِ ‫إِذْ ي‬ “(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada malaikat, “sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.”



5 6



At-Tafsir al-Munir, XV-XVI:57 At-Tafsir al-Munir, VII-VIII:23



7



Dalam ayat ini, Allah secara langsung mewahyukan kepada malaikat, tanpa perantara. Ini hal mudah dipahami karena kita tahu malaikat adalah makhluk yang dekat dengan sang Khaliq dan selalu tunduk atas perintah-Nya.



C. TATA CARA PENYAMPAIAN WAHYU 1. Penyampaian Wahyu Allah kepada Malaikat Ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an tentang cara Allah menyampaikan wahyu kepada malaikat-Nya : 1) QS. Al-Baqarah 2:30 ‫الد َما َء َونَ ْح ُن ن ُ َسبِ ُح‬ ِ ُ‫ض َخ ِليفَةً ۖ قَالُوا أَت َ ْجعَ ُل فِي َها َم ْن ي ُ ْف ِسد ُ فِي َها َويَ ْس ِفك‬ َ َ‫َوإِذْ ق‬ ِ ‫ال َرب َُّك ِل ْل َم َالئِ َك ِة إِنِي َجا ِع ٌل فِي ْاأل َ ْر‬ ۞ َ‫ِس لَ َك ۖ قَا َل ِإنِي أ َ ْعلَ ُم َما َال ت َ ْعلَ ُمون‬ َ ‫ِب َح ْمد‬ ُ ‫ِك َونُقَد‬ “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” 2) QS. Al-Anfal :12 ۚ ‫ُوحي َرب َُّك إِ َلى ْال َم َالئِ َك ِة أَنِي َمعَ ُك ْم فَثَبِتُوا الَّذِينَ آ َمنُوا‬ ِ ‫إِذْ ي‬ “(ingatlah),



ketika



Tuhanmu



mewahyukan



kepada



Para



Malaikat:



“Sesungguhnya aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. 3) QS. Adz-Dzariyat :4 (tentang malaikat yang mengurus urusan dunia menurut perintah Allah) ۞ ‫ت أ َ ْم ًرا‬ ِ ‫فَ ْال ُمقَ ِس َما‬ “Demi malaikat-malaikat yang membagi-bagi urusan.”



8



Ayat-ayat di atas dengan tegas menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada para malaikat tanpa perantaraan dan dengan pembicaraan yang dipahami oleh para malaikat itu. Hal itu diperkuat oleh hadits dari Nawas bin Sam’an yang mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu; maka langitpun tergetarlah dengan getaran –atau dia mengatakan dengan goncangan- yang dahsyat karena takut kepada Allah ‘azza wa jalla. Apabila penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan jatuh bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama kali mengangkat muka di antara mereka itu adalah Jibril, maka Allah memberikan wahyu itu kepada Jibril menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap kali ia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu: Apakah yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai Jibril? Jibril menjawab: Dia mengatakan yang haq dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang dikatakan Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti perintah Allah ‘azza wa jalla.” Hadits ini menjelaskan bagaimana wahyu turun. Pertama Allah berbicara, dan para malaikat mendengarnya. Dan pengaruh wahyu itu pun sangat dahsyat. Apabila pada lahirnya -di dalam perjalanan Jibril untuk menyampaikan wahyu- hadits di atas menunjukkan turunnya wahyu khusus mengenai Al-Qur’an, akan tetapi hadist tersebut juga menjelaskan cara turunnya wahyu secara umum Oleh karena itu para ulama berbeda pendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Al-Qur’an kepada Jibril dengan beberapa pendapat: a) Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafalnya yang khusus. b) Bahwa Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuz. c) Bahwa maknanya disampaikan ke Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad saw.



9



Pendapat pertama adalah pendapat yang paling tepat dan pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah, serta diperkuat oleh hadits Nawas bin Sam’an di atas. Menisbahkan Al-Qur’an kepada Allah itu terdapat dalam beberapa ayat :



۞ ‫َو ِإنَّ َك لَتُلَقَّى ْالقُ ْرآنَ ِم ْن لَد ُْن َح ِك ٍيم َع ِل ٍيم‬ “Sesungguhnya kamu benar-benar diberi al-Qur’an dari Allah yang Mahabijaksana dan Maha mengetahui.” (an-Naml: 6) ۞ َ‫َّللا ث ُ َّم أ َ ْب ِل ْغهُ َمأ ْ َمنَهُ ۚ ٰذَ ِل َك بِأَنَّ ُه ْم قَ ْو ٌم َال يَ ْعلَ ُمون‬ ِ َّ ‫ار َك فَأ َ ِج ْرهُ َحت َّ ٰى يَ ْس َم َع ك ََال َم‬ َ ‫َوإِ ْن أ َ َحد ٌ ِمنَ ْال ُم ْش ِركِينَ ا ْست َ َج‬ “Dan jika ada orang di antara kaum musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah dia supaya sempat mendengar firman Allah.” (at-Taubah: 6) ٍ ‫َو ِإذَا تُتْ َل ٰى َع َل ْي ِه ْم آ َياتُنَا َبيِنَا‬ ‫آن َغي ِْر ٰ َهذَا أ َ ْو َب ِد ْلهُ ۚ قُ ْل َما َي ُكو ُن ِلي أ َ ْن أ ُ َب ِدلَهُ ِم ْن‬ ِ ْ‫ت ۙ قَا َل ا َّلذِينَ َال َي ْرجُونَ ِلقَا َءنَا ائ‬ ٍ ‫ت ِبقُ ْر‬ ۞ ‫اب يَ ْو ٍم َع ِظ ٍيم‬ ِ َ‫تِ ْلق‬ ُ ‫ي ۖ إِنِي أَخ‬ َ َ‫صيْتُ َربِي َعذ‬ َ ‫َاف إِ ْن َع‬ َّ َ‫اء نَ ْفسِي ۖ إِ ْن أَتَّبِ ُع إِ َّال َما يُو َح ٰى إِل‬ “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata, orangorang yang tidak mengharapkan Pertemuan dengan Kami berkata: “Datangkanlah Al Quran yang lain dari ini atau gantilah dia”. Katakanlah: “Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)”. (Yunus: 15), Al-Qur’an adalah kalam Allah dengan lafalnya, bukan kalam Jibril atau kalam Muhammad. Sedangkan pendapat kedua di atas itu tidak dapat dijadikan pegangan, sebab adanya al-Qur’an di lauhul mahfuz itu seperti hal-hal ghaib yang lain, termasuk al-Qur’an. Dan pendapat ketiga lebih sesuai apabila yang dimaksud adalah hadits. Sebab hadits itu wahyu dari Allah kepada Jibril, kemudian kepada Muhammad Saw. secara maknawi saja. Lalu hal itu diungkapkan dengan ungkapan beliau sendiri. 10



۞ ‫ي يُو َح ٰى‬ ٌ ‫َو َما َي ْن ِط ُق َع ِن ْال َه َو ٰى ۞ ِإ ْن ه َُو ِإ َّال َو ْح‬ “Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (an-Najm: 3-4) Maka dari itu diperbolehkan meriwayatkan hadits menurut maknanya, sedang Al-Qur’an tidak.7



2. Penyampaian Wahyu Allah kepada Para Rasul-Nya Ada dua acara yang digunakan oleh Allah untuk menurunkan wahyu-Nya kepada para Rasul-Nya: 1) Lewat perantara Malaikat Jibril As. sebagai malaikat pembawa wahyu 2) Tanpa perantara atau secara langsung



Pertama : Tentang mimpi yang benar, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata: .‫ فكان ال يرى رؤيا إال جاءت مثل فلق الصبح‬،‫ الرؤيا الصالحة في النوم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ئ به‬ َ ‫أول ما بُ ِد‬ )‫(متفق عليه‬ “Yang mula-mula terjadi pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mimpi yang benar di waktu tidur. Beliau tidaklah melihat mimpi, kecuali mimpi itu datang bagaikan terangnya pagi hari.” (Muttafaq ‘Alaih) Dasar yang menunjukkan bahwa mimpi yang benar bagi para nabi adalah wahyu yang wajib diikuti adalah mimpi Nabi Ibrahim As. agar menyembelih putranya, Ismail As.. Allah Swt. berfirman: ُ ‫ي إِنِي أ َ َرى فِي ْال َمن َِام أَنِي أَذْبَ ُح َك فَا ْن‬ ‫ت‬ ِ َ‫ظ ْر َماذَا ت ََرى قَا َل يَا أَب‬ َ َ‫ي ق‬ ٍ ُ‫فَبَ َّش ْرنَاهُ بِغ‬ َّ َ‫ال يَا بُن‬ َ ‫الم َح ِل ٍيم ۞ فَلَ َّما بَلَ َغ َمعَهُ ال َّس ْع‬ َّ ‫ا ْفعَ ْل َما تُؤْ َم ُر َست َِجدُنِي إِ ْن شَا َء‬ ۞ ‫صابِ ِرين‬ َّ ‫َّللاُ ِمنَ ال‬



7



Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, 34-36



11



“Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang sangat sabar. Tatkala anak itu telah sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!’ Dia menjawab, ‘Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar’.” (QS. Ash-Shaffatt : 37) Kedua : Adapun wahyu yang disampaikan di balik tabir tanpa perantara, itu terjadi pada Musa As. Allah Swt. berfirman: َّ ‫َو َكلَّ َم‬ ۞ ‫َّللاُ ُمو َسى ت َ ْك ِلي ًما‬ “Dan Allah telah berbicara kepada Musa secara langsung.” (QS. An-Nisaa’ 4) Demikian pula, menurut pendapat yang paling shahih, Allah Swt. juga telah berbicara secara langsung kepada Rasul kita, Nabi Muhammad Saw. pada malam Isra’ Mi’raj.



3. Penyampaikan Wahyu oleh Malaikat kepada Rasul Ada dua cara penyampaian wahyu oleh Malaikat kepada Rasul: Pertama : Datang dengan suatu suara seperti suara lonceng, yaitu suara yang amat kuat yang dapat mempengaruhi kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu. Cara ini adalah yang paling berat bagi Rasul. Apabila Wahyu yang turun kepada Rasulullah dengan cara ini, biasanya beliau mengumpulkan segala kekuatan dan kesadarannya untuk menerima, menghafal dan memahaminya. Terkadang suara itu seperti kepakan sayap-sayap malaikat, seperti diisyaratkan di dalam hadits : “Apabila Allah menghendaki suatu urusan di langit, maka para malaikat memukul-mukulkan



sayapnya



karena



tunduk



kepada



firman-Nya,



gemerincingnya mata rantai di atas batu-batu yang licin.” (HR. Bukhari)



12



bagaikan



Kedua : Malaikat menjelma kepada Rasul sebagai seorang laki-laki. Cara seperti ini lebih ringan daripada cara sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara dengan pendengar. Ibnu Khaldun berkata : “Dalam keadaan yang pertama, Rasulullah melepaskan kodratnya sebagai manusia yang bersifat jasmani untuk berhubungan dengan malaikat yang bersifat ruhani. Sedangkan dalam keadaan lain sebaliknya, malaikat berubah dari ruhani semata menjadi manusia jasmani.” Keduanya itu tersebut dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah Ummul Mukminin bahwa Al-Harits bin Hisyam betanya kepada Rasulullah mengenai hal itu. Nabi menjawab, “Kadang-kadang ia datang kepadaku bagaikan dencingan lonceng, dan itulah yang paling berat bagiku, lalu ia pergi, dan aku telah menyadari apa yang telah dikatakannya. Dan terkadang malaikat menjelma kepadaku sebagai seorang laki-laki, lalu dia berbicara kepadaku, dan aku pun memahami apa yang dikatakan.” Tentang hembusan ke dalam hati, telah disebutkan di dalam hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Ruh kudus telah menghembuskan ke dalam hatiku bahwa seseorang itu tidak akan mati sehingga dia menyempurnakan rezeki dan ajalnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan carilah rezeki dengan jalan yang baik.” Hadits ini tidak mennunjukkan turunnya wahyu secara tersendiri. Hal ini mungkin dapat dikembalikan kepada salah satu dari dua keadaan yang tersebut di dalam hadits Aisyah. Mungkin malaikat datang kepada beliau dalam keadaan yang menyerupai suara lonceng, lalu dihembuskannya wahyu kepadanya. Bisa jadi wahyu yang melalui hembusan itu adalah wahyu selain Al-Qur’an.8



8



Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an, 37-40



13



BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Wahyu secara bahasa berarti isyarat yang cepat. Sedang menurut syara’ adalah kalam Allah yang diturunkan kepada para Nabi-Nya. Kata wahyu dalam Al-Qur’an memiliki beberapa arti melihat objek yang dituju. Berarti ilham atau mimpi jika manusia biasa. Jika hewan maka berarti potensi naluriah. Sedang kata wahyu yang dipakai oleh setan memiliki arti bsisikan dan ajakan kejelekan. Mewahyukan juga diartikan memberi isyarat seperti yang berlaku pada nabi Zakaria As. Penyampaian wahyu dari Allah kepada Malaikat, Allah kepada Rasul, dan Malaikat kepada Rasul memiliki tata cara tersendiri yang masing-masing memiliki sumber yang akurat, Al-Qur’an dan hadits nabi.



14



DAFTAR PUSTAKA



✓ Al-Qaththan, Manna’. Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an ✓ As-Suyuti, Imam Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr. Al-Itqan fi ‘Ulum alQur’an ✓ Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah ✓ Zuhaili, Dr. Wahbah. At-Tafsir al-Munir



15