Wrap Up Skenario 1 Blok GIT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

DAFTAR ISI



Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 Skenario. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 Kata Sulit. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 Pertanyaan dan Jawaban. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 Hipotesis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6 Sasaran Belajar. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 Pembahasan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8 LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Alat Pencernaan Bagian Atas . . . . . . LO.1.1. Makroskopis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.1.2. Mikroskopis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Alat Pencernaan Bagian Atas. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LI.3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.1. Definisi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.2. Epidemiologi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.3. Etiologi dan Klasifikasi . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.4. Patofisiologi dan Patogenesis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.5. Manifestasi Klinis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.7. Tata Laksana. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.8. Komplikasi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.9. Prognosis. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . LO.3.10. Pencegahan. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .



2



SKENARIO Nyeri Perut Nn.A, 20 tahun, mengeluh nyeri perut sejak 3 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di epigastrium. Dokter menduga terdapat gangguan saluran cerna bagian atas, sehingga menganjurkan untuk dilakukan pemeriksaan gastroskopi. Hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan gastritis dan duodenitis,sehingga dilakukan pemeriksaan lebih lanjutuntuk mengetahui penyebab keadaan tersebut. Pasien diberikan obat dan makan yang sesuai untuk mencegah komplikasi dari penyakit tersebut.



2



KATA SULIT 1. Epigastrium anticardium 2. Gastroskopi 3. Gastritis 4. Duodenitis halus



: Regioatas tengah abdomen di bawah sternum, disebut juga : Inspeksi bagian dalam lambung dengan alat endoskopi : Peradangan pada mukosa dan submucosa lambung : Peradangan pada mukosa dan submucosa duodenum usus



2



PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. Apa saja alat pencernaan bagian atas? 2. Apa penyebab gastritis dan duodenitis? Mengapa dapat menyebabkan nyeri perut terutama di epigastrium? 3. Adakah keluhan lain selain nyeri tekan epigastrium? 4. Mengapa dianjurkan melakukan pemeriksaan gastroskopi? 5. Apa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan? 6. Makanan seperti apa yang dapat mencegah komplikasi? 7. Apa komplikasi penyakit ini? 8. Apa gambaran yang terlihat pada pemeriksaan gastroskopi? 9. Apa diagnosis pada scenario ini? 10. Nyeri perut pasien sudah terasa sejak 3 bulan,apakah termasuk akut atau kronik? 11. Apa tatalaksana pada pasien ini? Jawaban: 1. Alat cerna bagian atas dimulai dari rongga mulut, esophagus, lambung, duodenum 2. Gastritis dan duodenitis biasanya disebabkan karena infeksi oleh Helicobacter pylori, yang dapat menyeabkan kerusakan kelenjar di gaster dan duodenum. Rasa nyeri disebabkan karena adanya inflamasi pada organ-organ epigastrium, trauma, erosi mukosa dinding lambung (menyebabkan asam lambung meningkat, ion bikarbonat menurun), serta pemakaian NSAID. 3. Keluhan lain : Mual, muntah, tidak nafsu makan, kembung, feses hitam 4. Untuk menegakkan diagnosis → melihat kondisi mukosa dinding lambung dan usushalus 5. Pemeriksaan lain : - Serologi - Analisis tinja - Cek darah - Bilas lambung 6. Makanan yang bertekstur halus dan lembut seperti bubur, oatmeal, dan sebagainya agar kerja lambung tidak begitu berat untuk mencerna makanan. Hindari makanan yang pedas, asam, kopi. 7. Komplikasi: - GERD - Ulcus peptikum - Perdarahan - Malabsorbsi - Anemia pernisiosa 8. Gambaran : ulcer mukosa lambung, biasanya di bagian curvatura mayor. Jika sudah menyebar akan menjadi Pan Gastritis 9. Sindrom Dispepsia // Gastritis dan duodenitis 10. Kronik 11. Tata laksana:



2



-



Antacid : MgOH, AlOH → menghambat kontraksi otot lambung; meningkatkan pH lambung Protein Pump Inhibitor → menghambat sekresi asam H2 blocker, mis. Ranitidin Antibiotik kombinasi



2



HIPOTESIS Gastritis dan duodenitis adalah peradangan pada mukosa dan submucosa lambung dan duodenum yang dapat disebabkan karena infeksi bakteri H.pylori, inflamasi, trauma, erosi mukosa lambung, atau penggunaan NSAID yang dapat menyebabkan kerusakan kelenjar dan mukosa di gaster dan duodenum sehingga asam lambung meningkat dan kimus masuk ke duodenum dalam kondisi asam. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah gastroskopi, serologi, analisis tinja,cek darah, bilas lambung, dan sebagainya serta dpat ditangani dengan pemberian antacid, H2 blocker, PPI, dan antibiotic kombinasi, untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi, hindari makanan yang terlalu pedas, asam, dan kopi, serta konsumsi makanan yang bertekstur halus dan lembut seperti bubur dan oatmeal agar tidak terjadi berujung pada ulcus peptikum, perdarahan, GERD, anemia, maupun malabsorbsi.



2



SASARAN BELAJAR LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Alat Pencernaan Bagian Atas LO.1.1. Makroskopis LO.1.2. Mikroskopis LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Alat Pencernaan Bagian Atas LI.3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia LO.3.1. Definisi LO.3.2. Epidemiologi LO.3.3. Etiologi dan Klasifikasi LO.3.4. Patofisiologi dan Patogenesis LO.3.5. Manifestasi Klinis LO.3.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding LO.3.7. Tata Laksana LO.3.8. Komplikasi LO.3.9. Prognosis LO.3.10. Pencegahan



2



PEMBAHASAN LI.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Alat Pencernaan Bagian Atas LO.1.1. Makroskopis RONGGA MULUT



2



1. Bibir Bibir merupakan dua lipatan berotot yang terdapai di orificium oris (Gambar 2-B). Mereka diliputi di sebelah luar oleh kulit dan di sebelah dalam dilapisi oleh membrana mucosa. Bagian utama bibir dibentuk oleh musculus orbicularis oris dan otot-otot ini menyebar dari bibir ke wajah (Gambar 2-9). Di dalam bibir terdapat juga pembuluh darah dan saraf, jaringan ikat, dan banyak kelenjar ludah kecil. Philtrum adalah cekungan dangkal vertikal yang dapat dilihat di garis tengah pada permukaan luar bibir atas. Lipatan medial dari membrana mucosa-frenulum labialis menghubungkan permukaan dalam bibir ke gusi. 2. Cavum Oris Mulut terbentang dari bibir sampai ke pharynx. Kedua sisi pintu masuk pharynx, isthmus faucium, dibentuk oleh arcus palatoglossus. Mulut dapat dibagi dalam vestibulum oris dan cavum oris proprium. a. Vestibulum Oris Vestibulum terletak di antara bibir dan pipi di sebelah luar serta gusi dan gigi geligi di sebelah dalam. Ruangan berbentuk celah ini dihubungkan dengan dunia luar oleh fissura oris di antara kedua bibir. Jika rahang ditutup, ruangan ini berhubungan dengan cavum oris proprium rnelalui permukaan belakang gigi molar ketiga pada masing-masing sisi. Vestibulum dibatasi di atas dan bawah oleh lipatan membrana mucosa dari bibir dan pipi sampai gusi. Dinding lateral vestibulum dlbentuk oleh pipi, yang dibentuk oleh musculus buccinator dan dilapisi oleh membrana mucosa. Tonus musculus buccinator serta otot-otot bibir mempertahankan dinding vestibulum tetap kontak satu dengan yang lain. Saluran kelenjar liur parotis bermuara ke papilla kecil di dalam vestibulum yang berseberangan dengan gigi molar atas kedua. b. Cavum Oris Proprium a) Atap Rongga Mulut Atap cavum oris proprium dibentuk di depan oleh palatum durum dan di belakang oleh palatum molle. b) Dasar Rongga Mulut Sebagian besar dasar rongga mulut dibentuk oleh dua pertlga bagian anterior lidah dan oleh membrana mucosa yang terbentang dari pinggir lidah ke arah gusi yang terdapat di mandibula. Lipatan membrana mucosa yang disebut frenulum linguae menghubungkan garis tengah permukaan bawah lidah dengan dasar rongga mulut Lateral dari frenulum, membrana mucosa membentuk lipatan yang bergerigi, disebut plica fimbriata. Ductus submandibularis dari glandula submandibularis bermuara ke dasar rongga mulut pada puncak papilla kecil di sisi kanan dan kiri dari frenulum linguae. Glandula sublingualis juga bermuara ke dalam rongga mulut, dengan membentuk lipatan kecil dari membrana mucosa, disebut plica sublingualis. Sejumlah ductus dari glandula bermuara ke dalam lipatan kecil ini. Membrana Mucosa Mulut Di dalam vestibulum, membrana mucosa ditambatkan ke musculus buccinator oleh serabut-serabut elastis yang terdapat di dalam submucosa, hal ini bertujuan untuk mencegah lipatan membrana mucosa yang berlebihan tergigit di antara gigi-gellgi pada saat rahang ditutup. Membrana mucosa dari gingiva atau gusi, dilekatkan dengan kuat ke periosteum alveolar.



2



Persarafan Sensorik Rongga Mulut Atap: nervus palatinus major dan nervus nasopalatinus dari divisi maxillaris nervus trigeminus. Dasar: nervus lingualis (sensasi umum), sebuah cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus. Serabut-serabut pengecap berjalan di dalam chorda tympani, sebuah cabang darl nervus facialis. Pipi: nervus buccalis, sebuah cabang dari divisi mandibularis nervus trigeminus (musculus buccinator dipersarafi oleh ramus buccalis nervus facialis). Gigi-Geligi a. Gigi Decidua Terdapat 20 buah gigi decidua: empat incisicus, dua caninus, dan empat molar pada masing-masing rahang. Gigi-gigi ini mulai muncul kira-kira usia 6 bulan dan semuanya telah muncul pada akhir usia 2 tahun. Gigi-geligi rahang bawah biasanya muncul lebih dulu dibandingkan dengan rahang atas. b. GigiTetap Terdapat 32 gigi tetap, terdiri dari empat incisivus, dua caninus, empat premolar, dan enam molar pada masing,masing rahang. Gigi ini mulai muncul pada usia 6 tahun. Gigi terakhir yang muncul adalah molar ketiga, yang dapat muncul di antara umur 17 sampai 30. Gigi-geligi rahang bawah muncul lebih dulu dibandingkan dengan rahang atas. Lidah



Lidah merupakan massa otot lurik yang diliputi oleh membrana mucosa. Otot-otot melekatkan lidah ke processus styloideus dan palatum molle di sebelah atas serta mandibula dan os hyoideum di sebelah bawah. Lidah dibagi dua oleh septum fibrosum mediana menjadi belahan kanan dan kiri.



2



Membrana Mucosa Lidah Membrana mucosa permukaan atas lidah dapat dibagi atas bagian anterior dan posterior oleh sulcus berbentuk huruf V, sulcusterminalis. Apex dari sulcus menghadap kebelakang dan ditandai oleh sebuah lubang kecil, disebut foramen cecum. Sulcus membagi lidah menjadi dua pertiga bagian anterior atau pars oralis, dan sepertiga bagian posterior atau pars pharyngealis. Foramen cecum adalah sisa embrionik dan merupakan tanda dari tempat ujung akhir sebelah atas dari ductus thyroglossus. Terdapat tiga jenis papilla di permukaan atas dua pertiga bagian anterior lidah: papilla filiformis, papilla fungiformis, dan papilla vallata. Membrana mucosa yang menutupi sepertiga bagian posterior lidah tidak mempunyai papilla, tetapi permukaan nodulus iregular yang disebabkan oleh adanya nodulus lymphaticus di bawahnya yang disebut tonsila linguae. Membrana mucosa permukaan inferior lidah berjalan dari lidah ke dasar rongga mulut. Di anterior garis tengah permukaan bawah lidah dihubungkan ke dasar rongga mulut oleh sebuah lipatan membrana mucosa, disebut frenulum linguae. Pada sisi lateral dari frenulum, vena lingualis profundus dapat dilihat melalui membrana mucosa. Lateral dari vena lingualis, membrana mucosa membentuk lipatan bergerigi disebut plica fimbriata Otot-Otot Lidah Otot-otot lidah dapat dibagi dalam dua jenis: intrinsik dan ekstrinsik. a. Otot-Otot lntrinsik Otot-otot ini seluruhnya terletak di dalam lidah dan tidak dihubungkan ke tulang. Terdiri dari serabut-serabut longitudinal transversal, dan vertikal. Persarafan: Nervus hypoglossus. Gerakan: Mengubah bentuk lidah. b. Otot-Otot Ekstrinsik Otot-otot ini dilekatkan ke tulang dan palatum molle. Otot-otot ekstrinsik lidah adalah musculus.genioglossus, musculus hyoglossus, musculus styloglossus, dan musculus palatoglossus. Persarafan: nervus hypoglossus. Gerakan: mengubah posisi lidah di dalam rongga mulut. Pendarahan Arteria lingualis, ramus tonsilaris arteria facialis dan arteria pharyngea ascendens memperdarahi lidah. Vena-vena bermuara ke dalam vena jugularis interna. Aliran Limfe Ujung: Nodus lymphaticus submentalis. Sisi-sisi dua pertiga bagian depan: Nodus lymphaticus submandibularis dan cervicalis profunda. Sepertiga posterior: Nodus lymphaticus cervicalis profunda Persarafan Sensorik Dua pertiga bagian anterior: nervus lingualis, cabang divisi mandibularis nervus trigeminus (sensasi umum) dan chorda tympani cabang nervus facialis (pengecap). Sepertiga posterior: nervus glossopharyngeus (sensasi umum dan pengecap). Gerakan Lidah 2



Protrusi: musculus genioglossus kedua sisi berkontraksi bersama-sama. Retraksi: musculus styloglossus dan musculus hyoglossus kedua sisi berkontraksi bersama-sama. Depresi: musculus hyoglossus kedua sisi berkontraksi bersama-sama. Retraksi dan elevasi sepertiga bagian posterior: musculus styloglossus dan musculus palatoglossus kedua sisi berkontraksi bersama-sama. Perubahan bentuk: otot-otot intrinsik. Palatum Palatum membentuk atap mulut (cavum oris) dan dasar dari cavum nasi. Palatum terbagi menjadi dua bagian: palatum durum di depan dan palatum molle di belakang. 1. Palatum Durum Palatum durum dibentuk oleh processus palatinus maxillaris dan lamina horizontalis ossis palatini. Dilanjutkan ke belakang oleh palatum molle. 2. Palatum Molle Palatum molle merupakan lipatan yang mudah bergerak dan terlekat pada pinggir posterior palatum durum. Terdapat pinggir palatum molle yang bebas, terletak di garis tengah, berbentuk kerucut, disebut uvula. Ke samping kanan dan kiri palatum molle berlanjut sebagai dinding lateral pharynx. Palatum molle terdiri dari membrana mucosa, aponeurosis palatinus, dan otot-otot. a. Membrana Mucosa Membrana mucosa meliputi permukaan atas dan bawah palatum molle. b. Aponeurosis Palatina Aponeurosis palatina merupakan sebuah lembaran fibrosa yang melekat pada pinggir posterior palatum durum. Aponeurosis ini merupakan pelebaran tendon musculus tensor veli palatini. c. Otot-Otot Palatum Molle Otot-otot palatum molle adalah rnusculus tensor veli palatini, musculus levator veli palatini, musculus palatoglossus, musculus palatopharyngeus, dan musculus uvulae. Serabut-serabut otot dari musculus tensor veli palatini mengerucut pada saat mereka berjalan ke atas dari origonya, membentuk tendo kecil, yang melengkung ke medial di sekeliling hamulus pterygoideus. Tendo ini, bersma dengan tendo dari sisi berlawanan, melebar untuk membentuk aponeurosis palatina. Bila kedua otot berkontraksi, palatum molle menjadi tegang, sehinggar dapat bergerak ke atas atau ke bawah sebagai sebuah lembaran yang kaku. Persarafan Palatum Nervus palatinus majus dan minus dari divisi maxillaris nervus trigeminus masuk ke palatum melalui foramina palatina major dan minor. Nervus nasopalatinus, juga merupakan cabang dari nervus maxillaris, masuk ke bagian depan palatum durum melalui foramen incisivus. Nervus glossopharyngeus juga mempersyarafi palatum molle. Suplai Darah Palatum Palatum mendapatkan darah dari arteria palatina major cabang dari arteria maxillaris, arteria palatina ascendens cabang dari arteria facialis, dan arteria pharyngica ascendens. Aliran Limfe Palatum Limfe dialirkan dari paiatum ke nodus lymphaticus cervicalis profunda.



2



Arcus Palatoglossus Arcus palatoglossus merupakan sebuah lipatan membrana mucosa yang berisi musculus palatoglossus, yang terbentang dari palatum molle ke pinggir lidah. Arcus palatoglossus merupakan batas di mana rongga mulut berubah menjadi pharynx. Arcus Palatopharyngeus Arcus palatopharyngeus merupakan sebuah lipatan membrana mucosa di belakang arcus palatoglossus yang berjalan ke bawah dan lateral untuk bergabung dengan dinding pharynx. Otot yang terdapat di dalam lipatan adalah musculus palatopharyngeus. Tonsila palatina, merupakan massa jaringan limfe, yang terletak diantara arcus palatoglossus dan palatopharlngeus. Gerakan Palatum Molle Isthmus pharyngeus (saluran penghubung antara nasopharynx dan oropharynx) ditutup oleh naiknya palatum molle. Penutupan terjadi selama menghasilkan suara konsonan saat berbicara. Palatum molle ditarik ke atas oleh kontraksi musculus levator veli paiatini pada kedua sisi. Pada saat yang bersamaan serabut-serabut atas musculus constrictor pharyngis superior berkontraksi dan menarik dinding pharyx posterior ke depan. Otot-otot palatopharyngeus kedua sisi juga berkontraksi sehingga arcus palatopharyrrgeus ditarik ke medial, seperti tirai jendela. Dengan cara ini, nasopharynx ditutup dari oropharynx. GLANDULA SALIVARIA



1. Glandula Parotis Glandula parotis merupakan kelenjar saliva terbesar dan hampir seluruhnya terdiri dari acini serosa. Terletak di dalam sebuah cekungan di bawah meatus acusticus externus, di belakang ramus mandibulae dan di depan musculus sternocleidomastoideus. Nervus facialis membagi kelenjar ini menjadi lobus superficialis dan profunda. Ductus parotideus keluar dari pinggir anterior kelenjar 2



dan berjalan ke depan di atas permukaan lateralis musculus masseter. Ductus ini bermuara ke vestibulum oris pada sebuah papilla kecil di depan gigi molar kedua atas. Persarafan Serabut sekretomotorik parasimpatik yang mempersyarafinya berasal dari nervus glossopharyngeus. Nervus ini mencapai kelenjar melalui ramus tympanicus, nervus petrosus superficialis minor, ganglion oticum, dan nervus auriculotemporalis. 2. Glandula Submandibularis Glandula submandibularis terdiri dari campuran acini serosa dan mucosa. Kelenjar ini terletak di pinggir bawah corpus mandibulae dan terbagi atas bagian superficialis dan profunda oleh musculus mylohyoideus. Bagian profunda dari kelenjar terletak di bawah membrana mucosa mulut di samping lidah. Ductus submandibularis keluar dari ujung anterior bagian profunda kelenjar dan berjalan ke depan di bawah membrana mucosa rongga mulut. Ductus ini bermuara ke dalam rongga mulut pada papilla kecil, yang terletak di samping frenulum linguae. Persarafan Serabut sekretomotorik parasimpatik yang mempersyarafinya berasal dari nervus facialis via chorda tympani dan ganglion submandibulare. Serabut-serabut posganglionik berjalan langsung ke kelenjar. 3. Glandula Sublingualis Glandula sublingualis terletak di bawah membrana mucosa (pllca sublingualis) di dasar rongga mulut, dekat dengan frenulum linguae. Kelenjar ini terdiri dari acini serosa dan mucosa, di mana bagian mucosa lebih banyak. Ductus sublingualis (berjumlah 8-20 buah) bermuara ke dalam rongga mulut pada puncak plica sublingualis. Persarafan Serabut saraf sekretomotorik parasimpatik yang mempersyarafinya berasal dari N.facialis via chorda tympani dan ganglion submandibulare. Serabut-serabut posganglionik berjalan langsung ke kelenjar. Snell, Richard S. (2011). Clinical Anatomy by Systems. Lippincott Williams & Wilkins/Wolters Kluwer Health Inc. USA. alih bahasa Liliana Sugiharto. Jakarta: EGC.



2



OESOPHAGUS



https://www.imaios.com/Media/Images/e-anatomy/mediastinum-anatomyillustrations/oesophagus-cardia-anatomy-diagram-imaios



Oesophagus merupakan tabung muscular, panjangnya sekitar 10 inci (25 cm), terbentang dari pharynx sampai ke gaster. Oesophagus mulai di leher setinggi cartilago cricoidea dan berjalan turun di garis tengah di belakang trachea. Di dalam thorax, oesophagus berjalan ke bawah melalui mediastinum dan masuk rongga abdomen dengan menembus diaphragma setinggi vertebra thoracica X. Oesophagus berjalan singkat sekitar 1/2 inci (1.25 cm) sebelum masuk ke gaster sisi kanan. a. Oesophagus di Leher Batas-Batas Ke anterior: Trachea, nervus laryngeus recurrens. Ke posterior: Musculi prevertebrales dan columna vertebralis. Ke lateral: Glandula thyroidea, sarung carotis (arteria carotis communis, vena jugularis interna, dan nervus vagus), dan pada sisi kiri ductus thoracicus. Pendarahan Arteri: Arteriae thyroideae inJeriores. Vena: Venae thyroideae inferiores. Aliran Limfe: Nodi cervicales profundi. Persarafan: Nervus laryngeus recurrens dan rami dari truncus sympathicus. 2



b. Oesophagus di Thorax Batas-Batas Ke Anterior: Trachea dan nervus laryngeus recurrens sinister; bronchus principalis sinister, atrium sinistrum cordis. Ke Posterior: Columna vertebralis, ductus thoracicus; vena azygos; arteriae intercostales posteriores dextrae; aorta thoracica descendens. Ke lateral, sisi kanan: pars mediastinalis pleura parietalis, vena azygos. Sisi kiri: Arcus aorta, arteria subclavia sinistra, ductus thoracicus, pars mediastinalis pleura parietalis. Pendarahan Arteri: Bagian atas dari aorta thoracica descendens, sepertiga bagian bawah dari arteria gastrica sinistra. Vena: Mengalir ke vena azygos, dan sepertiga bagian bawah darah dialirkan ke vena gastrica sinistra, yang akan bermuara ke vena porta. Pembuluh Limfe Bagian atas oesophagus mengalir masuk ke nodi mediastinales superiores dan posteriores, dan dari sepertiga bagian bawah masuk ke nodi lymphatici di sepanjang arteria dan vena gastrica sinistra dan nodi lymphatici coeliaci di abdomen. Persarafan Truncus vagus (nervus vagus sinister terletak anterior dan nervus vagus dexter terletak posterior), plexus oesophagus, truncus sympathicus, nervi splanchnici c. Oesophagus pada Abdomen Oesophagus masuk ke abdomen melalui lubang yang terdapat pada crus dextrum diaphragmaticum. Setelah berjalan sekitar 1/2 inci (1,25 cm), oesophagus masuk ke lambung di sisi kanannya. Batas-Batas Ke anterior: Oesophagus terletak posterior terhadap lobus hepatis sinister dan di depan crus sinistrum diaphragmaticum. Nervus vagus sinister dan dexter masingmasing terletak pada permukaan anterior dan posterior oesophagus. Pendarahan Arteri: Cabang-cabang dari arteria gastrica sinistra (lihat Gambar 19-39). Vena: vena gastrica sinistra,yang mengalirkan darah ke vena porta (lihat anastomosis portal-sistemik). Aliran Limfe: Pembuluh-pembuluh limfe berjalan mengikuti arteriae menuju ke nervi gastrici sinistri. Persarafan Nervus gastrica anterior dan posterior (nervus vagus) dan cabangcabang simpatik dari pars thoracica trunci sympathici. Sphincter Gastrooesophagicus Secara anatomi tidak terdapat sphincter pada ujung bawah oesophagus. Namun, lapisan sirkular otot polos pada daerah ini berperan secara fisiologis sebagai sebuah



2



sphincter. Saat makanan berjalan turun melalui oesophagus, ujung otot dari oesophagus yang sedang berperistaltik akan berelaksasi sehingga makanan dapat masuk ke gaster. Kontraksi tonik sphincter ini mencegah isi lambung mengalami regurgitasi ke dalam oesophagus. Penutupan sphincter ini diatur oleh nervus vagus, dan aktifitas ini dapat meningkat oleh hormon gastrin dan menurun oleh hormon sekretin, kolesistokinin, dan glukagon.



http://www.epgpatientdirect.org/gastroesophageal-reflux-disease-gerd/what-causes-gerd.cfm GASTER (LAMBUNG)



Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica dan umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar, gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor; dan dua dinding, paries anterior dan paries posterior. 2



Gaster dibagi menjadi bagian-bagian berikut: 1. Fundus gastricum berbentuk kubah, menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus berisi penuh udara. 2. Corpus gastricum terbentak dari ostium cardiacum sampai incisura angularis, suatu lekukan yang ada pada bagian bawah curvatura minor. 3. Anthrum pyloricum terbentang dari incisura angularis sampai pylorus. 4. Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular. Dinding otot pylorus yang tebal membentuk musculus sphincter pyloricus. Rongga pylorus dinamakan canalis pyloricus.



http://medicinembbs.blogspot.co.id/2011/04/arteries.html



Vaskularisasi Gaster a. Arteri berasal dari cabang truncus coeliacus.  Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas dan kiri untuk mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster.  Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian kanan bawah gaster.  Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.  Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang bagian atas curvatura major.  Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang merupakan cabang arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major. b. Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal.  Vena gastrica sinistra dan dextra bermuara langsung ke vena porta hepatis.



2



 



Venae gastricae breves dan vena gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena mesentrica superior.



Aliran limf - Pembuluh-pembuluh limf mengikuti perjalanan arteria menuju ke nodi gastrici sinistra dan dextra, nodi gastroomentals sinistra dan dextra, dan nodi gastrici breves. - Seluruh cairan ini limf dari gaster akhirnya berjalan melalui nodi coeliaci yang terdapat di sekitar pangkal truncus coeliacus pada dinding posterior abdomen Persarafan Gaster Persarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus coeliacus dan serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra. - Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus sinistra, memasuki abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus, yang mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi menjadi cabang-cabang yang menyarafi permukaan anterior gaster. Sebuah cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas menuju hepar, dan di sini membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus. - Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior oesophagus. Selanjutnya truncus membentuk cabang-cabang yang menyarafi permukaan posterior gaster. Suatu cabang yang besar berjalan menuju plexus coeliacus dan plexus mesentricus superior dan kemudian didistribusikan ke usus sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas. Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri, sedangkan serabut parasimpatis nervus vagus membawa secretomotoris untuk glandulae gastricae dan serabut motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus sphincter pyloricus menerima serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus. lntestinum Tenue Intestinum tenue terbentang dari pylorus gastricus sampai junctura ileocaecalis. Intestinum tenue dapat dibagi dalam tiga bagian: duodenum, jejunum, dan ileum. Namun yang akan dibahas sisini hanya sampai duodenum saja. Duodenum Duodenum merupakan saluran berbentuk huruf C dengan panjang sekitar 10 inci (25 cm) yang melengkung di sekitar caput pancreatis. Duodenum mulai di sphincter pyloricus gastrici, dan berakhir dengan berlanjut sebagai jejunum. Bagian pertama duodenum mempunyai omentum minus yang melekat pada pinggir atasnya dan omentum majus yang melekat pada pinggir bawahnya. Sisa duodenum lainnya terletak retroperitoneal.



2



Duodenum dapat dibagi dalam empat bagian: a. Bagian pertama berjalan ke atas dan belakang pada planum transpyloricum setinggi vertebra lumbalis I. b. Bagian kedua berjalan vertikai ke bawah. Ductus choledochus dan ductus pancreaticus major menembus dinding medial kira-kira setengah bagian bawah, dan kedua ductus ini bergabung membentuk ampula yang bermuara ke duodenum pada papilla duodeni major. Ductus pancreaticus accessorius (jika ada) bermuara ke dalam duodenum pada papilla duodeni minor, sekitar 0.75 inci (1.9 cm di atas papilla duodeni major). c. Bagian ketiga berjalan horizontal di depan columna vertebralis. Radix mesenterii intestinum tenue dan vasa mesenterica superior menyilang bagian ini di anterior. d. Bagian keempat berjalan ke atas dan ke kiri ke flexura duodenojejunalis. Flexura ini difiksasi oleh ligamentum Treitz, yang melekat pada crus dextrum diaphragmaticum. Batas-Batas a. Bagian pertama Ke anterior: Lobus quadratus hepatis, vesica biliaris. Ke posterior: bursa omentalis (hanya satu inci pertama), arteria gastroduodenalis, ductus choledochus, vena porta, dan vena cava inferior. b. Bagian kedua



2



Ke anterior: fundus vesica biliaris, lobus hepatis dexter, colon transversum, lengkung intestinum tenue. Ke posterior: hilum renale dextrum (Gambar 19-48). Ke medial: caput pancreatis, ductus choledochus, dan ductus pancreaticus. c. Bagian ketiga Ke anterior: Radix mesenterii intestinum tenue, vasa mesenterica superior, lengkung jejunum. Ke posterior: ureter dexter, vena cava inferior, dan aorta. Ke superior: caput pancreatis. d. Bagian keempat Ke anterior: Permulaan radix mesenterii, lengkung jejunum. Ke posterior: pinggir kiri aorta. Perdarahan Arteri Setengah bagian atas duodenum didarahi oleh arteria pancreaticoduodenalis superior, sebuah cabang dari arteria gastroduodenalis. Setengah bagian bawah didarahi oleh arteria pancreaticoduodenalis inferior, sebuah cabang dari arteria mesenterica superior. Vena Vena pancreaticoduodenalis superior bermuara ke vena porta; vena pancreaticoduodenalis inferior bermuara ke vena mesenterica superior. Aliran Limfe Pembuluh-pembuluh limfe bermuara ke atas via nodi pancreaticoduodenales ke nodi gastroduodenales dan nodi coeliaci. Bermuara ke bawah melalui nodi pancreaticoduodenales ke nodi mesenterici superiores. Persarafan Duodenum mendapat persarafan simpatik dan parasimpatik (vagus) melalui plexus coeliacus dan plexus mesentericus superior. LO.1.2. Mikroskopis RONGGA MULUT Rongga mulut dapat dibagi selanjutnya menjadi ruang yang lebih kecil: sisi luar vestibulum oris dan sisi dalam kavum oris proprium. Vestibulum oris adalah ruang yang dibatasi oleh bibir dan pipi pada sisi anterior dan lateral, sedangkan sisi dalam dibentuk oleh lengkung gigi-geligi. Saluran keluar kelenjar parotis mengalirkan sekret kelenjar ke dalam vestibulum oris. Kavum oris proprium dibatasi oleh gigi-geligi pada sisi luarnya, dasar mulut sisi inferior, dan palatum durum serta palatum mole sisi superior. Ke arah belakang kavum oris proprium dipisahkan dari orofarings, yang tampak diantara lipatan anterior palatoglosus ke tonsila palatina oleh bidang imajiner. Baik kavum oris proprium maupun vestibulum oris dibatasi oleh epitel berlapis gepeng, dan pada daerah yang terkena gesekan, epitel berubah menjadi epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk (atau parakeratinisasi). Kelenjar Liur Palatum dan Tonsil 2



Tiga pasang kelenjar liur utama-parotis, sublingualis dan submandibularis melepaskan sekretnya ke dalam rongga mulut. Palatum durum membantu lidah dalam menyiapkan bolus, sedang palatum mole, bangunan yang dapat bergerak, menutup hubungan antara mulut dan nasofarings, jadi mencegah masuknya makanan dan air dari mulut ke faring. Jaringan ikat di bawah epitel kavum oris banyak mengandung kelenjar liur kecil, yang menghasilkan saliva secara terus menerus, mempertahankan lingkungan yang lembab. Saliva juga berfungsi membantu proses menelan dengan melumasi makanan yang kering dan membentuk bolus yang setengah padat. Selanjutnya, ada enzim dalam saliva yang mengawali pencernaan karbohidrat, juga antibodi sekretoris melindungi tubuh terhadap zat-zat antigen. Masuk ke faring dijaga terhadap masuknya bakteri oleh adanya cincin tonsilar, terdiri atas tonsila lingualis, tonsila faringea, dan tonsila palatina. LIDAH Permukaan dorsal lidah dibagi menjadi dua-pertiga bagian anterior, dipenuhi empat jenis papila lingua dan sepertiga bagian posterior ditempati tonsila lingualis. Kedua bagian itu satu sama lain dipisahkan oleh lekukan berbentuk "huruf V" yaitu sulkus terrninalis. Papila filiformis pendek, berbentuk konus dan mempunyai lapisan keratin tebal. Papila fungiformis berbentuk seperti jamur dan sisi dorsal epitelnya ditempati oleh tiga sampai lima kuncup kecap. Papila sirkumvalata adalah papila lingualis yang paling besar, berjumlah enam sampai dua belas. Setiap papila sirkumvalata melekuk dari permukaan lidah dan dikelilingi oleh suatu parit. Sisi lateral papila serta juga pembatas parit ada sejumlah kuncup kecap. Papila foliata terletak pada sisi lateral lidah.



Gambar 15-4. Lidah dan papilla lingualis. Sepertiga posterior merupakan akar lidah dan dua pertiga anterior merupakan badan lidah.Mukosa akar lidah dipenuhi dengan massa nodul limfoid yang dipisahkan oleh kriptus, yang kesemuanya membentuk tonsila lingualis. Di badan lidah terdapat keempat jenis papilla yang kesemuanya mengandung inti jaringan ikat yang dilapisi dengan epitel



2



skuamosa berlapis. Papilla filiformis yang runcing menimbulkan friksi yang membantu menggerakkan makanan selama mengunyah. Papilla foliata yang menyerupai rigi pada sisi lidah berkembang paling baik pada anak-anak. Papilla fungiformis tersebar pada permukaan dorsal dan 6-12 papilla vallata yang sangat besar terdapat berupa garis V di dekat sulcus terminalis. Kuncup kecap terdapat pada papilla fungiformis dan foliata tetapi lebih banyak pada papilla vallata.



http://education.med.nyu.edu/Histology/courseware/modules/gi-tract/gi.tract08.html 2



nm Tas te buds (kuncup kecap) adalah kecil, merupakan bangunan intraepitelial terdiri atas 40-70 sel, sel basal, sel neuroepitelial (sel pengecap) dan sel sustentakular (sel penyokong). Kuncup kecap berfungsi dalam menerima lima rangsangan pengecap primer yaitu asin, manis, pahit, asam serta umami. ESOFAGUS Esofagus (oesophagus) adalah suatu saluran lunak dengan panjang kira-kira 10 inci yang berjalan dari faring sampai ke lambung. Saluran ini terletak di belakang trakea dan di mediastinum rongga toraks. Setelah turun di rongga toraks, esofagus menembus diafragma muskular. Bagian esofagus yang pendek terdapat di rongga abdomen sebelum berakhir di lambung. Di rongga toraks, esofagus hanya dikelilingi oleh jaringan ikat, yang disebut adventisia. Di rongga abdomen, dinding terluar segmen pendek esofagus dilapisi oleh mesotelium (epitel selapis gepeng) untuk membentuk serosa. Di sebelah dalam, lumen esofagus dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk (epithelium stratificatum squamosum non cornificatum) yang basah. Jika esofagus kosong, lumennya memperlihatkan banyak lipatan longitudinal temporer di mukosa. Di lamina propria esofagus dekat lambung terdapat kelenjar kardia esofagus (glandula cardialis oesophagi). Di submukosa terdapat kelenjar esofagus kecil. Kedua kelenjar mengeluarkan mukus untuk melindungi mukosa dan mempermudah lewatnya bahan makanan melalui esofagus. Dinding luar esofagus, muskularis eksterna, mengandung campuran berbagai jenis serat otot. Di sepertiga atas esofagus, muskularis eksterna mengandung serat otot rangka. Di sepertiga tengah esofagus, muskularis eksterna mengandung baik serat otot rangka maupun otot polos, sementara sepertiga bawah esofagus terutama terdiri dari serat otot polos.



2



GASTER (LAMBUNG) Lambung terdiri atas empat lapisan :



2



1. Lapisan serosa Lapisan peritoneal luar atau lapisan serosa yang merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum visceral menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum, memanjang kearah hati membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang kelaur dari organ satu menuju organ lain disebut ligamentum. Pada kurvatura mayor peritoneum terus kebawah membentuk omentum mayus. 2. Muscularis Lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis: o serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot esofagus, o serabut sirkuler yang paling tebal dan terletak di pilorus serta membentuk otot sfingter; dan berada di bawah lapisan pertama o serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari orifisium kardiak, kemudian membelok ke bawah melalui kurvatura minor (lengkung kecil). 3. Submukosa Lapisan submukosa terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfe. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugue, yang hilang bila organ itu mengembang karena berisi makanan. 4. Mukosa Membran mukosa dilapisi epitelium silindris dan berisi banyak saluran limfe. Semua sel-sel itu mengeluarkan sekret mukus. Permukaan mukosa ini dilintasi saluransaluran kecil dari kelenjar-kelenjar lambung. Semua ini berjalan dari kelenjar lambung tubuler yang bercabang-cabang dan lubang-lubang salurannya dilapisi oleh epithelium silinder. Epithelium bagian dari kelejar yang mengeluarkan sekret berubah-ubah dan berbeda-beda di beberapa daerah lambung. Setiap kelenjar terdiri dari 4 tipe sel sekretori, yaitu : a. Sel zimogen (Chief cell) Sel ini terletak di dasar kelenjar lambung, dan menunjukkan ciri-ciri sel yang mensekresi protein (zimogen). Sel zimogen mengeluarkan pepsinogen, yang dalam suasana asam di lambung akan diubah menjadi pepsin aktif dan berfungsi menghidrolisis protein menjadi peptida yang lebih kecil. b. Sel parietal (oksintik) Sel ini tersebar satu-satu dalam kelompokan kecil di antara jenis sel lainnya, mulai dari ismus sampai ke dasar kelenjar lambung, tetapi paling banyak di daerah leher dan ismus. Pada keadaan isitirahat, terdapat banyak gelembung tubulosa, dan kenalikuli melebar dengan relatif sedikit mikrovili. Sewaktu mensekresi asam, mikrovili bertambah banyak dan gelembung tubulosa berkurang, yang menunjukkan adanya pertukaran membran di antara gelembung tubulosa di dalam sitoplasma dan mikrovili pada permukaan, sekresi asam HCl terjadi pada permukaan membran yang luas ini. Sel ini juga mensekresikan faktor intrinsik, suatu glikoprotein yang terikat dengan vitamin B12 dan membantu absorbsi vitamin ini di usus halus. Vitamin B 12 diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Kekurangan vitamin B 12 akibat kurangnya faktor ini dapat menyebabkan anemia pernisiosa. c. Sel mukus leher Sel ini terletak di daerah leher kelenjar lambung, dalam kelompok kecil atau satusatu. Bentuknya cenderung tidak teratur, seakan-akan terdesak oleh sel-sel disekitarnya (terutama sel parietal). Sel ini memiliki mikrovili apikal yang gemuk dan 2



pendek berisi filamen halus yang tampak kabur. Sel ini menghasilkan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan. d. Sel enteroendokrin Beberapa jenis sel enteroendokrin ditemukan di dalam kelenjar lambung. Sel-sel ini berjumlah banyak, terutama di daerah antrum pylorik, dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida. Sel ini juga ditemukan di dalam epitel usus halus dan besar, kelenjar oesophagus bagian bawah (cardia), dan dalam jumlah terbatas pada ductus utama hati dan pankreas. Sel enteroendokrin menghasilkan beberapa hormon peptida murni (sekretin, gastrin, kolesitokinin); semuanya melalui peredaran darah untuk mencapai organ sasaran pankreas, lambung, dan kandung empedu. Walaupun sistem saraf mengendalikan aktivitas sekretoris dan gerakan otot dalam saluran cerna, terdapat interaksi yang rumit dengan kebanyakan hormon yang dihasilkan oleh sel enteroendokrin ini.



Peralihan Oesophagus-Gaster (Cardiac) Merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, fungsi utama menambah cairan makanan, mengubahnya menjadi bubur dan melanjutkan proses pencernaan. Ada 3 daerah struktur histologis yang berbeda yaitu, corpus, fundus dan pylorus. Peralihan oesophagus dan lambung disebut oesophaguscardia, epitel berlapis gepeng oesophagus beralih menjadi epitel selapis toraks pada cardia. Mukosa cardia terlihat berlipat-lipat disebut foveola gastrica. Didalam lamina propria terdapat kelenjar terpotong melintang (kelenjar tubulosa berkelok-kelok), dapat meluas ke dalam lamina propria oesophagus. Setelah mencapai cardia, kelenjar



2



oesophagus di submukosa tidak ada lagi. Tunica muscularis circularis menebal membentuk sphincter. Gaster Epitel terdiri dari sel silindris mensekresi mukus (PAS-positif). Permukaan lambung ditandai dengan lipatan mukosa disebut rugae. Dalam lipatan terdapat invaginasi atau cekungan disebut gastric-pits atau foveolae gastrica. Di dalam mukosa terdapat kelenjar-kelenjar yang bermuara pada foveolae gastrica. Fundus Mukosa diliputi epitel selapis toraks. Pada dasar faveola gastrica bermuara kelenjar fundus, kelenjar tubulosa simpleks dan lurus. Foveolae gastrica sepertiga tebal mukosa (dangkal), sedang kelenjarnya (fundus) dua pertiga tebal mukosa, terletak dalam lamina propria. Ada 4 macam sel kelenjar: 1. Sel mucus leher (neck cell), terdapat di leher kelenjar, mirip sel epitel mukosa. Bagian apikal sel kadang-kadang mengandung granula. 2. Sel HCl (parietal cell). Bentuk sepertiga atau bulat, terdapat dibagian isthmus kelenjar. Sitoplasma merah (asidofil), inti ditengah, kromatin padat 3. Sel zimogen (chief cell). Sel bentuk mirip sel HCl, tidak teratur, sitoplasma basofil (biru), inti terletak di basal. Terdapat banyak dibagian bawah kelenjar. 4. Sel argentaffin (sediaan HE, sukar dijumpai). Dinding serupa saluran cerna yang lain, seperti, tunica muscularis mucosa, tunica submucosa, tunica muscularis dengan lapisan circular lebih tebal dan tunica serosa. 5. Sel APUD (Amine Precursor Uptake and Decarboxyltion cells - Mensintesa polipeptida - Sel APUD gastro intestinal terdapat pada fundus, antrum pilorum, duodenum, yeyunum, ileum, dan colon - Mensekresi: gastrin, sekretin, kolesistokinin, glucagon and somatostatin like substance Pylorus Berbeda dengan fundus foveolae gastrica lebih dalam. Sel-sel kelenjar hampir homogen, semua sel mucus kelenjar pylorus sering berkelok-kelok di dalam lamina propria. Kadang-kadang ditemukan nodulus lymphaticus yang menembus sampai tunica submucosa. Tunica muscularis, dengan lapisan circular amat tebal membentuk sphincter.



2



Peralihan Gaster-Duodenum Perubahan histologis dari dinding gaster pylorus ke dinding duodenum. Tunica mucosa epitel toraks, yang pada bagian duodenum mulai terdapat sel goblet. Pada duodenum mulai terdapat tonjolan ke permukaan villus intestinal yang gemuk atau lebar dengan sel goblet dan criptus atau sumur Lieberkuhn. Pada pylorus terdapat kelenjar pylorus. Ciri khas duodenum adalah adanya kelenjar Brunner atau mucu. Tunica adventitia pada duodenum, tidak terbungkus peritoneum. LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Alat Pencernaan Bagian Atas 1. Fisiologi MULUT Liur (saliva), sekresi yang berkaitan dengan mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan liur melalui duktus pendek ke dalam mulut. Liur mengandung 99,5% H2O dan 0,5% elektrolit dan protein. Konsentrasi NaCl (garam) liur hanya sepertujuh dari konsentrasinya di plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Demikian juga, diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di liur. Protein liur yang terpenting adalah amilase, mukus, dan lisozim. Protein-protein ini berperan dalam fungsi saliva sebagai berikut: 1. Liur memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja arnilase liur, suatu enzim yang menguraikan polisakarida menjadi maltosa, suatu disakarida yang terdiri dari dua molekul glukosa 2. Liur mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel makanan sehingga partikel-partikel tersebut menyatu, serta menghasilkan pelumasan oleh adanya mukus yang kental dan licin. 3. Liur memiliki sifat antibakteri melalui efek rangkap pertama, dengan lisozim, suaru enzim yang melisiskan atau menghancurkan bakteri tertentu dengan merusak dinding sel; dan kedua, dengan membilas bahan yang mungkin berfungsi sebagai sumber makanan untuk bakteri. 4. Liur berfungsi sebagai bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap. Hanya molekul dalam larutan yang dapat bereaksi dengan reseptor kuncup kecap 5. Liur membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah. Kita sulit berbicara jika mulut kita kering. 6. Liur berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga mulut dan gigi bersih. Aliran liur yang konstan membantu membilas residu makanan, partikel asing, dan sel epitel rua yang terlepas dari mukosa mulut. Kontribusi liur dalam hal ini dapat dirasakan oleh setiap orang yang pernah mengalami bau mulut ketika saiivasi tertekan sementara, misalnya ketika demam atau mengalami kecemasan berkepanjangan. 7. Liur kaya akan dapar bikarbonat, yang menetralkan asam dalam makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga karies dentis dapat dicegah.



2



Meskipun memiliki banyak fungsi di atas, liur tidak esensial untuk pencernaan dan penyerapan makanan, karena enzim-enzim yang diproduksi oleh pankreas dan usus halus dapat menuntaskan pencernaan makanan meskipun tidak terdapat liur dan sekresi lambung. Pencernaan di mulut bersifat minimal; tidak terjadi penyerapan nutrien. Pencernaan di mulut melibatkan hidrolisis polisakarida menjadi disakarida oleh amilase. Namun, sebagian besar pencernaan oleh enzim ini dilakukan di korpus lambung setelah massa makanan dan liur tertelan. Asam menginaktifkan amilase, tetapi di bagian tengah makanan, di mana asam lambung belum sampai, enzim liur ini terus berfungsi selama beberapa jam. Tidak terjadi penyerapan makanan di mulut. Yang penting, sebagian obat dapat diserap oleh mukosa oral, contoh utamanya adalah nitrogliserin, obat vasodilator yang kadang digunakan oleh pasien jantung untuk menghilangkan serangan angina yang berkaitan dengan iskemia miokardium. a



b c d e



f



Fungsi gaster Penyimpan makanan. Kapasitas lambung normal memungkinkan adanya interval yang panjang antara saat makan dan kemampuan menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran cerna. Produksi kimus. Aktivitas lambung mengakibatkan terbentuknya kimus (massa homogen setengah cair berkadar asam tinggi yang berasal dari bolus) dan mendorongnya ke dalam duodenum. Digesti protein. Lambung mulai digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida. Produksi mukus. Mukus yang dihasilkan dari kelenjar membentuk barrier setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dan sekresinya sendiri. Produksi faktor intrinsik.  Faktor intrinsik adalah glikoprotein yang disekresi sel parietal.  Vitamin B12, didapat dari makanan yang dicerna di lambung, terikat pada faktor intrinsik. Kompleks faktor intrinsik vitamin B 12 dibawa ke ileum usus halus, tempat vitamin B12 diabsorbsi. Absorbsi. Absorbsi nutrien yang berlangsung dalam lambung hanya sedikit. Beberapa obat larut lemak (aspirin) dan alkohol diabsorbsi pada dinding lambung. Zat terlarut dalam air terabsorbsi dalam jumlah yang tidak jelas. Mekanisme pencernaan makanan pada gaster A. Mekanik Makanan bergerak dari kerongkongan menuju lambung, yaitu bagian saluran pencernaan yang melebar. Makanan yang masuk ke dalam lambung tersimpan selama 2-5 jam. Selama makanan berada di dalam labung, makanan di cerna secara kimiawi dengan bercampurnya dengan getah lambung yang dihasilkan dari dinding lambung. Dalam getah lambung itu sendiri terdapat campuran zat-zat kimia yang sebagian besar terdiri dari air dan sekresi asam lambung. Asam lambung mengandung HCl yang berfungsi untuk mematikan bakteri atau membunuh kuman yang masuk ke lambung dan berfungsi untuk menghasilkan pepsinogen menjadi pepsin. Lambung juga mengandung enzim renin yang berfungsi 2



untuk menggumpalkan kasein dalam susu. Mukosa (lendir) pada lambung berfungsi melindungi dinding lambung dari abrasi asam lambung. Proses pencampuran tersebut dipengaruhi oleh gerak mengaduk yang bergerak disepanjang lambung setiap 15-25 detik akibat adanya kontraksi dinding lambung yang menyebabkan ketiga otot lambung bergerak secara peristaltik mengaduk dan mencampur makan dengan getah lambung. Sesudah kira-kira tiga jam, makanan menjadi berbentuk bubur yang disebut kim. Gerakan mengaduk dimulai dari kardiak sampai di daerah pylorus yang terjadi terus-menerus baik pada saat lambung berisi makanan maupun pada saat lambung kosong. Akibat gerakan peristaltik, kim terdorong ke bagian pilorus. Di pilorus terdapat sfingter yang merupakan jalan masuknya kim dari lambung ke usus halus. Gerakan peristaltik tersebut menyebabkan sfingter pilorus mengendur dalam waktu yang sangat singkat. Jadi, di dalam lambung terjadi pencernaan secaea mekanis dengan bantuan peristaltik dan pencernaan kimiawi dengan bantuan asam lambung dan enzim pepsin serta renin. Persyarafan otonom  Persarafan pada lambung umumnya bersifat otonom. Suplay saraf parasimpatis untuk lambung di hantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus mencabangkan ramus gastric, pilorik, hepatic dan seliaka.  Persarafan simpatis melalui saraf splangnikus mayor dan ganglia seliakum. Serabut-serabut afferent simpatis menghambat pergerakan dan sekresi lambung. Pleksus auerbach dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsic dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas motorik dan sekresi mukosa lambung. Fisiologi sekresi gaster 1. Fase sefalik Terjadi sebelum makanan mencapai lambung. Masuknya makanan ke dalam mulut atau tampilan, bau, atau pikiran tentang makanan dapat merangsang sekresi lambung. 2. Fase lambung Terjadi saat makanan mencapai lambung dan berlangsung selama makanan masih ada.  Peregangan dinding lambung merangsang reseptor saraf dalam mukosa lambung dan memicu refleks lambung. Serabut aferen menjalar ke medula melalui saraf vagus. Serabut eferen parasimpatis menjalar dalam vagus menuju kelenjar lambung untuk menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin.  Fungsi gastrin: - Merangsang sekresi lambung, - Meningkatkan motilitas usus dan lambung, - Mengkonstriksi sphincter oesophagus bawah dan merelaksasi sphincter pylorus, - Efek tambahan: stimulasi sekresi pancreas.  Pengaturan pelepasan gastrin dalam lambung terjadi melalui penghambatan umpan balik yang didasarkan pada pH isi lambung.



2



-



Jika makanan tidak ada di dalam lambung di antara jam makan, pH lambung akan rendah dan sekresi lambung terbatas. Makanan yang masuk ke lambung memiliki efek pendaparan (buffering) yang mengakibatkan peningkatan pH dan sekresi lambung.



3. Fase usus Terjadi setelah kimus meninggalkan lambung dan memasuki usus halus yang kemudian memicu faktor saraf dan hormon.  Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sehingga dapat berlangsung selama beberapa jam. Gastrin ini dihasilkan oleh bagian atas duodenum dan dibawa dalam sirkulasi menuju lambung.



2



 Sekresi lambung dihambat oleh hormon-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum. Hormon ini dibawa sirkulasi menuju lambung, disekresi sebagai respon terhadap asiditas lambung dengan pH di bawah 2, dan jika ada makanan berlemak. Hormonhormon ini meliputi gastric inhibitory polipeptide (GIP), sekretin, kolesistokinin (CCK), dan hormon pembersih enterogastron. Tabel 2: Stimulasi Sekresi Lambung



Terdapat empat aspek motilitas lambung: (1) pengisian lambung/gastric filling, (2) penyimpanan lambung/gastric storage, (3) pencampuran lambung/gastric mixing, dan (4) pengosongan lambung/gastric emptying. 1. Pengisian lambung Jika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga kapasitasnya mencapai 1 liter (1.000 ml) ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20 kali lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intralambung jika tidak terdapat dua faktor berikut ini:  Plastisitas otot lambung Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos lambung mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar, tidak seperti otot rangka dan otot jantung, yang memperlihatkan hubungan ketegangan. Dengan demikian, saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat tersebut melemas tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot.  Relaksasi reseptif lambung



2



Relaksasi ini merupakan relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan. Relaksasi ini meningkatkan kemampuan lambung mengakomodasi volume makanan tambahan dengan hanya sedikit mengalami peningkatan tekanan. Tentu saja apabila lebih dari 1 liter makanan masuk, lambung akan sangat teregang dan individu yang bersangkutan merasa tidak nyaman. Relaksasi reseptif dipicu oleh tindakan makan dan diperantarai oleh nervus vagus. 2. Penyimpanan lambung Sebagian otot polos mampu mengalami depolarisasi parsial yang autonom dan berirama. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung di daerah fundus bagian atas. Sel-sel tersebut menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah di sepanjang lambung menuju sphincter pylorus dengan kecepatan tiga gelombang per menit. Pola depolarisasi spontan ritmik tersebut, yaitu irama listrik dasar atau BER (basic electrical rhythm) lambung, berlangsung secara terus menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Setelah dimulai, gelombang peristaltik menyebar ke seluruh fundus dan corpus lalu ke antrum dan sphincter pylorus. Karena lapisan otot di fundus dan corpus tipis, kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut lemah. Pada saat mencapai antrum, gelombang menjadi jauh lebih kuat disebabkan oleh lapisan otot di antrum yang jauh lebih tebal. Karena di fundus dan corpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari oesophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari corpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan. 3. Pencampuran lambung Kontraksi peristaltik lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus ke depan ke arah sphincter pylorus. Sebelum lebih banyak kimus dapat diperas keluar, gelombang peristaltik sudah mencapai sphincter pylorus dan menyebabkan sphincter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Bagian terbesar kimus antrum yang terdorong ke depan, tetapi tidak dapat didorong ke dalam duodenum dengan tiba-tiba berhenti pada sphincter yang tertutup dan tertolak kembali ke dalam antrum, hanya untuk didorong ke depan dan tertolak kembali pada saat gelombang peristaltik yang baru datang. Gerakan maju-mundur tersebut, yang disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum. 4. Pengosongan lambung Kontraksi peristaltik antrum—selain menyebabkan pencampuran lambung—juga menghasilkan gaya pendorong untuk mengosongkan



2



lambung. Jumlah kimus yang lolos ke dalam duodenum pada setiap gelombang peristaltik sebelum sphincter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis. Intensitas peristalsis antrum dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum; dengan demikian, pengosongan lambung diatur oleh faktor lambung dan duodenum. Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung. Apabila hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sesuai dengan volume kimus setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan plexus intrinsik, nervus vagus, dan hormon lambung gastrin. Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Semakin cepat derajat keenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi. Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenumlah yang lebih penting untuk mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat bertindak untuk memperlambat pengsongan lambung dengan menurunkan aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengakomodasi tambahan kimus. Bahkan, sewaktu lambung teregang dan isinya sudah berada dalam bentuk cair, lambung tidak dapat mengosongkan isinya sampai duodenum siap menerima kimus baru. Tabel 3: faktor yang Mengatur Motilita dan Pengosongan Lambung



2. Biokimiawi Pencernaan Karbohidrat, protein, dan lemak 2



1. Karbohidrat Karbohidrat diklasifikasikan menjadi monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (maltosa, laktosa, sukrosa), oligosakarida dan polisakarida (amilum/pati). Dalam kondisi seharihari, ada tiga sumber utama karbohidrat dalam diet makanan, yaitu sukrosa (gula pasir), laktosa (gula susu) dan pati/starch (gula tumbuhan). Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin (α–amilase) yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida menjadi disakarida. Enzim ini bekerja di mulut sampai fundus dan korpus lambung selama satu jam sebelum makanan dicampur dengan sekret lambung. Enzim amilase juga dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas, di mana ia akan dikirim dan bekerja di lumen usus halus sekitar 15-30 menit setelah makanan masuk ke usus halus. Amilase bekerja dengan cara mengkatalisis ikatan glikosida α(1à4) dan menghasilkan maltosa dan beberapa oligosakarida. Setelah polisakarida dipecah oleh amilase menjadi disakarida, maka selanjutnya ia kembali dihidrolisis oleh enzim-enzim di usus halus. Berbagai disakaridase (maltase, laktase, sukrase, α-dekstrinase) yang dihasilkan oleh sel-sel epitel usus halus akan memecah disakarida di brush border usus halus. Hasil pemecahan berupa gula yang dapat diserap yaitu monosakarida, terutama glukosa. Sekitar 80% karbohidrat diserap dalam bentuk glukosa, sisanya galaktosa dan fruktosa. Glukosa dan galaktosa diserap oleh usus halus melalui transportasi aktif sekunder. Dengan cara ini, glukosa dan galaktosa dibawa masuk dari lumen ke interior sel dengan memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh pompa Na+ basolateral yang memerlukan energi melalui protein pengangkut SGLT-1. Setelah dikumpulkan di dalam sel oleh pembawa kotranspor, glukosa dan galaktosa akan keluar dari sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi untuk masuk ke kapiler darah. Sedangkan frukosa diserap ke dalam sel melalui difusi terfasilitasi pasif dengan bantuan pengangkut GLUT-5.



2



Gambar 13: Pencernaan dan absorbsi karbohidrat 2. Lemak Lemak merupakan suatu molekul yang tidak larut air, umumnya berbentuk trigliserida (bentuk lain adalah kolesterol ester dan fosfolipid). Pencernaan lemak dilakukan oleh lipase yang dihasilkan oleh sel eksokrin pankreas. Lipase yang dihasilkan pankreas ini akan dikirim ke lumen usus halus dan menghidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan monogliserida. Selain dihasilkan oleh sel lipase pankreas, juga diketahui bahwa lipase juga dihasilkan oleh kelenjar lingual dan enterosit, namun lipase yang dihasilkan oleh bagian ini hanya mencerna sedikit sekali lemak sehingga tidak begitu bermakna. Untuk memudahkan pencernaan dan penyerapan lemak, maka proses tersebut dibantu oleh garam empedu yang dihasilkan oleh kelenjar hepar (hati). Garam empedu memiliki efek deterjen, yaitu memecah globulus-globulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang lebih kecil (proses emulsifikasi). Pada emulsi tersebut, lemak akan terperangkap di dalam molekul hidrofobik garam empedu, sedangkan molekul hidrofilik garam empedu berada di luar. Dengan demikian lemak menjadi lebih larut dalam air sehingga lebih mudah dicerna dan meningkatkan luas permukaan lemak untuk terpajan dengan enzim lipase. Setelah lemak (trigliserida) dicerna oleh lipase, maka monogliserida dan asam lemak yang dihasilkan akan diangkut ke permukaan sel dengan bantuan misel (micelle). Misel terdiri dari garam empedu, kolesterol dan lesitin dengan bagian hidrofobik di dalam dan hidrofilik di luar (permukaan). Monogliserida dan asam lemak akan terperangkap di dalam misel dan dibawa menuju membran luminal sel-sel epitel. Setelah itu, monogliserida dan asam lemak akan berdifusi secara pasif ke dalam sel dan disintesis kembali membentuk trigliserida. Trigliserida yang dihasilkan akan dibungkus oleh lipoprotein menjadi butiran kilomikron yang larut dalam air. Kilomikron akan dikeluarkan secara eksositosis ke cairan interstisium di dalam vilus dan masuk ke lakteal pusat (pembuluh limfe) untuk selanjutnya dibawa ke duktus torasikus dan memasuki sistem sirkulasi. Selain lipase, terdapat enzim lain untuk mencerna lemak golongan nontrigliserida seperti kolesterol ester hidrolase (untuk mencerna kolesterol ester) dan fosfolipase A2 (untuk mencerna fosfolipase). Khusus untuk asam lemak rantai pendek/sedang dapat langsung diserap ke vena porta hepatika tanpa harus dikonversi (seperti trigliserida), hal ini disebabkan oleh sifatnya yang lebih larut dalam air dibandingkan dengan trigliserida.



2



Gambar 14: Pencernaan dan absorbsi lipid 3. Protein Pencernaan protein (pemutusan ikatan peptida) dilakukan terutama di antrum lambung dan usus halus (duodenum dan jejunum). Sel utama (chief cell) lambung menghasilkan pepsin yang menghidrolisis protein menjadi fragmen-fragmen peptida. Pepsin akan bekerja pada suasana asam (pH 2.0-3.0) dan sangat baik untuk mencerna kolagen (protein yang terdapat pada dagingdagingan). Selanjutnya, sel eksokrin pankreas akan menghasilkan berbagai enzim, yaitu tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, dan elastase yang akan bekerja di lumen usus halus. Tiap-tiap enzim akan menyerang ikatan peptida yang berbeda dan menghasilkan campuran asam amino dan rantai peptida pendek. Hasil dari pencernaan oleh protease pankreas kebanyakan masih berupa fragmen peptida (dipeptida dan tripeptida), hanya sedikit berupa asam amino. Setelah itu sel epitel usus halus akan menghasilkan enzim aminopeptidase yang akan menghidrolisis fragmen peptida menjadi asam-asam amino di brush border usus halus. Hasil dari pencernaan ini adalah asam amino dan beberapa peptida kecil. Setelah dicerna, asam amino yang terbentuk akan diserap melalui transpor aktif sekunder (seperti glukosa dan galaktosa). Sedangkan peptida-peptida kecil masuk melalui bantuan pembawa lain dan diuraikan menjadi konstituen asam aminonya oleh peptidase intrasel di sitosol enterosit. Setelah diserap, asamasam amino akan dibawa masuk ke jaringan kapiler yang ada di dalam vilus.



2



Gambar 15:Pencernaan dan absorbsi protein Peran enzim-enzim pencernaan Pencernaan makanan secara kimiawi terjadi dengan bantuan zat kimia tertentu.Enzim pencernaan merupakan zat kimia yang berfungsi memecahkan molekulbahan makanan yang kompleks dan besar menjadi molekul yang lebih sederhanadan kecil. Molekul yang sederhana ini memungkinkan darah dan cairan getahbening ( limfe ) mengangkut ke seluruh sel yang membutuhkan. Secara umum enzim memiliki sifat : bekerja pada substrat tertentu, memerlukansuhu tertentu dan keasaman (pH) tertentu pula. Suatu enzim tidak dapat bekerjapada substrat lain. Molekul enzim juga akan rusak oleh suhu yang terlalu rendahatau terlalu tinggi. Demikian pula enzim yang bekerja pada keadaan asam tidakakan bekerja pada suasana basa dan sebaliknya. Macam-macam enzimpencernaan yaitu: a. Enzim ptyalin Enzim ptialin terdapat di dalam air ludah, dihasilkan oleh kelenjar ludah. Fungsi enzim ptialin untuk mengubah amilum (zat tepung) menjadi glukosa . b. Enzim amylase Enzim amilase dihasilkan oleh kelenjar ludah ( parotis ) di mulut dan kelenjar pankreas. Kerja enzim amilase yaitu : Amilum sering dikenal dengan sebutan zat tepung atau pati. Amilum merupakan karbohidrat atau sakarida yang memiliki molekul kompleks. Enzim amylase memecah molekul amilum ini menjadi sakarida dengan molekul yang lebih sederhana yaitu maltosa. c. Enzim maltase 2



d.



e.



f.



g.



Enzim maltase terdapat di usus dua belas jari, berfungsi memecah molekul maltosa menjadi molekul glukosa . Glukosa merupakan sakarida sederhana (monosakarida ). Molekul glukosa berukuran kecil dan lebih ringan dari padamaltosa, sehingga darah dapat mengangkut glukosa untuk dibawa ke seluruh selyang membutuhkan. Enzim pepsin Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa pepsinogen. Selanjutnya pepsinogen bereaksi dengan asam lambung menjadi pepsin . Carakerja enzim pepsin yaitu : Enzim pepsin memecah molekul protein yang kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu pepton. Molekul pepton perlu dipecah lagi agar dapatdiangkut oleh darah. Enzim tripsin Enzim tripsin dihasilkan oleh kelenjar pancreas dan dialirkan ke dalam usus duabelas jari ( duodenum ). Cara kerja enzim tripsin yaitu : Asam amino memiliki molekul yang lebih sederhana jika dibanding molekul pepton. Molekul asam amino inilah yang diangkut darah dan dibawa ke seluruhsel yang membutuhkan. Selanjutnya sel akan merakit kembali asam amino-asam amino membentuk protein untuk berbagai kebutuhan sel. Enzim rennin Enzim renin dihasilkan oleh kelenjar di dinding lambung. Fungsi enzim renin untuk mengendapkan kasein dari air susu. Kasein merupakan protein susu, sering disebut keju. Setelah kasein diendapkan dari air susu maka zat dalam air susudapat dicerna. Asam khlorida (HCl) Asam khlorida (HCl) sering dikenal dengan sebutan asam lambung, dihasilkanoleh kelenjar didalam dinding lambung. Asam khlorida berfungsi untukmembunuh mikroorganisme tertentu yang masuk bersama-sama makanan.Produksi asam khlorida yang tidak stabil dan cenderung berlebih, dapat menyebabkan radang lambung yang sering disebut penyakit ”mag”.



h. Cairan empedu Cairan empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantong empedu. Empedu mengandung zat warna bilirubin dan biliverdin yang menyebabkan kotoran sisa pencernaan berwarna kekuningan. Empedu berasal dari rombakansel darah merah ( erithrosit ) yang tua atau telah rusak dan tidak digunakan untuk membentuk sel darah merah yang baru. Fungsi empedu yaitu memecah molekul lemak menjadi butiran-butiran yang lebih halus sehingga membentuk suatu emulsi . Lemak yang sudah berwujud emulsi ini selanjutnya akan dicerna menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana lagi. i. Enzim lipase Enzim lipase dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan kemudian dialirkan ke dalam usus dua belas jari ( duodenum ). Enzim lipase juga dihasilkan oleh lambung, tetapi jumlahnya sangat sedikit. Cara kerja enzim lipase yaitu : Lipid (seperti lemak dan minyak)



2



merupakan senyawa dengan molekul kompleks yang berukuran besar. Molekul lipid tidak dapat diangkut oleh cairan getah bening, sehingga perlu dipecah lebih dahulu menjadi molekul yang lebih kecil. Enzim lipase memecah molekul lipid menjadi asam lemak dan gliserol yang memiliki molekul lebih sederhana dan lebih kecil. Asam lemak dan gliserol tidak larut dalam air, maka pengangkutannya dilakukan oleh cairan getah bening (limfe ).



2



LI.3. Memahami dan Menjelaskan Sindrom Dispepsia LO.3.1. Definisi Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan). Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu (Bazaldua, et al, 1999). Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakatai bahwa definisi disepsia sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen (dispepsia merupakan rasa sakit atau tidak nyaman di daerah abdomen atas). LO.3.2. Epidemiologi Dispepsia merupakan keluhan klinis yang sering dijumpai dalam praktik klinis seharihari. Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun 1988 menjadi 3,3% pada tahun 2003.6 Istilah dispepsia sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag.5 Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan primer.7 Bahkan, sebuah studi tahun 2011 di Denmark mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia ternyata telah terinfeksi H. Pylori yang terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan.8 Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan mencakup 30% dari pelayanan dokter umum dan 50% dari pelayanan dokter spesialis gastroenterologi. Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional. Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara Asia (Cina, Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan dispepsia adalah dispepsia fungsional. 5 Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia dalam beberapa senter di Indonesia pada Januari 2003 sampai April 2004, didapatkan 44,7



2



% kasus kelainan minimal pada gastritis dan duodenitis; 6,5% kasus dengan ulkus gaster; dan normal pada 8,2% kasus.6 Angka kejadian dispepsia fungsional pada anak-anak tidak jelas diketahui. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 13% sampai 17% anak dan remaja mengalami nyeri perut setiap minggunya dan dalam penelitian lain juga dilaporkan berkisar 8% dari seluruh anak dan remaja rutin memeriksakan tentang keluhan nyeri perut yang dialaminya ke dokter.1,2 . Rerksppaphol mengemukakan pada anak dan remaja berusia di atas 5 tahun yang 6 25 mengeluhkan sakit perut, rasa tidak nyaman, dan mual setidaknya dalam waktu satu bulan, dijumpai 62% merupakan dispepsia fungsional dan 35% peradangan mukosa. 4 Seiring dengan bertambah majunya ilmu pengetahuan dan alat-alat kedokteran terutama endoskopi dan diketahuinya penyakit gastroduodenum yang disebabkan Helicobacter pylori, maka diperkirakan makin banyak kelainan organik yang dapat ditemukan. Suatu studi melaporkan tidak dijumpai perbedaan karakteristik gejala sakit perut pada kelompok yang terinfeksi H. pylori dengan yang tidak. Pada anak di bawah 4 tahun sebagian besar disebabkan kelainan organik, sedangkan pada usia di atasnya kelainan fungsional merupakan penyebab terbanyak. 23 – 25 LO.3.3. Etiologi dan Klasifikasi Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan, yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. Karena banyaknya penyebab yang menimbulkan kumpulan gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat diklasifikasian menjadi (1) dispepsia organik dan (2) dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional. 1 Dispepsia organic Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsia organik baru dapat digunakan bila penyebabnya sudah jelas, antara lain: a. Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak gaster atau di duodenum. b. Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak. c. Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.



2



d. Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan. e. Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun. f. Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada. g. Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada penderita ini—di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung—keluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir. h. Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia. i. Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan gaster yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomoltilitas gaster. Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia. Etiologi Dispepsia Organik 



Esofago-gastro-duodenal



Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis NSAID, keganasan







Obat-obatan



Antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotik







Hepatobilier



Hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sphincter Odii. Pankreatitis, keganasan







Pancreas







Penyakit sistemik lain



Diabetes melitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner atau



2



iskemik



2 Dispepsia non-organik/fungsional Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik, tetapi merupakan kelainan dari fungsi saluran makanan. Yang termasuk dispepsia fungsional adalah: Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia). Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu pengosongan gaster lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik gaster, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam gaster yang meningkat. Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali pada faal saluran cerna pada proses pencernaan yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam gaster yang banyak, yang mengandung HCl dan pepsin.



Dispepsia fungsional : 1. Tipe seperti ulkus Yang lebih dominan adalah nyeri epigastrik. Pasien memperlihatkan gejala seperti ulkus kronik. Gejala khasnya, nyeri terlokalisasi di epgastrium, sembuh setelah makan ataupun pemberian antasida, timbul sebelum makan ataupun ketika lapar.Pasien jugadapat terbangun di malam hari karena nyerinya. Nyeri ulcer-like dyspepsia timbul periodik dengan relaps dan remisi. 2. Tipe seperti dismotilitas. Yang lebih dominan adalah kembung,mual,muntah,rasa penuh,cepat kenyang.Gejala karakteristiknya, rasa tidak nyaman yang diperburuk oleh makanan, rasa cepat kenyang, mual, muntah, dan kembung di abdomen atas.Ketiga, dispepsia nonspesifik atau campuran. Tipe ini timbul akibat kritik terhadap pembagian dispesia fungsional berdasarkan gejala yang dominan karena banyaknya laporan tumpang tindih gejala antarsubgrup.



2



3. Tipe non spesifik Tidak ada keluhan yang khas dan dominan LO.3.4. Patofisiologi dan Patogenesis Proses patofisiologi yang paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah hipersekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas gastrointestinal, dan hipersensitivitas viseral. 1. Sekresi asam lambung Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung yang rata-rata normal, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin. Diduga adanya peningkatan sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut. 2. Helicobacter pylori Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. 3. Dismotilitas gastrointestinal Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum. Tapi harus dimengerti bahwa proses motilitas gastrointestinal merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga gangguan pengosongan lambuk tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut. 4. Ambang rangsang persepsi Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Berdasarkan studi, tampaknya kasus dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap disetensi balon di gaster atau duodenum. 5. Disfungsi autonom Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proximal lambung waktu menerima makanan, sehingga menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang. 6. Aktivitas mioelektrik lambung Adanya disritmia mioelektrik lambung pada pemeriksaan elektrogastrografi dilaporkan terjadi pada beberapa kasus dispepsia fungsional, tetapi hal ini bersifat inkonsisten. 7. Hormonal Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin mempengaruhi kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit gastrointestinal. 8. Diet dan faktor lingkungan Adanya intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional dibandingkan kasus kontrol. 2



9. Psikologis Adanya stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan mual setelah stimulus stres sentral. Korelasi antara faktor psikologis stres kehidupan, fungsi autonom, dan motilitas tetap masih kontroversial. Tidak didapatkan kepribadian yang karakteristik untuk kelompok dispepsia fungsional ini, walaupun dilaporkan dalam studi terbatas adanya kecenderungan masa kecil yang tidak bahagia, adanya sexual abuse, atau adanya gangguan psikiatrik pada kasus dispepsia fungsional.6



Gambar 16: Patofisiologi Sindrom Dyspepsia LO.3.5. Manifestasi Klinis Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis dispepsia adalah adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas. Apabila kelainan organik ditemukan, dipikirkan kemungkinan diagnosis banding dispepsia organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan organik apa pun, dipikirkan kecurigaan ke arah dispepsia fungsional. Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by exclusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik. Dalam salah satu sistem penggolongan, dispepsia fungsional diklasifi kasikan ke dalam ulcer-like dyspepsia dan dysmotility-like dyspepsia; apabila tidak dapat masuk ke dalam 2 subklasifi kasi di atas, didiagnosis sebagai dispepsia nonspesifik. Esofagogastroduodenoskopi dapat dilakukan bila sulit membedakan antara dispepsia fungsional dan organik, terutama bila gejala yang timbul tidak khas, dan menjadi indikasi mutlak bila pasien berusia lebih dari 55 tahun dan didapatkan tanda-tanda bahaya.



2



Keluhan yang sering diajukan pada sindroma dispepsia ini adalah:  Nyeri perut (abdominal discomfort): nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam merangsang mekanisme refleks local yang memulai kontraksi otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada epigastrium.  Rasa pedih di ulu hati  Mual, kadang-kadang sampai muntah: meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi disekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.  Nafsu makan berkurang  Rasa cepat kenyang  Perut kembung  Rasa panas di dada dan perut  Regurgitasi  Banyak mengeluarkan gas asam dari mulut (ruktus) Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 2030% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului. LO.3.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dyspepsia yang belum diinvestigasi terutama hasrus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan organik sebagai kausa dispepsia. Pasien dispepsia dengan alarm symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik. Menurut Wibawa (2006), yang termasuk keluhan alarm adalah: 1 Disfagia, 2 Penurunan Berat Badan (weight loss), 3 Bukti perdarahan saluran cerna (hematemesis, melena, hematochezia, anemia defisiensi besi,atau fecal occult blood), 4 Tanda obstruksi saluran cerna atas (muntah, cepat penuh). 5 Pasien dengan alarm symptoms perlu dilakukan endoskopi segera untuk menyingkirkan penyakit tukak peptic dengan komplikasinya, GERD (gastroesophageal reflux disease), atau keganasan.



2



Pemeriksaan penunjang harus bisa menyingkirkan kelainan serius, terutama kanker gaster, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin. Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi empiris tanpa endoskopi. a. Tes Darah Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan keganasan saluran pencernaan. b. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi) Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse untuk H.pylori (tes CLO) (Davey,Patrick, 2006). Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H. pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau pasien dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah, disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit struktural. Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa gaster. c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esofagitis Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas. pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung; manometri untuk menilai adanya gangguan fase III migrating motor complex (MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau penggunaan pellet radioopaq untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori, dan sebagainya. a.



Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah, urine, dan tinja secara rutin. Dari pemeriksaan 2



darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya. b.



Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran cerna. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.



c.



Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung.



d.



Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor (jinak atau ganas).



e.



Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan ataumengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.



- Invasive Test :  Rapid Urea Test : Tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim urea katalase menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat,membuat suasana menjadi basa,yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan pada tempat yang berisi cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH indikator, jika terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi ammonia,terjadi perubahan pH dan perubahan warna.



2



 Histologi: Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak min.4 sampel untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar,pinggir dan sekitar tukak (min. 6 sampel).  Kultur : Untuk kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin



-Non Invasive Test :  Urea Breath Test : mendeteksi adanya infeksi H.pylori dengan keberadaan urea yang dihasilkan H.pylori, labeled karbondiokasida diproduksi di dalam perut dan diarbsobsi dalam pembuluh darah, menyebar dalam paru-paru dan akhirnya dikeluarkan lewat pernapasan.  Stool Antigen test : tes ini juga mengidentifikasikan adanya infeksi H.pylori melalui mendeteksi keadaan antigen H.pylori dalam feces. ROMA II Dispepsia Fungsional Berlangsung sekurang-kurangnya selama 12 minggu, dalam 12 bulan ditandai dengan:  Gejala yang menetap atau berulang (nyeri atau tidak nyaman yang berpusat diabdomen atas)  Tidak ada bukti penyakit organik (berdasarkan endoskopi)  Tidak ada bukti bahwa dyspepsia berkurang setelah defekasi atau perubahan pola dan bentuk defekasi a. Dispepsia like-ulcer : Rasa nyeri terutama dirasakan pada abdomen atas b. Dispepsia like-dysmotility : Rasa tidak nyaman terutama dirasakan pada abdomen atas berupa rasa penuh, lekas kenyang, sebah dan mual c. Dispepsia Unspecified (Nonspesific): Gejala yang ditunjukkan tidak memenuhi criteria like-ulcer atau like-dysmotility ROMA III Dispepsia Fungsional Kriteria diagnosis* Harus termasuk didalamnya: Satu atau lebih gejala dibawah ini: a. Rasa tidak nyaman setelah makan b. Cepat merasa kenyang c. Nyeri epigastrium d. Rasa terbakar didaerah epigastrium Dan Tidak ada bukti penyakit struktural (berdasarkan endoskopi) yang menyebabkan gejala-gejala tesebut diatas. *Kriteria terpenuhi selama 3 bulan dengan onset gejala sekurang-kurangnya 6 bulan setelah terdiagnosis a. Sindroma distress postprandial 2



Kriteria diagnosis* Harus termasuk salah satu atau keduanya gejala dibawah ini 1. Rasa tidak nyaman setelah memakan makanan sehari-hari sekurang-kurangnya beberapakali seminggu 2. Rasa cepat merasa kenyang setelah makan sehari-hari sekurang-kurangnya beberapa kali seminggu * Kriteria terpenuhi selama 3 bulan dengan onset gejala sekurang-kurangnya 6 bulan setelah terdiagnosis Kritria supportif 1. Terasa kembung pada perut atas atau mual setelah makan atau sendawa yang berlebihan 2. Bersamaan dengan nyeri epigastrik



b. Sindroma Nyeri Epigastrik Kriteria diagnosis* Harus termasuk didalamnya : Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium derajat sedang sekurang-kurangnya sekaliseminggu 1. Nyeri bersifat intermitten 2. Tidak menyebar ke region abdomen lainnya atau ke region dada 3. Tidak berkurang setelah defekasi atau flatus 4. Tidak memenuhi criteria gangguan kandung empedu dan sfinter oddi * Kriteria terpenuhi selama 3 bulan dengan onset gejala sekurang-kurangnya 6 bulan setelahterdiagnosis Kriteria supportif 1. Nyeri dapat terasa seperti terbakar tetapi tanpa nyeri retrosternal 2. Nyeri biasanya dipicu atau dihilangkan dengan makanan tetapi timbul saat puasa 3. Kadang-kadang bersamaan dengan sindroma post prandial LO.3.7. Tata Laksana 1 Antasid Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan oleh lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Mula kerja antacid sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan netralisasi asam. Sedangkan kecepatan pengosongan lambung sangat menentukan masa kerjanya. Semua antacid meningkatkan produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin. Antacid dibagi dalam 2 golongan, yaitu : a Antasid sistemik Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolic. a) Natrium Bikarbonat Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan dapat menimbulkan perforasi. Selain



2



dapat menimbulkan alkalosis metabolic, obat ini juga dapat menyebabkan retensi natrium dan edema. b Antasid non-sistemik Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. a) Aluminium Hidroksida (Al(OH)3) Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi dengan fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga ekskresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astrigen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Efek samping Al(OH)3 yang utama adalah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antacid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorpsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan symbol deplesi fosfat disertai osteomalasia. Aluminium hidroksida digunakan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan. b) Kalsium Karbonat Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan asamnya cukup tinggi. Kalsium karbonat dapat menyebabkan konstipasi, mual, muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasar daya netralisasi asam, tapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal yang mengeluarkan HCl. Sebagai akibatnya, sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic, alkalosis, azotemia. c) Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2) Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antacid. Obat ini praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorpsi, tetap berada dalam usus dan akan menarik air. d) Magnesium Trisilikat



2



Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silica dari magnesium trisilikat akan diabsorpsi melalui usus dan diekskresi dalam urin. Silica gel dan magnesium trisilikat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorpsi pepsin tapi juga protein dan besi dalam makanan. Dosis tinggi magnesium trisilikat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadinya batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisilikat. 2. Obat penghambat sekresi asam lambung a Penghambat pompa proton (PPI) Penghambat pompa proton merupakan penghambat sekresi asam lambung yang lebih kuat dari AH 2. Obat ini bekerja di proses akhir pembentukan asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini, yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rebeprazol, dan pantoprazol. Perbedaan antara kelima obat tersebut adalah subtitusi cinci piridin dan/atau benzimidazol. Omeprazol adalah campuran resemik isomer R dan S. Esomeprazol adalah campuran resemik isomer omeprazol (S-omeprazol) yang mengalami eliminasi lebih lambat dari R-omeprazol. Farmakodinamik Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan. Farmakokinetik Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan. Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi



2



luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4. Indikasi Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu. Efek samping Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit. Sediaan dan posologi Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg. b Sucralfate Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit. c



Antagonis H2 Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine. Obat ini mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan pembesaran payudara yang bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa menyebabkan impotensi. Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas, maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma, warfarin untuk pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).



2



2 Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung a Sulkralfat Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka pemberian bersama AH2 atau antacid menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah konstipasi. Karena sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus hati-hati. 3 Prokinetik Yang termasuk obat golongan ini metoklopramid, domperidon, cisapride.



adalah



bathanecol,



a Bathanecol Termasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi. b Metoklopramid Secara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun perifer. Khasiat metoklopramid antara lain: -



c



Meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion kolinergik, Merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan Merupakan reseptor antagonis dopamin Jadi, dengan demikian, metoklopramid akan merangsang kontraksi dari saluran cerna dan mempercepat pengosongan lambung. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik, iritabilitas atau sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal karena efek antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis dan kejang. Domperidon Domperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan antagonis dopamin perifer dan tidak



2



menembus sawar darah otak, maka tidak mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping yang rendah daripada metoklopramid. Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah sehingga mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan koordinasi antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang terganggu, yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat relaksasi lambung sehingga pengosongan lambung akan lebih cepat. Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis. Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah, bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi. Efek sampingnya lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare, pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta galaktore dan amenore pada wanita. d Cisapride Cisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru yang mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas. Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas pada saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk memperbaiki. Hal ini disebabkan karena cisapride meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah, peristaltik oesophagus, dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada saluran cerna bagian bawah yaitu akan merangsang aktivitas motorik usus halus dan kolon sehingga mempercepat transit di sini. Jadi, obat ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai obat laxatif yang menahun. Efek samping yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang sifatnya sementar. 4 Antibiotik Untuk H. pylori Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas



2



antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang. Terapi lini pertama : Urutan prioritas  PPI + amoksisilin + kklaritromisin  PPI + metronidazol + klaritromisin  PPI + metronidazol + tetrasiklin Pengobatan dilakukan selama satu minggu. Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi. Urutan prioritas  Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisin  Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin  Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori dengan media transport MIU. Pembedahan Jarang diperlukan pembedahan untuk mengatasi ulkus karena pemberian obat sudah efektif. Pembedahan terutama dilakukan untuk:  mengatasi komplikasi dari ulkus peptikum (misalnya prforasi, penyumbatan yang tidak memberikan respon terhadap pemberian obat atau mengalami kekambuhan)  2 kali atau lebih perdarahan karena ulkus  ulkus gastrikum yang dicurigai akan menjadi ganas  ulkus peptikum yang berat dan sering kambuhan. Tetapi setelah dilakukan pembedahan, ulkus masih dapat kambuh dan dapat timbul masalah-masalah lain seperti pencernaan yang buruk, anemia dan penurunan berat badan.



2



LO.3.8. Komplikasi Pada kebanyakan kasus, dyspepsia bersifat ringan dan hanya terjadi sesekali. Tetapi, dyspepsia berat dapat menyebabkan komplikas, seperti: a. Esofageal stricture Dyspepsia kadang disebabkan oleh reflux asam lambung, yang terjadi ketika asam lambung naik ke atas menuju esophagus dan mengiritasi permukaannya. Jika iritasi ini bertambah seiring berjalannya waktu, dapat menyebabkan esophagus menjadi terluka. Luka ini dapat menyebabkan esophagus menyempit dan konstriksi (esophagus stricture). Gejala yang dialami adalah: - Susah menelan (dysfagia) - Makanan tersangkut di kerongkongan - Sakit dada Esophagus stricture biasanya di terapi dengan operasi untuk memperlebar esofagus b. Stenosis pylorus Disebabkan oleh iritasi jangka panjang permukaan system pencernaan karena asam lambung. Ini terjadi ketika jalan antara lambung dan duodenum (daerah pylorus) menjadi terluka dan menyempit. Ini dapat menyebabkan muntah dan mencagah makanan yang dimakan dicerna sempurna. Pada kebanyakan kasus, stenosis pylorus diterapi dengan operasi untuk mengembalikan lebar awal pylorus. c. Barret’s esophagus Reflux asam lambung yang berulang dapat menyebabkan perubahan sel permukaan esophagus bawah. Ini adalah kondisi Barret’s esophagus. Barret’s esophagus biasanya tidak menyebabkan gejala seperti reflux asam lambung lainnya. Tetapi, ada risiko kecil sel yang terkena Barret’s esophagus dapat menjadi kanker dan memicu kanker esophagus. d. Perdarahan gastrointestinal adalah komplikasi yang paling umum. Perdarahan besar mendadak dapat mengancam jiwa. Ini terjadi ketika ulkus mengikis salah satu pembuluh darah. e. Perforasi (lubang di dinding) sering mengarah ke konsekuensi bencana. Erosi dinding gastro-usus oleh ulkus menyebabkan tumpahan isi perut atau usus ke dalam rongga perut. Perforasi pada permukaan anterior perut menyebabkan peritonitis akut, awalnya kimia dan kemudian bakteri peritonitis. Tanda pertama adalah sering nyeri perut tiba-tiba intens. Perforasi dinding posterior menyebabkan pankreatitis, sakit dalam situasi ini sering menjalar ke punggung. f. Penetrasi adalah ketika ulkus berlanjut ke organ-organ yang berdekatan seperti hati dan pankreas. g. Jaringan parut dan pembengkakan karena ulkus menyebabkan penyempitan di duodenum dan obstruksi lambung. Pasien sering menyajikan dengan muntahmuntah hebat. LO.3.9. Prognosis Apabila penyebab yang mendasari dari tukak peptik ini diatasi maka akan memberikan prognosa yang bagus.Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi untuk infeksi H.Pylori, menghindari OAINS dan meminum obat antisekretorus pada lambung.Prognosis menjadi buruk jika sudah terdapat komplikasi.



2



LO.3.10. Pencegahan Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai berikut: 1. Pencegahan Primer (Primary Prevention) Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai: a. Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia. b. Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan penyediaan air bersih. c. Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya d. Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta merokok. 2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment). a. Diagnosis Dini (Early Diagnosis) Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi anamnese yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi. Bila seorang penderita baru datang, pemeriksaan lengkap dianjurkan bila terdapat keluhan yang berat, muntah-muntah telah berlangsung lebih dari 4 minggu, penurunan berat badan dan usia lebih dari 40 tahun. Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan b. Pengobatan Segera (Prompt Treatment) 1) Penjelasan penyakit kepada penderita. Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan penderita dispepsia adalah antasida, antikolinergik, sitoprotektif dan lain-lain. 3. Pencegahan Tertier Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi. Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat.



2



2



DAFTAR PUSTAKA Anthony, LM. (2013). Junqueira's Basic Atlas Histology. 13th Ed. McGraw Hill Education. E-Books. Richard Snell,S. (2012). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC. Rodger A. (2013). Physiology of Gastrin. Available: http://uptodatealternative.com/contents/mobipreview.htm?25/9/25751. Last accessed 7th May 2016. Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia. 6th ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 641660 Siti, S. Et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing. 1729. Sulistia, G. (2012). Farmakologi dan Terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 517.



2