Wrap Up Sken4 MPT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WRAP UP PBL BLOK MPT Mencret Berkepanjangan



Kelompok A-5



Ketua



: Ibnu Hakim Anshori N.



Sekretaris



: Maharani Febrianda Savitri



(1102016085) (1102016107)



Anggota: Ilham Syahputra



(1102015095)



Ajeng Tri Rengganis



(1102016014)



Annisa Rahmatia



(1102016029)



Deandra Salma Arumpuspa



(1102016047)



Intan Sukmawati



(1102016090)



Juliva Syahira



(1102016094)



Khansa Alifia Syafiqah



(1102016097)



Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi 2016/2017 Jl. Let. Jend.Suprapto.Cempaka Putih, Jakarta Pusat. DKI Jakarta. Indonesia. 10510. Telepon:+62 21 420667



SKENARIO



MENCRET BERKEPANJANGAN



Seorang laki-laki berusia 25 tahun, datang ke dokter dengan keluhan diare yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu, disertai sering demam, sariawan, tidak nafsu makan dan berat badan menurun sebanyak 10kg dalam waktu 3 bulan terakhir. Dari anamnesis didapatkan pasien adalah anggota komunitas gay. Pada pemeriksaan fisik pasien terlihat kaheksia, mukosa lidah kering dan terdapat bercak-bercak putih. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan LED 50mm/jam. Pemeriksaan feses terdapat sel ragi. Peda pemeriksaan screening antibodi HIV didapatkan hasil (+) kemudian dokter menganjurkan pemeriksaan konfirmasi HIV dan hitung jumlah limfosit T CD4 dan CD8. Dari data tersebut dokter menyimpulkan bahwa penderita ini mengalami gangguan defisiensi imun akibat terinfeksi virus HIV. Dokter menganjurkan pasien untuk datag ke dokter lain dengan alasan yang tidak jelas.



2



KATA SULIT 1. Kaheksia : Salah satu bentuk malnutrisi, ditandai dengan perubahan bentuk tubuh menjadi kurus. 2. Defisiensi imun : gangguan yang disebabkan oleh kerusakan herediter yang mempengaruhi sistem imun. 3. Screening: pemeriksaan sekelompok individu guna memisahkan individu yang sehat dan individu yang sehat dan individu yang mengalami kondisi patologik. 4. HIV : virus penyebab AIDS. Virus yang melemahkan sistem kekebalan terutama limfositT CD4. 5. LED: kecepatan mengendap eritrosit dari suatu sampel darah yang dinyatakan dalam mm/jam. PERTANYAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Bagaimana cara penularan HIV? Mengapa AIDS menyebabkan defisiensi imun? Apa saja tahapan yang dilakukan untuk mendiagnosis HIV? Apa saja gejala penyakit HIV? Mengapa ditemukan sel ragi pada feses penderita? Mengapa mukosa pada lidah menjadi kering? Apa yang terjadi pada limfosit CD4 dan CD8? Apakah dokter melanggar KODEKI? Mengapa dilakukan pemeriksaan konfirmasi setelah didapatkan hasil positif di pemeriksaan screening? 10. Bagaimana pandangan Islam terhadap penderita virus HIV? dan komunitas gay? 11. Bagaimana tatalaksana untuk penderita HIV? JAWABAN 1. Asi, tranfusi darah, jarum suntik yang tidak steril, hubungan homoseksual. 2. Karena virus HIV menginfeksi limfositT CD4 dimana CD4 adalah respon imun untuk mengaktifkan dan mengatur makrofag. 3. –Rapid test - Pemeriksaan ulang : ELISA - Pemeriksaan untuk mengkonfirmasi: Western Blot 4. Mayor: - Berat badan menurun drastis sekitar 10% dalam satu bulan - Diare kronis - Demam kronis Minor: -Batuk kronis - Dermatitis generalisata -Limfadenopati generalisata 3



-Candidiasis orofaringeal 5. Infeksi primer terjadi dalam darah dan mukosa Bercak putih diakibatkan infeksi oportunistik jamur Candida albicans 6. Infeksi primer terjadi dalam darah dan mukosa Bercak putih diakibatkan infeksi oportunistik jamur Candida albicans 7. Penurunan jumlah limfositT CD4 dan CD8 8. Ya, karena dokter melanggar KODEKI dengan alasan yang tidak jelas. 9. Karena pada rapid test sensitifitas tinggi tapi spesivitas rendah maka diperlukan konfirmasi ulang dengan pemeriksaan ELISA dan Wester Blot. 10. Homoseks hukumnya haram. - Memperlakukan penderita HIV sebagaimana memperlakukan orang pada umumnya asalkan penularannya ditutup. 11. Pemberian obat anti retroviral (ARV)



4



HIPOTESIS HIV merupakan salah satu virus yang menyebabkan defisiensi imun. Virus ini ditularkan dengan cara seksual dan aseksual yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Gejala nya antara lain diare kronis (mayor) dan Candidiasis orofaringeal (minor) yang disebabkan infeksi oportunistik dari jamur Candidia albicans. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rapid test, elisa, dan western blot. Tatalaksana untuk menghambar virus HIV dilakukan dengan pemberian obat anti retroviral (ARV).



5



SASARAN BELAJAR LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun 1.1 MM Definisi Defisiensi Imun 1.2 MM Klasifikasi Defisiensi Imun 1.3 MM Etiologi Defisiensi Imun 1.4 MM Penyakit Defisiensi Imun LO. 2 Memahami dan Menjelaskan HIV 2.1 MM Definisi HIV 2.2 MM Epidemiologi HIV 2.3 MM Etiologi HIV 2.4 MM Patofisiologi dan patogenesis HIV 2.5 MM Manifestasi Kinis HIV 2.6 MM Diagnosis HIV 2.7 MM Tatalaksana & Pencegahan HIV 2.8 MM Komplikas HIV 2.9 MM Prognosis HIV LO. 3 Memahami dan Menjelaskan Kode Etik LO. 4 Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam terhadap penderita HIV dan Homoseksual



6



PEMBAHASAN 1. Memahami dan Menjelaskan Defisiensi Imun 1.1 MM Definisi Defisiensi Imun Imunodefisiensi terjadi jika sistem imun gagal berespon secara adekuat terhadap infasi asing. Penyakit ini dapat bersifat kongenital (terdapat sejak lahir) atau didapat (non-herediter) dan hanya menggangu imunitas yang diperantarai oleh antibody, imunitas yang diperantarai oleh sel atau keduanya. 1.2 MM Klasifikasi Defisiensi Imun Klasifikasi defisiensi imun dibagi dua, yaitu: 1. Defisiensi Imun Non-Spesifik a. Komplemen Dapat berakibat meningkatnya insiden infeksi dan penyakit autoimun (SLE), defisiensi ini secara genetik.  Kongenital Menimbulkan infeksi berulang /penyakit kompleks imun (SLE dan glomerulonefritis).  Fisiologik Ditemukan pada neonatus disebabkan kadar C3, C5, dan faktor B yang masih rendah.  Didapat Disebabkan oleh depresi sintesis (sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori). b.   c. 



 d.







Interferon dan lisozim Interferon kongenital Menimbulkan infeksi mononukleosis fatal Interferon dan lisozim didapat Pada malnutrisi protein/kalori Sel NK Kongenital Pada penderita osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit), kadar IgG, IgA, dan kekerapan autoantibodi meningkat. Didapat Akibat imunosupresi atau radiasi. Sistem fagosit Menyebabkan infeksi berulang, kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun, resiko meningkat apabila jumlah fagosit turun < 500/mm3. Defek ini juga mengenai sel PMN. Kuantitatif



7



Terjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin). Kualitatif Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh mikroba intrasel. - Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram – dan +) - Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik) - Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda asing) - Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu melepas isinya, penderita meninggal pada usai anak) - Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia). - Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat. Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu) Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka)







-



a.



b. 



2.



Defisiensi Imun Spesifik Kongential/primer Sangat jarang terjadi.  Sel B Defisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri) 1. X-linked hypogamaglobulinemia 2. Hipogamaglobulinemia sementara 3. Common variable hypogammaglobulinemia 4. Disgamaglobulinemia  Sel T Defisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren 1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital) 2. Kandidiasis mukokutan kronik  Kombinasi sel T dan sel B 1. Severe combined immunodeficiency disease 2. Sindrom nezelof 3. Sindrom wiskott-aldrich 4. Ataksia telangiektasi 5. Defisiensi adenosin deaminase Fisiologik Kehamilan Defisiensi imun seluler dapat diteemukan pada kehamilan. Hal ini karena pningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk



8











c.   















 







trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen Usia tahun pertama Sistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum matang. Usia lanjut Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun. Defisiensi imun didapat/sekunder Malnutrisi Infeksi Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis neutrofil. Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular. Penyinaran Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas sel Ts secara selektif. Penyakit berat Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel, leukemia dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan menimbulkan defisiensi imun. Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat menghilang melalui usus pada diare. Kehilangan Ig/leukosit Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml. Diare (linfangiektasi intestinal, protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein. Stres Agammaglobulinmia dengan timoma Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi. Eosinopenia atau aplasia sel darah merah juga dapat menyertai AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)



1.3 MM Etiologi Defisiensi Imun Secara umum, penyakit defisiensi imun dapat dibagi menjadi kongenital (primer) dan didapat (sekunder). 1. Defisiensi imun kongenital atau primer Relatif jarang, Merupakan defek genetic yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi yang sering sudah bermanifestasi pada bayi dan anak, tetapi kadang secara klinis baru ditemukan usia lebih lanjut. 2. Defisiensi imun didapat atau sekunder 9



Relative lebih sering terjadi karena disebabkan berbagai factor sesudah lahir. Timbul akibat: a. b. c. d.



Malnutrisi Kanker yang menyebar Pengobatan dengan imunosupresan Infeksi sel system imun yang Nampak jelas pada infeksi virus HIV, yang merupakan sebab AIDS e. Radiasi Penyakit difesiensi imun tersering mengenai limfosit, komplemen dan fagosit. a. Penyakit imun dapat ditimbulkan oleh karena tidak adanya fungsi spesifik defisiensi imun atau aktivitas yang berlebihan (hipersensitivitas). b. Organ yang sering terkena adalah sal.pernapasan yang diserang bakteri piogenik atau jamur. IgA yang defisiensi dapat mengakibatkan infeksi kronik salura pernapasan. c. Infeksi yang berulang atau infeksi yang tidak umum merupakan pertanda penting adanya defisiensi imun.



1.4 MM Penyakit Contoh penyakit



Kelainan / kerusakan disebabkan



yang Dampak klinisi



Defisiensi imunitas kombinasi Penurunan jumlah sel T, sel B, Rentan terhada infeksi virus, (Severe Combined sel NK, dan/atau antibodi fungi, dan bakteri karena Imunnodeficiency/SCID) kecacatan pada system kekebalan selular dan humoral X-Linked agammaglobulinemia Kegagalan maturasi sel B di (XSCID) sumsum tulang belakang



Penurunan atau sama sekali tidak ada produksi sel B dan antibody



Sindrom DiGeorge



Ketidaksempurnaan Rentan terhadap infeksi perkembangan organ timus dan virus dan fungi karena kegagalan maturasi sel T kegagalan system imunitas humoral



Sindrom Wiskott-Aldrich



Cacat fungsi trombosit, sel T, Rentan terhadap eczema dan kekurangan antibody atopic dan infeksi yang (terutama IgA) mudah kambuh



Hyper IgM syndrome



Cacat pada sel B sehingga tidak dapat melakukan pergantian kelas antibody 9imunoglobulin)



Kadar IgM di dalam tubuh menjadi berlebihan dan kekurangan IgA, IgG, dan IgE. Hal ini menyabbakna 10



sering terjadinya berulang.



Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait  pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal.



Penyebab Defsiensi Imun Defek Genetik



Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksiateleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T)   Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik  (misal common variable immunodeficiency)



Obata tau Toksin



Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin) Antikonvulsan (fenitoin)



Penyakit Nutrisi dan Metabolik



Malnutrisi (misal kwashiorkor) Protein losing enteropathy (misal limfangiektasia intestinal)Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II) Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)



Kelainan Kromosom



Anomali DiGeorge (delesi 22q11)Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)



Infeksi



Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella) Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)



(Dikutip dengan modifikasi dari Stiehm dkk, 2005)



11



infeksi



2.Memahami dan Menjelaskan HIV 2.1 MM Definisi HIV HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol). 2.2 MM Etiologi HIV HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan semen, cairan vagina dan ASI. Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak sesual, kontak dengan darah atau secret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI. Penularan HIV bias dilihat secara horizontal yaitu adalah melalui hubungan seksual (vagina, anal, atau orogenital), kontak kulit (dari jarum yang terkontaminasi), atau pajanan selaput lendir dengan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi. Serta Penularan HIV secara vertical, seperti dari ibu ke bayi dapat terjadi transplasenta di dalam rahim, saat persalinan atau menyusui. 1. Seksual.



2. 3. 4. 5.



Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama sesame laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak seksual dengan penetrasi vagina, anal, oral antara dua individu. Risiko tertinggi adalah penetrasi vagina atau anal yang tak terlindungi dari individu yang terinfeksi HIV. Melalui transfusi darah atau produk darah yang tercemar HIV. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan ke dalam tubuh yang terkontaminasi HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna narkotika suntik secara bergantian. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan karena dapat menyebarkan HIV. Penularan dari ibu ke anak



12



Kebanyakan ineksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan,, dan sesudah lahir melalui asi 6. Penularan HIV melalui pekerjaan. Contohnya pada pekerja kesehatan dan petugas laboratorium. 2.3 MM Epidemiologi HIV Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan April tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Sampai dengan akhir tahun 1990, peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (Muninjaya, 1998). Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam akibat penggunaaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah pengguna narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda yang merupakan kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat 6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan (Djauzi dan Djoerban, 2007). Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di Indonesia telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang.Sampai akhir Desember 2008, jumlah kasus sudah mencapai 16.110 kasus AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh penderita AIDS tersebut, 12.061 penderita adalah laki-laki dengan penyebaran tertinggi melalui hubungan seks (Depkes RI, 2008). Perkembangan epidemi HIV di Indonesia, termasuk yang tercepat di kawasan Asia, meskipun secara nasional angka prevalensinya masih termasuk rendah. Diperkirakan pada tahun 2006 prevalensi HIV sekitar 0,16% pada orang dewasa. Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah, baik dalam hal jumlah kasus maupun factor-faktor yang mempengaruhi. Epidemic HIV di Indonesia berada pada kondisi epidemic terkonsentrasi dengan kecenderungan menjadi epidemic meluas pada beberapa provinsi. Seperti diketahui, pasien HIV/AIDS adalah orang yang sangat rentan dengan berbagai penyakit termasuk TB. Dari data yang diketahui bahwa epidemik HIV menunjukan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemic TB di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat.pandemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB dan banyak bukti menunjukan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Sebliknya TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan penyebab utama kematian pada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Tiap tahun diperkirakan terjadi 239 kasus TB baru per 100.000 penduduk dengan perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB sebesar 0,8% secara nasional (WHO Report 2007). Sammpai saat ini belum ada angka nasional yang menunjukkan gambaran HIV di antara psien TB. Hasil studi tentang sero prevalensi yang dilaksanakan di Yogyakarta pada tahun 2006 menunjukan angka prevalensi HIV sebesar 2% diantara pasien TB. Sedangkan survey yang sama di propinsi Papua menunjukan angka sebesar 15,4% Jawa Timur sebesar 1,8% dan di Bali sebesar 3,9%. Berdasarkan Laporan Triwulan, pengidap Inveksi HIV dan Kasus AIDS sampai dengan 31 Maret 2008 (Kemkes RI), infeksi oportunistik terbanyak dilaporkan adalah TB, yaitu sebesar 6367 kasus di antara 118.868 kasus AIDS.(Depkes RI, 2010)



13



2.4 MM Patofifiologi dan patogenesis HIV Patogenesis



Sel inang yang terinfeksi virus HIV akan mengalami pemendekan waktu hidup. Hal ini disebabkan karena virus HIV menggunakan sel inang sebagai "pabrik" untuk memperbanyak diri mereka. 24 jam setalah pemaparan pertama, virus HIV akan diserang oleh sel dendritik mukosa dan kulit. setelah 5 hari, sel yang terinfeksi ini akan bergerak ke nodus limfe dan selanjutnya ke peredaran darah perifer dimana replikasi virus meningkat pesat. Limfosit CD4+ yang digunakan untuk merespon antigen dari virus akan selanjutnya bermigrasi ke nodus limfa yang selanjutnya akan teraktivasi dan berproliferasi. Keadaan ini akan membuat sel CD4+ menjadi lebih rentan akan infeksi HIV. Siklus hidup dari HIV meliputi 6 tahap yaitu: binding and entry, reverse transcription, integration, replication, budding, dan maturation 1. Binding and Entry Pada tahap ini, protein amplop gp120 dan gp41 akan berikatan pada reseptor sel CD4+ dan koreseptor di permukaan luar sel CD4+ dan makrofag. Reseptor chemokin CCR5 dan CXCR4 akan memfasilitasi masuknya virus kedalam sel inang. Penggabungan protein, reseptor dan koreseptor virus ke sel inang akan menggabungkan membran HIV dengan membran sel CD4+. Membran HIV dan protein amplop akan tertinggal di luar sel inang, sedangkan bagian inti dari HIV akan masuk ke dalam sel CD4+. enzim dari sel CD4+ akan berinteraksi dengan inti dari virus HIV yang akan memicu pelepasan RNA, dan enzim reverse transcriptase, integrase, dan protease dari virus. 2. Reverse Transcription Pada tahap ini, ssRNA dari HIV akan di transkripsi menjadi ssDNA menggunakan enzim reverse transcriptase. ssDNA kemudian akan mengalami replikasi menjadi dsDNA. 3. Integration Setelah RNA virus ditranskripsi menjadi DNA, enzim integrase akan memasukan DNA virus HIV ke dalam inti sel CD4+ untuk selanjutnya disisipkan di DNA sel CD4+. 4. Replication DNA baru yang terbentuk dari penyisipan DNA virus ke DNA sel CD4+ akan memicu terbentuknya messenger DNA yang akan menginisiasi sintesis protein HIV. 5. Budding Protein HIV, RNA virus dan komponen lainnya yang diperlukan untuk



14



membuat virus baru akan berkumpul pada membran sel CD4+ untuk membentuk virus baru dengan mendorong membran sel CD4+ dengan cara budding lalu meninggalkan sel inang. 6. Maturation Virus yang baru saja keluar dari sel CD4+ sudah memiliki semua komponen yang dibutuhkan untuk menginfeksi sel CD4+ yang baru, tetapi virus ini tidak bisa menginfeksi sebelum mengalami pematangan (maturasi). Enzim yang berperan dalam proses pematangan virus ini adalah protease.



Patofisiologi Siklus hidup HIV berwala dari infeksi sel, produksi DNA virus dan integrasi ke dalam genom, ekpresi gen virus dan produksi partikel virus. Virus menginfeksi sel dengan menggunakan glikoprotein envelop yang disebut gp120 yang terutama mengikat sel CD4 dan reseptor kemokin dari sel manusia. Oleh karena itu virus hanya dapat menginfeksi dengan defisiensi sel CD4. Makrofag dan sel dendritik juga dapat infeksinya. Setelah virus berikatan dengan reseptor sel, membran virus bersatu dengan membran sel pejamu dan virus masuk ke sitoplasma. Disini envelop virus dilepas oleh protease virus dan RNA menjadi bebas. Kopi DNA dari RNA virus disintesis oleh enzom transkriptase dan kopi DNA bersatu dengan DNA pejamu. DNA yang terintegrasi disebut provirus. Provirus dapat diaktifkan, sehingga diproduksi RNA dan protein virus. Sekarang virus mampu membentuk struktur inti, bermigrasi ke 15



membran sel , memperoleh envelop lipid dari sel pejamu, dilepas berupa partikel virus yang dapat menular dan siap menginfeksi sel lain. Integrasi provirus dapat tetap laten dalam sel terinfeksi ntuk berbulan-bulan atau tahun, sehingga tersembunyi dari sistem imun pejamu, bahkan dari terapi antivirus.



2.5 MM Manifestasi Klinis HIV Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi). Gejala mayor: a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis e. Demensia/ HIV ensefalopati Gejala minor: a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan b. Dermatitis generalisata c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang d. Kandidias orofaringeal e. Herpes simpleks kronis progresif f. Limfadenopati generalisata WHO menetapkan 4 stadium klinik pada pasien HIV :



16



2.6 Komplikasi Infeksi HIV Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:  Tuberkulosis (TB) Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.  Salmonelosis



17



Kontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIVpositif.  Cytomegalovirus (CMV) Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.  Kandidiasis Kandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.  Cryptococcal Meningitis Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.  Toxoplasmosis Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.  Kriptosporidiosis Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS. Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:  Sarkoma Kaposi Sarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.  Limfoma



18



Kanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan. Komplikasi lainnya:  Wasting Syndrome Pengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam.  Komlikasi Neurologis Walaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.  Sindrom Imun rekonstitusi / Sindrom Imun Pulih Pemberian obat ARV akan menekan jumlah HIV dalam darah sehingga penghancuran CD4 dapat dikurangi dan akibatnya CD4 akan meningkat. Peningkatan CD4 bermanfaat untuk mengurangi infeksi oppurtunistik. Namun demikian pemulihan kekebalan tubuh juga dapat menimbulkan sindrom imun rekonstitusi yaitu sindrom yang timbul akibat terjadinya proses radang setelah kekebalan tubuh pulih kembali. Sindrom ini dapat berupa demam, pembengkakan kelenjar limfe, batuk serta perurukan foto toraks. Sindrom ini sering terjadi pada pasien yang mengalami infeksi opportunistic TBC, namun bias juga timbul pada infeksi opprtunistik lainnya. Sindrom ini biasanya timbul 6-8 minggu penggunaan obat ARV, gejala klinis lainnya seperti berat badan membaik, CD4 meningkat namun gejala Karena infeksi oprtunistik timbul kembali sebagai akibat gejala inflamasi. Sindrom ini juga bias bermanifestasi sebagai penyakit autoimun (lupus, penyakit graves), perburukan hepatitis B atau C yang sudah ada. Terapi obat ARV perlu diteruskandan untuk menakan gejala radang diberikan obat kortikosteroid. 2.7 MM Diagnosis HIV Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejala klinis dengan pemeriksaan laboratorium . a) Pemeriksaam antigen P24 Ditemukan pada serum, piarma, cairan serebrospinal. Kadarnya meningkat saat awal dan beberapa saat sebelum penderita memasuki stadium AIDS. Sensitivitasnya mencapai 99% dan spesifitasnya lebih tinggi hingga 99,9%. Pemeriksaan antigen p24 hanya dianjurkan sebagai



19



pemeriksaan tambahan ada penderita risiko tinggi tertular virus HIV dan tidak dianjurkan sebagai awal pemeriksaan yang berdiri sendiri. b) Kultur HIV Dapat dikultur dari cairan plasma, serum, peripheral blood monoclear cell, cairan serebrospinal, saliva, semen, lendir serviks, serta asi. Kultur HIV biasa tubuh dalam 21 hari. c) HIV RNA Sering disebut juga ‘Viral load’ adalah pemeriksaan yang menggunakan teknologi PCR untuk mengetahui jumlah HIV dalam darah. Pemeriksaan yang penting untuk mengetahui dinamika HIV dalam tubuh. HIV-RNA dapat positif pada 11 hari setelah terinfeksi HIV sehingga menurunkan masa jendela pada skrining donor darah. d) Pemeriksaan Antibodi Diklasifikasikan sebagai pemeriksaan penapis (screening) dann pemeriksaan konfirmasi. Untuk pemeriksaan penapisan menggunakan metode enzim linked immunosorbent assay (ELISA) metode paling cocok digunakan untuk penapisan spesimmen dalam jumlah besar seperti pada donor darah. Untuk pemeriksaan konfirmasi yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan Wetern Blot (WB).



 Strategi I Hanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas



20



yang tinggi (>99%).  Strategi II Menggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate.  Strategi III Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi. Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB). 2.8 MM Tatalaksana dan Pencegahan HIV  Pengobatan suportif Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat sintomatik, vitamin dan dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin.  Pengobatan infeksi oportunistik Yaitu pengobatan yang ditujukan untuk infeksi oportunistik dan dilakukan secara empiris.  Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV)



21



TERAPI ANTIRETROVIRAL Pengobatan ODHA dewasa dengan antiretroviral dibagi menjadi dua kelompok: 1. Regimen ARV Lini Pertama a. Golongan Nucleoside RTI (NRTI):  Abacavir (ABC) 400 mg sekali sehari  Didanosine (ddl) 250 mg sekali sehari (BB