Wrap Up Skenario 2 Mp2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

WRAP UP SKENARIO 2 BLOK MEKANISME PENYAKIT 2 “PEMBERANTASAN MALARIA”



KELOMPOK



:B–4



KETUA



: NABILA WAHYU SALSABILLA (1102018218)



SEKRETARIS



: ROZZIKA ZAKLIN MANGESTU (1102018215)



ANGGOTA



: SRI DAMAYANTI



(1102018216)



MU’AFA ROHADATUL AISY



(1102018217)



ANDINI PUTRI SALSABILA



(1102018219)



PUTRI DIAH AISYAH



(1102018220)



ZULFARA EKA SAFITRI



(1102018212)



FACHRIAL ABRAR



(1102018223)



MUHAMMAD RAZIH



(1102018335)



FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2015/2016 Jalan Letjen. Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510 Telp. 62.21.4244574 Fax.62.21.4244 1



DAFTAR ISI



Skenario Identifikasi kata sulit Brainstromming Analisis Hipotesis Learning objective Daftar pustaka



2



PEMBERANTASAN MALARIA Seorang dokter ditunjuk sebagai Kepala Puskesmas di daerah Nusa Tenggara Timur sejak dua minggu yang lalu. Ruang lingkup Puskesmas tersebut merupakan daerah endemis tinggi malaria dengan API >5 ‰. Dalam upaya mendukung program Kemenkes yaitu Indonesia bebas daerah endemis tinggi malaria pada tahum 2020, maka dokter tersebut menanyaka vektor malaria yang berperan di daerah tersebut dan lingkungan yang menjadi tempat perindukannya. Dokter mendapatkan informasi bahwa program eliminasi malaria dapat dilakukan antara lain dengan pembagian kelambu berinsektisida, penyemprotan dinding rumah, penggunaan repellent.



3



IDENTIFIKASI KATA SULIT 1. Endemis Tempat yang terdapat penyakit secara tetap. 2. API Annual Parasite Incidence, jumlah kasus positif malaria per 1000 penduduk pertahun. 3. Eliminasi Malaria Upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu. 4. Kelambu Tirai tempat tidur yang terbuat dari kassa untuk mencegah nyamuk. 5. Insektisida Senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh serangga. 6. Vektor malaria Organisme atau serangga yang menularkan parasit pada malaria dan hewan secara aktif. 7. Repellent Alat atau obat pencegah hama.



PERTANYAAN 1. Apa bahaya penyakit malaria? 2. Bagaimana kondisi ruang lingkup puskesmas di daerah NTT sehingga dikategorikan sebagai wilayah endemis malaria? 3. Apa karakteristik lingkungan yang menjadi tempat perindukan nyamuk malaria? 4. Bagaimana penyebaran malaria pada wilayah tersebut? 5. Bagaimana cara mengidentifikasi vektor malaria tersebut? 6. Apa hubungan wilayah lingkungan dengan penyebaran malaria? 7. Apa upaya pendukung program untuk Indonesia bebas daerah tinggi malaria pada 2020? 8. Apakah api lebih dari 5‰ menjadi sebuah patokan untuk daerah endemis? 9. Apa vektor malaria yang berperan pada daerah tersebut? 10. Daerah mana saja yang dikategorikan sebagai daerah endemis malaria di Indonesia?



4



JAWABAN 1. Umur eritrosit lebih pendek sehingga menimbulkan anemia, bahkan kematian. 2. Karena NTT termasuk daerah yang tropis sehingga nyamuk malaria banyak berkembang di NTT. 3. Di tempat yang hangat, karena nyamuk malaria berkembang pesat di suhu 30C. 4. Penyebaran malaria pada wilayah tersebut terjadi karena interaksi antara agent (plasmodium), hospes definitif (nyamuk), dan hospes perantara (manusia). Dengan didukung letak geografis wilayah NTT. 5. Dapat menggunakan rancangan penelitian eksplorasi yaitu pemeriksaan mikroskopis di laboratorium untuk mengetahui jenis plasmodium pada vektor tersebut dan melakukan survei lapangan untuk mengetahui faktor sosiodemografi yang mempengaruhi perkembangan vektor. 6. Lingkungan tropis dan lingkungan fisik diantaranya suhu, air, kelembapan, ketinggian, angin, sinar matahari, arus air, dan kadar garam. 7. Dengan menyebarkan ikan pemakan jentik sepeti ikan cupang, pengobatan profilaksis, menerapkan pola PHBS, memasang kassa anti nyamuk pada ventilasi pintu dan jendela, menemukan dan mengobati sedini mungkin. 8. Iya, karena menunjukkan penularan suatu penyakit. 9. Nyamuk anopheles betina yang mengandung plasmodium. 10. Salah satunya NTT, Papua, Kalimantan,Sumatera Selatan, dan Maluku.



HIPOTESIS Malaria disebabkan oleh nyamuk anopheles betina yang mengandung plasmodium dan berkembang biak di daerah tropis dikarnakan lingkungan fisik yang mendukung diantaranya suhu (30C), air (kotor), kelembapan, daerah daratan rendah, angin, sinar matahari, arus air, dan kadar garam. Bila penularan penyakit terjadi secara cepat akan membuat daerah menjadi endemik, sehingga pemerintah melakukan program pemberantasan nyamuk malaria.



5



LEARNING OBJECTIVE / SASARAN BELAJAR 1. Mempelajari dan Memahami Malaria 1.1. Menjelaskan definisi malaria. 1.2. Menjelaskan etiologi malaria. 1.3. Menjelaskan karakteristik nyamuk malaria. 1.4. Menjelaskan epidemiologi malaria. 1.5. Menjelaskan dampak malaria. 1.6. Menjelaskan program pemerintah terhadap malaria.



6



1. mempelajari dan Memahami Malaria 1.1. Menjelaskan definisi malaria Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada manusia ditemukan 4 spesies yaitu : plasmodium vivax, plasmodium falciparum, plasmodium malariae, dan plasodium ovale. Nyamuk anophelini berperan sebagai vektor penyakit malaria. Nyamuk anophelini yang berperan hanya genus Anopheles. Di seluruh dunia, genus anopheles ini diketahui jumlahnya kirakira 2000 species, diantaranya 60 species diketahui sebagai vektor malaria.keempat spesies tersebut menyebeabkan efek yang berbeda didalam manusia. 1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika. Dengan fase praerotrosit 6-8 hari. 2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. Dengan fase praeritrosit 5 ½-7 hari. 3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana) dengsn fase praeritrosit 12-16 hari. 4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale. Dengan fase praeritrosit 9 hari.1



1.2. Menjelaskan etiologi malaria Malaria merupakan penyakit yang disebabkan infeksi parasit Protozoa dari genus Plasmodium dan ditransmisikan kepada manusia oleh nyamuk betina Anopheline spesies tertentu. Berikut ini beberapa spesies plasmodium yang ditemukan pada manusia, yaitu : 1) Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika. 2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. 3) Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana) 4) Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale. Seiring berkembangnya zaman, ditmukan nya spesies plasmodium knowlesi yang dilaporkan dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan gejala klinis.1,2,3 Plasmodium falciparum merupakan penyebab infeksi yang berat dan bahkan dapat menimbukan suatu variasi manisfestasi-manifestasi akut dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan kematian.



7



Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran / majemuk (mixed infection). Pada umumnya lebih banyak dijumpai dua jenis plasmodium, yaitu campuran antara plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Kadangkadang dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penualaran tinggi. Nyamuk anophelini berperan sebagai vektor penyakit malaria. Nyamuk anophelini yang berperan hanya genus Anopheles. Siklus Hidup Siklus hidup plasmodium terdiri atas fase seksual eksogen (sporogoni) dalam badan nyamuk anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam badan hospes. Fase seksual eksogen (sporogoni) Dimulai dari nyamuk yang menghisap darah manusia yang terinfeksi malaria dengan plasmodium stadium gametosit. Selanjutnya , gametosit membelah yang menjadi mikrogametosit



(jantan)



dan



makrogametosit



(betina).



Dan



terjadilah



fertilisasi



mikrogametosit dengan makrogametosit yang menghasilkan ookinet. Dilanjutkan dengan ookinet yang masuk ke dalam lambung nyamuk dan membentuk Ookista. Lalu , Ookista membentuk ribuan sporozoit yang nantinya akan pecah dan sporozoit tersebut keluar dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk Fase aseksual mempunyai 2 daur, yaitu : 1) Daur dalam sel parenkim hati (skizogoni eksoeritrosit) Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit masuk melalui luka tusuk dari gigitan nyamuk. Lalu sporozoit akan megikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati dan akan matang menjadi Skizon. P. fasiparum dan P. malariae hanya memiliki satu fase eksoeritrosit. Sedangkan P. vivax dan P. ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrosit dapat berulang. Selanjutnya skizon pecah dan mengeluarkan merozoit. 2) Daur eritrosit dalam darah (skizogoni eritrosit) Dimulai dari masuknya merozoit ke dalam aliran darah dan menginfeksi sel eritrosit. Merozoit tersebut akan berubah menjadi Tropozoid belum matang, lalu matang dan



8



membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi. Diantara bentuk merozoitmerozoit tersebut ada yang menjadi gametosit untuk memulai kembali siklus seksual menjadi mikroga met dan makroga met.



Gambar 1. (Dikutip dari Gebrak Malaria, yang diterbitkan Direktorat Jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2008.) Masa inkubasi Yaitu rentan waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai



denagan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung species plasmodium.



9



Berbagai studi menunjukkan, pada infeksi plasmodium knowlesi, siklus reproduksi aseksual (pembelahan diri dalam tubuh manusia atau hewan) terjadi dalam waktu 24 jam. Lebih cepat dibandingkan siklus 48 jam pada plasmodium vivax, plasmodium ovale, dan plasmodium falciparum, sedangkan 72 jam pada plasmodium malariae. Setiap kali sel-sel membelah akan terjadi serangan demam.1,2,3 1.3. Memjelaskan karakterisktik nyamuk malaria. Faktor Lingkungan a. Lingkungan Fisik 1). Suhu udara Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pada suhu 26,7C masa inkubasi ekstrinsik pada spesies Plasmodium berbeda-beda yaitu P.falciparum 10 sampai 12 hari, P.vivax 8 samapi 11 hari, P.malariae 14 hari P.ovale 15 hari 40. Menurut Chwatt (1980), suhu udara yang optimum bagi kehidupan nyamuk berkisar antara 25-30C. Menurut penelitian Barodji (1987) bahwa proporsi tergigit nyamuk Anopheles menggigit adalah untuk di luar rumah 23-24C dan di dalam rumah 25-26C sebagai suhu optimal.



2). Kelembaban udara Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahan, dan lain-lain dari nyamuk. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria. Menurut penelitian Barodji (1987) menyatakan bahwa nyamuk Anopheles paling banyak menggigit di luar rumah pada kelembaban 84-88%dan di dalam rumah 70-80%.



3). Ketinggian Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut.



10



4). Angin Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yangmerupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau keluar rumah,adalah salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dengan nyamuk. Jarak terbang nyamuk (flightrange) dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung kepada arah angin. Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk Anopheles bisa terbawa sampai 30 km.



5). Hujan Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan, jumlah hari hujan jenis vektor dan jenis tempat perkembangbiakan (breeding place). Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles.



6). Sinar matahari Sinar matahari memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada spesies nyamuk. Nyamuk An. aconitus lebih menyukai tempat untuk berkembang biak dalam air yang ada sinar matahari dan adanya peneduh. Spesies lain tidak menyukai air dengan sinar matahari yang cukup tetapi lebih menyukai tempat yang rindang, Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicus lebih suka tempat yang teduh, An. hyrcanus spp dan An. punctulatus spp lebih menyukai tempat yang terbuka, dan An. barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun yang terang.



7). Arus air An. barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis / mengalir lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras dan An. letifer menyukai air tergenang. An. maculatus berkembang biak pada genangan air di pinggir sungai dengan aliran lambat atau berhenti. Beberapa spesies mampu untuk berkembang biak di air tawar dan air asin seperti 11



dilaporkan di Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur, NTT bahwa An. subpictus air payau ternyata dilaboratorium mampu bertelur dan berkembang biak sampai menjadi nyamuk dewasa di air tawar seperti nyamuk Anopheles lainnya.



8). Tempat perkembangbiakan nyamuk Tempat perkembangbiakan nyamuk Anopheles adalah genangan- genangan air, baik air tawar maupun air payau, tergantung dari jenis nyamuknya. Air ini tidak boleh tercemar harus selalu berhubungan dengan tanah. Berdasarkan ukuran, lamanya air (genangan air tetap atau sementara) dan macam tempat air, klasifikasi genangan air dibedakan atas genangan air besar dan genangan air kecil.



9). Keadaan dinding Keadaan rumah, khususnya dinding rumah berhubungan dengan kegiatan penyemprotan rumah (indoor residual spraying) karena insektisida yang disemprotkan ke dinding akan menyerap ke dinding rumah sehingga saat nyamuk hinggap akan mati akibat kontak dengan insektisida tersebut. Dinding rumah yang terbuat dari kayu memungkinkan lebih banyak lagi lubang untuk masuknya nyamuk. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Piyarat (1986) dibagian timur Thailand menemukan hubungan antara keadaan/tipe rumah dengan kejadian malaria (p=0,000). Penelitian Suwendra (2003) menyebutkan bahwa ada hubungan antara keadaan dinding/lantai, rumah dengan kejadian malaria (p=0,000), dimana rumah dengan dinding/lantai berlubang berpeluang menderita malaria 2,74 kali dibandingkan dengan rumah yang keadaan dinding/lantai rapat. Penelitian Yoga (1999) menyatakan bahwa penduduk dengan rumah yang dindingnya banyak berlubang berisiko sakit malaria 18 kali di banding dengan rumah penduduk yang mempunyai dinding rapat.



10).Pemasangan kawat kasa Pemasangan kawat kasa pasda ventilasi akan menyebabkan semakin kecilnya kontak nyamuk yang berada di luar rumah dengan penghuni rumah, dimana nyamuk tidak dapat masuk ke dalam rumah. Menurut Davey (1965) penggunaan kasa pada ventilasi dapat mengurangi kontak antara nyamuk Anopheles dan manusia. Hasil penelitian Rizal (2001) menyebutkan bahwa masyarakat yang rumahnya tidak terlindung dari nyamuk mempunyai risiko 2,41 kali 12



untuk tertular malaria dibandingkan dengan rumah yang terlindung dari nyamuk. Demikian juga penelitian Masra (2002), yaitu ada hubungan antara pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah dengan kejadian malaria (p=0,000, OR=5,689). Penelitian Suwendra juga menyebutkan adanya hubungan antara kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,000, OR=3,407). Menurut penelitian Akhsin bahwa ada hubungan antara pemasangan kawat kasa dengan kejadian malaria (p=0,013, OR=10,67). b. Lingkungan Kimia Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perkembangbiakan. Sebagai contoh An. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12 – 18% dan tidak dapat berkembang biak pada kadar garam 40% ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara An. sundaicus sudah ditemukan pula dalam air tawar. An. letifer dapat hidup ditempat yang asam/pH rendah.



c. Lingkungan Biologi Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah (panchax spp), gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila ternak tersebut dikandangkan tidak jauh dari rumah.



d. Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya 1. Kebiasaan keluar rumah Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Kebiasaan penduduk berada di luar rumah pada malam hari dan juga tidak berpakaian berhubungan dengan kejadian malaria.



2. Pemakaian kelambu Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemakaian kelambu secara teratur pada waktu tidur malam hari mengurangi kejadian malaria. Menurut penelitian Piyarat (1986), penduduk yang tidak menggunakan kelambu secara teratur mempunyai risiko kejadian malaria 6,44 kali dibandingkan dengan yang menggunakan kelambu. Penelitian Fungladda (1986), menyebutkan ada perbedaan yang bermakna antara pemakaian kelambu setiap malam dengan 13



kejadian malaria (p=0,046) sebesar 1,52 kali. Penelitian Suwendra (2003), menunjukkan ada hubungan antara kebiasaan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p=0,000). Penelitian Masra (2002), menunjukkan ada hubungan antara kebiasan menggunakan kelambu dengan kejadian malaria (p=0,000). Penelitian CH2N-UGM (2001) menyatakan bahwa individu yang tidak menggunakan kelambu saat tidur berpeluang terkena malaria 2,8 kali di bandingkan dengan yang menggunakan kelambu saat tidur.



3. Obat anti nyamuk Kegiatan ini hampir seluruhnya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat seperti menggunakan obat nyamuk bakar, semprot, oles maupun secara elektrik. Penelitian Subki (2000), menyatakan bahwa ada hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan kejadian malaria (p=0.001).



4. Pekerjaan Hutan merupakan tempat yang cocok bagi peristirahatan maupun perkembangbiakan nyamuk (pada lubang di pohon-pohon) sehingga menyebabkan vektor cukup tinggi. Menurut Manalu (1997), masyarakat yang mencari nafkah ke hutan mempunyai risiko untuk menderita malaria karena suasana hutan yang gelap memberikan kesempatan nyamuk untuk menggigit. Penelitian Subki (2000), menyebutkan ada hubungan bermakna antara pekerjaan yang berisiko (nelayan, berkebun) dengan kejadian malaria sebesar 2,51 kali dibandingkan yang tidak berisiko (p=0,007).



5. Pendidikan Tingkat pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian malaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang. Hasil penelitian Rustam (2002), menyatakan bahwa masyarakat yang tingkat pendidikannya rendah berpeluang terkena malaria sebesar 1,8 kali dibandingkan dengan yang berpendidikan tinggi.



6. Faktor Agent (Plasmodium) Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dimana dalam kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia yang rentan akan menjadi stimulasi untuk memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Penyebab penyakit malaria dari genus Plasamodium, family Plasmodiidae dan ordo Coccidiidae. Hingga saat ini parasit malaria yang dikenal ada 4 macam, yaitu : 14



a. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria otak/berat dengan risiko kematian yang tinggi. b. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. c. Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana. d. Plasmodium ovale, jarang dijumpai terbanyak ditemukan di Afrika dan Pasifik Barat. Pada penderita penyakit malaria, penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Kejadian infeksi campuran ini biasanya paling banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara Plasmodium falcifarum dengan Plasmodium vivax atau Plasmodium malariae. Kadang-kadang di jumpai tiga jenis parasit sekaligus meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi campuran ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya.4,5,6



Morfologi dan Klasifikasi Nyamuk Anopheles a. Morfologi nyamuk Anopheles sp. Morfologi nyamuk menurut Horsfall (1995) :



Gambar 1. Struktur morfologi nyamuk Anopheles sp. betina



Nyamuk memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada Ordo Diptera dan Famili Culicidae. Nyamuk dewasa berbeda dari Ordo Diptera lainnya karena nyamuk memiliki proboscis yang panjang dan sisik pada bagian tepi dan vena sayapnya. Tubuh



15



nyamuk terdiri atas tiga bagian yaitu kepala, dada dan perut. Nyamuk jantan berukuran lebih kecil daripada nyamuk betina. Nyamuk memiliki sepasang antena berbentuk filiform yang panjang dan langsing serta terdiri atas lima belas segmen. Antena dapat digunakan sebagai kunci untuk membedakan kelamin pada nyamuk dewasa. Bulu antena nyamuk jantan lebih lebat daripada nyamuk betina. Bulu lebat pada antena nyamuk jantan disebut plumose sedangkan pada nyamuk betina yang jumlahnya lebih sedikit disebut pilose. Palpus dapat digunakan sebagai kunci identifikasi karena ukuran dan bentuk palpus masing-masing spesies berbeda. Sepasang palpus terletak diantara antena dan proboscis. Palpus merupakan organ sensorik yang digunakan untuk mendeteksi karbon dioksida dan mendeteksi tingkat kelembaban. Proboscis merupakan bentuk mulut modifikasi untuk menusuk. Nyamuk betina mempunyai proboscis yang lebih panjang dan tajam, tubuh membungkuk serta memiliki bagian tepi sayap yang bersisik. Pada stadium dewasa palpus nyamuk jantan dan nyamuk betina mempunyai panjang yang hampir sama dengan panjang probosisnya. Perbedaannya adalah pada nyamuk jantan ruas palpus bagian apikal berbentuk gada (club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Sayap pada bagian pinggir (costa dan vena I) ditumbuhi sisik – sisik sayap yang berkelompok membentuk gambaran belang – belang hitam putih. Bagian ujung sayap tumpul, bagian posterior abdomen tidak seruncing nyamuk Aedes dan juga tidak setumpul nyamuk Mansonia, tetapi sedikit melancip. Perut nyamuk tediri atas sepuluh segmen, biasanya yang terlihat segmen pertama hingga segmen ke delapan, segmen-segmen terakhir biasanya termodifikasi menjadi alat reproduksi. Nyamuk betina memiliki 8 segmen yang lengkap, akan tetapi segmen ke sembilan dan ke sepuluh termodifikasi menjadi cerci yang melekat pada segmen ke sepuluh. Nyamuk Anopheles dewasa mudah dibedakan dari jenis nyamuk yang lain, nyamuk ini memiliki dua palpusmaxilla yang sama panjang dan bergada pada yang jantan. Scutellum bulat rata dan sayapnya berbintik. Bintik sayap pada Anopheles disebabkan oleh sisik pada sayap yang berbeda warna.4,5,6



Klasifikasi Nyamuk Anopheles sp. A. Klasifikasi nyamuk Anopheles menurut Borror (1996) adalah : Kingdom : Animalia Filum : Invertebrata Kelas : Insecta 16



Ordo : Diptera Famili : Culcidae Genus : Anophelini Spesies : Anopheles sp.



Cara mengidentifikasikan nyamuk Anopheles sp berdasarkan struktur morfologinya :



Gambar 2. Sayap dengan bintil pucat



Gambar 3. Proboscis hamper sama dengan palpus



17



Gambar 4. Femur belakang tanpa sikat



Gambar 5. Pada costa urat 1 dan 4 ada bintik pucat



Gambar 6. Tibia dan tarsus tanpa gelang pucat



Gambar 7. Femur dan tibia ada bercak putih pucat



18



Gambar 8. Segmen pada tarsus ada gelang hitam B. perilaku dari nyamuk anopheles: a. Perilaku Menggigit ( feeding ) Waktu keaktifan mencari darah dari masing - masing nyamuk berbeda –beda, nyamuk yang aktif menggigit pada malam hari adalah Anopheles dan Culex sedangkan nyamuk yang aktif pada siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk Anopheles, nyamuk ini suka menggigit di luar rumah. Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina. Sesuai dengan buku Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor dari Depkes RI (2001), bahwa nyamuk yang aktif menghisap darah pada malam hari umumnya mempunyai dua puncak akitivitas, yaitu puncak pertama terjadi sebelum tengah malam dan yang kedua menjelang pagi hari, namun keadaan ini dapat berubah oleh pengaruh suhu dan kelembaban udara. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Damar (2004) di Desa Serumbung Kabupaten Magelang, nyamuk Anopheles aconitus aktifitasmengigitnya berlangsung pada pukul 19.00 - 21.00.



Pada penelitian oleh Mujayanah (2008) di Kelurahan Sukamaju



Kecamatan Teluk Betung Barat, nyamuk Anopheles lebih aktif mengigit pada pukul 22.00 dan 04.00. b. Perilaku Istirahat (Resting) Nyamuk betina akan beristirahat selama 2 -3 hari setelah menggigit orang/hewan. Nyamuk memiliki dua macam perilaku istirahat yaitu istirahat yang sesungguhnya selama waktu menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara yaitu pada nyamuk sedang aktif menggigit. Nyamuk Anopheles biasanya beristirahat di dalam rumah seperti di tembok rumah sedangkan diluar rumah seperti gua, lubang lembab, dan tempat yang berwarna gelap. Menurut hasil penelitian Hiswani (2004), ada beberapa spesies yang hinggap didaerah – daerah lembab seperti di pinggir-pinggir parit, tepi sungai, di dekat air yang selalu basah dan 19



lembab (Anopheles aconitus) tetapi ada pula spesies yang istirahat dan hinggap di dinding rumah penduduk (Anopheles sundaicus). Hal yang sama pernah dikemukan oleh hasil penelitian dari Fatma (2002) dan Mujayanah (2008), bahwa nyamuk Anopheles sundaicus bersifat eksofagik yaitu suka menggigit hospes di luar rumah, ditunjukkan dengan jumlah Anopheles yang ditemukan di luar rumah dua kali lebih banyak dibandingkan di dalam rumah. Nyamuk Anopheles pada senja hari di Dusun Selesung Pulau Legundi kurang begitu aktif diduga karena penduduk masih banyak melakukan aktifitas pada senja hari. Aktifitas penduduk inilah yang menghambat aktifitas nyamuk Anopheles sehingga proses penghisapan menurun, tetapi akan meningkat pada saat manusia sedang tidur. c. Perilaku Berkembang Biak (Breeding Place ) Nyamuk memiliki tiga tempat untuk melakukan perkembangbiakan yaitu tempat berkembang biak (breeding places), tempat untuk mendapatkan umpan/darah (feeding places) dan tempat untuk beristirahat (resting places). Nyamuk mempunyai tipe breeding places yang berlainan seperti Culex dapat berkembang biak pada semua jenis air, sedangkan Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan tidak beralaskan tanah langsung, Mansonia senang berkembang biak di kolam kolam, rawa-rawa danau yang banyak terdapat tanaman air, dan Anopeheles memiliki bermacam breeding places sesuai dengan jenis nyamuk Anopheles sebagai berikut : 1. Anopheles sundaicus, Anopheles subpictus dan Anopheles vagus senang berkembang biak di air payau. 2. Tempat



yang



langsung



mendapat



sinar



matahari



disenangi



nyamuk



Anophelessundaicus, Anopheles mucaltus dalam berkembang biak. 3. Breeding palces yang terlindung dari sinar matahari disenangi Anopheles vagus, Anopheles barbirotris untuk berkembang biak. 4. Air yang tidak mengalir sangat disenangi oleh nyamuk Anopheles vagus, An. indefinitus, An. leucosphirus untuk tempat berkembang biak. 5. Air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah sangat disenangi Anopheles aconitus, An. vagus, An barbirotus, An. anullaris untuk berkembang biak. Kepadatan populasi nyamuk Anopheles di permukiman warga di Desa Hurun Kecamatan Padang Cermin paska KLB sangat tinggi sehingga menyebabkan daerah itu menjadi daerah endemis malaria Pantai dan persawahan yang terdapat di Desa Babakan kabupaten Ciamismerupakan tempat perindukan potensial untuk nyamuk Anopheles,sp. 20



C. Pola menggigit nyamuk Anopheles sp. Nyamuk Anopheles maculatus bersifat zoofilik, menyenangi darah hewan (kerbau) dan aktifitas menggigit nyamuk Anopheles maculatus ini tertinggi antara pukul 21.00 sampai pukul 24.00 WIB, dan aktifitas menggigit orang antara pukul 20.00 – 23.00. Hal ini serupa dengan hasil penelitian oleh Setyaningrum (2008) Nyamuk Anopheles sp. Kecamatan Hanura mempunyai puncak menggigit yaitu pada pukul 23.00 ketika penduduk tertidur dan tidak melakukan aktifitas. Distribusi An. annularis meliputi wilayah Afganistan, Pakistan, India, Filipina, Sri Lanka, Cina, dan Indonesia. Habitatnya pada air yang mengalir lambat atau air yang tidak mengalir, tetapi juga menyukai air yang mengandung garam. Menurut Lestari (1999) di bukit baru Jambi Anopheles annularis ditemukan aktif menggigit dari pukul 23.00 – 01.00 malam. Distribusi An. vagus ini meliputi wilayah India, Hongkong, Pakistan, Sri Lanka dan Indonesia. Habitatnya pada tempat – tempat air agak keruh yang tertutup sinar matahari, air sawah yang aliran airnya lambat.



D. Anopheles sebagai Vektor Malaria Nyamuk betina membutuhkan darah untuk perkembangan telurnya. Darah dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses pematangan telurnya. Perilaku mengkonsumsi darah inilah yang meningkatkan potensi nyamuk sebagai vektor penyakit. Nyamuk ini tertarik oleh karbon dioksida, bau tubuh dan panas tubuh hewan ataupun manusia. Kesukaan memilih inang mempengaruhi perilaku menghisap darah. Beberapa nyamuk lebih menyukai darah manusia (Anthrozoophilic) dan lainnya lebih menyukai darah hewan (Zooanthrophilic) atau bahkan menyukai keduanya. Cu. quinquefasciatus, Ae. aegypti dan An.albopictus merupakan beberapa spesies yang tergolong anthrozoophilic sedangkan Cu. tritaeniorhynchus merupakan salah satu nyamuk yang tergolong zooanthrophilic. Nyamuk yang menjadi vektor di Jawa dan Bali An. sundaicus, An. aconitus, An. balabanencis dan An. maculatus. Di daerah pantai banyak terdapat An. sundaicus dan An. subpictus, sedangkan An. balabanencis dan An. maculatus ditemukan di daerah non persawahan. Anopheles aconitus, An. barbirostris, An. tessellatus, An. nigerimus dan An. sinensis di Jawa dan Sumatera tempat perindukan di sawah kadang di genangan genangan air yang ada di sekitar persawahan. Di Kalimantan yang dinyatakan sebagai vektor adalah An. 21



balabanensis, An. letifer. Malaria berkaitan erat dengan keadaan wilayah, di kawasan tropika seperti Indonesia penularan penyakit ini sangat rentan, karena keadaan cuaca yang mempunyai kelembaban tinggi akan memberikan habitat yang sesuai untuk pembiakan nyamuk yang menjadi vektor penularan kepada penyakit ini.



E. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketertarikan Nyamuk Terhadap Inang Pada setiap jenis nyamuk mempunyai perilaku berbeda dalam mencari hospesnya. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyamuk Anopheles dalam mencari hospes adalah faktor suhu, kelembaban, karbondioksida, aroma, dan visual. 1. Suhu Suhu merupakan faktor penting dalam penemuan hospes. Daya tarik nyamuk Anopheles sp. terhadap subyek yang dipanaskan di bawah suhu udara dalam laboratorium dan percobaan lapangan menyatakan bahwa suhu adalah faktor penting dalam pencarian sasaran. Brown (1951) melaporkan jika salah satu tangan manusia didinginkan sampai suhu 22˚C dan tangan yang lainnya pada suhu 30˚C, maka tangan yang lebih dingin kurang menarik untuk digigit nyamuk Anopheles sp. 2. Kelembaban Kelembaban dapat mempengaruhi dan merangsang nyamuk Anopheles sp. Untuk menggigit hospesnya. Akan tetapi menurut Russell (1963) di lapangan tidak ada bukti yang menunjukkan pentingnya tingkat kelembaban bagi orientasi kepada hospes, jadi disimpulkan bahwa kelembaban mungkin merupakan sebagian dari faktor penting yang berasal dari hospes dan merupakan daya tarik nyamuk pada jarak dekat. 3. Karbon dioksida Pengaruh karbon dioksida terhadap perilaku menggigit masih banyak diperdebatkan. Menurut Takken (2008) pada pemasangan New Jersey light trap, dengan menambahkan karbon dioksida selama dua jam dapat meningkatkan jumlah nyamuk Anopheles sp. yang



22



tertangkap menjadi empat kali. Karbon dioksida yang merupakan sisa metabolisme tubuh dieksresikan melalui saluran pernafasan, sehingga nyamuk lebih banyak hinggap di bagian kepala daripada anggota tubuh lain. 4. Aroma Aroma sebagai salah satu rangsangan yang menuntun serangga dalam mencarimakanannya. Aroma darah saat dilaporkan mempunyai daya tarik terhadap nyamuk Ae. Aegypti empat kali lebih besar daripada air, dan plasma darah lima kali lebih besar daripada air.



5. Visual Respon visual mempengaruhi nyamuk dalam memilih hospes. Bentuk dan pemantulan cahaya serta gerakan hospes ternyata merupakan faktor penting, sebab mampu menuntun nyamuk yang aktif mencari darah pada siang hari untuk datang kepada hospes. Walaupun faktor visual telah dibuktikan mempengaruhi nyamuk tetapi tidak semua nyamuk tergantung kepada faktor tersebut.4,5,6



1.4. Menjelaskan epidemiologi malaria Malaria dapat ditemukan di daerah mulai dari belahan bumi utara 49-64 lintang utara (Amerika Utara sampai Eropa dan Asia) ke belahan bumi selatan pada 32 lintang selatan (Amerika Selatan); mulai dari daerah dengan ketinggian 2850 m (Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 400 m di bawah permukaan laut (dead sea). Penyakit malaria dikatakan endemi jika secara konstan angka kejadian penyakit ini dapat diketahui serta penularan secara alami berlangsung sepanjang tahun. Dikatakan epidemi jika angka kejadian kasus malaria pada suatu daerah naik dengan cepat dan tercatat diatas level biasa atau jika penyakit secara tiba-tiba terjadi pada suatu daerah yang sebelumnya bebas malaria. Jika suatu epidemi tersebar pada daerah luas di luar daerah biasa disebut sebagai pandemi. Malaria dikatakan stabil jika prevalensi penyakit ini relatif tetap dari tahun ke tahun ataupun dari musim ke musim; jika terdapat perbedaan yang luas dari tahun ke tahun ataupun dari musim ke musim maka malaria tersebut disebut sebagai malaria tidak stabil (unstable malaria).



23



Keadaan malaria di dunia saat ini, diperkirakan terdapat 300-500 juta kasus malaria klinis/tahun dengan 1,5 juta-2,7 juta kematian. Sebanyak 90% kematian terjadi pada anakanak dengan rasio 1 dari 4 anak balita di Afrika meninggal karena malaria. Dari 90 negara endemic malaria, 36% (2,020 juta) penduduk diperkirakan mempunyai risiko terpapar malaria dan hamper sebagian berasal dari Afrika sebelah Selatan Sahara. Daerah yang sejak semula bebas malaria adalah daerah Pasifik Tengah dan Selatan (Hawaii dan Selandia Baru). Di daerah tersebut, siklus hidup parasit malaria tidak dapat berlangsung dalam tubuh nyamuk Anopheles akibat kondisi iklim/temperature yang tidak sesuai (Anophelism without malaria). Di Asia Tenggara negara yang termasuk wilayah endemi malaria adalah Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Srilangka dan Thailand. Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang, hampir separuh dari populasi Indonesia (lebih dari 90 juta orang/46% dari total populasi orang Indonesia) bertempat tinggal di daerah endemic malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus malaria setiap tahunnya. Dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, prevalensi malaria sekitar 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka kematian 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan. Di Jawa-Bali endemisitas malaria tersebar di 39 daerah dan untuk Jawa Tengah dan Jawa Barat kasus malarianya merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging diseases). Untuk luar Jawa-Bali 70 juta diantaranya terdapat malaria dengan 30 juta terdapat di wilayah Indonesia Timur. Malaria di suatu daerah dapat ditemukan secara autokton, impor, induksi, introduksi atau reintroduksi. Di daerah yang autokton, siklus hidup parasit malaria dapat berlangsung karena adanya manusia yang rentan, nyamuk dapat menjadi vektor dan ada parasitnya. Introduksi malaria timbul karena adanya kasus kedua yang berasal dari kasus impor. Malaria reintroduksi bila kasus malaria muncul kembali yang sebelumnya sudah dilakukan eradikasi malaria. Malaria impor terjadi bila kasus berasal dari transfuse darah, suntikan atau kongenital yang tercemar malaria. Keadaan malaria di setiap daerah endemi tidak sama. Derajat endemisitas dapat diukur dengan berbagai cara seperti angka limpa (spleen rate), angka parasite (parasite rate) dan angka sporozoite (sporozoite rate), yang disebut sebagai angka malariometri. Angka limpa adalah persentase orang dengan pembesaran limpa dalam suatu masyarakat. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cara yaitu cara Hackett dan cara Schuffner (lihat



24



gambar). Berikut ini adalah gambar pembersaran limpa pada malaria diukur dengan cara Hackett.7,8



0 = bila pada pernapasan dalam, limpa tidak terapa. 1 = bila pada pernapasan dalam, limpa teraba. 2 = limpa membesar sampai batas ½ dari garis melalui arcus costae dan pusar (umbilicus) limpa membesar sampai batas ½ dari garis melalui arcus costae dan pusar (umbilicus). 3 = limpa > sampai garis melalui pusar 4 = limpa > sampai batas ½ dari garis melalui pusat dan simfisis. 5 = limpa > sampai garis melalui simfisis.



Average enlarge spleen (AES) adalah rata-rata pembesaran limpa yang dapat teraba. Jumlah limpa yang membesar pada tiap ukuran limpa x pembesaran limpa pada suatu golongan umur tersebut disebut sebagai indeks AES yang bertujuan untuk mengukur keberhasilan program pemberantasan. Daerah endemi dapat diukur dengan angka limpa dan angka dan angka parasite sehingga dapat dibedakan daerahnya yaitu 1. Daerah Hipo-endemik



25



Daerah disebut hipo-endemik jika angka limpa kurang atau sama dengan 10% pada anak berumur 2-9 tahun dan angka parasitnya juga sama dengan atau kurang dari 10%. Di daerah hipo ini transmisi malaria biasanya rendah.



2. Daerah Meso-endemik Daerah disebut meso-endemik jika angka limpa 10-50% dan biasanya terdapat di wilayah pedesaan (rural) dengan penduduk yang terbatas. 3. Daerah Hiper-endemik Daerah disebut hiper-endemik jika angka limpa pada umur dewasa lebih dari 25% dan imunitas terhadap malaria tidak terdapat pada semua kelompok umur, di wilayah hiper-endemik transmisi malaria meningkat secara intensuf tetapi terjadi secara musiman. 4. Daerah Holo-endemik Daerah disebut sebagai holo-endemik jika angka limpa melebihi 75% atau angka parasite lebih dari 75% dan angka limpa pada orang dewasa rendah. Di wilayah holo-endemik transmisi malaria terjadi terus menerus sepajang tahun dengan intensitas yang tinggi, derajat imunitas terhadap malaria juga tinggi dan terdapat pada semua kelompok umur terutama pada umur dewasa.7,8



Istilah-istilah yang harus dipahami dalam mempelajari epidemiologi malaria adalah sebagai berikut : angka parasit (parasite rate) ditentukan dengan persentase orang yang sediaan darahnya positif pada saat tertentu dan angka ini merupakan pengukuran malariometrik, sedangkan slide positivity rate (SPR) adalah persentase sediaan darah positif dalam periode kegiatan penemuan kasus (case detection activities) yang dapat dilakukan secara aktif (active case detection = ACD atau secara pasif (passive case detection = PCD), Annual parasite index (API) menyatakan jumlah sediaan darah yang positif dari jumlah sediaan yang diperiksa pertahun, dalam permil. Annual malaria incidence (AMI) merupakan jumlah penderita malaria klinis ( penderita dengan gejala klasik malaria seperti, demam, menggigil, sakit kepala, dan lain-lain) per 1000 penduduk per tahun. Annual blood examination rate (ABER) menunjukkan jumlah sediaan darah yang diperiksa terhadap malaria per tahun dibagi jumlah penduduk dalam persen. Case fatality rate (CFR) adalah angka kematian (kematian disebabkan malaria) dibandingkan dengan jumlah penderita malaria.9,10,11



26



Rumus untuk menghitung parameter yang biasa digunakan pada pengamatan rutin malaria: 1. API (annual parasite index) jumlah penderita positif malaria x 1000 jumlah penduduk



Terdapat beberapa kategori insiden malaria berdasarkan API sebagai berikut : 



API=0 (Bebas malaria)







API < 1 ( Low Cumulative Incidence)







API 1-5 (Medium cumulative incidence)







API 5-49 (High cumulative incidence I)







API 50-100 (High cumulative incidence II)







API >100 (High cumulative incidence III)



2. AMI (annual malaria incidence) jumlah penderita malaria klinis x1000 jumlah penduduk Targetnya atau indikasi baik jika dibawah 170 per 1000 penduduk. 3. ABER (annual blood examination rate) jumlah sediaan darah yang diperiksa x100% jumlah penduduk yang diamati ABER dibutuhkan untuk menilai API, penurunan API berarti penurunan insiden bila ABER meningkat.



4. SPR (slide positivity rate) jumlah malaria positif X100% jumlah sediaan darah diperiksa



27



Targetnya atau indikasi baik jika di atas 80%



5. CFR (Case fatality rate) jumlah meninggal malaria x100% jumlah penderita malaria



Di suatu daerah dapat dikatakan stabil jika di daerah tersebut ada transmisi yang tinggi secara terus menerus namun kekebalan penduduk-pun tinggi sehingga tidak mudah terjadi epidemi. Epidemi adalah suatu waktu jumlah penderita meningkat secara tajam. Di suatu daerah juga dapat dikatakan tidak stabil jika daerah tersebut ada transmisi yang tidak tetap dan kekebalan penduduknya rendah sehingga terjadi epidemic. Berat ringannya infeksi malaria pada suatu masyarakat diukur dengan densitas parasit (parasite density) yaitu jumlah rata-rata parasit dalam sediaan darah positif. Berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitung parasit (parasite count) yaitu jumlah parasit dalam 1 mm3 darah. Sifat malaria juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, yang banyak tergantung pada beberapa faktor, yaitu: 1) parasit yang terdapat pada pengandung parasit; 2) manusia yang rentan; 3) nyamuk yang dapat menjadi vekor dan 4) lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup masing- masing. 1. Parasit Yang penting untuk penularan malaria ialah manusia yang mengandung stadium gametosit, yang dapat membentuk stadium infektif (sporozoit) di dalam nyamuk (vektor). Sifat parasit juga dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, terutama mengenai sensitivitas terhadap berbagai obat antimalaria. Sekarang telah banyak ditemukan P. falciparum yang resisten hadap klorokuin. Di Indonesia resistensi ini makin lama makin tersebar di banyak daerah 2. Manusia Keadaan manusia dapat menjadi pengandung gametosit, yang dapat meneruskan daur hidupnya dalam nyamuk, adalah penting sekali. Manusia ada yang rentan (suseptibel), yang dapat ditulari dengan malaria, tapi ada pula yang lebih kebal dan tidak mudah ditulari dengan malaria. Berbagai bangsa (ras) mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial). Pada umumnya pendatang baru ke suatu daerah endemi, lebih suseptibel terhadap malaria daripada penduduk aslinya. 3. Vektor



28



Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi kira-kira 2000 spesies, sedang yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut pengamatan terakhir ditemukan kembali 80 spesies Anopheles, sedang yang ditemukan sebagai vektor malaria adalah 16 spesies dengan tempat perindukannya yang berbeda-beda. Di Jawa dan Bali An.sundaicus dan An.aconitus merupakan vektor utama, sedang An.subpicus dan An.maculatus merupakan vektor sekunder. An.sundaicus dan An subpictus banyak terdapat di daerah pantai, sedang An.aconitus dan An.maculatus ditemukan di daeral pedalaman. Di Sumatra yang ditemukan sebagai vektor penting adalah An.sundaicus An.maculatus dan An.nigerrimus, sedang An.sinensis dan An. letifer merupakan vektor yang kurang penting. Untuk Sulawesi, An.sundaicus, An.subpictus dan An.barbirostris merupakan vektor penting, sedang An.sinensis, An.nigerrimus, An umbrosus, An.flavirostris dan An.ludlowi merupakan vektor sekunder Di Kalimantan yang ditemukan sebagai vektor penting adalah An.balabacensis, sedangkan An.letifer merupakan vektor sekunder. Vektor utama di Irian Jaya adalah An.farauti An.punctulatus dan An.bancrofi sedang An.karwari dan An.koliensis merupakan vektor sekunder Di NTT yang pernah ditemukan sebagai vektor adalah An.sundaicus An.subpictus dan An.barbirostris 4. Lingkungan Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan malaria di suatu daerah. Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada atau tidaknya malaria. Di daerah yang beriklim dingin, transmisi malaria hanya mungkin terjadi pada musim panas; juga masa inkubasinya dapat terpengaruh oleh iklim. Di daerah yang kurang baik untuk biologi vektornya kemungkinan adanya malaria adalah lebih kecil. Daerah pegunungan yang tinggi pada umumnya bebas malaria. Perubahan lingkungan yang dapat menyebabkan perubahan tempat perindukan vektor, sangat berpengaruh terhadap keadaan malaria dan dapat mempunyai dampak yang positif atau negatif terhadap keadaan malaria di daerah itu. Suhu udara, kelembaban dan curah hujan merupakan faktor penting untuk transmisi penyakit malaria. Kolam-kolam ikan bandeng merupakan man made breeding places



untuk



An.sundaicus, sedang pengolahan sawah yang terus menerus merupakan man made breeding places untuk An.aconitus. Juga berbagai pembangunan dapat menyebabkan terjadinya man made breeding places



untuk vektor-vektor, sehingga keadaan malaria dapat memburuk



dengan adanya pembangunan tadi yang perlu mendapat perhatian.9,10,11



29



1.5. Menjelaskan dampak malaria Penyakit Malaria dapat menyerang pada anak dan orang dewasa, berikut merupakan manifestasi yang dapat disebabkan oleh penyakit malaria Manifestasi pada anak



Manifestasi pada dewasa



1. Koma (malaria serebral)



1. Koma (malaria serebral)



2. Distress pernafasan



2. Gagal ginjal akut



3. Hipoglikemi (sebelum terapi kina)



3. Edema paru, termasuk ARDS



4. Anemia



4. Hipoglikemi (sesudah terapi kina)



5. Kejang umum yang berulang



5. Anemia



6. Asidosis metabolic



6. Kejang umum yang berulang



7. Hipotensi



7. Asidosis metabolic



8. Gangguan kesadaran selain koma



8. Hipotensi



9. Kelemahan



9. Perdarahan spontan



10. Hiperparasitemia



10. Gangguan kesadaran selain koma



11. Ikterus



11. Hemoglobinuria



12. Hiperpireksia



12. Hiperparasitemia



13. Hemoglobinuria



13. Ikterus



14. Perdarahan spontan



14. Hiperpireksia



15. Gagal ginjal



30



Pada manifestasi anak paling umum terjadi yaitu hipoglikemi dan anemia, dan pada manifestasi dewasa paling umum terjadi yaitu gagal ginjal akut, edema paru, malaria serebral,dan ikterus.12



1.6.Menjelaskan Program Pemerintah Terhadap Malaria Malaria merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta menurunkan produktivitas sumber daya manusia dan pembangunan nasional untuk mengatasi masalah penyakit malaria, telah dihasilkan komitmen global dalam World Health Assembly (WHA) ke-60 Tahun 2007 tentang eliminasi ma Penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: 1. Perubahan lingkungan yang tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria. 2. Banyaknya nyamuk Anopheles sp yang telah dikonfirmasi sebagai vektor malaria (17 spesies), dari berbagai macam habitat. 3. Mobilitas penduduk yang relatif tinggi dari dan ke daerah endemik malaria. 4. Perilaku masyarakat yang memungkinkan terjadinya penularan. 5. Semakin meluasnya penyebaran parasit malaria yang telah resisten terhadap obat anti malaria. 6. Terbatasnya akses pelayanan kesehatan untuk menjangkau seluruh desa yang bermasalah malaria, karena hambatan geografis, ekonomi, dan sumber daya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa malaria merupakan masalah yang komplek sehingga eliminasi malaria harus dilaksanakan secara terpadu oleh semua komponen terkait dan menjadi bagian integral dari pembangunan nasional. laria bagi setiap negara. Terwujudnya masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari



penularan malaria



secara bertahap sampai tahun 2030.13 Sasaran wilayah eliminasi dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut : a. Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali dan Pulau Batam pada tahun 2010; b. Pulau Jawa, Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2015;



31



c. Pulau Sumatera (kecuali Provinsi NAD dan Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi NTB, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020; dan d. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi NTT, Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara pada tahun 2030.



Eliminasi malaria di Indonesia dengan Keputusan Menteri Kesehatan; 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan atas Undang-undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Pedoman Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Distribusi Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8737); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);



32



8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijaksanaan danStrategi Desentralisasi Bidang Kesehatan; 10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131/Menkes/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional; 11. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tahun 2006 tentang Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005 - 2009; 12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Susunan Organisasi dan Tatakerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295/Menkes/Per/XII/2007; 13. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1468/Menkes/SK/XII/2006 tentang Rencana Pembangunan Kesehatan Tahun 2005 – 2009; Berikut adalah istilah-istilah yang sering digunakan dalam program pengendalian malaria: Advokasi adalah upaya persuasif yang sistematik dan terorganisir mencakup penyadaran, rasionalisasi, argumentasi dan rekomendasi untuk melancarkan aksi dengan target terjadinya perubahan kebijakan melalui penggalangan dari berbagai pihak. Annual Malaria Incidence (AMI) adalah angka kesakitan malaria klinis per 1000 penduduk dalam satu tahun dan di satu lokasi yang sama yang dinyatakan dalam ‰ (permil). Annual Parasite Incidence (API) adalah angka kesakitan per 1000 penduduk beresiko dalam satu tahun. Angka tersebut diperoleh dari jumlah sediaan positif dalam satu tahun di satu wilayah dibandingkan dengan jumlah penduduk beresiko pada tahun yang sama, dan dinyatakan dalam ‰ (permil). Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah geografis tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali. Evaluasi adalah upaya untuk mengetahui hasil kegiatan eliminasi malaria dalam jangka waktu tertentu, missal setiap enam bulan atau satu tahun Gebrak Malaria (GM) adalah gerakan nasional seluruh komponen masyarakat untuk memberantas malaria secara intensif melalui kemitraan antara pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya dan badan internasional serta penyandang dana. Integrasi adalah



33



keberadaan dua atau lebih system yang mempunyai tujuan dan sumber daya yang sama serta saling melengkapi dalam melakukan kegiatannya yang ada bersama-sama dalam suatu waktu dan tempat. Intensifikasi adalah upaya peningkatan output dengan memaksimalkan sumber daya yang telah ada. Kasus impor adalah kasus yang berasal dari luar wilayah. Kasus indigenous adalah kasus yang berasal dari penularan di wilayah setempat. Kasus induced adalah kasus yang penularannya melalui transfusi darah, atau melalui plasenta ibunya, dan bukan penularan melalui vektor. Kasus introduced adalah kasus penularan setempat generasi pertama yang berasal dari kasus impor. Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah kondisi yang ditandai dengan meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis di suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus untuk terjadinya wabah. Kemitraan adalah suatu bentuk ikatan bersama antara dua atau lebih pihak



yang



berkerjasama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang kesehatan, saling mempercayai, berbagi pengelolaan, investasi dan sumber daya untuk program kesehatan, memperoleh keuntungan bersama dari kegiatan yang dilakukan. Mitra adalah pihak yang melakukan interaksi dan interrelasi (kerjasama). Monitoring adalah upaya untuk memantau proses pelaksanaan kegiatan eliminasi malaria yang dilakukan secara terus-menerus. Pos Malaria Desa (Posmaldes) adalah wadah pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan malaria yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Reseptivitas adalah adanya kepadatan vektor yang tinggi dan terdapat faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan malaria. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) adalah upaya untuk pencegahan terjadinya KLB melalui kegiatan pemantauan penyakit (surveilans) dilakukan terus-menerus untuk memantau terjadinya kenaikan kasus malaria. Surveilans adalah suatu rangkaian proses pengamatan secara terus menerus secara sistematik dan berkesinambungan melalui pengumpulan, analisa, interpretasi dan diseminasi data kesehatan dalam upaya untuk memantau suatu peristiwa kesehatan agar dapat dilakukan tindakan penanggulangan yang efektif dan efisien. Surveilans Migrasi adalah kegiatan pengambilan sediaan darah orang-orang yang menunjukkan gejala malaria klinis yang baru datang dari daerah endemis malaria dalam rangka mencegah masuknya kasus impor. Vulnerabilitas adalah salah satu dari keadaan berupa dekatnya dengan wilayah yang masih terjadi penularan malaria, atau akibat dari sering



34



masuknya penderita malaria (kasus positif) secara individu/kelompok, dan atau vektor yang infektif (siap menularkan).13



KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. KEBIJAKAN Eliminasi Malaria dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan termasuk LSM, dunia usaha, lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan masyarakat. Eliminasi Malaria dilakukan secara bertahap dari kabupaten/kota, provinsi, dan dari satu pulau atau ke beberapa pulau sampai ke seluruh wilayah Indonesia menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia. B. STRATEGI 1. Melakukan penemuan dini dan pengobatan dengan tepat. 2. Memberdayakan dan menggerakan masyarakat untuk mendukung secara aktif upaya eliminasi malaria. 3. Menjamin akses pelayanan berkualitas terhadap masyarakat yang berisiko. 4. Melakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mendukung secara aktif eliminasi malaria. 5. Menggalang kemitraan dan sumber daya baik lokal, nasional maupun internasional, secara terkoordinasi dengan seluruh sektor terkait termasuk sektor swasta, organisasi profesi, dan organisasi kemasyarakatan melalui forum gebrak malaria atau forum lainnya. 6. Menyelenggarakan sistem surveilans, monitoring dan evaluasi serta informasi kesehatan. 7. Melakukan upaya eliminasi malaria melalui forum kemitraan Gebrak Malaria atau forum kemitraan lain yang sudah terbentuk. 8. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan teknologi dalam upaya eliminasi malaria.



35



TARGET DAN INDIKATOR A. TARGET Untuk mencapai sasaran eliminasi malaria secara nasional pada tahun 2030, telah ditetapkan target-target sebagai berikut: Pada tahun 2010 seluruh sarana pelayanan kesehatan mampu melakukan pemeriksaan parasit malaria (semua penderita malaria klinis diperiksa sediaan darahnya/ konfirmasi laboratorium). Pada tahun 2020 seluruh wilayah Indonesia sudah memasuki tahap pra-eliminasi. Pada tahun 2030 seluruh wilayah Indonesia sudah mencapai eliminasi malaria. B. INDIKATOR Kabupaten/kota, provinsi, dan pulau dinyatakan sebagai daerah tereliminasi malaria bila tidak ditemukan lagi kasus penularan setempat (indigenous) selama 3 (tiga) tahun berturutturut serta dijamin dengan kemampuan pelaksanaan surveilans yang baik.



PENTAHAPAN DAN KEGIATAN ELIMINASI MALARIA A. PENTAHAPAN ELIMINASI MALARIA Dalam program malaria Global (Global Malaria Programme) terdapat 4 tahapan menuju eliminasi malaria yaitu: Pemberantasan, Pra Eliminasi, Eliminasi dan Pemeliharaan (pencegahan penularan kembali).



Skema pentahapan Eliminasi malaria adalah sebagai



36



berikut:



Sertifikasi WHO



< 1 kasus/1000 penduduk berisiko



SPR < 5% dari malaria kllinis



Kasus Indigenous 0



3 Tahun



Pemberantasan



Pra Eliminasi



Eliminasi



Reorientasi



Reorientasi



program menuju



program menuju



eliminasi



pemeliharaan



Pemeliharaan



Situasi yang dicapai pada masing-masing tahap Eliminasi Malaria adalah sebagai berikut : 1. Tahap Pemberantasan a. Belum semua unit pelayanan kesehatan mampu memeriksa kasus secara laboratorium (Mikroskopis). b. Cakupan pelayanan dan sumber daya terbatas. c. Bila semua penderita demam di unit pelayanan kesehatan sudah dilakukan pemeriksaan sediaan darah, maka Slide Positif Rate (SPR) masih > 5%. d. Adanya upaya pengendalian malaria secara intensif untuk mencapai SPR < 5 %. e. Adanya keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, LSM, organisasi Profesi, Lembaga Internasional dan lembaga donor lainnya (pembentukan Tim Gebrak Malaria atau forum kerja sama lain yang sudah ada di Provinsi dan Kabupaten/ kota). 2. Tahap Pra Eliminasi



37



a. Semua unit pelayanan kesehatan sudah mampu memeriksa kasus secara laboratorium (mikroskopis). b. Semua penderita malaria klinis di unit pelayanan kesehatan sudah dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan SPR mencapai < 5%. c. Adanya peningkatan kualitas dan cakupan upaya pengendalian malaria (Surveilans, penemuan dan pengobatan, pemberantasan vektor) untuk mencapai Annual Parasite Incidence (API) < 1/1000 penduduk berisiko. d. Adanya peningkatan keterlibatan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, LSM, organisasi profesi, lembaga internasional, lembaga donor dan lain-lain (Tim Gebrak Malaria atau forum kerja sama lain yang sudah ada di Provinsi dan Kabupaten/Kota). e. Tersedianya peraturan perundangan di tingkat Provinsi/ Kabupaten / Kota yang mendukung kebijakan dan sumber daya untuk pelaksanaan eliminasi malaria. 3. Tahap Eliminasi a. API sudah mencapai < 1/1000 penduduk berisiko dalam satuan wilayah minimal setara dengan Kabupaten / Kota. b. Surveilans sudah berjalan dengan baik termasuk Active Case Detection (ACD). c. Re-orientasi program menuju Tahap Eliminasi kepada semua petugas kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam eliminasi sudah dicapai dengan baik. d. Lintas sektor terkait telah berperan secara penuh dan sinergis mulai dari pemerintah, pemerintah daerah, LSM, organisasi profesi, lembaga internasional, lembaga donor dan lain-lain dalam eliminasi malaria yang tertuang didalam Peraturan Perundangan daerah. e. Upaya penanggulangan malaria dilakukan secara intensif sehingga kasus dengan penularan setempat (indigenous) tidak ditemukan dalam periode waktu satu tahun terakhir. 4. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali) a. Mempertahankan Kasus indigenous tetap nol. b. Kegiatan surveilans yang baik masih dipertahankan. c. Re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan kepada semua petugas kesehatan, pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam eliminasi sudah dicapai dengan baik. d. Adanya konsistensi tanggung jawab pemerintah daerah dalam tahap pemeliharaan secara berkesinambungan dalam kebijaksanaan, penyediaan sumber daya baik sarana



38



dan prasarana serta sumber daya lainnya yang tertuang dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Perundangan yang diperlukan di Provinsi/Kabupaten/Kota.13



KEGIATAN DALAM ELIMINASI MALARIA 1. Tahap Pemberantasan Tujuan utama pada Tahap Pemberantasan adalah mengurangi tingkat penularan malaria disatu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut tercapai SPR < 5 %. Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pemberantasan adalah seluruh lokasi endemis malaria (masih terjadi penularan) di wilayah yang akan dieliminasi. Untuk mencapai tujuan Tahap Pemberantasan, perlu dilakukan pokokpokok kegiatan sebagai berikut : a. Penemuan dan Tata Laksana Penderita -



Meningkatkan cakupan penemuan penderita malaria dengan konfirmasi laboratorium baik secara mikroskopis maupun RDT.



-



Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).



-



Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah, pemantauan kualitas RDT, dan meningkatkan kemampuan mikroskopis.



-



Memantau efikasi obat malaria.



b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko -



Melakukan survei vektor dan analisis dinamika penularan untuk menentukan metode pengendalian vektor yang tepat.



-



Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun integrasi dengan program/sektor lain di lokasi endemis malaria.



-



Melakukan penyemprotan rumah (Indoor Residual Spraying) atau pengendalian vektor lain yang sesuai di lokasi potensial atau sedang terjadi KLB.



-



Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan resistensi vektor.



c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah



39



-



Meningkatkan kemampuan unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) dalam pelaksanaan SKD-KLB.



-



Menanggulangi KLB malaria.



-



Meningkatkan cakupan dan kualitas pencatatan-pelaporan tentang angka kesakitan malaria serta hasil kegiatan.



-



Melakukan pemetaan daerah endemis malaria dari data rutin dan hasil survei.



d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) -



Meningkatkan peran aktif masyarakat antara lain melalui pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) di daerah terpencil.



-



Meningkatan promosi kesehatan.



-



Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.



-



Integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.



-



Menyusun Perda atau peraturan perundangan lainnya untuk mendukung eliminasi malaria.



e. Peningkatan sumber daya manusia -



Menyelenggarakan pelatihan tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah.



-



Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.



-



Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.



2. Tahap Pra Eliminasi Tujuan utama pada tahap Pra Eliminasi adalah mengurangi jumlah fokus aktif dan mengurangi penularan setempat di satu wilayah minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut tercapai API < 1 per 1000 penduduk berisiko. Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pra Eliminasi adalah fokus aktif (lokasi yang masih terjadi penularan setempat) di wilayah yang akan dieliminasi. Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah :



40



a. Penemuan dan tata laksana penderita -



Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis di Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta.



-



Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).



-



Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji kemampuan pemeriksaan mikroskopis.



-



Memantau efikasi obat malaria.



-



Meningkatkan cakupan penemuan dan pengobatan penderita secara pasif melalui Puskesmas Pembantu, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (antara lain Poskesdes, Posyandu, Posmaldes), praktek swasta, klinik, dan rumah sakit.



-



Mengatur dan Mengawasi peredaran penjualan obat malaria selain ACT (klorokuin, fansidar) di warung-warung obat.



b. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko -



Mendistribusikan kelambu berinsektisida secara massal maupun secara rutin melalui kegiatan integrasi dengan program lain dapat mencakup > 80% penduduk di lokasi fokus malaria dengan API ≥ 1‰.



-



Melakukan penyemprotan rumah dengan cakupan > 90% rumah penduduk di lokasi potensial atau sedang terjadi KLB dan di lokasi fokus malaria dengan API ≥ 1‰ yang tidak sesuai dengan penggunaan kelambu berinsektisida.



-



Melakukan pengendalian vektor dengan metode lain yang sesuai untuk menurunkan reseptivitas, seperti manajemen lingkungan, larvasidasi, dan pengendalian vektor secara hayati.



-



Memantau efikasi insektisida (termasuk kelambu berinsektisida) dan resistensi vektor.



c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah -



Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.



-



Menanggulangi KLB malaria.



41



-



Memperkuat sistem informasi kesehatan sehingga semua penderita dan kematian malaria serta hasil kegiatan dapat dicatat dan dilaporkan.



-



Melaporkan penemuan kasus dengan segera.



-



Menginventarisasi dan memetakan fokus malaria.



-



Membuat data dasar eliminasi, antara lain secara Geographycal Information System (GIS) berdasarkan data fokus, kasus, vektor, genotipe isolate parasit dan intervensi yang dilakukan.



-



Membentuk



Tim



Monitoring



Eliminasi



Malaria



di



Pusat,



Provinsi



dan



Kabupaten/Kota. Tugas utama Tim tersebut adalah : a) Membuat data dasar eliminasi. b) Melakukan penilaian secara objektif dalam menentukan apakah suatu wilayah kabupaten/kota sudah memenuhi syarat untuk masuk tahap pra eliminasi atau sudah siap memasuki tahap berikutnya, berdasarkan : 1)



Status penularan malaria di wilayah tersebut.



2)



Kesiapan dan kemampuan upaya pelayanan kesehatan setempat.



d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) -



Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.



-



Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.



-



Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, penemuan dan pengobatan penderita.



-



Mentaati dan melaksanakan Peraturan daerah dan atau peraturan perundangan lainnya untuk mendukung eliminasi malaria.



-



Melakukan advokasi dan sosialisasi agar mendapat dukungan politik dan adanya jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan untuk menghilangkan fokus aktif yang masih ada.



42



-



Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi dan pusat maupun lembaga donor.



-



Menyelenggarakan pertemuan lintas-batas provinsi dan kabupaten/kota untuk merencanakan dan melakukan kegiatan secara terpadu dalam Eliminasi Malaria.



e. Peningkatan sumber daya manusia -



Re-orientasi program menuju Tahap Eliminasi disampaikan kepada petugas kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam Eliminasi Malaria agar mereka memahami tujuan eliminasi dan tugas yang harus dilaksanakan.



-



Pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta serta menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah.



-



Pelatihan tenaga pengelola malaria dalam bidang teknis dan manajemen.



-



Sosialisasi dan pelatihan tata laksana penderita.



3. Tahap Eliminasi Tujuan utama pada tahap Eliminasi adalah menghilangkan fokus aktif dan menghentikan penularan setempat di satu wilayah, minimal kabupaten/kota, sehingga pada akhir tahap tersebut kasus penularan setempat (indigenous) nol (tidak ditemukan lagi). Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Eliminasi adalah sisa fokus aktif dan individu kasus positif dengan penularan setempat (kasus indigenous). Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan adalah : a. Penemuan dan tata laksana penderita -



Menemukan semua penderita malaria dengan konfirmasi mikroskopis baik secara pasif (PCD) di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, maupun penemuan penderita secara aktif (ACD).



-



Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).



-



Melakukan follow up pengobatan penderita malaria falciparum pada hari ke-7 dan ke28 setelah pengobatan, sedang penderita malaria vivax pada hari ke-7, 28 dan



3



bulan setelah pengobatan.



43



-



Melakukan pemeriksaan ulang sediaan darah dan secara berkala menguji kemampuan mikroskopis dalam memeriksa sediaan darah.



-



Memantau efikasi obat malaria.



-



Melibatkan sepenuhnya peran praktek swasta dan klinik serta rumah sakit swasta dalam penemuan dan pengobatan penderita.



b. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko -



Melakukan pengendalian vektor yang sesuai, antara lain dengan pembagian kelambu berinsektisida (cakupan > 80% penduduk) atau penyemprotan rumah (cakupan > 90% rumah) untuk menurunkan tingkat penularan di lokasi fokus baru dan sisa fokus lama yang masih aktif.



-



Bila perlu melakukan larvasidasi atau manajemen lingkungan dilokasi fokus yang reseptivitasnya tinggi (kepadatan vektor tinggi dan adanya faktor lingkungan serta iklim yang menunjang terjadinya penularan).



-



Memantau



efikasi insektisida



(termasuk



kelambu



berinsektisida)



dan



resistensi vektor. -



Memberikan perlindungan individu dengan kelambu berinsektisida kepada penduduk di wilayah eliminasi yang akan berkunjung ke daerah lain yang endemis malaria baik di dalam maupun di luar negeri.



c. Surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah -



Semua unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta (Puskesmas, poliklinik, rumah sakit) melaksanakan SKD-KLB malaria, dianalisis dan dilaporkan secara berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.



-



Segera melakukan penanggulangan bila terjadi KLB malaria.



-



Melaksanakan surveilans penderita dengan ketat, terutama bila sudah mulai jarang ditemukan penderita dengan penularan setempat.



-



Melaksanakan surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus impor.



-



Melakukan penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif malaria untuk menentukan asal penularan penderita.



44



-



Melaporkan dengan segera setiap kasus positif malaria yang ditemukan di unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta kepada Dinas Kesehatan secara berjenjang sampai tingkat pusat.



-



Melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap fokus malaria untuk menentukan asal, luas dan klasifikasi fokus tersebut.



-



Memperkuat sistem informasi malaria sehingga semua kasus dan hasil kegiatan intervensi dapat dicatat dengan baik dan dilaporkan.



-



Mencatat semua kasus positif dalam buku register secara nasional.



-



Melaksanakan pemeriksaan genotipe isolate parasit secara rutin.



-



Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus positif, genotipe isolate parasit, vektor, dan kegiatan intervensi yang dilakukan.



-



Memfungsikan Tim Monitoring Eliminasi Malaria di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.



d. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) -



Meningkatkan promosi kesehatan dan kampanye eliminasi malaria.



-



Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha dan seluruh masyarakat.



-



Melakukan integrasi dengan program lain dalam pelayanan masyarakat, seperti pembagian kelambu berinsektisida, pengobatan penderita.



-



Memfungsikan Perda atau peraturan perundangan lainnya, antara lain untuk membebaskan biaya diagnosis laboratorium dan pengobatan malaria di unit pelayanan kesehatan pemerintah, serta melarang penjualan obat malaria di warung atau kaki lima.



-



Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan politik dan jaminan dalam penyediaan dana secara berkesinambungan dalam upaya eliminasi malaria, khususnya menghilangkan fokus aktif dan menghentikan penularan setempat.



-



Mobilisasi dana yang bersumber dari kabupaten/kota, provinsi, dan pusat maupun lembaga donor.



-



Melakukan pertemuan lintas batas antar provinsi dan kabupaten/kota untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan Eliminasi Malaria secara terpadu.



e. Peningkatan sumber daya manusia



45



-



Melaksanakan re-orientasi program menuju Tahap Pemeliharaan (pencegahan penularan kembali) disampaikan kepada petugas kesehatan pemerintah maupun swasta yang terlibat eliminasi. Re-orientasi ini mulai dilaksanakan bila: a) Surveilans penderita yang ketat sudah mampu memutuskan penularan malaria setempat secara total atau hampir total (penderita indigenous sudah sangat jarang ditemukan). b) Penderita dengan penularan setempat hampir tidak ditemukan atau sangat jarang. c) Hampir semua penderita positif yang ditemukan adalah penderita impor, relaps, induced dan introduced.



-



Melaksanakan pelatihan/refreshing tenaga mikroskopis Puskesmas dan rumah sakit pemerintah maupun unit pelayanan kesehatan swasta terutama di daerah reseptive untuk menjaga kualitas pemeriksaan sediaan darah.



-



Melaksanakan pelatihan tenaga Juru Malaria Desa (JMD) untuk kegiatan ACD di wilayah yang masih memerlukan.



Tahap Eliminasi sudah tercapai apabila : Penderita dengan penularan setempat sudah dapat diturunkan sampai nol dalam periode satu tahun terakhir serta kegiatan surveilans di unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta, mampu mendeteksi dan menghentikan bila terjadi penularan malaria. 4. Tahap Pemeliharaan (Pencegahan Penularan Kembali) Tujuan utama pada Tahap Pemeliharaan adalah mencegah munculnya kembali kasus dengan penularan setempat.Sasaran intervensi kegiatan dalam Tahap Pemeliharaan adalah individu kasus positif, khususnya kasus impor. Pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan adalah : a. Penemuan dan tata laksana penderita -



Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang rendah, penemuan penderita secara dini cukup dengan kegiatan PCD melalui unit pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta.



46



-



Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang tinggi, penemuan penderita secara dini disamping PCD juga dilakukan ACD oleh JMD.



-



Semua sediaan darah diperiksa ulang di laboratorium rujukan secara berjenjang di kabupaten/kota, provinsi dan pusat.



-



Mengobati semua penderita malaria (kasus positif) dengan obat malaria efektif dan aman yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI (saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy).



-



Melakukan follow up pengobatan penderita positif falciparum pada hari ke-7 dan ke28 setelah pengobatan, untuk penderita positif vivax pada hari ke-7, 28 dan 90 (3 bulan) setelah pengobatan.



b. Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko -



Di wilayah dengan tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas yang tinggi, untuk menurunkan reseptivitas bila perlu dilakukan pengendalian vektor yang sesuai di lokasi tersebut, seperti larvasidasi atau manajemen lingkungan.



-



Di lokasi fokus bila ditemukan penderita dengan penularan setempat dan atau penderita introduced, dilakukan pengendalian vektor yang sesuai di lokasi tersebut, seperti penyemprotan rumah atau pembagian kelambu berinsektisida.



c. Surveilance epidemilogi dan penanggulangan wabah Untuk mencegah munculnya kembali kasus dengan penularan setempat, dilakukan kegiatan kewaspadaan sebagai berikut:



-



Pada tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas rendah dilakukan: a) Penemuan penderita pasif (PCD) melalui unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. b) Penyelidikan epidemologi terhadap semua kasus positif untuk menentukan asal penularan. c) Follow up pengobatan penderita. d) Surveilans migrasi untuk mencegah masuknya kasus impor.



47



-



Pada tingkat reseptivitas dan vulnerabilitas tinggi dilakukan kegiatan-kegiatan seperti di atas, ditambah kegiatan ACD oleh JMD, pengendalian vektor yang sesuai untuk menurunkan reseptivitas.



Di samping kegiatan kewaspadaan seperti di atas, masih dilakukan kegiatan surveilans yang lain seperti : -



Melaporkan dengan segera semua kasus positif yang ditemukan.



-



Mempertahankan sistem informasi malaria yang baik sehingga semua kasus dan hasil kegiatan intervensi dapat dicatat dan dilaporkan.



-



Mencatat semua kasus positif dalam buku register di kabupaten/kota, provinsi dan pusat.



-



Melakukan pemeriksaan genotip isolate parasit.



-



Melakukan penyelidikan epidemologi terhadap fokus malaria untuk menentukan asal dan luasnya penularan serta klasifikasinya.



-



Membuat peta GIS berdasarkan data fokus, kasus, genotip isolate parasit, vektor dan kegiatan intervensi.



d. Peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) -



Meningkatkan promosi kesehatan untuk mencegah kembalinya penularan dari kasus impor yang terlambat ditemukan.



-



Menggalang kemitraan dengan berbagai program, sektor, LSM organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi internasional, lembaga donor, dunia usaha, dan seluruh masyarakat.



-



Melakukan integrasi dengan program lain dalam kegiatan penurunan reseptivitas.



-



Melakukan advokasi dan sosialisasi agar mendapat dukungan politik dan jaminan dalam penyediaan dana minimal untuk pemeliharaan eliminasi (mencegah penularan kembali).



e. Peningkatan Sumber Daya Manusia Melakukan refreshing dan motivasi kepada petugas mikroskopis agar tetap menjaga kualitas dalam pemeriksaan sediaan darah.13



PENILAIAN STATUS ELIMINASI



48



A. Sertifikat Eliminasi Malaria Dari Pemerintah Wilayah kabupaten/kota atau provinsi yang sudah tidak ditemukan lagi penderita dengan penularan setempat (kasus indigenous) selama 3 tahun berturut-turut dan dijamin adanya pelaksanaan surveilans yang baik dapat mengusulkan/ mengajukan ke pusat, untuk dinilai apakah sudah layak mendapatkan Sertifikat Eliminasi Malaria dari Pemerintah. Tim Penilai Eliminasi Provinsi dan Pusat melakukan penilaian terhadap persyaratan yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Sertifikat Eliminasi Malaria antara lain : 1.



Surveilans dilaksanakan dengan baik termasuk surveilans migrasi dan dapat menjangkau seluruh wilayah eliminasi.



2.



Adanya register kasus malaria yang mencakup wilayah eliminasi secara lengkap.



3.



Unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta mampu mendeteksi kasus secara dini dan mengobati secara tepat.



4.



Puskesmas dan dinas kesehatan setempat mampu menindaklanjuti kasus impor yang ditemukan.



5.



Tersedianya mikroskopis dengan kualitas pemeriksaan sediaan darah yang baik terutama di wilayah reseptif.



6.



Setiap kasus positif dilakukan penyelidikan epidemiologi untuk menentukan asal penularan.



7.



Adanya peraturan daerah atau peraturan perundangan lain yang mendukung dan menjamin tersedianya dana secara berkesinambungan untuk pemeliharaan eliminasi malaria(mencegah penularan kembali).



8.



Adanya sosialisasi/penyuluhan yang berkesinambungan



tentang pencegahan malaria



kepada wisatawan/pendatang untuk menghindari penularan malaria, antara lain dengan menggunakan kelambu berinsektisida, repellent, pengobatan profilaksis. 9.



Di wilayah yang reseptivitasnya tinggi dilakukan surveilans vektor, termasuk effikasi insektisida dan resistensi vektor.



10. Berfungsinya SKD – KLB dan mampu melakukan penanggulangan secara cepat bila terjadi KLB. 11. Bila diperlukan adanya koordinasi lintas batas kabupaten / kota dan provinsi. Tim Penilai Eliminasi Malaria Pusat anggotanya terdiri dari unsur internal dan eksternal.



49



Unsur internal tingkat pusat berasal dari Tim Monitoring Eliminasi Malaria Pusat dan dari DepKes RI. Unsur eksternal antara lain terdiri dari perguruan tinggi, WHO Perwakilan Indonesia, UNICEF, Organisasi Profesi, Pakar Malaria, dan unsur lain yang diperlukan. Tim Penilai Eliminasi Malaria Provinsi anggotanya terdiri dari unsur internal dan eksternal. Unsur internal tingkat provinsi berasal dari Tim Monitoring Eliminasi Malaria Provinsi dan dari Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Unsur eksternal antara lain terdiri dari perguruan tinggi, Organisasi Profesi, dan unsur lain yang diperlukan. Hasil evaluasi dari Tim Penilai Eliminasi Malaria tersebut diatas disampaikan kepada Menteri Kesehatan RI sebagai dasar pertimbangan penerbitan Sertifikat Eliminasi Malaria.



SERTIFIKAT ELIMINASI MALARIA DARI WHO Sertifikasi WHO diberikan kepada Pemerintah Republik Indonesia apabila seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah memenuhi persyaratan yang ditentukan seperti pada butir A, nomor 1-11 diatas. Penilaian dilakukan oleh Tim Penilai Eliminasi Nasional bersama Tim WHO. Berdasarkan laporan hasil penilaian Tim tersebut, bila memang layak, DirJen WHO mengeluarkan Sertifikat Status Bebas Malaria untuk Indonesia.



TINDAK LANJUT DARI STATUS ELIMINASI MALARIA Sertifikat Status Bebas Malaria dari WHO dikeluarkan berdasarkan penilaian situasi terakhir, maka sedapat mungkin dipertahankan untuk seterusnya.WHO meminta laporan tahunan secara rutin tentang pemeliharaan status bebas malaria tersebut, temasuk laporan tahunan tentang: 1. Konfirmasi penderita malaria yang ditemukan dalam periode laporan, dirinci: -



Per spesies parasit dan klasifikasi asal penularan penderita;



-



Penderita impor per spesies parasit dan asalnya.



50



2. iwayat singkat semua kematian karena malaria yang dilaporkan dan kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi. 3. Laporan singkat upaya pencegahan yang dilaksanakan untuk : -



Menurunkan penderita impor;



-



Menurunkan reseptivitas dilokasi fokus yang masih terjadi penularan.



Terjadinya KLB malaria oleh P. Falciparum dan adanya penularan kembali malaria diwilayah yang telah dinyatakan bebas malaria, harus segera dilaporkan kepada WHO. Indikasi terjadinya penularan kembali malaria di suatu fokus adalah adanya 3 atau lebih kasus introduced dan atau kasus indigenous di wilayah fokus tersebut, dalam periode waktu 2 tahun berturut-turut untuk P. Falciparum dan 3 tahun berturut-turut untuk P. vivax.



PERAN PEMERINTAH, PROVINSI, KABUPATEN/KOTA, SWASTA, CIVIL SOCIETY, DAN LEMBAGA DONOR Salah satu strategi dalam Eliminasi Malaria adalah meningkatkan komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan menggalang kemitraan dengan berbagai sektor terkait termasuk sektor swasta, LSM, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan melalui forum Gebrak Malaria atau forum lain yang ada di daerah sebagai wadah kemitraan. Untuk melaksanakan kegiatan tersebut maka peran pemerintah, provinsi, kabupaten/kota, Swasta, LSM dan Lembaga Donor sebagai berikut.



A. PERAN PEMERINTAH 1. Menyusun dan menetapkan kebijakan nasional eliminasi malaria. 2. Menyusun pedoman eliminasi malaria dan pedoman teknis operasional eliminasi yang diperlukan. 3. Menggalang kerjasama dan potensi sumber daya dalam mendukung pelaksanaan eliminasi malaria secara sinergis terhadap program dan sektor terkait. 4. Melakukan sosialisasi, advokasi, dan koordinasi kepada instansi horisontal di tingkat pusat.



51



5. Melakukan sosialisasi, advokasi, dan asistensi kepada pemerintah provinsi, dan instansi terkait di tingkat provinsi, dan Kabupaten/Kota. 6. Menyusun Standarisasi Teknis Operasional. 7. Training of Trainers untuk Teknis dan Management. 8. Memfasilitasi bahan dan alat esensial ke Provinsi maupun Kabupaten/Kota. 9. Menanggulangi KLB/wabah, dampak bencana dan pengungsian nasional. 10. Menyediakan sarana dan prasarana dalam penanggulanganKLB/wabah malaria serta pendistribusiannya. 11. Mengembangkan jejaring surveilans epidemiologi dan sistem informasi malaria (feedback/umpan balik). 12. Menetapkan pencapaian indikator stratifikasi wilayah menuju eliminasi dan menetapkan tercapainya status eliminasi di suatu wilayah. 13. Memberikan Bimbingan Teknis tentang Monitoring Efikasi obat dan resistensi vektor. 14. Menyusun pedoman dan melaksanakan Monitoring dan Evaluasi (Monev). 15. Menyusun laporan pelaksanaan dan pencapaian program nasional kepada Presiden RI secara berkala melalui Menteri Kesehatan RI.



B. PERAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI 1. Menyusun strategi penanggulangan malaria melalui suatu komitmen yang dituangkan dalam perundangan daerah sebagai penjabaran pedoman eliminasi malaria di Indonesia. 2. Memberikan asistensi



dan



advokasi



kepada



pemerintah



Kabupaten/Kota, lembaga legislatif, serta instansi sektor mengenai strategi dan kebijakan yang akan ditempuh dalam eliminasi malaria. 3. Mengkoordinasikan kegiatan program malaria dengan instansi/sektor terkait dalam mendukung eliminasi malaria. 4. Melakukan sosialisasi dan menggerakkan potensi sektor swasta, LSM, Organisasi profesi, dan Organisasi lain yang terkait. 5. Menggerakkan potensi Sumber Daya dalam mendukung pelaksanaan program nasional eliminasi malaria secara sinergis baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. 6. Mengkoordinasikan, membina dan mengawasi program eliminasi malaria di Kabupaten/Kota dalam wilayahnya. 52



7. Melaksanakan pelatihan Teknis dan Manajemen dalam eliminasi malaria termasuk manajemen terpadu balita sakit (MTBS) bagi tenaga kesehatan di tingkat pelayanan dasar dan rujukan (dokter, perawat dan bidan). 8. Menyediakan sarana dan prasarana dalam upaya eliminasi malaria termasuk dalam antisipasi terjadinya KLB serta pendistribusiannya. 9. Memantau pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini. 10. Memfasilitasi penanggulangan KLB, Dampak bencana dan pengungsian di Provinsi dan Kabupaten/ Kota. 11. Mengembangkan jejaring Surveilans Epidemiologi dan Sistem Informasi Malaria. 12. Melaksanakan Monitoring efikasi obat dan resistensi vektor. 13. Melaksanakan Monitoring, Evaluasi dan pelaporan upaya eliminasi malaria dalam pencapaian status eliminasi di wilayah Kabupaten/Kota dalam wilayahnya. 14. Menyusun laporan tahunan tentang pelaksanaan dan pencapaian program eliminasi malaria di wilayah provinsi kepada Menkes RI melalui Dirjen PP & PL. 15. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dengan daerah lain dalam mendukung eliminasi malaria.



C. PERAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Menyusun prosedur standar operasional eliminasi malaria di wilayah kabupaten/kota dalam suatu komitmen yang dituangkan dalam perundangan daerah. 2. Melaksanakan kegiatan eliminasi malaria. 3. Menggerakkan potensi Sumber Daya (manusia, anggaran, sarana dan prasarana serta dukungan lainnya) dalam melaksanakan eliminasi malaria. 4. Mengkoordinasikan kegiatan eliminasi malaria dengan lintas program dan sektor terkait. 5. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini. 6. Menyediakan



sarana



dan



prasarana



dalam



eliminasi



malaria



termasuk



penanggulangan KLB serta pendistribusiannya. 7. Melaksanakan penanggulangan KLB, bencana, dan pengungsian. 8. Melaksanakan jejaring Surveilans Epidemiologi dan Sistem Informasi Malaria. 9. Memfasilitasi tercapainya akses penemuan dan pengobatan bagi semua penderita.



53



10. Melaksanakan pelatihan teknis dan manajemen dalam eliminasi malaria termasuk manajemen terpadu balita (MTBS) dan ibu hamil sakit malaria bagi tenaga kesehatan di tingkat pelayanan dasar dan rujukan (dokter, perawat, bidan). 11. Melakukan pemetaan daerah endemik, potensi KLB, dan resisten. 12. Melaksanakan



survei-survei (Dinamika



Penularan,



MBS/MFS,



Resistesi Insektisida, Entomologi, dan lain-lain). 13. Melakukan pengadaan dan pendistribusian bahan dan alat, termasuk obat anti malaria dan insektisida. 14. Menyiapkan Juru Malaria Desa dan kader posmaldes di desa-desa endemik terpencil dan tidak terjangkau pelayanan petugas kesehatan. 15. Melaksanakan sosialisasi, advokasi,



dan asistensi bagi sektor swasta, LSM,



Organisasi profesi, Civil Society, dan Organisasi lain yang terkait. 16. Melaksanakan monitoring, evaluasi dan pelaporan upaya eliminasi malaria dalam pencapaian status eliminasi di wilayahnya. 17. Menyusun laporan tahunan tentang pelaksanaan dan pencapaian program eliminasi malaria di wilayah Kabupaten/Kota kepada Gubernur. D. PERAN SWASTA, CIVIL SOCIETY DAN LEMBAGA DONOR Sektor



swasta,



LSM,



Organisasi



Kemasyarakatan



(Community



Base



Organization/CBO), Organisasi Keagamaan (Faith Organization/FBO), lembaga donor, Organisasi Profesi dan Organisasi kemasyarakatan lainnya berperan aktif sebagai mitra sejajar pemerintah melalui forum Gebrak Malaria atau forum kerjasama lain yang sudah terbentuk dalam eliminasi malaria. Peran mitra tersebut dilaksanakan dengan mengutamakan unsur-unsur kemitraan, kesetaraan, komunikasi, akuntabilitas, dan transparansi sebagaimana tercantum dalam Pedoman Kemitraan Menuju Eliminasi Malaria. Operasional pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan visi, misi, tugas/fungsi, dan kemampuan para mitra yang bersangkutan disesuaikan dengan upaya eliminasi malaria.



MONITORING – EVALUASI DAN PELAPORAN A. Monitoring Dan Evaluasi



54



Monitoring dan evaluasi adalah proses kegiatan untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan upaya eliminasi malaria agar dapat diketahui sampai sejauh mana kegiatan tersebut dapat dilaksanakan, yaitu : -



Menilai kemajuan dan kualitas implementasi upaya eliminasi malaria dari aspek operasional program dan indikator proses serta dampak.



-



Menilai perubahan indikator epidemiologi dari pelaksanaan kegiatan.



-



Memantau



adanya



hambatan,



permasalahan,



juga



kemungkinan



adanya



penyimpangan dalam pelaksanaan upaya eliminasi malaria dengan interpretasi hasil yang tepat dan untuk menginformasikan revisi kebijakan, dan strategi. -



Dokumentasi pencapaian dan kemajuan eliminasi malaria. Dalam pelaksanaannya dituangkan pada dokumen perencanaan monitoring dan



evaluasi serta didukung oleh data yang dihimpun dari berbagai sumber : 1. Rencana kerja triwulan/semester/tahunan dan laporannya. 2. Laporan rutin pelaksanaan kegiatan upaya eliminasi malaria (manajemen program, pencegahan faktor resiko, tata laksana kasus, logistik dan keuangan). 3. Kunjungan lapangan secara berkala.



Kerangka monitoring dan evaluasi terhadap indikator-indikator utama pada Tahap Pra Eliminasi dan Tahap Eliminasi adalah sebagai berikut: Komponen



Kegiatan



Indikator



55



Legislasi



dan Komitmen Politik



komitmen politik



- Rencana strategi pembebasan malaria



diresmikan



oleh



pemerintah. - Regulasi/Peraturan



Daerah



tersedia. - Tersedianya pendanaan lokal untuk program malaria. Kerjasama regional/ lintas daerah



- Tersedianya kesepakatan lintas batas. - Adanya bukti kerjasama lintas daerah/provinsi/negara.



Kebijakan kesehatan



- Kebijakan pengobatan malaria. - Kebijakan



diagnosis



dan



pengobatan malaria gratis bagi penderita. - Regulasi peredaran obat anti malaria. Epidemiologi



Stratifikasi



- Tersedianya stratifikasi



pemetaan malaria



per



desa/lingkungan.



Komponen



Kegiatan



Indikator



56



Investigasi fokus



- Jumlah fokus aktif terlaporkan per tahun. - Proporsi



fokus



terlaporkan



yang diinvestigasi lengkap. - Proporsi



fokus



terlaporkan



diklasifikasi secara benar. - Jumlah kasus di fokus. - Total penduduk beresiko di fokus. Surveilans



Sistem surveilans



- Ketetapan waktu (timeliness): waktu



antara



diagnosis,



pelaporan, dan investigasi. - Kelengkapan proporsi



(completeness):



kasus



terlapor



ke



sistem database surveilans. Keterlibatan



sektor



swasta



- Tersedianya



protokol



bagi



fasilitas kesehatan swasta. - Proporsi



fasilitas



kesehatan



swasta terlaporkan ke sistem database surveilans. Pencatatan, pelaporan beban malaria



- Total jumlah kasus terlaporkan per tahun. - Proporsi



kasus



terlaporkan



yang diinvestigasi penuh. - Jumlah



kasus



yang



diklasifikasi.



57



Tatalaksana kasus



Diagnosis



- Proporsi kasus terkonfirmasi dengan



pemeriksaan



laboratorium (Mikroskop atau RDT) - Proposi kasus terkonfirmasi dengan



pemeriksaan



Mikroskop. - Berjalannya sistem supervisi kendali



mutu



(Quality



control/quality



assurance)



pemeriksaan mikroskopis. Pengobatan



-



Proporsi



kasus



malaria



mendapat terapi radikal sesuai standar. Pengendalian



IRS



vektor



- Jumlah dan proporsi rumah beresiko yang mendapat IRS. - Jumlah dan proporsi fokus aktif



terlaporkan



yang



mendapat IRS. Pengendalian jentik



- Proporsi nyamuk



tempat



perindukan



potensial



dilakukan



yang kegiatan



pengendalian jentik lainnya. Surveilans entomologi



Larvasiding



- Proporsi



tempat



perindukan



potensial positif jentik.



B. PELAPORAN Pelaporan meliputi situasi penyakit, hasil kegiatan, kinerja program, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara berjenjang dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sampai ke Pusat



58



sesuai dengan format dan ketentuan yang berlaku. Uraian lebih lengkap tentang monitoring dan evaluasi serta pencatatan dan pelaporan dalam upaya eliminasi malaria dapat dibaca pada Pedoman Surveilans dan Monitoring-Evaluasi dalam Eliminasi Malaria. Untuk mendukung terlaksananya upaya eliminasi malaria, maka diharapkan semua instansi dan sektor terkait dapat merencanakan serta menyediakan anggaran yang diajukan setiap periode/tahun sesuai dengan tugas/fungsi dan rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya untuk mendapatkan hasil yang optimal Dinas Kesehatan berperan membantu mengidentifikasi peran dari masing-masing instansi dan sektor terkait melalui forum Gebrak Malaria. Anggaran yang diperlukan untuk mendukung upaya eliminasi malaria dapat diupayakan melalui sumber-sumber, seperti: APBN, APBD, bantuan dari lembaga donor baik dalam negeri maupun luar negeri, swasta, serta sumbersumber lain yang sah sesuai dengan perundangan dan ketentuan yang berlaku. Program Nasional Eliminasi Malaria ini menjadi acuan bagi pemerintah, pemerintah daerah, Civil Society, Swasta, Lembaga Donor, masyarakat dan mitra kerja lainnya dalam upaya eliminasi malaria di Indonesia. Dalam menyusun perencanaan dan pelaksanaan upaya eliminasi malaria dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dalam forum Gebrak Malaria atau forum kerja sama lain yang sudah terbentuk, sehingga mendapatkan hasil yang optimal dan berkesinambungan.13



59



DAFTAR PUSTAKA 1. Soemarwo S. Malaria dalam Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Jakarta FK UI. 2002:442-461. 2. Chwatt, L.J.B. 1980. Essential malariology. London: William Heinemann Medical Books Ltd. 3. Gracia, L.S., Bruckner, D.A. 1966. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 4. Babba ikrayama. 16 Agustus 2017. Faktor- faktor resiko yang mempengaruhi kejadian



malaria.



Fk



universitas



diponogoro.



2007.



https://core.ac.uk/download/pdf/11717456.pdf. Diakses pada: 19 Maret 2019. 5. anonim.



Nyamuk



anopheles



fk



universitas



unila.



http://digilib.unila.ac.id/13599/2/bab%202.pdf. Diakses pada: 19 Maret 2019. 6. Clyde DF.Malaria.dalam: Nelson WE, Behrman RE,Kliegman R, Arvin AM,Ed. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 12. Jakarta : EGC. 2000:328-334. 7. Inge Sutanto, Is Sumariah Ismid, Pudji K. Sjarifudin, Saleha Sungkar. 2016. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 8. Natadisastra, Djaenudin. Agoes, Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau Dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC. 9. Pribadi, prof.dr.wita,dkk.edisi ketiga.parasitologi kedokteran.2004:balai penerbit FKUI, Jakarta. 10. Rostianingsih, silvia.dkk. 30 Juni 2012. Perancangan dan Pembuatan Sistem Informasi



Geografis



Untuk



Penyebaran



Penyakit



Malaria.



http://repository.petra.ac.id/15742/1/Publikasi1_01043_276.pdf.. Diakses pada: 19 Maret 2019. 11. Hari Malaria Sedunia, Pemerintah Perluas Wilayah Bebas Malaria.http://www.depkes .go.id/article/view/18043000010/hari-malaria-sedunia-pemerintah-perluas-wilayahbebas-malaria.html. Diakses pada: 19 Maret 2019. 12. Putra,



T.R.I.,



2



Agustus



2011.



Malaria



dan



Permasalahannya



http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/download/3469/3231. Diakses pada: 20 Maret 2019. 13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 293/Menkes/Sk/Iv/2009. 28



April



2009.



Tentang



Eliminasi



Malaria



di



Indonesia



60



http://www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk2932009.pdf . Diakses pada: 19 Maret 2019.



61